Anda di halaman 1dari 3

Adhe Nuansa Wibisono

Kajian Terorisme FISIP UI


NPM : 1206299023

Literature Review IV – Media dan Terorisme


Sumber Utama : Philip Seib and Dana M. Janbek, “Global Terrorism and New Media : The Post-Al Qaeda
Generation”, (London : Routledge, 2011)

Rangkuman

Al Qaeda dengan cepat mengadopsi penggunaan internet sebagai sarana terbaik untuk
menyampaikan kepada publik. Situs web Al Neda, yang mulai digunakan Al Qaeda sejak tahun 2002,
menerbitkan analisis mengenai perang Iraq dan Afghanistan, dengan komentar yang diberikan oleh juru
bicara Al Qaeda mengenai operasi-operasi militer yang dilakukan Al Qaeda, penjelasan bagaimana
perjuangan Al Qaeda kemudian akan bermanfaat bagi ummah (komunitas masyrakat muslim global)
dengan melakukan perlawanan terhadap Amerika Serikat dan Israel dan pemerintahan-pemerintahan
yang sekuler. Mengenai pesan simbolik yang terdapat dalam situs-situs Al Qaeda, Michael Scheuer
mengatakan, “menguatkan pesan yang disampaikan Osama Bin Laden mengenai tujuan dan prioritas Al
Qaeda : seruan jihad sebanyak mungkin kepada khalayak muslim diseluruh dunia”. 1

Menurut laporan tahun 2004 oleh US Justice and Treasury Department, Al Qaeda telah
menggunakan teknik komunikasi spionase “dead drop” yang diadaptasi pada media online terutama
email. Sejumlah anggota Al Qaeda terpilih diberikan sebuah username dan password pada suatu akun
email misalkan yahoomail.com Kemudian satu orang akan menuliskan pesan, tetapi dia tidak
mengirimkan pesan tersebut kepada akun email lainnya tetapi menyimpannya dalam bentuk draft dan
kemudian logout dari akun email tersebut. Kemudian orang lainnya dari tempat yang berbeda kemudian
akan mengakses akun email tersebut, membacanya di draft, kemudian akan memberikan pesan baru lagi
di draft atau bisa juga dihapus. Pesan yang tidak pernah dikirimkan itu, kemudian tidak memiliki catatan
ISP (Internet Servives Provider), yang kemudian tidak bisa dilacak keberadaannya dalam catatan email. 2

Global Islamic Media Front, media yang berafiliasi dengan Al Qaeda, mengutamakan para target
rekrutmen dan simpatisan yang tinggal di negara-negara Eropa, menjadi salah satu penyedia yang
memiliki layanan video online yang memperlihatkan video mengenai strategi penembakan, peluncuran
roket granat, peluncuran peluru kendali, peledakan mobil, penculikan sandera dan berbagai taktik perang
lainnya. Selain video-video mengenai taktik perang, Al Qaeda juga memperbanyak seruan jihad kepada
para simpatisannya. Majalah online Sawt Al Jihad (Suara Jihad) yang muncul pada tahun 2004 untuk
mempromosikan aktivitas mujahidin.3

Pada tahun 2005, Ayman al-Zawahiri menuliskan pesan kepada pimpinan Al Qaeda Iraq, Abu
Musab Al Zarqawy dan menyatakan, “kita berada di tengah peperangan, dan sebagian besar dari
peperangan ini berada pada peperangan media. Kita berada pada peperangan media akan hati dan
pikiran dari ummah”. Peperangan media yang dinyatakan Zawahiri dilakukan untuk mempertahankan
kehadiran global Al Qaeda di tengah perhatian publik, baik ketika aktivitas-aktivitas Al Qaeda dalam
kondisi meningkat maupun ketika kondisi menurun. Osama bin Laden membentuk departemen media Al

1
Philip Seib and Dana M. Janbek, “Global Terrorism and New Media : The Post-Al Qaeda Generation”, (London : Routledge, 2011), hal 26
2
Philip Seib and Dana M. Janbek, “Global Terrorism and New Media : The Post-Al Qaeda Generation”, (London : Routledge, 2011), hal 26
3
Philip Seib and Dana M. Janbek, “Global Terrorism and New Media : The Post-Al Qaeda Generation”, (London : Routledge, 2011), hal 27
1
Qaeda pada tahun 1988 sebagai bagian dari struktur organisasi orisinil Al Qaeda. Tujuan awalnya
didirikannya departemen media ini untuk menyemangati dan mendukung perjuangan para mujahidin di
Afghanistan yang berjuang melawan invansi Uni Soviet. Setelah itu Al Qaeda merubah pesannya menjadi
seruan perlawanan terhadap Israel, Amerika Serikat dan sejumlah rezim pemerintahan di negara-negara
Arab, terutama Saudi Arabia.4

Kemudian Al Qaeda membentuk rumah produksi medianya sendiri yang dinamakan As Sahab
(Awan), yang dijalankan melalui sebuah mekanisme dan prosedur yang rumit. Video-video pernyataan
sikap dari Osama bin Laden, Ayman al-Zawahiri, dan jurubicara Al Qaeda lainnya direkam pada suatu
lokasi yang asing dan terpencil. Kemudian diantarkan melalui kurir yang membawanya kepada suatu
tempat yang aman untuk menguploadnya di internet dan kemudian mengirimkan video tersebut kepada
rumah produksi As Sahab, yang dimana video itu kemudian diedit, diberikan alih bahasa dan
ditambahkan fitur grafis. As Sahab telah menggunakan peralatan elektronik dengan kualitas tinggi
(diantaranya adalah laptop Sony Vaio) dan juga telah menggunakan software pengamanan dengan
kualitas tinggi.5

Produk final dari video itu kemudian disimpan pada flashdisk yang kemudian dibawa oleh kurir
kepada warung internet dan kemudian diupload pada berbagai situs-situs yang berafiliasi kepada Al
Qaeda. Kemudian link dari alamat situs-situs ini akan disebarkan melalui forum-forum diskusi dan chat
rooms, selanjutnya para anggota Al Qaeda akan meng-copy dan menyebarluaskan video tersebut. Sistem
distribusi seperti ini telah digunakan semenjak tahun 2005, digunakan sejak Al Qaeda memberhentikan
pengiriman video kepada media Al Jazeera dan media berita lainnya, yang akan melakukan editing
kepada video ini sesuai dengan kebutuhan media, yang dianggap oleh Al Qaeda menghilangkan pesan-
pesan penting yang seharusnya ditampilkan dalam video tersebut. 6

Internet telah menjadi sarana strategis bagi Al Qaeda dalam penyebaran pesan-pesan politiknya.
Dengan menggunakan media online, Al Qaeda dapat melakukan operasi-operasi secara massal,
menyebarluaskan produk-produknya dan dapat melakukan penyebaran-penyebaran ide secara massif
dengan risiko dan biaya yang sedikit. Seorang juru bicara Al Qaeda kemudian menyebutkan internet
sebagai “Al Qaeda University of Jihad Studies ”. “Universitas” ini kemudian menawarkan berbagai sarana
pendidikan yang merefleksikan teori yang diajukan oleh pemikir Al Qaeda, Abu Mus’ab Al-Sury, dimana
pemikiran Al Qaeda seharusnya seperti perusahaan global yang dapat menjangkau sudut dunia
manapun.7

Melalui buku yang ditulisnya The Global Islamic Resistance Call (2005), Al-Sury menyatakan
bahwa daripada menghadirkan para rekrutmen datang ke Afghanistan atau tempat lain dimana Al Qaeda
bermarkas, “menjadi sangat penting untuk memindahkan pelatihan pada setiap rumah, pada setiap
kelompok dan pada setiap daerah di basis-basis negara muslim”. Al-Sury kemudian menambahkan,
“penyebaran akan budaya dan kesiapan militer dan pelatihan-pelatihan menggunakan semua cara,
terutama penyebaran massif melalui internet”. 8

Pada tahun 2008, sebuah forum diskusi online yang berafiliasi kepada Al Qaeda meluncurkan
sebuah artikel mengenai The Art of Recruitment, yang memberikan rekomendasi mengenai metode
terencana mengenai penanaman nilai-nilai keagamaan yang radikal, yang kemudian dapat
membangkitkan keyakinan akan semangat jihad yang agresif. Proses rekrutmen ini didesain untuk tetap
menjaga kualitas dan melindungi keamanan organisasi. Proses ini kemudian diulangi lagi melalui situs-
situs yang berafiliasi kepada Al Qaeda. Selain itu juga diberikan panduan kepada para anggota untuk

4
Philip Seib and Dana M. Janbek, “Global Terrorism and New Media : The Post-Al Qaeda Generation”, (London : Routledge, 2011), hal 31
5
Philip Seib and Dana M. Janbek, “Global Terrorism and New Media : The Post-Al Qaeda Generation”, (London : Routledge, 2011), hal 31
6
Philip Seib and Dana M. Janbek, “Global Terrorism and New Media : The Post-Al Qaeda Generation”, (London : Routledge, 2011), hal 32
7
Philip Seib and Dana M. Janbek, “Global Terrorism and New Media : The Post-Al Qaeda Generation”, (London : Routledge, 2011), hal 33
8
Philip Seib and Dana M. Janbek, “Global Terrorism and New Media : The Post-Al Qaeda Generation”, (London : Routledge, 2011), hal 33
2
melindungi dan menutupi alamat IP dari komputer atau laptop yang digunakan, bagaimana cara untuk
mengguanakan proxy server, dan berbagai cara lain untuk menyembunyikan identitas online. 9

Para anggota forum radikal juga menyadari bahwa aktivitas online mereka telah diawasi oleh
banyak badan intelijen, aparat keamanan dan organisasi-organisasi yang mengawasi jaringan terorisme
online. Pada tahun 2008, melalui sebuah situs Al Qaeda menerbitkan artikel “ Know Your Enemy from
Monitoring and Analysis Websites”, yang sfesifik menggambarkan situs penerjemahan, situs investigasi,
proyek penelitian, liputan berita, dan menyatakan bahwa situs-situs ini adalah alat-alat dan media yang
dimiliki musuh. Anwar al-Awlaki, seorang Imam radikal keturunan Yaman dari Amerika Serikat,
menyatakan, “satu-satunya yang menghabiskan uang dan waktu untuk menerjemahkan literatur-literatur
jihad adalah agen-agen intelijen negara-negara Barat”.10

Analisa dan Kesimpulan

Penggunaan internet oleh kelompok terror dalam menyampaikan pesannya kepada publik secara
luas menjadi fenomena baru yang semakin meningkat pasca 9/11. Momentum ini menunjukkan terjadi
pergeseran cara pandang mengenai medan pertempuran ( battle front) yang tadinya dimaknai dalam
ruang-ruang realitas seperti area konflik, wilayah perang, kemudian bergeser juga kepada ruang-ruang
dunia maya, yaitu situs web, forum-forum diskusi, media sosial dan media online. Hasil yang ingin dicapai
dalam peperangan media ini adalah pembentukan opini publik yang kemudian dapat mengarahkan atensi
publik kepada aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh kelompok teror. Jika selama ini negara sebagai unit
politik yang menjadi lawan kelompok teror dapat mengendalikan arah opini publik melalui dominansinya
pengaruh-pengaruh media mainstream yang berafiliasi kepada negara, melalui kehadiran media-media
online yang berafiliasi kepada kelompok teror inilah counter-opinion itu dilakukan.

Selain itu juga berbagai fasilitas yang terdapat dalam dunia maya seperti forum diskusi, situs web
dan media sosial juga digunakan kelompok teror untuk menyebarkan ide-idenya secara massif dan luas.
Penyebaran ide ini kemudian ditindaklanjuti dengan adanya pola-pola perekrutan kepada simpatisan yang
mulai tertarik dengan tawaran gagasan radikal yang menemukan ruang komunikasinya kepada kelompok
teror melalui dunia maya. Penggunaan forum diskusi dan media sosial sebagai ruang komunikasi yang
interaktif ini kemudian semakin meningkatkan intensitas dan pertemuan antara kelompok teror dengan
basis simpatisan dan rekrutmen potensialnya, dunia maya menjadi ruang yang sangat efektif dalam
transmisi penyebaran nilai-nilai tersebut.

Pada kesimpulan ini saya menilai bahwa terorisme telah menyentuh satu level yang saya sebut
sebagai cyber-terrorism, dimana internet dan dunia maya kemudian menjadi salah satu arena
pertempuran yang juga massif, pertempuran akan informasi, media, nilai, ide dan keyakinan. Dimana
kelompok teror secara impresif dapat menggunakan internet sebagai sarana promosi, fundraising,
sosialisasi, rekrutmen, counter-opinion ataupun framing issues. Pada titik inilah para analisis keamanan
dan peneliti dalam bidang terorisme harus menyadari fenomena ini bahwa kelompok teror tidaklah lagi
sama dengan kelompok teror tradisional yang sebelumnya ada, mereka semua telah bertransformasi
dalam derasnya kemajuan dalam era informasi ini.

Referensi

Philip Seib and Dana M. Janbek, “Global Terrorism and New Media : The Post-Al Qaeda
Generation”, (London : Routledge, 2011)

9
Philip Seib and Dana M. Janbek, “Global Terrorism and New Media : The Post-Al Qaeda Generation”, (London : Routledge, 2011), hal 36-37
10
Philip Seib and Dana M. Janbek, “Global Terrorism and New Media : The Post-Al Qaeda Generation”, (London : Routledge, 2011), hal 37
3

Anda mungkin juga menyukai