Anda di halaman 1dari 18

PROGRAM PELAYANAN AKUPRESUR DI PUSKESMAS

DI KOTA JAKARTA SELATAN


TAHUN 2018

Sandra Octaviani Dyah Puspita Rini1, Anhari Achadi2


1. Health Policy and Administration, Faculty of Public Health, Universitas Indonesia,
Kampus Depok, Jawa Barat, 16425, Indonesia
2. Health Policy and Administration, Faculty of Public Health, Universitas Indonesia,
Kampus Depok, Jawa Barat, 16425, Indonesia

Email: dr.nda76@yahoo.com,

Abstrak
Kementerian Kesehatan melaksanakan program peningkatan kinerja sumber daya kesehatan

melalui pendidikan dan pelatihan, khususnya pelatihan tenaga pelayanan kesehatan

tradisional, melalui pelatihan pelayanan akupresur bagi Puskesmas, namun pelayanan

akupresur belum berjalan di Puskesmas. Di Kota Jakarta Selatan tenaga kesehatan di

Puskesmas yang sudah dilatih akupresur sebanyak 13 orang dan hanya 2 Puskesmas yang

sudah menyelenggarakan pelayanan akupresur. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif, dan

bertujuan untuk menganalisis kebijakan dan implementasi pelaksanaan pelayanan akupresur

di Puskesmas serta hambatannya. Informan dalam penelitian berjumlah 11 orang, yaitu

Kementerian Kesehatan, Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan, Kepala Puskesmas, Dokter

poli, tenaga kesehatan terlatih. Metode pengumpulan data melalui wawancara mendalam dan

telaah dokumen. Hasil penelitian dari komponen input (tenaga kesehatan terlatih, sarana

prasarana, kebijakan Puskesmas) sudah berjalan dengan adanya dukungan Kepala

Puskesmas, Standar Operasional Prosedur pelayanan (SOP), dan Surat Keputusan penugasan

namun belum optimal, rotasi staf menjadi salah satu kendala, komponen output dan outcome

belum optimal karena kunjungan pasien akupresur masih sedikit. Aspek komunikasi

(kejelasan dan konsistensi) belum efektif tentang informasi peraturan kebijakan yang ada dari

penentu kebijakan kepada pelaksana, aspek pembiayaan belum didukung peraturan daerah,

aspk disposisi sudah baik, aspek birokrasi masih kurang koordinasi dan sosialisasi kebijakan
dari Dinas Kesehatan ke Suku Dinas Kesehatan dan Puskesmas.

Kata Kunci : Akupresur, Puskesmas, input proses ouput

ACCUPRESUR SERVICE PROGRAM IN PRIMARY HEALTH CARE IN THE SOUTH


JAKARTA CITY IN 2018

Abstract
The Ministry of Health was implemented programs to improve the performance of health

resources by education and training for ttraditional healthcare workers. through the training

of acupressure services for Primary Health Care, but acupressure service has not been run in

Primary Health Care. In South Jakarta city, healthcare workers in Primary Health Care

have been trained acupressure are 13 people and only 2 healthcare workers have been doing

acupressure service. This research is a qualitative research, and aims to analyze the policy

and implementation of acupressure service in Primary Health Care and its obstacles.

Informants in the study amounted to 11 people, namely the Ministry of Health, South Jakarta

Health Office, Head of Primary Health Care, Doctor, healthcare workers. Methods of data

collection through in-depth interviews and document review. The results of the research on

input components (healthcare workers, infrastructure facilities, health center policy) have

been running with the support of Head of Primary Health Care, Standard Operational

Procedures (SOP), and Decision Letter of assignment but not optimal, staff rotation becomes

one of constraints, outcome is not optimal because the visit of acupressure patients is still

small. The communication aspect (clarity and consistency) has not been effective about the

existing policy regulation information from the policy makers to the implementers, the

financing aspect has not been supported by the local regulation, the disposition aspect is
good, the bureaucratic aspect is still lack of coordination and the policy socialization from

the Health Office to the Health Office and Primary Health Care .

Key words:

Accupresur, Primary Health Care, input ouput process

Latar belakang

Pelayanan Kesehatan Tradisional adalah pengobatan/atau perawatan dengan cara dan

obat yang mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun temurun secara empiris, dapat

dipertanggungjawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.

UU nomor 36 tahun 2009 menyebutkan pelayanan kesehatan tradisional terbagi menjadi

pelayanan kesehatan tradisional keterampilan dan ramuan. Pelayanan kesehatan tradisional

keterampilan dapat dilakukan secara manual seperti akupresur, dengan alat dan teknologi

seperti akupunktur, khiropraksi, ataupun dengan olah pikiran/mental seperti husada, yoga, dll.

Berdasarkan jenisnya pelayanan kesehatan tradisional terdiri dari pelayanan kesehatan

tradisional empiris, komplementer dan integrasi (1)

Berdasarkan data RISKESDAS tahun 2013 Pelayanan Kesehatan Tradisional

(Yankestrad) terdiri dari 4 jenis, yaitu yankestrad ramuan, keterampilan dengan alat,

keterampilan tanpa alat, dan keterampilan dengan pikiran. Sejumlah 89.753 dari 294.962

(30,4%) Rumah Tangga (RT) diIndonesia memanfaatkan yankestrad dalam 1 tahun terakhir

dan proporsi RT yang memanfaatkan yankestrad tertinggi di Kalimantan Selatan (63,1%) dan

terendah di Papua Barat (5,9%). Jenis Pelayanan Kesehatan Tradisional yang dimanfaatkan

oleh RT terbanyak adalah keterampilan tanpa alat (77,8%) dan ramuan (49,0%). Hasil ini

menunjukkan bahwa pemanfaatan yankestrad masih cukup banyak (2). Hasil penelitian

Slvianty (2016) tentang pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisional bagi penduduk miskin
di Indonesia: analisis data Riskesdas 2013 menyebutkan proporsi karakteristik penduduk

yang memanfaatkan pelayanan kesehatan tradisional adalah berdasarkan kelompok umur 35-

54 tahun sebesar 40,09%, jenis kelamin wanita sebesar 52,50%, dan tempat tinggal terbanyak

di pedesaan dengan persentase sebesar 76,43% % (3).

Perkembangan pelayanan kesehatan tradisional telah mendapat perhatian serius dari

berbagai negara. Hal ini dilihat dari hasil kesepakatan pertemuan WHO (World Health

Organization) dalam acara Congress on Traditional Medicine yang diselenggarakan di

Beijing pada bulan November 2008 bahwa pelayanan kesehatan tradisional yang aman dan

bermanfaat dapat diintegrasikan ke dalam sistem pelayanan kesehatan. Saat pertemuan WHA

(World Health Assembly) pada tahun 2009 salah satu resolusinya WHO mendorong negara-

negara anggotanya agar mengembangkan pelayanan kesehatan tradisional di negaranya

sesuai dengan kondisi setempat (4).

Pada acara komitmen Asean tanggal 22 April tahun 2004 di Penang Malaysia dalam
th
‘Declaration of the 7 Asean Health Ministers, menghendaki agar pelayanan kesehatan

tradisional terintegrasi dalam sistem pelayanan kesehatan yang merupakan bagian pelayanan

kesehatan dasar (5).

Kementerian Kesehatan RI dalam menetapkan kebijakan untuk pembinaan dan

pengawasan Pelayanan Kesehatan Tradisional dilakukan melalui 3 (tiga) pilar. Pilar pertama

adalah Regulasi, adapun dukungan regulasi terhadap Pelayanan Kesehatan Tradisional telah

dituangkan dalam Undang-Undang RI No. 36 tahun 2009, Undang-Undang RI No. 36 tahun

2014 tentang tenaga kesehatan, Peraturan Pemerintah No 103 tahun 2014 tentang Pelayanan

kesehatan tradisional, dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 37 Tahun

2017 tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional Integrasi. Pelayanan Kesehatan Tradisional

Integrasi merupakan suatu bentuk pelayanan kesehatan yang mengkombinasikan pelayanan

kesehatan konvensional dengan pelayanan kesehatan tradisional komplementer, baik bersifat


sebagai pelengkap maupun pengganti dalam keadaan tertentu (6).

Peraturan Menteri ini bertujuan untuk mengatur terselenggaranya pelayanan

kesehatan tradisional komplementer yang terintegrasi di fasilitas pelayanan kesehatan yang

aman, bermutu, efektif dan sesuai dengan standar, memberikan acuan bagi tenaga kesehatan

dan fasilitas pelayanan kesehatan dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan tradisional

integrasi, serta terlaksananya pembinaan dan pengawasan secara berjenjang oleh Pemerintah

Pusat dan Pemerintah Daerah (7)

Akupresur merupakan suatu cara penyembuhan yang menggunakan teknik penekanan

dengan menggunakan jari-jari tangan ataupun dengan menggunakan alat bantu seperti stik

kayu, dengan cara menekan titik-titik tertentu pada tubuh (titik-titik akupunktur) sebagai

pengganti penusukan jarum pada penyembuhan akupunktur, untuk memperlancar aliran

energi vital dalam tubuh. Tujuan penekanan pada titik-titik ini bermaksud agar aliran energi

yang terhambat dapat dilancarkan kembali. Program pelayanan akupresur yaitu

mengembangkan pelayanan kesehatan yang bertumpu pada kegiatan promotif dan preventif

atau promosi dan pencegahan (5). Berdasarkan hasil penelitian (H. E. Dent, N. G. Dewhurst,

S. Y. Mills, M. Willoughby) didapatkan akupresur pada titik PC6 memiliki manfaat

mengurangi kebutuhan akan obat antiemetik, lebih aman dan murah. Terdapat beberapa bukti

bahwa teknik akupunktur, termasuk akupresur, dapat memberikan perawatan yang efektif

untuk mual dan muntah berhubungan dengan post-operative pemulihan, kehamilan,

kemoterapi kanker dan mabuk perjalanan (8)

Kementerian Kesehatan melaksanakan program peningkatan kinerja sumber daya

kesehatan melalui pendidikan dan pelatihan untuk tenaga kesehatan, khususnya pelatihan

tenaga pelayanan kesehatan tradisional, melalui pelatihan pelayanan akupresur bagi

Puskesmas dengan dana pusat maupun dana dekonsentrasi. Selain Pendidikan dan pelatihan

sebagai sarana penyiapan tenaga pelayanan kesehatan tradisional diperlukan juga adanya
dukungan dari Pemerintah Daerah.

Dari data yang ada di Direktorat Pelayanan Kesehatan Tradisional total jumlah tenaga

kesehatan yang telah dilatih akupresur di Provinsi DKI Jakarta sebanyak 44 orang, yaitu di

Jakarta Pusat 7 orang, Jakarta Selatan 13 orang, Jakarta Utara 8 orang, Jakarta Timur 14

orang dan Kepulauan Seribu 1orang, namun pelayanan akupresur belum semua

dikembangkan di Puskesmas wilayah DKI Jakarta, baru beberapa di wilayah Jakarta Selatan.

Hasil penelitian Annisa Rahmawati tentang Analisis Implementasi Pengintegrasian Pelayanan

Kesehatan Tradisional di Puskesmas Halmahera Kota Semarang menyebutkan salah satu

point dalam kondisi sosial, ekonomi dan politik, dukungan regulasi yang ada di Kota

Semarang belum mendukung disebabkan belum adanya regulasi atau acuan di tingkat kota

yang mengatur pengintegrasian pelayanan kesehatan tradisional di fasilitas pelayanan

kesehatan, hal ini yang menyebabkan belum adanya aturan mengenai biaya tindakan dalam

pengobatan alternatif komplementer (9). Berdasarkan hal tersebut diatas, penelitian ini

bertujuan menganalisis kebijakan dan implementasi pelaksanaan pelayanan akupresur di

Puskesmas di Jakarta Selatan tahun 2018.

Tinjauan Teori

Sistem merupakan suatu kesatuan yang utuh dan terpadu dari berbagai elemen/unsur

yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi yang disiapkan untuk mencapai tujuan

yang telah ditentukan. Elemen atau unsur adalah hal yang mutlak yang harus dimiliki oleh

suatu sistem meliputi input (tenaga pelaksana, sarana prasarana, kebijakan), proses, output

dan outcome. Winarno (2002) dalam Rahayu Kusuma Dewi (2016) menyebutkan sumber

yang mendukung kebijakan menjadi efektif salah satunya staf sumber daya manusia

pelaksana pelaksana kebijakan, dalam jumlah yang cukup, dan cukup kualifikasi untuk

melaksanakan kebijakan.
Kebijakan adalah sebuah aturan baik dalam bentuk tertulis maupun keputusan resmi

suatu organisasi yang mengatur seluruh aspek hidup manusia baik dalam lingkup publik

maupun privat. Menurut A.Mazmanian dan P.A Sabatier (1997) dalam Rahayu di kemukakan

bahwa implementasi adalah mencoba memahami apa yang terjadi setelah suatu program

dinyatakan berlaku dan dirumuskan yang mencakup usaha untuk pengadmistrasian serta yang

menimbulkan akibat atau dampak nyata pada masyarakat. Sehingga implementasi adalah

suatu proses yang melibatkan banyak sumber meliputi manusia, dana dan kemampuan

organisasi yang dilakukan baik oleh pemerintah maupun swasta. Seperti yang dikemukan

oleh George C. Edward III, ada empat faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan

yang bekerja secara simultan dan saling berinteraksi satu sama yang lain yaitu :

1. Komunikasi, cara mengkomunikasikan kebijakan agar implementator megetahui apa

yang harus dilakukan, melalui tiga indikator

a) Transmisi, yaitu pihak – pihak yang melaksanakan keputusan harus mengetahui apa

yang harus dilakukan,

b) Kejelasan, petunjuk-petunjuk pelaksanaan tidak hanya diterima oleh para

pelaksana,tapi komunikasi harus jelas,

c) Konsistensi, jika implementasi kebijakan ingin berlangsung efektif maka perintah

pelaksanaan harus konsisten dan jelas,

2. Sumber daya

Keterkaitan dengan sumber daya pendukung khususnya sumber daya manusia untuk

melaksanakan kebijakan secara efektif.

3. Disposisi atau sikap


Berkaitan dengan kesediaan para implementator untuk melaksanakan kebijakan tersebut

dan komitmen untuk menjalankan

4. Struktur birokrasi

Bahan dan Metode

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif, dan desain penilaian cepat

dengan metode pengumpulan data melalui wawancara mendalam (indepth

interview),observasi dan telaah dokumen. Penelitian ini dilakukan di Jakarta Selatan pada

bulan Maret-Mei 2018. Informan dalam penelitian ini berjumlah 11 orang, dipilih secara

purposive sampling dengan mempertimbangkan asas appropriateness (kesesuaian) dan

adequacy (kecukupan), yaitu Pejabat berwenang di Kementerian Kesehatan, Suku Dinas

Kesehatan Jakarta Selatan, Kepala Puskesmas, dokter penanggung jawab poli dan tenaga

kesehatan yang di latih akupresur. Umur informan berkisar antara 32-57 tahun. Pendidikan

informan bervariasi antara S1, S2, dan Spesialis. Lingkup penelitian ini berada pada tahapan

input (tenaga kesehatan yang dilatih, sarana dan prasarana dan kebijakan), proses (proses

program pelayanan akupresur), output (pelayanan akupresur yang diukur dengan peningkatan

jumlah pasien), outcome (kepuasan pasien); serta teori implementasi kebijakan George C

Edwards III yang dipengaruhi oleh empat variabel yaitu Komunikasi (Kejelasan dan

konsistensi), Sumber daya (pembiayaan dan kewenangan), Disposisi (komitmen) dan

Struktur Birokrasi (mekanisme dan koordinasi antar lembaga) untuk mendukung konsep

penelitian. Teknik analisis data yang digunakan mulai dari kompilasi data, data dibuat dalam

bentuk transkrip dan diklasifikasi dalam bentuk matriks.

Hasil dan Pembahasan

Komponen Input
1. tenaga kesehatan terlatih akupresur

Dalam melakukan pengumpulan informasi terhadap komponen input, tenaga kesehatan

yang telah dilatih belum optimal melakukan pelayanan akupresur di Puskesmas yang ada di

Jakarta Selatan. Sebagian besar informan menyebutkan tenaga kesehatan yang dilatih sudah

kompeten melakukan pelayanan akupresur namun secara kuantitas maupun kualitas belum

mencukupi untuk implementasi pelayanan akupresur. kualitas tenaga kesehatan yang terlatih

akupresur dan mengerti tentang program masih sedikit, dan kuantitas ketersediaan tenaga

kesehatan yang sudah dilatih untuk implementasi pelayanan akupresur di Puskesmas masih

kurang, bila dibanding beban kerja dan tupoksi pekerjaan lain di Puskesmas, juga adanya

rotasi perputaran staf yang berdampak pada pelayanan akupresur karena tenaga kesehatan

yang dilatih dipindah tugaskan. Sehingga Semakin teknis kebijakan yang dilaksanakan dan

semakin besar keahlian yang dibutuhkan dari para pelaksana kebijakan, maka semakin besar

pula kekurangan personil yang mempunyai keterampilan yang memadai dan akan

menghambat pelaksanaan kebijakan, sehingga perlu adanya kebijakan yang mengikat di

setiap Puskesmas seperti surat keputusan untuk tenaga kesehatan yang terlatih akupresur agar

tetap dapat menyelenggarakan pelayanan akupresur.

2. Sarana Prasarana

Penyediaan sarana dan prasarana untuk penyelenggaraan pelayanan akupresur juga belum

optimal karena masih ada kendala dalam penyediaan sarana dan prasarana dalam hal ini

ruangan untuk pelayanan di Puskesmas yang belum menyelenggarakan pelayanan akupresur.

Untuk Puskesmas yang sudah menyelenggarakan pelayanan maka sarana dan prasarana di

Puskesmas tidak menjadi kendala. Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 103 tahun 2014

pasal 15 menyebutkan pelaksanaan pelayanan kesehatan tradisional integrasi di Pelayanan

Kesehatan ditetapkan oleh pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan yang bersangkutan, bisa

berdiri sendiri atau bergabung dengan poli lain. Puskesmas yang sudah menyelenggarakan
pelayanan akupresur tidak ada kendala dengan sarana prasarana, pelayanan dilakukan

bergabung dengan poli lain. Sedangkan Puskesmas yang belum menyelenggarakan pelayanan

akupresur ruangan/poli sangat terbatas di gedung Puskesmas.

Tabel 1 Sarana dan Prasarana pelayanan akupresur di Puskesmas

Puskesmas yang Ada tidak Puskesmas yang belum


menyelenggarakan menyelenggarakan akupresur
akupresur
1. Ruangan v -
2. Bed periksa v -
3. Buku registrasi v -
4. Alat bantu dari kayu v -

3. Kebijakan Puskesmas

Aspek kebijakan pelayanan akupresur di Puskesmas dalam penelitian dilihat dari adanya

dukungan kebijakan dari Pimpinan Puskesmas. Dukungan kebijakan berupa Surat Keputusan

Kepala Puskesmas dalam hal ini akupresur dan Kebijakan tentang Standar Operasional

pelayanan (SOP) akupresur. Kepala Puskesmas sudah menginisiasi tenaga pelaksana setelah

pelatihan akupresur dengan mengakomodir perencanaan pelayanan dan memberikan

dukungan kebijakan untuk penyelenggaraan pelayanan akupresur di Puskesmas. Sesuai

dengan peraturan Menteri Kesehatan Nomor 37 tahun 2017 pasal 16 bahwa pelayanan

kesehatan tradisional integrasi pada Puskesmas dilakukan sesuai alur pelayanan kesehatan

tradisional integrasi yang merupakan bagian dari alur pelayanan kesehatan konvensional dan

tertuang dalam standar prosedur operasional yang ditetapkan oleh Kepala Puskesmas.

Puskesmas yang menyelenggarakan sudah ada dukungan kebijakan dari Pimpinan

Puskesmas. berupa Surat Keputusan Kepala Puskesmas dalam penetapan penanggungjawab

program dan Kebijakan tentang Standar Operasional pelayanan (SOP) pelayanan akupresur.

Komponen Proses
Hasil penelitian didapatkan untuk pasien-pasien baru selalu mengikuti alur pelayanan

konvensional, namun untuk pasien lama dan berulang bisa langsung ke poli

akupunktur/akupresur, semua berjalan sesuai sistem yang diterapkan di Puskesmas.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No.37 tahun 2017 tentang penyelenggaraan

pelayanan kesehatan tradisional integrasi di Puskesmas dilaksanakan setelah pasien

melakukan pendaftaran sesuai dengan alur pelayanan kesehatan konvensional, mendapatkan

pemeriksaan dan diagnosis sesuai pelayanan kesehatan konvensional. Dari hasil penelitian

didapatkan untuk pasien-pasien baru selalu mengikuti alur pelayanan konvensional, namun

untuk pasien lama dan berulang bisa langsung ke poli akupunktur/akupresur, semua berjalan

sesuai sistem yang diterapkan di Puskesmas.

Komponen Output

Pada komponen ouput pelayanan akupresur yang diukur dengan pelaksanaannya dan jumlah

pasien setelah diterapi dengan akupresur. Sebagian informan menyebutkan hasil pelayanan

akupresur belum sepenuhnya optimal di karenakan jumlah kunjungan pasien belum banyak.

kunjungan pasien ke poli pelayanan kesehatan tradisional masih di rendah di bandingkan

kunjungan poli yang lain hanya 2,12 % dari total kunjungan poli. seperti diuraikan dalam

kutipan berikut ini :

Sejalan dengan Permenkes no.37 tahun 2017 bahwa pelayanan kesehatan tradisional dalam

hal ini akupresur sebagai komplemen/pelengkap pengobatan/perawatan dan masih banyak

pasien yang memilih pelayanan konvensional.

Komponen Outcome

Kepuasan pasien adalah tercapainya tujuan dari pelayanan akupresur yang ditunjukkan

dengan hasil kepuasan pasien dengan cara memberikan kuesioner kepada pasien yang telah di

terapi akupresur, di dapatkan hasil sebagai berikut :


Tabel 2 Distribusi kepuasan pasien setelah di terapi
Variabel Mean SD Minimal- 95% CI
Maksimal
Kepuasan 92,33 9,38 80 - 100 87,94-96,73

Rata-rata kepuasan pasien adalah 92,33, dengan variasi 9,38. Nilai terendah yang menyatakan

pasien yang tidak puas adalah 80 dan nilai yang tertinggi menyatakan puas adalah 100. Hasil

analisis dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini bahwa rata-rata kepuasan pasien berada di

antara 87,94 sampai dengan 96,73.

Tabel 3 Distribusi pasien menurut tingkat kepuasan pasien setelah diterapi


Jumlah Persentase
Puas 12 60
Tidak puas 8 40
Total 20 10
Distribusi responden menurut tingkat kepuasan pasien setalah diterapi, paling banyak

responden mengatakan puas yaitu 12 orang (60%), sedangkan untuk yang mengatakan tidak

puas yaitu 8 orang (40%).

Penelitian dilakukan dengan memberikan kuesioner kepada pasien yang telah mendapatkan

terapi dengan harapan pasien dapat mengisi dan memilih hal-hal yang membuatnya kurang

puas serta harapan pasien sesungguhnya, dan dari hasil penelitian didapatkan paling banyak

responden mengatakan puas dengan layanan akupresur di Puskesmas. Namun masih ada satu

(1) pasien yang menyatakan tidak puas dengan hasil terapi dari layanan akupresur yaitu bila

mendapatkan terapi akupresur maka pasien dapat mengurangi konsumsi obat-obat

konvensional.
16
14
12
10
8
6 Sangat tidak Puas
4
Tidak puas
2
0 cukup puas
Puas
Sangat Puas

Gambaran Implementasi pelayanan akupresur di Puskesmas

Untuk mengetahui implementasi pelayanan akupresur di Puskesmas di kota Jakarta Selatan

berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 37 tahun 2017 tentang pelayanan

kesehatan tradisional integrasi, dan menggunakan pendekatan teori implementasi George C

Edwards III agar di ketahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi implemetasi

pelayanan akupresur. berikut uraian dari setiap variabel :

1. Komunikasi (kejelasan, konsistensi)

Pada aspek kejelasan dari implementasi kebijakan di Puskesmas adalah mengetahui

bagaimana proses kejelasan dan pemahaman terhadap isi dari kebijakan pelayanan akupresur

dan tentang kebijakan-kebijakan peraturan yang mendukung tentang pelayanan akupresur di

Puskesmas sebagai acuan agar dilaksanakan secara tepat dan sesuai dan cukup menjadi dasar

pelaksanaan kebijakan sehingga tidak menimbulkan interpretasi atau pemahaman yang salah.

Sebagian besar informan menyebutkan untuk pedoman pelayanan akupresur di Puskesmas

belum ada dan peraturan yang menaunginya, masih peraturan umum.

Pada aspek konsistensi didapatkan konsisten antara informasi yang sudah diberikan pembuat

kebijakan dengan peraturan yang ada sedangkan inkonsistensi informasi terjadi antara
penentu kebijakan di daerah dengan pelaksana di Puskesmas masih belum optimal karena

masih kurang sosialisasi sehingga para pelaksana kurang mengetahui tentang regulasi atau

pengaturan tentang pelayanan akupresur.

Pemahaman bahwa kebijakan atau regulasi yang mengatur hanya sampai pemangku

kebijakan (Pusat dan Dinas Kesehatan), sedangkan pada pelaksana kebijakan belum ada

sosialisasi regulasi tentang pengaturan pelayanan akupresur, sebatas hanya pelatihan yang

didapat. Terputusnya komunikasi yang jelas dan efektif disebabkan belum adanya informasi

yang disampaikan secara menyeluruh dan lengkap tentang kebijakan pelayanan akupresur.

2. Sumber daya (pembiayaan, kewenangan)

Pada aspek pembiayaan belum ada Peraturan Daerah (PERDA) tarif untuk pelayanan

akupresur.

Aspek sumber pembiayaan untuk pelayanan akupresur masih gratis baik pada pasien umum

maupun BPJS. Puskesmas melakukan sesuai ketentuan dari pemerintah daerah tentang tarif

pelayanan. Sehingga mungkin perlu ada masukkan berjenjang dari Puskesmas sampai ke

Dinas Kesehatan Provinsi untuk sumber pembiayaan akupresur sebagai point reward untuk

tenaga pelaksana di Puskesmas.

Pada aspek kewenangan informan menyatakan bahwa pelaksanaan kebijakan pelayanan

akupresur di Puskesmas merupakan kewenangan pimpinan Puskesmas. Bila pimpinan

mendukung kebijakan ini maka kebijakan pelayanan akupresur bisa berjalan. Selain itu juga

di perlukan dukungan dan penekanan dari Dinas Kesehatan Provinsi untuk menyelenggarakan

kebijakan.

Secara keseluruhan dalam hal kewenangan pelaksana kebijakan tidak ada kendala karena

pelaksana kebijakan diberikan wewenang penuh oleh pimpinan Puskesmas sesuai dengan

tugas pokok dan fungsinya dalam melaksanakan pelayanan akupresur di Puskesmas.


3. Disposisi (komitmen)

Aspek disposisi (komitmen) merupakan sikap dari para pelaksana kebijakan untuk

menjalankan suatu kebijakan. Sebagian besar informan menyebutkan adanya sikap komitmen

dari para pelaksana untuk melaksanakan kebijakan pelayanan akupresur.

Para pelaksana yaitu tenaga kesehatan terlatih akupresur mempunyai komitmen untuk

melaksanakan kebijakan penyelenggaran pelayanan akupresur sehingga pelayanan ini bisa

berjalan di Puskesmas.

4. Struktur Birokrasi ( mekanisme, koordinasi antar lembaga)

Aspek struktur birokrasi menilai bagaimana pelaksanaan kebijakan dan koordinasi antar

lembaga dalam menjalankan kebijakan. Sebagian informan mengatakan perlu ada pedoman

atau peraturan sendiri tentang pelayanan akupresur

Sehingga perlu adanya sosialisasi tentang pedoman atau peraturan tentang pelayanan

akupresur dan koordinasi dari Dinas Kesehatan Provinsi, Suku Dinas Kesehatan dan

Puskesmas agar program ini tetap berkelanjutan.

Kesimpulan

1. Kebijakan dan implementasi pelayanan akupresur di Puskesmas Kecamatan Kebayoran

Lama dan Puskesmas Kecamatan Kebayoran Baru di Kota Jakarta Selatan sudah berjalan

yang didukung dengan Surat Keputusan Petugas dan Standar Operasional Prosedur

pelayanan serta dukungan Kepala Puskesmas walau belum optimal karena masih ada

kendala salah satunya yaitu dukungan dan penegasan dari Dinas Kesehatan Provinsi dan

Suku Dinas Kesehatan untuk penyelenggaraan pelayanan akupresur.


2. Kejelasan dan konsistensi dari pelaksanaan pelayanan akupresur di Puskesmas di Jakarta

Selatan masih belum jelas dan inkosisten terutama dari segi regulasi yang mengatur hanya

sampai pemangku kebijakan (Pusat dan Dinas Kesehatan Provinsi), sedangkan pada

pelaksana kebijakan belum ada sosialisasi regulasi tentang pengaturan pelayanan

akupresur masih pengaturan secara umum tentang pelayanan kesehatan tradisional

sehingga perlu ada sosialisasi secara berjenjang dari Dinas Kesehatan Provinsi, Sudinkes

dan Puskesmas.

3. Sumber pembiayaan (tarif) untuk pelayanan akupresur di Puskesmas di Jakarta Selatan

belum ditentukan dalam kebijakan Peraturan Daerah.

4. Komitmen dari tenaga pelaksana pelayanan akupresur di Puskesmas di Jakarta Selatan

sudah cukup. Setelah dilatih mereka berkomitmen untuk menerapkan kompetensi

tambahan yang didapat. Kesiapan fasilitas untuk pelayanan akupresur di Puskesmas di

Jakarta Selatan sudah baik walau di beberapa Puskesmas sarana masih menjadi kendala

karena terbatasnya ruangan/poli yang ada.

Saran

1. Perlu adanya sosialisasi tentang pedoman atau peraturan tentang pelayanan akupresur dan

koordinasi dari Dinas Kesehatan Provinsi, Suku Dinas Kesehatan dan Puskesmas agar

program ini tetap berkelanjutan

2. Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman pelaksana kebijakan tentang pelayanan

akupresur melalui kegiatan monitoring dan evaluasi secara berkala agar menguatkan

disposisi

3. Perlu adanya dukungan dari semua Kepala Puskesmas kepada tenaga kesehatan yang

terlatih dengan diberlakukannya surat keputusan untuk penyelenggaraan pelayanan

akupresur.
4. Mengakomodir pelayanan kesehatan tradisional komplementer integrasi dalam hal ini

akupresur agar masuk dalam Rencana Strategi Daerah/ SPM Kota

Acknowledgement

Akhir dari penulisan ini saya mengucapkan terima kasih yang sangat dalam kepada

pembimbing saya Prof. dr. Anhari Achadi, SKM, DSc yang sudah memberikan ilmunya serta

meluangkan waktu untuk membimbing saya, kepada Kementerian Kesehatan, Suku Dinas

Kesehatan Jakarta Selatan dan Tenaga Puskesmas yang sudah menerima saya dan kepada

semua pihak yang membantu saya dalam menyelesaikan penelitian ini.


DAFTAR RUJUKAN
1. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan
Tradisional Keterampilan. 2011.
2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) 2013. Lap Nas 2013. 2013;1–384.
3. Maharani ST, Mustofa, Hasanbasri M. Pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisional
bagi penduduk miskin di Indonesia : analisis RISKESDAS 2013. 2016;2016.
4. World Health Organization. WHO Traditional Medicine Strategy 2014-2023. 2013;1–
76. Available from:
http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/92455/1/9789241506090_eng.pdf?ua=1
(Accessed 09.09.2016)
5. Kementerian Kesehatan RI. Kurikulum dan Modul Training of Trainer (TOT) bagi
pelayanan akupresur bagi petugas di Puskesmas. Kementerian Kesehatan RI; 2014.
6. Kementerian Kesehatan RI. Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat Pelayanan
Kesehatan Tradisional Tahun 2016. 2016.
7. Kementerian Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan nomor 37 tahun 2017
tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional Integrasi. 2017.
8. Dent HE, Dewhurst NG, Mills SY, Willoughby M. Continuous PC6 wristband
acupressure for relief of nausea and vomiting associated with acute myocardial
infarction : a partially randomised , placebo-controlled trial. 2003;2299:72–7.
9. Rahmawati A. Analisis Implementasi Pengintegrasian Pelayanan Kesehatan
Tradisional di Puskesmas Halmahera Kota Semarang. J Kesehat Masy. 2016;4.

Anda mungkin juga menyukai