Email: dr.nda76@yahoo.com,
Abstrak
Kementerian Kesehatan melaksanakan program peningkatan kinerja sumber daya kesehatan
Puskesmas yang sudah dilatih akupresur sebanyak 13 orang dan hanya 2 Puskesmas yang
sudah menyelenggarakan pelayanan akupresur. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif, dan
Kementerian Kesehatan, Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan, Kepala Puskesmas, Dokter
poli, tenaga kesehatan terlatih. Metode pengumpulan data melalui wawancara mendalam dan
telaah dokumen. Hasil penelitian dari komponen input (tenaga kesehatan terlatih, sarana
Puskesmas, Standar Operasional Prosedur pelayanan (SOP), dan Surat Keputusan penugasan
namun belum optimal, rotasi staf menjadi salah satu kendala, komponen output dan outcome
belum optimal karena kunjungan pasien akupresur masih sedikit. Aspek komunikasi
(kejelasan dan konsistensi) belum efektif tentang informasi peraturan kebijakan yang ada dari
penentu kebijakan kepada pelaksana, aspek pembiayaan belum didukung peraturan daerah,
aspk disposisi sudah baik, aspek birokrasi masih kurang koordinasi dan sosialisasi kebijakan
dari Dinas Kesehatan ke Suku Dinas Kesehatan dan Puskesmas.
Abstract
The Ministry of Health was implemented programs to improve the performance of health
resources by education and training for ttraditional healthcare workers. through the training
of acupressure services for Primary Health Care, but acupressure service has not been run in
Primary Health Care. In South Jakarta city, healthcare workers in Primary Health Care
have been trained acupressure are 13 people and only 2 healthcare workers have been doing
acupressure service. This research is a qualitative research, and aims to analyze the policy
and implementation of acupressure service in Primary Health Care and its obstacles.
Informants in the study amounted to 11 people, namely the Ministry of Health, South Jakarta
Health Office, Head of Primary Health Care, Doctor, healthcare workers. Methods of data
collection through in-depth interviews and document review. The results of the research on
input components (healthcare workers, infrastructure facilities, health center policy) have
been running with the support of Head of Primary Health Care, Standard Operational
Procedures (SOP), and Decision Letter of assignment but not optimal, staff rotation becomes
one of constraints, outcome is not optimal because the visit of acupressure patients is still
small. The communication aspect (clarity and consistency) has not been effective about the
existing policy regulation information from the policy makers to the implementers, the
financing aspect has not been supported by the local regulation, the disposition aspect is
good, the bureaucratic aspect is still lack of coordination and the policy socialization from
the Health Office to the Health Office and Primary Health Care .
Key words:
Latar belakang
obat yang mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun temurun secara empiris, dapat
keterampilan dapat dilakukan secara manual seperti akupresur, dengan alat dan teknologi
seperti akupunktur, khiropraksi, ataupun dengan olah pikiran/mental seperti husada, yoga, dll.
(Yankestrad) terdiri dari 4 jenis, yaitu yankestrad ramuan, keterampilan dengan alat,
keterampilan tanpa alat, dan keterampilan dengan pikiran. Sejumlah 89.753 dari 294.962
(30,4%) Rumah Tangga (RT) diIndonesia memanfaatkan yankestrad dalam 1 tahun terakhir
dan proporsi RT yang memanfaatkan yankestrad tertinggi di Kalimantan Selatan (63,1%) dan
terendah di Papua Barat (5,9%). Jenis Pelayanan Kesehatan Tradisional yang dimanfaatkan
oleh RT terbanyak adalah keterampilan tanpa alat (77,8%) dan ramuan (49,0%). Hasil ini
menunjukkan bahwa pemanfaatan yankestrad masih cukup banyak (2). Hasil penelitian
Slvianty (2016) tentang pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisional bagi penduduk miskin
di Indonesia: analisis data Riskesdas 2013 menyebutkan proporsi karakteristik penduduk
yang memanfaatkan pelayanan kesehatan tradisional adalah berdasarkan kelompok umur 35-
54 tahun sebesar 40,09%, jenis kelamin wanita sebesar 52,50%, dan tempat tinggal terbanyak
berbagai negara. Hal ini dilihat dari hasil kesepakatan pertemuan WHO (World Health
Beijing pada bulan November 2008 bahwa pelayanan kesehatan tradisional yang aman dan
bermanfaat dapat diintegrasikan ke dalam sistem pelayanan kesehatan. Saat pertemuan WHA
(World Health Assembly) pada tahun 2009 salah satu resolusinya WHO mendorong negara-
Pada acara komitmen Asean tanggal 22 April tahun 2004 di Penang Malaysia dalam
th
‘Declaration of the 7 Asean Health Ministers, menghendaki agar pelayanan kesehatan
tradisional terintegrasi dalam sistem pelayanan kesehatan yang merupakan bagian pelayanan
pengawasan Pelayanan Kesehatan Tradisional dilakukan melalui 3 (tiga) pilar. Pilar pertama
adalah Regulasi, adapun dukungan regulasi terhadap Pelayanan Kesehatan Tradisional telah
2014 tentang tenaga kesehatan, Peraturan Pemerintah No 103 tahun 2014 tentang Pelayanan
kesehatan tradisional, dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 37 Tahun
aman, bermutu, efektif dan sesuai dengan standar, memberikan acuan bagi tenaga kesehatan
integrasi, serta terlaksananya pembinaan dan pengawasan secara berjenjang oleh Pemerintah
dengan menggunakan jari-jari tangan ataupun dengan menggunakan alat bantu seperti stik
kayu, dengan cara menekan titik-titik tertentu pada tubuh (titik-titik akupunktur) sebagai
energi vital dalam tubuh. Tujuan penekanan pada titik-titik ini bermaksud agar aliran energi
mengembangkan pelayanan kesehatan yang bertumpu pada kegiatan promotif dan preventif
atau promosi dan pencegahan (5). Berdasarkan hasil penelitian (H. E. Dent, N. G. Dewhurst,
mengurangi kebutuhan akan obat antiemetik, lebih aman dan murah. Terdapat beberapa bukti
bahwa teknik akupunktur, termasuk akupresur, dapat memberikan perawatan yang efektif
kesehatan melalui pendidikan dan pelatihan untuk tenaga kesehatan, khususnya pelatihan
Puskesmas dengan dana pusat maupun dana dekonsentrasi. Selain Pendidikan dan pelatihan
sebagai sarana penyiapan tenaga pelayanan kesehatan tradisional diperlukan juga adanya
dukungan dari Pemerintah Daerah.
Dari data yang ada di Direktorat Pelayanan Kesehatan Tradisional total jumlah tenaga
kesehatan yang telah dilatih akupresur di Provinsi DKI Jakarta sebanyak 44 orang, yaitu di
Jakarta Pusat 7 orang, Jakarta Selatan 13 orang, Jakarta Utara 8 orang, Jakarta Timur 14
orang dan Kepulauan Seribu 1orang, namun pelayanan akupresur belum semua
dikembangkan di Puskesmas wilayah DKI Jakarta, baru beberapa di wilayah Jakarta Selatan.
point dalam kondisi sosial, ekonomi dan politik, dukungan regulasi yang ada di Kota
Semarang belum mendukung disebabkan belum adanya regulasi atau acuan di tingkat kota
kesehatan, hal ini yang menyebabkan belum adanya aturan mengenai biaya tindakan dalam
pengobatan alternatif komplementer (9). Berdasarkan hal tersebut diatas, penelitian ini
Tinjauan Teori
Sistem merupakan suatu kesatuan yang utuh dan terpadu dari berbagai elemen/unsur
yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi yang disiapkan untuk mencapai tujuan
yang telah ditentukan. Elemen atau unsur adalah hal yang mutlak yang harus dimiliki oleh
suatu sistem meliputi input (tenaga pelaksana, sarana prasarana, kebijakan), proses, output
dan outcome. Winarno (2002) dalam Rahayu Kusuma Dewi (2016) menyebutkan sumber
yang mendukung kebijakan menjadi efektif salah satunya staf sumber daya manusia
pelaksana pelaksana kebijakan, dalam jumlah yang cukup, dan cukup kualifikasi untuk
melaksanakan kebijakan.
Kebijakan adalah sebuah aturan baik dalam bentuk tertulis maupun keputusan resmi
suatu organisasi yang mengatur seluruh aspek hidup manusia baik dalam lingkup publik
maupun privat. Menurut A.Mazmanian dan P.A Sabatier (1997) dalam Rahayu di kemukakan
bahwa implementasi adalah mencoba memahami apa yang terjadi setelah suatu program
dinyatakan berlaku dan dirumuskan yang mencakup usaha untuk pengadmistrasian serta yang
menimbulkan akibat atau dampak nyata pada masyarakat. Sehingga implementasi adalah
suatu proses yang melibatkan banyak sumber meliputi manusia, dana dan kemampuan
organisasi yang dilakukan baik oleh pemerintah maupun swasta. Seperti yang dikemukan
oleh George C. Edward III, ada empat faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan
yang bekerja secara simultan dan saling berinteraksi satu sama yang lain yaitu :
a) Transmisi, yaitu pihak – pihak yang melaksanakan keputusan harus mengetahui apa
2. Sumber daya
Keterkaitan dengan sumber daya pendukung khususnya sumber daya manusia untuk
4. Struktur birokrasi
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif, dan desain penilaian cepat
interview),observasi dan telaah dokumen. Penelitian ini dilakukan di Jakarta Selatan pada
bulan Maret-Mei 2018. Informan dalam penelitian ini berjumlah 11 orang, dipilih secara
Kesehatan Jakarta Selatan, Kepala Puskesmas, dokter penanggung jawab poli dan tenaga
kesehatan yang di latih akupresur. Umur informan berkisar antara 32-57 tahun. Pendidikan
informan bervariasi antara S1, S2, dan Spesialis. Lingkup penelitian ini berada pada tahapan
input (tenaga kesehatan yang dilatih, sarana dan prasarana dan kebijakan), proses (proses
program pelayanan akupresur), output (pelayanan akupresur yang diukur dengan peningkatan
jumlah pasien), outcome (kepuasan pasien); serta teori implementasi kebijakan George C
Edwards III yang dipengaruhi oleh empat variabel yaitu Komunikasi (Kejelasan dan
Struktur Birokrasi (mekanisme dan koordinasi antar lembaga) untuk mendukung konsep
penelitian. Teknik analisis data yang digunakan mulai dari kompilasi data, data dibuat dalam
Komponen Input
1. tenaga kesehatan terlatih akupresur
yang telah dilatih belum optimal melakukan pelayanan akupresur di Puskesmas yang ada di
Jakarta Selatan. Sebagian besar informan menyebutkan tenaga kesehatan yang dilatih sudah
kompeten melakukan pelayanan akupresur namun secara kuantitas maupun kualitas belum
mencukupi untuk implementasi pelayanan akupresur. kualitas tenaga kesehatan yang terlatih
akupresur dan mengerti tentang program masih sedikit, dan kuantitas ketersediaan tenaga
kesehatan yang sudah dilatih untuk implementasi pelayanan akupresur di Puskesmas masih
kurang, bila dibanding beban kerja dan tupoksi pekerjaan lain di Puskesmas, juga adanya
rotasi perputaran staf yang berdampak pada pelayanan akupresur karena tenaga kesehatan
yang dilatih dipindah tugaskan. Sehingga Semakin teknis kebijakan yang dilaksanakan dan
semakin besar keahlian yang dibutuhkan dari para pelaksana kebijakan, maka semakin besar
pula kekurangan personil yang mempunyai keterampilan yang memadai dan akan
setiap Puskesmas seperti surat keputusan untuk tenaga kesehatan yang terlatih akupresur agar
2. Sarana Prasarana
Penyediaan sarana dan prasarana untuk penyelenggaraan pelayanan akupresur juga belum
optimal karena masih ada kendala dalam penyediaan sarana dan prasarana dalam hal ini
Untuk Puskesmas yang sudah menyelenggarakan pelayanan maka sarana dan prasarana di
Puskesmas tidak menjadi kendala. Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 103 tahun 2014
Kesehatan ditetapkan oleh pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan yang bersangkutan, bisa
berdiri sendiri atau bergabung dengan poli lain. Puskesmas yang sudah menyelenggarakan
pelayanan akupresur tidak ada kendala dengan sarana prasarana, pelayanan dilakukan
bergabung dengan poli lain. Sedangkan Puskesmas yang belum menyelenggarakan pelayanan
3. Kebijakan Puskesmas
Aspek kebijakan pelayanan akupresur di Puskesmas dalam penelitian dilihat dari adanya
dukungan kebijakan dari Pimpinan Puskesmas. Dukungan kebijakan berupa Surat Keputusan
Kepala Puskesmas dalam hal ini akupresur dan Kebijakan tentang Standar Operasional
pelayanan (SOP) akupresur. Kepala Puskesmas sudah menginisiasi tenaga pelaksana setelah
dengan peraturan Menteri Kesehatan Nomor 37 tahun 2017 pasal 16 bahwa pelayanan
kesehatan tradisional integrasi pada Puskesmas dilakukan sesuai alur pelayanan kesehatan
tradisional integrasi yang merupakan bagian dari alur pelayanan kesehatan konvensional dan
tertuang dalam standar prosedur operasional yang ditetapkan oleh Kepala Puskesmas.
program dan Kebijakan tentang Standar Operasional pelayanan (SOP) pelayanan akupresur.
Komponen Proses
Hasil penelitian didapatkan untuk pasien-pasien baru selalu mengikuti alur pelayanan
konvensional, namun untuk pasien lama dan berulang bisa langsung ke poli
pemeriksaan dan diagnosis sesuai pelayanan kesehatan konvensional. Dari hasil penelitian
didapatkan untuk pasien-pasien baru selalu mengikuti alur pelayanan konvensional, namun
untuk pasien lama dan berulang bisa langsung ke poli akupunktur/akupresur, semua berjalan
Komponen Output
Pada komponen ouput pelayanan akupresur yang diukur dengan pelaksanaannya dan jumlah
pasien setelah diterapi dengan akupresur. Sebagian informan menyebutkan hasil pelayanan
akupresur belum sepenuhnya optimal di karenakan jumlah kunjungan pasien belum banyak.
kunjungan poli yang lain hanya 2,12 % dari total kunjungan poli. seperti diuraikan dalam
Sejalan dengan Permenkes no.37 tahun 2017 bahwa pelayanan kesehatan tradisional dalam
Komponen Outcome
Kepuasan pasien adalah tercapainya tujuan dari pelayanan akupresur yang ditunjukkan
dengan hasil kepuasan pasien dengan cara memberikan kuesioner kepada pasien yang telah di
Rata-rata kepuasan pasien adalah 92,33, dengan variasi 9,38. Nilai terendah yang menyatakan
pasien yang tidak puas adalah 80 dan nilai yang tertinggi menyatakan puas adalah 100. Hasil
analisis dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini bahwa rata-rata kepuasan pasien berada di
responden mengatakan puas yaitu 12 orang (60%), sedangkan untuk yang mengatakan tidak
Penelitian dilakukan dengan memberikan kuesioner kepada pasien yang telah mendapatkan
terapi dengan harapan pasien dapat mengisi dan memilih hal-hal yang membuatnya kurang
puas serta harapan pasien sesungguhnya, dan dari hasil penelitian didapatkan paling banyak
responden mengatakan puas dengan layanan akupresur di Puskesmas. Namun masih ada satu
(1) pasien yang menyatakan tidak puas dengan hasil terapi dari layanan akupresur yaitu bila
konvensional.
16
14
12
10
8
6 Sangat tidak Puas
4
Tidak puas
2
0 cukup puas
Puas
Sangat Puas
Edwards III agar di ketahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi implemetasi
bagaimana proses kejelasan dan pemahaman terhadap isi dari kebijakan pelayanan akupresur
Puskesmas sebagai acuan agar dilaksanakan secara tepat dan sesuai dan cukup menjadi dasar
pelaksanaan kebijakan sehingga tidak menimbulkan interpretasi atau pemahaman yang salah.
Pada aspek konsistensi didapatkan konsisten antara informasi yang sudah diberikan pembuat
kebijakan dengan peraturan yang ada sedangkan inkonsistensi informasi terjadi antara
penentu kebijakan di daerah dengan pelaksana di Puskesmas masih belum optimal karena
masih kurang sosialisasi sehingga para pelaksana kurang mengetahui tentang regulasi atau
Pemahaman bahwa kebijakan atau regulasi yang mengatur hanya sampai pemangku
kebijakan (Pusat dan Dinas Kesehatan), sedangkan pada pelaksana kebijakan belum ada
sosialisasi regulasi tentang pengaturan pelayanan akupresur, sebatas hanya pelatihan yang
didapat. Terputusnya komunikasi yang jelas dan efektif disebabkan belum adanya informasi
yang disampaikan secara menyeluruh dan lengkap tentang kebijakan pelayanan akupresur.
Pada aspek pembiayaan belum ada Peraturan Daerah (PERDA) tarif untuk pelayanan
akupresur.
Aspek sumber pembiayaan untuk pelayanan akupresur masih gratis baik pada pasien umum
maupun BPJS. Puskesmas melakukan sesuai ketentuan dari pemerintah daerah tentang tarif
pelayanan. Sehingga mungkin perlu ada masukkan berjenjang dari Puskesmas sampai ke
Dinas Kesehatan Provinsi untuk sumber pembiayaan akupresur sebagai point reward untuk
mendukung kebijakan ini maka kebijakan pelayanan akupresur bisa berjalan. Selain itu juga
di perlukan dukungan dan penekanan dari Dinas Kesehatan Provinsi untuk menyelenggarakan
kebijakan.
Secara keseluruhan dalam hal kewenangan pelaksana kebijakan tidak ada kendala karena
pelaksana kebijakan diberikan wewenang penuh oleh pimpinan Puskesmas sesuai dengan
Aspek disposisi (komitmen) merupakan sikap dari para pelaksana kebijakan untuk
menjalankan suatu kebijakan. Sebagian besar informan menyebutkan adanya sikap komitmen
Para pelaksana yaitu tenaga kesehatan terlatih akupresur mempunyai komitmen untuk
berjalan di Puskesmas.
Aspek struktur birokrasi menilai bagaimana pelaksanaan kebijakan dan koordinasi antar
lembaga dalam menjalankan kebijakan. Sebagian informan mengatakan perlu ada pedoman
Sehingga perlu adanya sosialisasi tentang pedoman atau peraturan tentang pelayanan
akupresur dan koordinasi dari Dinas Kesehatan Provinsi, Suku Dinas Kesehatan dan
Kesimpulan
Lama dan Puskesmas Kecamatan Kebayoran Baru di Kota Jakarta Selatan sudah berjalan
yang didukung dengan Surat Keputusan Petugas dan Standar Operasional Prosedur
pelayanan serta dukungan Kepala Puskesmas walau belum optimal karena masih ada
kendala salah satunya yaitu dukungan dan penegasan dari Dinas Kesehatan Provinsi dan
Selatan masih belum jelas dan inkosisten terutama dari segi regulasi yang mengatur hanya
sampai pemangku kebijakan (Pusat dan Dinas Kesehatan Provinsi), sedangkan pada
sehingga perlu ada sosialisasi secara berjenjang dari Dinas Kesehatan Provinsi, Sudinkes
dan Puskesmas.
Jakarta Selatan sudah baik walau di beberapa Puskesmas sarana masih menjadi kendala
Saran
1. Perlu adanya sosialisasi tentang pedoman atau peraturan tentang pelayanan akupresur dan
koordinasi dari Dinas Kesehatan Provinsi, Suku Dinas Kesehatan dan Puskesmas agar
akupresur melalui kegiatan monitoring dan evaluasi secara berkala agar menguatkan
disposisi
3. Perlu adanya dukungan dari semua Kepala Puskesmas kepada tenaga kesehatan yang
akupresur.
4. Mengakomodir pelayanan kesehatan tradisional komplementer integrasi dalam hal ini
Acknowledgement
Akhir dari penulisan ini saya mengucapkan terima kasih yang sangat dalam kepada
pembimbing saya Prof. dr. Anhari Achadi, SKM, DSc yang sudah memberikan ilmunya serta
meluangkan waktu untuk membimbing saya, kepada Kementerian Kesehatan, Suku Dinas
Kesehatan Jakarta Selatan dan Tenaga Puskesmas yang sudah menerima saya dan kepada