Anda di halaman 1dari 46

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA PADA LANSIA

DENGAN HIPERTENSI PADA GANGGUAN POLA TIDUR

DAN GASKRITIS PADA Ny. J

DOSEN PEMBIMBING

Ns. Deswita, M.Kep

DI SUSUN Oleh :

Sheli Hermila

POLTEKKES KEMENKES RIAU

PRODI DIII KEPERAWATAN DILUAR KAMPUS UTAMA

TAHUN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat

rahmat dan Ridho-Nya penulis dapat diberi kesempatan untuk menyelesaikan

Makalah Asuhan Keperawatan keluarga tentang. “ Lansia Dengan Hipertensi

pada gangguan pola tidur dan gaskritis pada Ny. J” Dalam penyusunan asuhan

Keperawatan ini penulis banyak mengalami hambatan dan kesulitan namun

dengan bimbingan serta pengarahan serta dukungan dari berbagai pihak, akhirnya

makalah ini dapat terselesaikan. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasi

kepada :

1. Ibu Ns. Deswita M.Kep selaku dosen pembimbing mata ajar Keperawatan
Keluarga
2. Kedua orangtua kami yang telah membantu motil maupun materi,
sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa Makalah ini jauh dari sempurna, untuk itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kebaikan
selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan
bagi para pembaca sebelumnya.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berdasarkan definisi secara umum, seseorang dikatakan lansia
apabila usianya 60 tahun ke atas,baik pria maupun wanita. Sedangkan
Departeman kesehatan RI menyebutkan seseorang dikatakan berusia lanjut
usia dimulai dari usia 55 tahun keatas. Menurut Badan Kesehatan Dunia
(WHO) usia lanjut dimulai dari usia 60 tahun (Indriana, 2012;
Kushariyadi, 2010; Wallace, 2007).Proses penuaan berdampak pada
berbagai aspek kehidupan, baik secara sosial, ekonomi, dan terutama
kesehatan. Hal ini disebabkan karena dengan semangkin bertambahnya
usia, fungsi organ tubuh akan semakin menurun baik karena faktor proses
alami yang dapat menyebabkan perubahan anatomi, fisiologis, dan
biokimia pada jaringan tubuh yang dapat mempengaruhi fungsi,
kemampuan badan dan jiwa (Perry & Potter, 2005).Hipertensi adalah
apabila tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas
90 mmHg.
Hipertensi merupakan penyebab utama gagal jantung, stroke, dan
gagal ginjal. Disebut sebagai “ pembunuh diam –diam “ karena penderita
hipertensi sering tidak menampakan gejala (Brunner & Suddarth,
2002).Penyakit ini menjadi salah satu masalah kesehatan utama di
Indonesia maupun dunia sebab diperkirakan sekitar 80% kenaikan kasus
hipertensi terutama terjadi di Negara berkembang. pada tahun 2000
terdapat 639 kasus hipertensi diperkirakan meningkat menjadi 1,15 miliar
kasus di tahun 2025. Sedangkan hipertensi di Indonesia menunjukan
bahwa di daerah pedesaan masih banyak penderita hipertensi yang belum
terjangkau oleh layanan kesehatan dikarenakan tidak adanya keluhan dari
sebagian besar penderita hipertensi (Adriansyah, 2012)
Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan mukosa lambung

yang dapat bersifat akut dan kronik. Penyebab gastritis meliputi : stress,

alkohol, pola makan tidak teratur, serta Obat Anti Inflamasi Non Steroid

(OAINS). Tanda dan gejala dari gastritis adalah nyeri ulu hati, mual,

muntah, rasa asam di mulut, dan anoreksia. Nyeri ulu hati merupakan

salah satu tanda gejala khas pada penderita gastritis. Gastritis merupakan

salah satu masalah kesehatan yang ada di lingkungan masyarakat dan

masalah kesehatan saluran pencernaan yang banyak terjadi di masyarakat.

(Rahayuningsih, 2012).

Badan penelitian kesehatan dunia Word Health

Organization(WHO) (2017) mengadakan tinjauan terhadap beberapa

Negara di dunia dan mendapatkan hasil persentase dari angka kejadian

gastritis di dunia, diantaranya Inggris 22%, Cina 31%, Jepang 14,5%,

Kanada 35%, dan Prancis 29,5%. Sedangkan yang terjadi di Asia

Tenggara sekitar 583.635 dari jumlah penduduk setiap tahunnya.

Angka kejadian gastritis yang dikonfirmasi melalui endoskopi pada

populasi di Shanghai sekitar 17,2% yang secara substansial lebih tinggi

dari pada populasi di barat yang berkisar 4,1% dan bersifatasimptomatik

(Tussakinah ddk dalam Jurnal Kesehatan Andalas, 2018).Persentase dari

angka kejadian gastritis di Indonesia menurut WHO (2017) adalah 40,8%,

dan angka kejadian gastritis di beberapa daerah di Indonesia cukup tinggi

dengan angka kejadian274,396 kasus dari 238.452.952 jiwa penduduk.

Sunarmi, 2018).
Berdasarkan profil kesehatan Indonesia tahun 2018, gastritis
merupakan salah satu penyakit dari 10 penyakit terbanyak pada pasien
rawat inap di rumah sakit di Indonesia dengan jumlah 30.154 kasus
(4,9%). Penelitian yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI (2018)
angka kejadian gastritis dibeberapa kota di Indonesia ada yang tinggi
mencapai 81,6% yaitu di kota Medan, dibeberapa kota lainnya seperti
Surabaya 31,2%, Denpasar 46%, Jakarta 50%, Bandung 32,5%,
Palembang 35,5%, Aceh 31,7%, dan Pontianak 31,2% (Depkes RI, 2018).
Sedangkan di Provinsi Riau, setiap tahunnya gastritis masuk kedalam
kategori 10 penyakit terbesar, berdasarkan data dari Dinas Kesehatan
Provinsi Riau penyakit gastritis pada tahun 2018 dengan jumlah sebesar
13.471 kasus (3,7%) (Dinkes Provinsi Riau, 2018).
Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Tanpa
jumlah tidur dan istirahat yang cukup,kemampuan untuk berkonsentrasi
dan beraktivitas akan menurun serta meningkatkan iritabilitas (Potter &
Perry, 2003). Tidur adalah status perubahan kesadaran ketika persepsi dan
reaksi individu terhadap lingkungan menurun. Tidur dikarakteristikkan
dengan aktivitas metabolisme tubuh menurun (Choppra, 2003), tingkat
kesadaran yang bervariasi, perubahan proses fisiologis tubuh, dan
penurunan respons terhadap stimulus eksternal (Wahid, 2007). Pola
istirahat dan tidur yang biasa dari seorang yang masuk rumah sakit atau
fasilitas pelayanan kesehatan lain dengan mudah dipengaruhi oleh
penyakit atau rutinitas pelayanan kesehatan yang tidak dikenal.
(Potter & Perry, 2005). Manusia menggunakan sepertiga waktu
dalam hidup untuk tidur. Datahasil polling tidur di Amerika oleh NSF
didapat bahwa ternyata wanita lebih 2 banyak mengalami gangguan tidur
dibandingkan dengan laki – laki, yaitu 63% : 54% (National Sleep
Foundation, 2007). Orang Lanjut Usia (Lansia), menurut defenisi World
Health Organization(WHO), adalah orang usia 60 tahun ke atas yang
terdiri dari (1) usia lanjut (elderly) 60-74 tahun, (2) usia tua (old) 75-90
tahun, dan (3) usia sangat lanjut (very old) diatas 90 tahun ( Raharja,
2013). Indonesia meupakan salah satu negara berkembang yang jumlah
penduduknya berusia 60 tahun keatas semakin meningkat dari tahun ke
tahun. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS)
Tidur merupakan suatu proses otak yang dibutuhkan oleh
seseorang untuk dapat berfungsi dengan baik dan merupakan salah satu
aspek yang dapat berpengaruh pada kualitas hidup manusia. Terdapat
perbedaan pola tidur pada lansia dibandingkan dengan usia muda
(Prayitno, 2002). Pada kelompok usia lanjut, kebutuhan tidur akan
berkurang dan mereka cenderung lebih mudah bangun dari tidurnya. Pada
usia 12 tahun kebutuhan untuk tidur adalah 9 jam, berkurang menjadi 8
jam pada usia 20 tahun, 7 jam pada usia 40 tahun, 6 jam setengah pada
usia 60 tahun dan 6 jam pada usia 80 tahun (Prayitno, 2002). Universitas
Sumatera Utara.
Dengan bertambahnya jumlah lansia, maka jumlah permasalahan
pada lansia juga akan bertambah. Lebih dari 80% penduduk usia lanjut
menderita penyakit fisik yang mengganggu fungsi mandirinya. Sejumlah
30% pasien yang menderita sakit fisik tersebut menderita kondisi
komorbid psikiatrik, terutama depresi dan ansietas . Sebagian besar usia
lanjut yang menderita penyakit fisik dan gangguan mental tersebut
menderita gangguan tidur (Prayitno, 2002). Gangguan tidur pada lansia
cukup tinggi yaitu sekitar 67% dan yang paling sering ditemukan adalah
insomnia. Gangguan juga terjadi pada dalamnya tidur sehingga lansia
sangat sensitif terhadap stimulus lingkungan. Selama tidur malam,
seseorang dewasa muda normal akan terbangun sekitar 2-4 kali. Hal ini
berbeda dengan lansia yang lebih sering terbangun (Amir, 2007).

B. Tujuan umum
1. Tujuan umum
Studi kasus untuk mengetahui proses pengkajian, Analisa data,
penegakan diagnosa, perencanaan, pelaksanaan, mendokumentasi dan
evaluasi terhadap fungsi kognitif pada lansia dengan hipertensi pada
gangguan pola tidur dan gaskritis pada Ny. J di jalan rahmat Rt 02, Rw
03, pematang Rebah.

2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui proses pengkajian fungsi kognitif pada lansia dengan
hipertensi pada gangguan pola tidur.
2. Mengetahui proses Analisa data pada lansia dengan hipertensi
pada gangguan pola tidur dan gaskritis
3. Manpu menegakkan Diagnosa secara benar berdasarkan data yang
di kaji pada lansia degan dengan hipertensi pada gangguan pola
tidur dan gaskritis.
4. Mampu merencanakan tindakan perawatan secara tepat pada lansia
dengan dengan hipertensi pada gangguan pola tidur dan gaskritis.
5. Mampu melaksanakan Asuhan Keperawatan sesuai dengan
masalah yang ditemukan pada lansia dengan dengan hipertensi
pada gangguan pola tidur dan gaskritis.
6. Melakukan Evaluasi terhadap tindakan keperawatan pada lansia
dengan dengan hipertensi pada gangguan pola tidur dan gaskritis.

C. Ruang Lingkup
Lingkup waktu dan Tempat Asuhan Keperawatan Keluarga Lansia
pada Keluarga Ny.J dengan masalah utama hipertensi pada Ny. J di jalan
rahmat Rt 02, Rw 03, pematang Rebah dilaksanakan selama 2 hari yaitu
mulai 5 januari 2021 sampai 6 januari di jalan rahmat Rt 02, Rw 03 Lingkup
kasus Asuhan Keperawatan Keluarga Lansia pada Keluarga Ny. J dengan
masalah utama Hipertensi pada gangguan pola tidur dan gaskritis Ny. J di
di jalan rahmat Rt 02, Rw 03.
BAB II
TIN JAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Keperawatan Keluarga
1. Definisi Keperawatan Keluarga
Pengertian Keluarga Komang (2012) mengungkapkan bahwa keluarga
merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala
keluarga dan beberapaorang yang berkumpul dan tinggal di suatu
tempat di bawh satu atap dalam keadaan saling ketergantungan.
Komang (2012) menerangkan keluarga meliputi 5 sifat, yaitu
a. Keluarga merupakan unit suatu sistem
b. Setiap anggota keluargadapat atau tidak dapat saling
berhubungan atau dapat dan tidak selalu tinggal dalam
satu atap.
c. Keluarga dapat mempunyai anak ataupn tidak mempunyai
anak.
d. Terdapat komitmen dan saling melengkapi antar anggota
keluarga.
e. Keluarga mempertahankan fungsinya secara konsisten
terhadap perlindungan, kebutuhan hidup dan sosialisasi

antar anggota keluarga.

Menurut Robert Mac Iver (2008) menyebutkan bahwa ciri – ciri


keluarga adalah :
a. Keluarga merupakan hubungan perkawinan.
b. Keluarga berbentuk suatu kelembagaan yang berkaitan dengan
hubungan perkawinan yang sengaja dibentuk atau dipelihara.
c. Keluarga mempunyai suatu sistem tata nama (nomen clatur)
termasuk perhitungan garis keturunan.
d. Keluarga mempunyai fungsi ekonomi yang dibentuk oleh
anggota–anggotanya berkaitan denga kemampuan untuk
mempunyai keturunan dan membesarkan anak.
e. Keluarga merupakan tempat tinggal bersama, rumah atau rumah
tangga
Komang (2012), mendefinisikan keluarga merupakan
sekumpulan orang yang dihubungkan oleh perkawinan, adopsi dan
kelahiran yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan
budaya yang umum, meningkatkan perkembangan fisik, mental,
emosional dan sosial dari individu-individu yang ada di dalamnya
terlihat dari pola interaksi yang saling ketergantungan untuk
mencapai tujuan bersama.

2. Tipe Keluarga
Keluarga yang memerlukan pelayanan kesehatan berasal dari
berbagai macam pola kehidupan. Sesuai dengan perkembangan sosial
maka tipe keluarga berkembang mengikutinya. Agar dapat mengupayakan
peran serta keluarga dalam meningkatkan derajat kesehatan maka perawat
perlu mengetahui berbagai tipe keluarga.
Tipe-tipe keluarga menurut Maclin (1988) dalam Komang (2012) :
a. Keluarga Tradisional
1. Keluarga inti adalah keluarga yang terdiri dari suami, istri dan
anak-anak yang hidup dalam rumah tangga yang sama
2. Keluarga dengan orang tua tunggal yaitu keluarga hanya dengan
satu orang yang mengepalai akibat dari perceraian, pisah atau
ditingalkan.
3. Pasangan inti, hanya terdiri dari suami dan istri saja, tanpa anak
atau tidak ada anak yang tinggal bersama mereka.
4. Bujang dewasa yang tinggal sendirian.
5. Pasangan usia pertengahan atau lansia, suami sebagai pencari
nafkah, istri tinggal di rumah dengan anak sudah kawin atau
bekerja.
6. Jaringan keluarga besar : terdiri dari dua keluarga inti atau lebih
atau anggota keluarga yang tidak menikah hidup berdekatan dalam
daerah geografis.
b. Keluarga non Tradisional
1. Keluarga dengan orang tua yang mempunyai anak tetapi tiak
menikah (biasanya terdiri dari ibu dan anak saja)
2. Pasangan suami istri yang tidak menikah dan telah mempunyai
anak
3. Keluarga gay/lesbian adalah pasangan yang berjens kelamin sama
hidup bersama sebagai pasangan yang menikah.
4. Pasangan komuni adalah rumah tangga yang terdiri lebih dari satu
pasangan monogami dengan anak-anak, secara bersama
menggunakan fasilitas, sumber dan memiliki pengalaman yang
sama.

3. Struktur Keluarga
Suprajitno (2012), menyatakan tentang struktur keluarga,
gambaran keluarga melaksanakan fungsi keluarga di masyarakat
sekitarnya, dan empat elemen struktur keluarga, yaitu :
a. Struktur peran keluarga, menggambarkan peran masing-masing
anggota keluarga dalam keluarga sendiri dan perannya
dilingkungan masyarakat atau peran formal dan informal.
b. Nilai atau norma keluarga, menggambarkan nilai dan norma yang
dipelajari dan diyakini oleh keluarga, khususnya yang berhubungan
dengan kesehatan.
c. Pola komunikasi keluarga, menggambarkan bagaimana cara dan
pola komunikasi ayah-ibu (orang tua), orang tua dengan anak, anak
dengan anak, dan anggota keluarga lain (pada keluarga besar)
dengan keluarga inti. Struktur kekuatan keluarga, menggambarkan
kemampuan anggota keluarga untuk mempengaruhi dan
mengendalikan orang lain untuk mengubah perilaku keluarga yang
mendukung kesehatan.

4. Fungsi Keluarga
Fungsi keluarga menurut Komang (2012) merupakan hasil atau
konsekuensi dari struktur keluarga atau sesuatu tentang apa yang
dilakukan oleh keluarga. Ada beberapa fungsi keluarga yang
diungkapkan oleh, yaitu :
a. Fungsi afektif adalah fungsi keluarga yang utama untuk
mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota
keluarga berhubungan dengan orang lain.
b. Fungsi sosialisasi adalah fungsi mengembangkan dan tempat
melatih anak untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan
rumah untuk berhubungan dengan orang lain diluar rumah.
c. Fungsi biologis adalah fungsi untuk mempertahankan generasi
dan menjaga kelangsungan keluarga.
d. Fungsi ekonomi adalah keluarga berfungsi untuk memenuhi
kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat untuk
mengembangkan kemampuan individu dalam meningkatkan
penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
e. Fungsi perawatan/ pemeliharaan kesehatan adalah fungsi untuk
mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar
tetap memiliki produktivitas tinggi
f. Fungsi psikologis adalah fungsi untuk memberikan rasa aman,
memberikan perhatian diantara anggota keluarga dan membina
pendewasaan kepribadian anggota keluarga dan memberikan
identitas keluarga.
g. Fungsi pendidikan adalah fungsi keluarga dalam memberikan
pengetahuan, ketrampilan, membentuk perlaku
anak,mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa,mendidik
anak sesuai dengan tingkatan perkembangannya.

5. Tahapan dan tugas perkembangan keluarga


Komang (2012), menuturkan perawat keluarga perlu mengetahui
tentang tahapan dan tugas perkembangan keluarga, untuk memberikan
pedoman dalam menganalisis pertumbuhan dan kebutuhan promosi
kesehatan keluarga serta memmberikan dukungan pada keluarga untuk
kemajuan darisatu tahap ke tahap berikutnya.
Komang (2012) menjelaskan bahwa tugas dan tahap perkembagan
keluarga yaitu:
a. Tahap I, Keluarga pemula atau pasangan baru.
Tugas perkembangan keluarga pemula antara lain membina
hubungan harmonis dan kepuasan bersama dengan membangun
perkawinan yang saling memuaska, membina hubungan dengan
orang lain dengan menghubungkan jaringan persaudaraan secara
harmonis, merenanakan kehamilan danmempersiapkan dirimenjadi
orang tua.
b. Tahap II, keluarga sedang mengasuh anak (anak tertua bayi sampai
umur 30 bulan).
Pada tahap ini tugas keluarga yaitu membentuk keluarga muda
sebagai sebuah unit, mempertahankan hubungan perkawinan yang
memuaskan, memperluas perahabatan dengan keluarga besar
dengan menambahkan peran orang tua, kakek dan nenek dan
mensosialisasikan dengan lingkungan keluarga besar masing-
masing pasangan.
c. Tahap III, Keluarga dengan anak pra sekolah (anak pertama
berumur 2-6 tahun).
Tugas perkembangn pada keluaga ini yaitu memenuhi kebutuhan
anggota keluarga seperti kebutuhan tempat tinggal, privasi dan rasa
aman. Membantu anak untuk bersosialisasi. Beradaptasi dengan
anaky baru lahir, sementara kebutuhan anak lain juga harus
terpenuhi. Mempertahankan hubungan yang sehat baik didalam
keluarga maupun dengan masyarakat.
Pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak.Pembagian
tanggung jawab anggota keluarga.Kegiatan dan waktu untuk
stimulasi tumbuh kembang.
d. Tahap IV, keluarga d engan anak usia sekolah. Tahap ini dimulai
saat anak berumur 6 tahun (mulai sekolah ) dan berakhir pada saat
anak berumur 12 tahun. Pada tahap ini biasanya keluarga mencapai
jumlah maksimal sehingga keluarga sangat sibuk. Selain aktivitas
di sekolah, masing-masing anak memiliki minat sendiri. Demikian
pula orang tua mempunyai aktivitas yang berbeda dengan anak.
Tugas perkembangan keluarga membantu sosialisasi anak dengan
tetangga, sekolah dan lingkungan. Mempertahankan keintiman
pasangan. Memenuhi kebutuhan dan biaya kehidupan yang
semakin meningkat, termasuk kebutuhan untuk meningkatkan
kesehatan anggota keluarga.Pada tahap ini anak perlu berpisah
dengan orang tua, memberi kesempatan pada anak untuk
nbersosialisasi dalam aktivitas baik di sekolah maupun di luar
sekolah.
e. Tahap V, Keluarga dengan anak remaja (anak tertuaberumur 13-20
tahun). Tugas perkembangan keluarga ini adalah memberikan
kebebasan yang seimbnag dengan tanggung jawab.
Mempertahankan hubungan yang intim dengan keluarga.
Mempertahankan komunikasi yang terbuka antara anak dan orang
tua. Hindari perdebatan, kecurigaan dan permusuhan. Perubahan
sistem peran dan peraturan untuk tumbuh kembang keluarga.
merupakan tahap paling sulit karena orang tua melepas otoritasnya
dan membimbing anak untuk bertanggung jawab. Seringkali
muncul konflik orang tua dan remaja.
f. Tahap VI, Keluarga dengan anak dewasa dimulai pada saat anak
pertama meninggalkan rumah dan berakhir pada saat anak terakhir
meninggalkan rumah. Lamanya tahapan ini tergantung jumlah anak
dan ada atau tidaknya anak yang belum berkeluarga dan tetap
tinggal bersama orang tua. Tugas perkembangan keluarga di tahap
ini adalah memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar,
mempertahankan keintiman pasangan, membantu orang tua
memasuki masa tua, Membantu anak untuk mandiri di masyarakat,
Penataan kembali peran dan kegiatan rumah tangga.
g. Tahap VII, Keluarga usia pertengahan dimana tahap ini dimulai
pada saat anak yang terakhir meninggalkan rumah dan berakhir
saat pensiun atau salah satu pasangan meninggaal. Tugas
perkembangan keluarga tahap ini yaitu mempertahankan
kesehatan. Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan
teman sebaya dan anak-anak, meningkatkan keakraban pasangan,
fokus mempertahankan kesehatan pada pola hidup sehat, diet
seimbang, olah raga rutin, menikmati hidup, pekerjaan dan lain
sebagainya.
h. Tahap VIII, Keluarga usia lanjut, diimulai saat pensiun sanpai
dengan salah satu pasangan meninggal dan keduanya meninggal.
Tugas perkembangan di tahap ini antara lain mempertahankan
suasana rumah yang menyenangkan, Adaptasi dengan perubahan
kehilangan pasangan, teman, kekuatan fisik dan pendapatan,
mempertahankan keakraban suami/istri dan saling merawat,
mempertahankan hubungan dengan anak dan sosial masyarakat,
melakukan life review, Mempertahankan penataan yang
memuaskan merupakan tugas utama keluarga pada tahap ini.Tugas
keluarga Sesuai dengan fungsi kesehatan, keluarga mempunyai
tugas dibidang kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan.
Komang (2012) menerangkan lima tugas keluarga adalah :
a. Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah
kesehatan,termasuk bagaimana persepsi keluarga terhadap
tingkat keparahan penyakit,pengertian, tanda gejala,faktor
penyebab dan persepsi keluarga terhadapmasalah yang dialami
keluarga.
b.Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan, termasuk
sejauh mana mengerti mengenai sifat dan luasnya
masalah,bagaimana masalah dirasakan oleh keluarga, keluarga
menyerah atau tidak terhadap masalah yang dihadapi.
Bagaimana sistem pengambilan keputusan yang dilakukan
keluarga terhadap angota keluarga yang sakit.
c. Ketidakmamuan keluarga merawat anggota keluarga yang
sakit,seperti bagaimana keluarga mengetahui kadaan sakitnya,
sifat dan perkembangan perawatan yang diperlukan, sumber-
sumber yang ada dalam keluarga serta sikap keluarga terhadap
yang sakit.
d.Ketidak mampuan keluarga memodifikasi lingkungan, seperti
pentingnya hygine sanitasi bagi keluarga, upaya pencegahan
penyakit yang dilakukan keluarga, upaya pemeliharaan
lingkungan yang dilakukan keluarga, kekompakan anggota
keluarga dalam menata lingkungan dalam dan luar rumah yang
berdampak terhadap yang sakit.
e. Ketidak mampuan keluarga memanfaatkan fasilitas pelayanan
kesehatan seperti kepercayaan keluarga terhadap petugas
kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan, keberadaan fasilitas
pelayanan kesehatan yang ada, keuntungan keluarga terhadap
penggunaan fasilitas kesehatan, apakah peayanan kesehatan
terjangkau oleh keluarga, adakah pengalaman yang kurang baik
yang dipersepsikan keluarga
B. Konsep Dasar lansia dengan hipertensi pada gangguan pola tidur.
1. Lansia.
a. Pengertian Lansia
Lansia merupakan seseorang yang sudah memiliki umur 60 tahun
atau lebih, yang merupakan faktor tertentu tidak dapat memenuhi
kebutuhan dasarnya baik secara jasmani, rohani maupun sosial
(Nugroho, 2010).
b. Batasan-Batasan Lanjut Usia Menurut (Nugroho, 2000), batasan-
batasan lanjut usia yaitu sebagai berikut:
1. Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia dengan
rentang usia 45-59 tahun
2. Lanjut usia (elderly) dengan rentang usia 60-74 tahun
3. Lanjut usia tua (old) dengan rentang usia 75-90 tahun
4. Usia sangat tua(very old) usia di atas 90 tahunc.Perubahan-
Perubahan yang Terjadi Pada LansiaMenurut (Nugroho,
2010),ada beberapa perubahan yang terjadi pada lansia
diantaranya adalah:
1. Perubahan Fisik
Dimana dalam perubahan fisik ini yang mengalami
perubahan sel, sistem persarafan, sistem pendengaran,
sistem penglihatan, sistem kardiovaskuler, sistem
pengaturan temperature tubuh, sistem respirasi, sistem
pencernaan, sistem reproduksi, sistem genitourinaria,
sistem endokrin, sistem kulit dan sistem muskulosketal.
Perubahan ini merupakan perubahan yang terjadi pada
bentuk dan fungsi masing-masing.
2. Perubahan Mental
Dalam perubahan mental pada lansia yang berkaitan
dengan dua hal yaitu kenangan dan intelegensi. Lansia
akan mengingat kenangan masa terdahulu namun sering
lupa pada masa yang lalu, sedangkan intelegensi tidak
berubah namun terjadi perubahan dalam gaya
membayangkan.
3. Perubahan Psikososial
Pensiunan di masa lansia yang mengalami kehilangan
finansial,kehilangan teman, dan kehillangan pekerjaan,
kemudian akan sadar terhadap kematian, perubahan cara
hidup, penyakit kronik, dan ketidakmampuan, gangguan
gizi akibat kehilangan jabatan dan ketegapan fisik yaitu
perubahan terdapat pada konsep diri dan gambaran diri.
4. Perkembangan Spiritual
Dalam perkembangan spiritual pada lansia agama dan
kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya.
5. Perubahan Sistem Sensori
Perubahan sistem sensori pada lansia terdiri dari
sentuhan,pembauan, perasa, penglihatan dan pendengaran.
Perubahan pada indra pembau dan pengecapan yang dapat
mempengaruhi kemampuan lansia dalam mempertahankan
nutrisi yang adekuat. Perubahan sensitivitas sentuhan yang
dapat terjadi pada lansia seperti berkurangnya kemampuan
neuro sensori yang secara efisien memberikan sinyal
deteksi, lokasi dan identifikasi sentuhan atau tekanan pada
kulit.
6. Perubahan pada otak
Penurunan berat otak pada individu biasanya dimulai pada
usia 30 tahun. Penurunan berat tersebut awalnya terjadi
secara perlahan kemudian semakin cepat. Penurunan berat
ini berdampak pada pengurangan ukuran neuron, dimulai
dari korteks frontalis yang berperan dalam fungsi memori
dan performal kognitif.
7. Perubahan Pola Tidur
Waktu istirahat atau tidur lansia cenderung lebih sedikit
dan jarang bermimpi dibandingkan usia sebelumnya.
Lansia cenderung lebih mudah terbangun ketika tidur
karena kendala fisik dan juga lebih sensitive terhadap
pemaparan cahaya. Gangguan pola tidur yang biasa dialami
lansia seperti insomnia.
2. Hipertensi.
A. Definisi Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah persisten dengan tekanan
sistolik di atas 140 mmHg dan tekanan darah diastolikdi atas 90
mmHg (Aspiani, 2015).
Hipertensi pada lansia didefinisikan dengan tekanan sistolik diatas
160 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg (Fatimah,
2010).

B. Jenis Hipertensi
Jenis-jenis hipertensi menurut (Aspiani, 2015), yaitu
sebagai berikut:
1. Hipertensi primer
Hipertensi primer adalah hipertensi yang belum diketahui
penyebabnya. Hipertensi primer diperkirakan disebabkan oleh
faktor berikut ini:
a. Faktor keturunaan
Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki
kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi
jika orang tuanya adalah penderita hipertensi.
b. Ciri perseorangan
Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya
hipertensi adalah umur (jika umur bertambah maka tekanan
darah meningkat), jenis kelamin (pria lebih tinggi dari
perempuan), dan ras (ras kulit hitam lebih banyak dari kulit
putih).
a. Kebiasaan hidup
Kebiasaan hidup sering menyebabkan timbulnya
hipertensi adalah mengonsumsi garam yang tinggi (lebih
dari 30 g), kegemukan atau makan berlebih, stress,
merokok, minum alkohol, minum obat-obatan (efedrin,
prednison, epinefrin).
c. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder terjadi akibat penyebab yang jelas. Salah satu
contoh hipertensi sekunder adalah hipertensi vaskular renal, yang
terjadi akibat stenosis arteri renalis. Stenosis arteri renalis
menurunkan aliran darah ke ginjal sehingga terjadi pengaktifan
baroreseptor ginjal, perangsangan pelepasan renin, dan pembentukan
angiostensin II. Angiostensin II secara langsung meningkatkan
tekanan darah, dan secara tidak langsung meningkatkan sintesis
anstenosis, atau apabila ginjal yang terkena diangkat, tekana darah
akan kembali normal.Penyebab lain dari hipertensi sekunder, antara
lain feokromositoma, yaitu tumor penghasil epinefrin di kelenjar
adrenal, yang menyebabkan peningkatan kecepatan denyut jantung
dan volume sekuncup, dan penyakit Cushing, yang menyebabkan
peningkatan CRT karena hipersensitivitas sistem saraf simpatis
aldosteronisme primer (peningkatan aldosterone tanpa diketahui
penyebabnya) dan hipetensi yang berkaitan dengan kontrasepsi oral
juga dianggap sebagai kontrasepsi sekunder.

C. Etiologi Hipertensi
Menurut (Aspiani, 2015), menyatakan penyebab hipertensi
pada lanjut usia karena terjadi perubahan pada elastisitas dinding
aorta menurun, katup jantung menebal dan menjadi kaku,
kemampuan jantung memompa darah, kehilangan elastisitas
pembuluh darah, dan meningkatkan resistensi pembuluh darah
pada perifer. Setelah usia 20 tahun kemampuan jantung memompa
darah menurun 1% tiap tahun sehingga menyebabkan menurunya
kontraksi dan volume. Elastisitas pembuluh darah menghilang
karena terjadi kurangnya efektivitas pembuluh darah perifer untuk
oksigenasi. Menurut (Aspiani, 2015), beberapa faktor yang
mempengaruhi terjadinya hipertensi adalah sebagai berikut:
1. Generik : respon neurologi terhadap stress atau kelainan
eksrkresi atau transport Na
2. Obesitas : terkait dengan tingkat insulin yang tinggi yang
mengakibatkan tekanan darah meningkat
3. Stress karena lingkungan
4. Hilangnya elastisitas jaringan dan arterosklerosis pada
orang tua serta pelebaran pembuluh darah

D. Klasifikasi
Klasifikasi Tekanan DarahPada orang Dewasa Sebagai Patokan dan
Diagnosis Hipertensi (mmHg).
Kategori Diastolik Sistolik
Normal <130 mmHg <85 mmHg
130-139 mmHg 85-89 mmHg
Prehipertensi
Hipertensi:
Derajat 1: Ringan 140/159mmHG 90-99 mmHg

Derajat2: Sedang 160-179 mmHg 100-109mmHg

Derajat 3: Berat 180-209 mmHg 110-119 mmHg

Derajat 4: Sangat ≥210 mmHg ≥120 mmHg

berat

Sumber: (Aspiani, 2015) dalam Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan
Kardiovakuler Aplikasi NIC & NOC
E. Patofisiologi Hipertensi
Menurut (Aspiani, 2015), mekanisme yang mengontrol
kontriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat vasomotor
padamedulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jarak saraf
simpatis, yang berlanjut kebawah ke korda spinalis dan keluar dari
kolumna medulla spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan
abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk
impuls yang bergerak kebawah melalui sistem saraf simpatis ke
ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron pre-ganglion melepaskan
asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke
pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin
mengakibatkankontriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti
kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respons pembuluh
darah terhadap rangsangan vasokonstiktor.
Klien dengan hipetensi sangat sensitive terhadap norepinefrin,
meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut dapat
terjadi. Pada saat bersamaan ketika sistem saraf simpatis
merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi,
kelenjar adrenal juga terangsang mengakibatkan tambahan
aktivitas vasokontriksi. Medulla adrenal menyekresi epinefrin yang
menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal menyekresi kortisol
dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons
vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, yang
menyebabkan pelepasan renin.Renin yang dilepaskan merangsang
pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi
angiotensin II, vasokonstriktor kuat, yang pada akhirnya
merangsang sekresi aldosterone oleh korteks adrenal.
Hormone ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus
ginjal, menyebabkan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut
cenderung mencetuskan hipertensi (Sudarth & Brunner, 2002).

F. Tanda dan Gejala Hipertensi


Menurut (Aspiani, 2015), Klien yang menderita hipertensi
terkadang tidak menanmpakkan gejala hingga bertahun-tahun.
Gejala jika ada menunjukkan adannya kerusakan vascular, dengan
manifestasi yang khas sesuai sistem organ yang divaskularisasi
oleh pembuluh darah bersangkutan. Perubahan patologis pada
ginjal dapat bermanifestasi sebagai nokturia (peningkatan urinasi
pada malam hari dan azetoma (peningkatan nitrogen urea darah
dan kreatinin). Pada pemeriksaan fisik tidak dijumpai kelainan
apapun selain tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula
ditemukan perubahan pada retina, seperti perdarahan, eksudat,
penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat, edema pupil
(edema pada diskus optikus).
Menurut (Sutanto, 2010), gejala-gejala yang dirasakan penderita
hipertensi antara lain sebagai berikut:
1. Pusing
2. Mudah marah
3. Telinga berdengung
4. Sukar tidur
5. Sesak napas
6. Rasa berat di tengkuk
7. Mudah lelah
8. Mata berkunang-kunang
9. Mimisan (jarang dilaporkan)
10. Muka pucat
11. Suhu tubuh rendah
Menurut (Aspiani, 2015), Gejala umum yang ditimbulkan
akibat menderita hipertensi tidak sama pada setiap orang,
bahkan terkadang timbul tanpa gejala. Secara umum gejala
yang dikeluhkan oleh penderita hipertensi sebagai berikut:
1. Sakit kepala
2. Rasa pegal dan tidak nyaman pada tengkuk
3. Perasaan berputar seperti tujuh keliling serasa ingin
jatuh
4. Berdebar atau detak jantung terasa cepat
5. Telinga berdenging

G. Komplikasi Hipertensi
Menurut (Aspiani, 2015), ada beberapa komplikasi dari
hipertensi yaitu sebagai berikut:
1. Stroke dapat terjadi akibat hemoragik akibat tekanan darah
tinggi di otak, atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh
selain otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi
pada hipertensi kronis apabila arteri yang mempedarahi otak
mengalami hipertrofi dan penebalan, sehingga aliran darah
kearea otak yang diperdarahi berkurang. Arteri otakyang
mengalami arterosklerosis dapat melemah sehingga
meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma.
2. Infark miokard dapat terjadi apabila arteri coroner yang
arterosklerotiktidak dapat menyuplai cukup oksigen ke
miokardium atau apabila terbentuk trombus yang menghambat
aliran darah melewati pembuluh darah. Pada hipertensi kronis
dan hipertrofi ventrikel, kebutuhan oksigen miokardium
mungkin tidak dapat dipenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung
yang menyebabkan infark. Demikian juga dengan hipertrofi
ventrikel dapat menyebabkan perubahan waktu hantaran listrik
melintasi ventrikel sehingga terjadi disritmia, hipoksia jantung,
dan peningkatan resiko pembentukan bekuan.
3. Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif
akibattekanan tinggi pada kapiler glomelurus ginjal. Dengan
rusaknya glomelurus aliran darah ke nefronakan terganggu dan
dapat berlanjut menjadi hipoksik dan kematian. Dengan
rusaknya membranglomerulus, protrin akan keluar melaluiurine
sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang dan
menyebabkan edema, yang sring dijumpai pada hipertensi
kronis.
4. Kerusakan otak atau esenfalopati dapat terjadi terutama pada
hipertensi maligna (hipertensi yang meningkat cepat dan
berbahaya). Tekanan yag sangat tinggi pada kelainan ini
menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong
cairan ke ruang interstisial di seluruh susunan saraf pusat.
Neuron disekitarnya kolaps dan terjadi koma serta kematian.
5. Kejang dapat terjadi pada wanita preeklamsia. Bayi yang lahir
mungkin memiliki berat lahir kecil akibat perfusi plasenta yang
tidak adekuat, kemudian dapat mengalami hipoksia dan
asidosis jika ibu mengalami kejang selama atau sebelum proses
persalinan.

H. Hipertensi pada Lansia


Dengan meningkatnya usia harapan hidup penduduk
Indonesia, dapat diperkirakan insidensi penyakit degenerative yang
memiliki tingkat morbiditas dan mortalitas tinggi adalah hipertensi.
Hipertensi pada lanjut usia berbeda dengan hipertensi yang dialami
oleh dewasa muda.
Menurut (Martono, 2010), Pathogenesis hipertensi pada lanjut usia
sedikit berbeda dengan hipertensi yang terjadi pada usia dewasa
muda. Faktor-faktor yang berperan dalam hipertensi pada lanjut
usia adalah sebagai berikut:

1. Peningkatan sensitivitas terhadap asupan natrium.


Semakin usia bertambah makin sensitive terhadap peningkatan
dan penurunan kadar natriumnya.
2. Penurunan elastisitas pembuluh darah perifer akibat proses
penuaan yang akan meningkatkan resistensi pembuluh darah
perifer yang pada akhirnya akan mengakibatkan hipertensi
sistolik saja.
3. Perubahan ateromatous akibat proses penuaan yang
menyebabkan disfungsi endotel yang berlanjut pada
pembentukan berbagai sitokin-sitokin dan substansi kimiawi
lain yang kemudian menyebabkan resorbsi natrium di tubulus
ginjal, meningkatkan proses sclerosis pembuluh darah perifer
dan keadaan lain yang berakibat pada kenaikan tekanan darah.
4. Penurunan kadar renin karena menurunya jumlah nefron akibat
proses penuaan. Hal ini menyebabkan suatu sirkulus vitiosus:
hipertensi-glomerulo-sklerosis-hipertensi yang berlangsung
terus menerus.

I. Penatalaksanaan Hipertensi
Penatalaksanaan hipertensi ada dua (2) yaitu sebagai berikut:
1. Farmakologi
Terapi obat pada penderita hipertensi dimulai dengan
salahsatu obat berikut:

a. Hidroklorotiazid (HCT) 12,5-25 mg per hari dengan


dosis tunggal pada pagi hari (pada hipertensi
kehamilan, hanya digunakan bila disertai
hemokonsentrasi/edema paru).

b. Reserpin 0,1-0,25 mg sehari sebagai dosis tunggal.

c. Propranolol mulai 10 mg dua kali sehari yang dapat


dinaikkan 20 mg dua kali sehari (kontraindikasi untuk
penderita asma).

d. Kaptopril 12,5-25 mg sebanyak dua sampai tiga kali


sehari (kontraindikasi pada kehamilan selama janin
hidup dan penderita asma).

e. Nifedipin mulai dari 5 mg dua kali sehari, bisa


dinaikan 10 mg dua kali sehari.
2. Nonfarmakologi
Langkah awal biasanya adalah dengan mengubah pola
hidup penderita, yakni denga cara:

a. Menurunkan berat badan sampai batas ideal

b. Mengubah pola makan pada penderita diabetes,


kegemukan, atau kadar kolesterol darah tinggi

c. Mengurangi pemakaian garam sampai kurang dari


2,3 gram natrium atau 6 gram natrium klorida setiap
harinya (disertai dengan asupan kalsium, magnesium, dan
kalium yang cukup)

d. Mengurangi konsumsi alkohole

e. (Berhenti merokok)

f.Olahraga aerobic) yang tidak terlalu berat (penderita


hipertensi esensial tidak perlu membatasi aktivitasnya
selama tekanan darahnya terkendali).
3. Gangguan Pola Tidur.
1. Definisi Gangguan Pola Tidur
Gangguan tidur adalah kondisi yang jika tidak diobati,
secara umum akan menyebabkan gangguan tidur malam yang
mengakibatkan munculnya salah satu dari ketiga masalah
tersebut: insomnia, gerakan sensasi abnormal di kala tidur atau
di siang hari (Potter dan Perry, 2005). Gangguan pola tidur
adalah gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat faktor
ekternal (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016).
2. Tanda dan Gejala
Gangguan Pola TidurMenurut (Tim Pokja SDKI DPP
PPNI, 2016), dalam buku Standar Diagnosis keperawatan
Indonesia tanda dan gejala gangguan pola tidur dibagi menjadi dua
yaitu:
1. Gejala dan tanda mayora
a. Secara subjektif klien mengeluh sulit tidur, mengeluh
sering terjaga, mengeluh tidak puas tidur, mengeluh pola
tidur berubah, dan mengeluh istirahat tidak cukup.
b. Secara objektif tidak ada gejala mayor dari gangguan pola
tidur.
2. Gejala dan tanda minora
a. Secara subjektif klien mengeluh kemampuan beraktivitas
menurun
b. Secara objektif tidak ada gejala minor dari gangguan
pola tidu
c. Penyebab Gangguan Pola Tidur
Dalam buku Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016), penyebab dari
gangguan pola tidur yaitu :
1. Hambatan lingkungan (misalnya : keseimbangan
lingkungan sekitar, suhu lingkungan, pencahayaan,
kebisingan, bau tidak sedap, jadwal
pemantauan/pemeriksaan/tindakan)
2. Kurang kontrol tidur
3. Kurang privasi
4. Retraint fisik
5. Ketiadaan teman tidur.
6. Tidak familiar dengan peralatan tidur
7. Tahapan Tidur
Tidur merupakan aktifitas yang melibatkan
susunan saraf pusat, saraf perifer, endokrin
kardiovaskuler, respirasi dan muskuloskletal.
Menurut (Potter dan Perry, 2005), secara alamiah
dalam tidur mempunyai dua tahapan yaitu:
a. Tidur NREM (Non Rapid Eye Movement)
TidurNREM terdiri dari 4 tahap, dimana
setiap tahapannya mempunyai ciri
tersendiri:
1. Tahap I
Tahap I ini berlangsung 30 detik
sampai 5 menit pertama dari siklus
tidur. Pada tahap ini seseorang merasa
kabur dan rileks, mata bergerak ke
kanan danke kiri, kecepatan jantung dan
pernapasan turun secara jelas.
Gelombang alfa sewaktu seseorang
masih sadar dibantu dengan gelombang
beta yang lambat. Sesorang yang tidur
pada tahap pertama dapat dibangunkan
dengan mudah.

2. Tahap II
Seluruh tubuh kita seperti berada pada
tahap tidur yang lebih dalam. Tidur
masih mudah dibangunkan, meskipun
kita benar-benar berada dalam keadaan
tidur. Periode tahap 2 berlangsung dari
10 sampai 40 menit. Kadang-kadang
selama tahap tidur 2 seseorang dapat
terbangun karena sentakan tiba-tiba dari
ektremitas tubuhnya. Ini normal,
kejadian sentakan ini, sebagai akibat
masuknya tahapan REM.
3. Tahapan III
Pada tahapan ini kecepatan jantungdan
pernapasan serta proses tubuh berlanjut
mengalai penurunan akibat dominasi
sistem saraf parasimpatis. Seseorang
lebih sulit dibangunkan. Gelombang
otak menjadi tertur dan terdapat
penambahan delta lambat.
4. Tahap IV
Tahap ini merupakan tahap tidur
dalamyang ditandai dengan
rekomendasi gelombang delta yang
lambat. Kecepatan jantung dan
pernapasan turun. Selama tidur
seseorang mengalami sampai 4 sampai
6 kali suklus tidur dalam waktu 7
sampai 8 jam. Siklus tidur sebagian
besar merupakan tidur NREM dan
berakhir dengan tidur REM.

b. Tidur REM (Rapid Eye Movement)


Tahap tidur REM sangat berbeda dari tidur
NREM. Tidur REM adalah tahapan tidur yang
sangat aktif. Pola napas dan denyut jantung
tidak teratur dan tidak terjadi pembentukan
keringat. Kadang-kadang timbul twitching
(berkedut) pada tangan, kaki, atau muka, dan
pada laki-laki dapat timbul ereksi pada periode
tidur REM. Walaupun ada aktivitas demikian
orang masih tidur lelap dan sulit untuk
dibangunkan. Sebagian besar anggota gerak
tetap lemah dan rileks. Tahap tidur ini diduga
berperan dalam memulihkan pikiran,
menjernihkan rasa kuatir dan daya ingat dan

mempertahankan fungsi sel –sel otak.


3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tidur
Kualitas dan kuantitas tidur dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Kualitas tersebut dapat menunjukkan
adanya kemampuan individu untuk tidur dan
memperoleh jumlah istirahat sesuai dengan
kebutuhannya.
Menurut(Wartonah dan Tarwoto, 2010), faktor-
faktor yang mempengaruhi tidur yaitu sebagai berikut:
1. Penyakit
Seseorang yang mengalami sakit memerlukan
waktu tidur lebih banyak dari normal. Namun
demikian, keadaan sakit menjadikan klieen kurang
tidur atau tidak dapat tidur. Misalnya pada pasien
dengan hipertensi, ganguan pernapasan seperti
asma, bronchitis, dan penyakit persyarafan.
2. Lingkungan
Klien yang biasanya tidur pada lingkungan yang
tenang dan nyaman, kemudian terjadi perubahan
suasana seperti gaduh maka akan menghambat
tidurnya.
3. Motivasi
Motivasi dapat mempengaruhi tidur dan dapat
menimbulkan keinginan untuk tetap bangun dan
waspada menahan kantuk.
4. Kelelahan
Kelelahan dapat memperpendek periode
pertama dari tahap REM.
5. Kecemasan
Pada keadaan cemas seseorang makan
meningkatkan sarafsimpatis sehingga
mengganggu tidurnya.
6. Alkohol
Alkohol menekan REM secara normal,
seseorang yang tahan minum alkohol dapat
mengakibatkan insomnia dan lekas marah.
7. Obat-obatan
Beberapa jenis obat yang dapat menimbulkan
gangguan tidur antara lain:
1. Diuretic:menyebabkan insomnia
2. Antidepresan: menyupresi REM
3. Kafein: meningkatkan saraf simpatik
4. Narkotika: menyupresi REM

4. Konsep Dasar Penyakit Gastritis


1. Pengertian Gastritis
Merupakan suatu peradangan atau perdarahan mukosa
lambung yang dapat bersifat akut, kronis dan difus (local). Dua
jenis gastritis yang sering terjadi adalah gastritis superficial akut
dan gastritis atropik kronis (Hardi. K & Huda. A.N,
2015).Gastritis merupakan peradangan yang mengenai mukosa
lambung. Peradangan ini dapat menyebabkan pembengkakan
lambung sampai terlepasnya epitel mukosa superpisial yang
menjadi penyebab terpenting dalam gangguan saluran
pencernaan. Pelepasan epitel dapat merangsang timbulnya
inflamasi pada lambung (Sukarmin, 2013).
2. Etiologi
Penyebab utama gastritis adalah bakteri Helicobacter
pylori, virus atau parasit lainnya juga dapat menyebabkan
gastritis. Contributor gastritis akut adalah meminum alkohol
secara berlebihan, infeksi dari kontaminasi makanan yang
dimakan, dan penggunaan kokain. Kortikosteroid juga dapat
menyebabkan gastritis seperti NSAID aspirin dan ibuprofen
(Dewit, Stromberg & Dallred, 2016). Menurut Gomez (2012)
penyebab gastritis adalah sebagai berikut :
a. Infeksi bakteri.
b. Sering menggunakan pereda nyeri.
c. Konsumsi minuman alkohol yang berlebihan.
d. Stress
e. Autoimun Selain penyebab gastritis diatas, ada penderita
yang merasakan gejalanya dan ada juga yang tidak.

Beberapa gejala gastritis di antaranya


a. Nyeri epigastrium.
b. Mual
c. Muntah.
d. Perut terasa penuh.
e. Muntah darah.
f. Bersendaw
3. Patofisiologi
Menurut Dermawan &Rahayuningsih (2010) patofisiologi gastritis
adalah mukosa barier lambung pada umumnya melindungi lambung
dari pencernaan terhadap lambung itu sendiri, prostaglandin
memberikan perlindungan ini ketika mukosa barrier rusak maka timbul
peradangan pada mukosa lambung (gastritis). Setelah barier ini rusak
terjadilah perlukaan mukosa yang dibentuk dan diperburuk oleh
histamine dan stimulasi saraf cholinergic. Kemudian HCL dapat
berdifusi balik ke dalam mucus dan menyebabkan luka pada pembuluh
yang kecil, dan mengakibatkan terjadinya bengkak, perdarahan, dan
erosi pada lambung. Alkohol, aspirin refluks isi duodenal diketahui
sebagai penghambat difusi barier. Perlahan-lahan patologi yang terjadi
pada gastritis termasuk kengesti vaskuler, edema, peradangan sel
supervisial. Manifestasi patologi awal dari gastritis adalah penebalan.
Kemerahan pada membran mukosa dengan adanya tonjolan. Sejalan
dengan perkembangan penyakit dinding dan saluran lambung menipis
dan mengecil, atropi gastrik progresif karena perlukaan mukosa kronik
menyebabkan fungsi sel utama pariental memburuk.Ketika fungsi sel
sekresi asam memburuk, sumber-sumber faktor intrinsiknya hilang.
Vitamin B12 tidak dapat terbentuk lebih lama, dan penumpukan
vitamin B12 dalam batas menipis secara merata yang mengakibatkan
anemia yang berat. Degenerasi mungkin ditemukan pada sel utama dan
pariental sekresi asam lambung menurun secara berangsur, baik dalam
jumlah maupun konsentrasi asamnya sampai tinggal mucus dan air.
Resiko terjadinya kanker gastrik yang berkembang dikatakan
meningkat setelah 10 tahun gastritis kronik. Perdarahan mungkin terjadi
setelah satu episode gastritis akut atau dengan luka yang disebabkan
oleh gastritis. Gastritis kronik disebabkan oleh gastritis akut yang
berulang sehingga terjadi iritasimukosa lambung yang berulang-ulang
dan terjadi penyembuhan yang tidak sempurna akibatnya akan terjadi
atrhopi kelenjar epitel dan hilangnya sel pariental dan sel chief. Karena
sel pariental dan sel chief hilang maka produksi HCL. Pepsin dan
fungsi intinsik lainnya akan menurun dan dinding lambung juga
menjadi tipis serta mukosanya rata, Gastritis itu bisa sembuh dan juga
bisa terjadi perdarahan serta formasi ulser.

4. Klasifikasi
Menurut Muttaqin (2011), klasifikasi gastritis dibagi menjadi 2,
yaitu :
a. Gastritis Akut Gastritis akut adalah inflamasi akut mukosa lambung
pada sebagian besar merupakan penyakit ringan dan sembuh
sempurna. Salah satu bentuk gastritis yang manifestasi klinisnya
adalah :
1. Gastritis akut erosive, disebut erosive apabila kerusakan yang
terjadi tidak lebih dalam dari pada mukosa muscolaris (otot-otot
pelapis lambung).
2. Gastritis akut hemoragik,disebut hemoragic karena pada penyakit
ini akan dijumpai perdarahan mukosa lambung yang
menyebabkan erosi dan perdarahan mukosa lambung dalam
berbagai derajat dan terjadi erosi yang berarti hilangnya
kontinuitas mukosa lambung pada beberapa tempat, menyertai
inflamasi pada mukosa lambung tersebut.
b. Gastritis KronisGastritis kronis adalah suatu peradangan mukosa
lambung yang bersifat menahun. Gastritis kronis diklasifikasikan
dengan tiga perbedaan yaitu:
1. Gastritis superficial, dengan manifestasi kemerahan,edema, serta
perdarahan dan erosi mukosa.
2. Gastritis atrofik, dimana peradangan terjadi diseluruh lapisan
mukosa pada perkembangannya dihubungkan dengan ulkus dan
kanker lambung, serta anemia pernisiosa. Hal ini merupakan
karakteristik dari penurunan jumlah sel parietal dan sel chief.
3. Gastritis hipertrofik, suatu kondisi dengan terbentuknya nodul-
nodul pada mukosa lambung yang bersifat ireguler, tipis, dan
hemoragik.

5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis bervariasi mulai dari keluhan ringan hingga
muncul perdarahan saluran cerna bagian atas bahkan pada beberapa pasien
tidak menimbulkan gejala yang khas. Manifestasi gastritis akut dan kronik
hampir sama, seperti anoreksia, rasa penuh, nyeri epigastrum, mual dan
muntah, sendawa, hematemesis (Suratun dan Lusianah, 2010).
Tanda dan gejala gastritis adalah :
a. Gastritis Akut1)Nyeri epigastrum, hal ini terjadi karena adanya
peradangan pada mukosa lambung.
1. Mual, kembung, muntah, merupakan salah satu keluhan yang sering
muncul. Hal ini dikarenakan adanya regenerasi mukosa lambung
yang mengakibatkan mual hingga muntah. Ditemukan pula
perdarahan saluran cerna berupa hematesis dan melena, kemudian
disusul dengan tanda-tanda anemia pasca perdarahan.
b. Gastritis Kronis.
Pada pasien gastritis kronis umumnya tidak mempunyai keluhan. Hanya
sebagian kecil mengeluh nyeri ulu hati, anoreksia, nause dan pada
pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan.

6. Komplikasi
Komplikasi penyakit gastritis menurut Muttaqin & Sari (2011) antara lain :
a. Pendarahan saluran cerna bagian atas yang merupakan kedaruratan medis
b. Ulkus peptikum, jika prosesnya hebat
c. Gangguan cairan dan elektrolit pada kondisi muntah berat.
d. Anemia pernisiosa, keganasan lambung
7. Penatalaksanaan
Pengobatan pada gastritis menurut Dermawan (2010) meliputi :
a. Antikoagulan : Bila ada perdarahan pada lambung.
b. Antasida : Pada gastritis yang parah, cairan dan elektrolit diberikan
intravena untuk mempertahankan keseimbagan cairan sampai gejala-
gejala mereda, untuk gastritis yang tidak parah diobati dengan antasida
dan istirahat.
c. Histonin : Ranitidin dapat diberikan untuk menghambat pembentukan
asam lambung dan kemudian menurunkan iritasi lambung.
d. Sulcralfate : Diberikan untuk melindungi mukosa lambung dengan cara
menyeliputinya, untuk mencegah difusi kembali asam dan pepsin yang
menyebabkan iritasi.
e. Pembedahan : Untuk mengangkat gangrene dan perforasi.
f. Gastrojejunuskopi/ reseksi lambung : Mengatasi obstruksi pilorus.
g. Penatalaksanaan pada gastritis secara medis menurut Smeltzer (2001)
meliputi : Gastritis akut diatasi dengan menginstruksikan pasien untuk
menghindari alkohol dan makanan sampai gejala berkurang. Bila pasien
mampu makan melalui mulut, diet mengandung gizi dianjurkan. Bila
gejala menetap, cairan perlu diberikan secara parenteral. Bila perdarahan
terjadi, maka penatalaksanaan adalah serupa dengan prosedur yang
dilakukan untuk hemoragik saluran gastrointestinal atas.

Bila gastritis diakibatkan oleh mencerna makanan yang sangat


asam atau alkali, pengobatan terdiri dari pengenceran dan penetralisasian
agen penyebab.
1. Untuk menetralisasi asam, digunakan antasida umum (missal :
alumunium hidroksida) untuk menetralisasi alkali, digunakan jus
lemon encer atau cuka encer.
2. Bila korosi luas atau berat, emetic, dan lafase dihindari karena
bahaya perforasi.Terapi pendukung mencakup intubasim analgesik
dan sedatif, antasida, serta cairan intravena. Endoskopi fiberopti
mungkin diperlukan. Pembedahan darurat mungkin diperlukan untuk
mengangkat gangrene atau jaringan perforasi. Gastrojejunostomi
atau reseksi lambung mungkin diperlukan untuk mengatasi obstruksi
pilrus. Gastritis kronis diatasi dengan memodifikasi diet pasien,
meningkatkan istirahat, mengurangi stress dan memulai
farmakoterapi.
3. Penatalaksanaan secara keperawatan menurut Dermawan(2010)
meliputi :
a. Tirah baring.
b. Mengurangi stress.
c. Diet Air teh, air kaldu, air jahe dengan soda kemudian diberikan
peroral pada interval yang sering. Makanan yang sudah
dihaluskan seperti pudding, agar-agar dan sup, biasanya dapat
ditoleransi setelah 12-24 jam dan kemudian makanan-makanan
berikutnya ditambahkan secara bertahap. Pasien dengan gastritis
superficial yang kronis biasanya berespon terhadap diet sehingga
harus menghindari makanan yang berbumbu banyak atau
berminyak.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Ny.J (73 tahun, Ibu rumah tangga) seorang single parent yang sudah berumur
lanjut usia tinggal dirumah milik sendiri dan dia tinggal sendirian dirumah
tersebut yang beralamat di Pematang Rebah Rt 02 Rw 03 pemetang rebah. Ny. J
beragama islam dan berpendidikan tamat SR (Sekolah Rakyat). Ny.J
mempunyai 3 orang anak dan Ketiganya sudah menikah. Ny.J biasanya
memasak makanan sendiri dan protein hewani, nabati dan sayur. Cara penyajian
makan tertutup. Ny.J mengolah air minum dimasak terlebih dahulu. Dalam
mengolah makanan biasanya Ny.J mencuci terlebih dahulu baru dipotong. Ny. J
mempunyai kebiasaan makan secara individu. Ny. J sering mengeluh pusing dan
sakit kepala seperti ditusuk-tusuk tekanan darah 180/80. Ny. J mengatakan
bahwa ia memiliki riwayat penyakit hipertensi, dan selalu merasa pusing dan
lemah pada saat beraktivitas. Ny.J juga mengatakan susah untuk tidur di malam
hari, gelisah dan sering terbangun dengan prasaan tidak nyaman. Ny.J juga
mengatakan selalu merasa nyeri pada ulu hati saat pagi hari dan malam hari
nyeri yang dirasakan seperti diremas remas. Ny.J jugak mengatakan nyeri yang
dirasakan bisa hilang timbul.
Analisa Data

No DataFokus Etiologi Masalah


1. Ny. J mengatakan sering Gangguan Pola
terbangun pada saat tidur malam - Faktor menua Tidur.
dan tidak bisa tidur nyenyak.
- Kebisingan
Ny. J mengatakan susah untuk
tidur dimalam hari dan selalu - Keadaan
Lingkungan
gelisah. yang tidak
Ny. J mengatakan selalu nyaman.

terbangun di malam hari.

2. Ny. J mengatakan nyeri pada ulu Nyeri Iritasi mukosa


hati pada pagi hari dan malam lambung sekresi
hari. asam lambung
Ny. J mengatakan nyeri seperti bikarbonat yang
diremas remas. naik turun.
Ny. J mengatakan nyeri yang
dirasakan hilang timbul.

3. Ny. J mengatakan sakit dan nyeri Nyeri Kepala Gangguan rasa


kepala dan merasa lemah pada nyaman sakit kepala
saat melakukan aktivitas.
Intervensi

N Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


o
1. Gangguan Setelah -Lakukan Memberikan
Pola Tidur dilakukan pengkajian informasi
Berhubungan tindakan masalah rencana
dengan Faktor keperawatan gangguan tidur keperawatan
menua dan diharapkan klien, -mengatur pola
keadaan gangguan tidur karakteristik dan tidur
lingkungan tidak terjadi. penyebab kurang -Meningkatkan
yang tidak Dengan tidur pola tidur.
nyaman kriteria hasil : -Lakukan -Mengurangi
ditandai Klien dapat tidur, persiapan untuk gangguan pada
dengan klien nyaman dan tidur malam pola tidur.
sering rileks. seperti jam 8. -Memberikan
terbangun -Anjurkan makan kenyamanan
pada saat tidur yang cukup satu untuk tidur.
dan tidur tidak jam sebelum
nyenyak dan tidur.
mengatakan -Ciptakan
susah untuk Keadaan tempat
tidur dimalam tidur yang
hari dan selalu nyaman
gelisah. -Ciptakan
Lingkungan yang
tidak berisik dan
jauh dari
kebisingan
-Tingkatkan
aktivitas sehari-
hari dan Kurangi
aktivitas sebelum

tidur.
2. Nyeri Setelah a. Observasi tingkat a. Mengidentifikasi
berhubungan dilakukan nyeri klien secara nyeri untuk
dengan iritasi intervensi selama konferhensif baik melakukan
mukosa 2x24 jam meliputi frekuensi, intervensi.
lambung diharapkan nyeri lokasi, intensitas, b. Mengetahui
sekresi asam dapat berkurang. reaksi. perkembangan
lambung b. Observasi TTV kondisi klien.
bikarbonat c. Ajarkan teknik c. Mengurangi rasa
yang naik relaksasi nafas nyeri yang
turun di tandai dalam. dirasakan.
dengan nyeri d. Edukasi klien d. Membantu
pada ulu hati untuk memberikan menjaga klien
saat pagi hari suasana nyaman. dan mengambil
dan malam e. Jelaskan sebab- keputusan.
hari nyeri yang sebab nyeri kepada e. Memberikan
dirasakan klien. informasi kepada
seperti diremas f. Anjurkan Pasien klien tentang
remas dan untuk menghindari nyeri yang
nyeri hilang makanan yang dirasakan.
timbul dapat menaikan f. Membantu
asam lambung/ mengurangi nyeri
pantangan yang dirasakan.
pantangan
makanan
3. Gangguan Setelah a. Pelaksanaan a. Istirahat dapat
nyaman nyeri dilakukan tirah baring mengurangi
sakit kepala tindakan selama fase kebutuhan tubuh
berhubungan keperawatan akut terhadap oksigen
dengan selama 2x24 jam b. Beri tindakan b. Mengajarkan
peningkatan Terjadi non farmakologik tehnik relaksasi
tekanan darah penurunan untuk c. Vosokomstriksi
ditandai tekanan darah menghilangkan akan
dengan ny.j dengan kriteria nyeri mengakibatkan
mengatakan hasil : c. Meminimalkan pengurangan
sakit dan nyeri sakit kepala aktivitas suplai oksigen
kepala dan berkurang vosokonstriksi dalam darah
merasa lemah TD= yang dapat d. Meningkatkan
pada saat 140/60 mmHg meningkatkan pengetahuan
melakukan
nyeri kepala, klien dalam
aktivitas.
missal: mengobati
membungkuk penyakit

Implementasidan Evaluasi

No Tanggal Implementasi Evaluasi


1. 06 – 02 -2021 Melakukan pengkajian masalah S :Klien mengatakan
09:.00 gangguan tidur klien, karakteristik,
masih mengalami
dan penyebab kurang tidur
gangguan sekali-
Hasil :
a. Klien sering terbangun pada sekali.
malam hari, klien terbangun O :
kira-kira setelah 1 jam tertidur,
-K/u Baik-Klien merasa
jika sudah terbangun klien sudah hampir bisa
biasanya melakukan kegiatan
tidur
minum air hangat, penyebab
-TD : 140/70mmhg
klien terbangun karena faktor
lingkungan dan jika gejala nyeri -Nadi : 82x/menit
ulu hati yang membuatnya -RR : 24x/menit
terbangun.
-S : 36 C
b. Menganjurkan klien untuk tidur
Kuantitas tidur pada
malam seperti pada jam 8
malam sesuai dengan pola tidur malam hari dari jam
klien. 20.00 – 04.00 wib
Hasil : A : Masalah Sebagian
Klien tidur jam 20.00-04.00 wib.-
teratasi
Anjurkan klien untuk memberikan
keadaan tempat tidur yang nyaman, P:
bersih dan bantal yang nyaman. Intervensi Dilanjutkan
Hasil :
klien menuruti anjuran tersebut
dengan membuat tempat tidur yang
nyaman, lingkungan yang tidak
panas.-Meningkatkan aktivitas
sehari-hari dan kurangi aktivitas
sebelum tidur.
Hasil :

Klien tidak melakukan kegiatan


sebelum tidur. Tidak mengerjakan
yang berat-berat
2. 06 – 02 – 2021 Mengukurtanda-tanda vital klien: S

17:.00 TD = 160/60 mmHg Klien mengatakan nyeri

Nadi = 82 x/m berkurang. Skala nyeri 2.


RR = 24 x/m O :Klien tampak tenang dan
Suhu = 36,7⁰C nyaman.

Menganjurkan pasien membuat A :Masalah teratasi


sebagian.
lingkungan yang nyaman.
P : Intervensi Dilanjutkan
Klien mampu memilih makanan
sesuai kebutuhan.
Menganjurkan pasien relaksasi
nafas dalam.
Hasil: Nyeri berkurang
Mengobservasi klien secara verbal
Klien mengatakan merasa nyaman.
3. 06 – 02 – 2021 a. Menjelaskan tentang batas S : klien mengatakan sudah
19:00 tekanan darah normal, tekanan tau apa itu hipertensi
darah tinggi dan efeknya dan penyebab
b. Menjelaskan pentingnya terjadinya hipertensi
lingkungan yang tenang, tidak O : keadaan umum klien
penuh dengan stress tampak baik, klien
c. Memberikan pendidikan tampak mengerti,
kesehatan tentang cara menyebutkan
mencegah dan mengatasi penyebab yang
intervensi memperberat
d. Menganjurkan klien untuk tidak hipertensi, klien mau
mengkonsumsi makanan dan mengikuti saran
minuman yang dapat perawat
meningkatkan TD Mengajarkan A : masalah teratasi
klien posisi semifowler agar sebagian
merasa nyaman. P : intervensi masih
dilanjutkan
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Asuhan keperawatan yang meliputi pengkajia, diagnose
keperawatan, analisa data, perencanaan, implementasi, dan evaluasi pada
ny. J dengan masalah utama pada kasus hipertensi gangguan pola tidur dan
gaskritis sudah dilakukan sesuai dengan yang telah ditetapkan dan setelah
dilakukan asuhan keperawatan tersebut dan masalah teratasi sebagian
ditandai dengan nyeri pada kepala sudah teratasi dan tekanan darah sudah
mulai berkurang, nyeri pada ulu hati berkurang dan pola tidur sudah
normal.
B. Saran
Di harapkan dapat memberikan informasi baru penulis tentang
kebutuhan aman nyaman (nyeri), sehingga penulis dapat memberikan
asuhan keperawatan yang komperhensif terhadap masalah kebutuhan dasar
aman nyaman (nyeri).
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 2018. Angka Kejadian Gastritis. Depertemen Kesehatan RI
Dinkes Prov. Riau. 2018. Angka Kejadian Gastritis di Riau.Riau: Dinas
Kesehatan Provinsi Riau
Doenges, Marilynn. E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman
Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih
Bahasa Made Karyono, Ni Made Sumawarti, Edisi. 3. Jakarta: EGC
Hardi. K & Huda. A.N. 2015. Aplikaso Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc (2nded). Yogyakarta: Mediaction
Hirlan. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Edisi. 3 Jilid 2. Jakarta:
FKUI
Maryam Siti.R, dkk (2010) Asuhan Keperawatan Pada Lansia, Trans Info
Media JakartaMaryam Siti.R, dkk (2008)
Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannnya,Salemba Medika
JakartaNugroho Wahjudi (2000) Keperawatan Gerontik, edisi 2,
JakartaPotter & Perry. (2005).
Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik.
Jakarta: EGCPotter & Perry. (2005).
Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktik, edisi
4. Jakarta: EGC
Adib, M. (2012). Cara Mudah Memahami dan Menghindari Hipertensi
Jantung dan Stroke. Yogyakarta:
Dianloka.Adriansyah, M. (2012). Medikal Bedah Untuk Mahasiswa.
Yogyakarta: Diva Press.Anies. (2010).
Buku Ajar Kedokteran & Kesehatan Penyakit Degeneratif. Yogyakarta:
Graha Ilmu.Association, A. H. (2018).
Spanish Society of Hypertension position statement on the 2017 ACC/AHA
hypertension guidelines.
Hipertension y Riesgo Vascular, (xx), 1–11.
https://doi.org/10.1016/j.hipert.2018.04.00

Anda mungkin juga menyukai