DOSEN PEMBIMBING
DI SUSUN Oleh :
Sheli Hermila
TAHUN 2021/2022
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat
pada gangguan pola tidur dan gaskritis pada Ny. J” Dalam penyusunan asuhan
dengan bimbingan serta pengarahan serta dukungan dari berbagai pihak, akhirnya
makalah ini dapat terselesaikan. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasi
kepada :
1. Ibu Ns. Deswita M.Kep selaku dosen pembimbing mata ajar Keperawatan
Keluarga
2. Kedua orangtua kami yang telah membantu motil maupun materi,
sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa Makalah ini jauh dari sempurna, untuk itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kebaikan
selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan
bagi para pembaca sebelumnya.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berdasarkan definisi secara umum, seseorang dikatakan lansia
apabila usianya 60 tahun ke atas,baik pria maupun wanita. Sedangkan
Departeman kesehatan RI menyebutkan seseorang dikatakan berusia lanjut
usia dimulai dari usia 55 tahun keatas. Menurut Badan Kesehatan Dunia
(WHO) usia lanjut dimulai dari usia 60 tahun (Indriana, 2012;
Kushariyadi, 2010; Wallace, 2007).Proses penuaan berdampak pada
berbagai aspek kehidupan, baik secara sosial, ekonomi, dan terutama
kesehatan. Hal ini disebabkan karena dengan semangkin bertambahnya
usia, fungsi organ tubuh akan semakin menurun baik karena faktor proses
alami yang dapat menyebabkan perubahan anatomi, fisiologis, dan
biokimia pada jaringan tubuh yang dapat mempengaruhi fungsi,
kemampuan badan dan jiwa (Perry & Potter, 2005).Hipertensi adalah
apabila tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas
90 mmHg.
Hipertensi merupakan penyebab utama gagal jantung, stroke, dan
gagal ginjal. Disebut sebagai “ pembunuh diam –diam “ karena penderita
hipertensi sering tidak menampakan gejala (Brunner & Suddarth,
2002).Penyakit ini menjadi salah satu masalah kesehatan utama di
Indonesia maupun dunia sebab diperkirakan sekitar 80% kenaikan kasus
hipertensi terutama terjadi di Negara berkembang. pada tahun 2000
terdapat 639 kasus hipertensi diperkirakan meningkat menjadi 1,15 miliar
kasus di tahun 2025. Sedangkan hipertensi di Indonesia menunjukan
bahwa di daerah pedesaan masih banyak penderita hipertensi yang belum
terjangkau oleh layanan kesehatan dikarenakan tidak adanya keluhan dari
sebagian besar penderita hipertensi (Adriansyah, 2012)
Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan mukosa lambung
yang dapat bersifat akut dan kronik. Penyebab gastritis meliputi : stress,
alkohol, pola makan tidak teratur, serta Obat Anti Inflamasi Non Steroid
(OAINS). Tanda dan gejala dari gastritis adalah nyeri ulu hati, mual,
muntah, rasa asam di mulut, dan anoreksia. Nyeri ulu hati merupakan
salah satu tanda gejala khas pada penderita gastritis. Gastritis merupakan
(Rahayuningsih, 2012).
Sunarmi, 2018).
Berdasarkan profil kesehatan Indonesia tahun 2018, gastritis
merupakan salah satu penyakit dari 10 penyakit terbanyak pada pasien
rawat inap di rumah sakit di Indonesia dengan jumlah 30.154 kasus
(4,9%). Penelitian yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI (2018)
angka kejadian gastritis dibeberapa kota di Indonesia ada yang tinggi
mencapai 81,6% yaitu di kota Medan, dibeberapa kota lainnya seperti
Surabaya 31,2%, Denpasar 46%, Jakarta 50%, Bandung 32,5%,
Palembang 35,5%, Aceh 31,7%, dan Pontianak 31,2% (Depkes RI, 2018).
Sedangkan di Provinsi Riau, setiap tahunnya gastritis masuk kedalam
kategori 10 penyakit terbesar, berdasarkan data dari Dinas Kesehatan
Provinsi Riau penyakit gastritis pada tahun 2018 dengan jumlah sebesar
13.471 kasus (3,7%) (Dinkes Provinsi Riau, 2018).
Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Tanpa
jumlah tidur dan istirahat yang cukup,kemampuan untuk berkonsentrasi
dan beraktivitas akan menurun serta meningkatkan iritabilitas (Potter &
Perry, 2003). Tidur adalah status perubahan kesadaran ketika persepsi dan
reaksi individu terhadap lingkungan menurun. Tidur dikarakteristikkan
dengan aktivitas metabolisme tubuh menurun (Choppra, 2003), tingkat
kesadaran yang bervariasi, perubahan proses fisiologis tubuh, dan
penurunan respons terhadap stimulus eksternal (Wahid, 2007). Pola
istirahat dan tidur yang biasa dari seorang yang masuk rumah sakit atau
fasilitas pelayanan kesehatan lain dengan mudah dipengaruhi oleh
penyakit atau rutinitas pelayanan kesehatan yang tidak dikenal.
(Potter & Perry, 2005). Manusia menggunakan sepertiga waktu
dalam hidup untuk tidur. Datahasil polling tidur di Amerika oleh NSF
didapat bahwa ternyata wanita lebih 2 banyak mengalami gangguan tidur
dibandingkan dengan laki – laki, yaitu 63% : 54% (National Sleep
Foundation, 2007). Orang Lanjut Usia (Lansia), menurut defenisi World
Health Organization(WHO), adalah orang usia 60 tahun ke atas yang
terdiri dari (1) usia lanjut (elderly) 60-74 tahun, (2) usia tua (old) 75-90
tahun, dan (3) usia sangat lanjut (very old) diatas 90 tahun ( Raharja,
2013). Indonesia meupakan salah satu negara berkembang yang jumlah
penduduknya berusia 60 tahun keatas semakin meningkat dari tahun ke
tahun. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS)
Tidur merupakan suatu proses otak yang dibutuhkan oleh
seseorang untuk dapat berfungsi dengan baik dan merupakan salah satu
aspek yang dapat berpengaruh pada kualitas hidup manusia. Terdapat
perbedaan pola tidur pada lansia dibandingkan dengan usia muda
(Prayitno, 2002). Pada kelompok usia lanjut, kebutuhan tidur akan
berkurang dan mereka cenderung lebih mudah bangun dari tidurnya. Pada
usia 12 tahun kebutuhan untuk tidur adalah 9 jam, berkurang menjadi 8
jam pada usia 20 tahun, 7 jam pada usia 40 tahun, 6 jam setengah pada
usia 60 tahun dan 6 jam pada usia 80 tahun (Prayitno, 2002). Universitas
Sumatera Utara.
Dengan bertambahnya jumlah lansia, maka jumlah permasalahan
pada lansia juga akan bertambah. Lebih dari 80% penduduk usia lanjut
menderita penyakit fisik yang mengganggu fungsi mandirinya. Sejumlah
30% pasien yang menderita sakit fisik tersebut menderita kondisi
komorbid psikiatrik, terutama depresi dan ansietas . Sebagian besar usia
lanjut yang menderita penyakit fisik dan gangguan mental tersebut
menderita gangguan tidur (Prayitno, 2002). Gangguan tidur pada lansia
cukup tinggi yaitu sekitar 67% dan yang paling sering ditemukan adalah
insomnia. Gangguan juga terjadi pada dalamnya tidur sehingga lansia
sangat sensitif terhadap stimulus lingkungan. Selama tidur malam,
seseorang dewasa muda normal akan terbangun sekitar 2-4 kali. Hal ini
berbeda dengan lansia yang lebih sering terbangun (Amir, 2007).
B. Tujuan umum
1. Tujuan umum
Studi kasus untuk mengetahui proses pengkajian, Analisa data,
penegakan diagnosa, perencanaan, pelaksanaan, mendokumentasi dan
evaluasi terhadap fungsi kognitif pada lansia dengan hipertensi pada
gangguan pola tidur dan gaskritis pada Ny. J di jalan rahmat Rt 02, Rw
03, pematang Rebah.
2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui proses pengkajian fungsi kognitif pada lansia dengan
hipertensi pada gangguan pola tidur.
2. Mengetahui proses Analisa data pada lansia dengan hipertensi
pada gangguan pola tidur dan gaskritis
3. Manpu menegakkan Diagnosa secara benar berdasarkan data yang
di kaji pada lansia degan dengan hipertensi pada gangguan pola
tidur dan gaskritis.
4. Mampu merencanakan tindakan perawatan secara tepat pada lansia
dengan dengan hipertensi pada gangguan pola tidur dan gaskritis.
5. Mampu melaksanakan Asuhan Keperawatan sesuai dengan
masalah yang ditemukan pada lansia dengan dengan hipertensi
pada gangguan pola tidur dan gaskritis.
6. Melakukan Evaluasi terhadap tindakan keperawatan pada lansia
dengan dengan hipertensi pada gangguan pola tidur dan gaskritis.
C. Ruang Lingkup
Lingkup waktu dan Tempat Asuhan Keperawatan Keluarga Lansia
pada Keluarga Ny.J dengan masalah utama hipertensi pada Ny. J di jalan
rahmat Rt 02, Rw 03, pematang Rebah dilaksanakan selama 2 hari yaitu
mulai 5 januari 2021 sampai 6 januari di jalan rahmat Rt 02, Rw 03 Lingkup
kasus Asuhan Keperawatan Keluarga Lansia pada Keluarga Ny. J dengan
masalah utama Hipertensi pada gangguan pola tidur dan gaskritis Ny. J di
di jalan rahmat Rt 02, Rw 03.
BAB II
TIN JAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Keperawatan Keluarga
1. Definisi Keperawatan Keluarga
Pengertian Keluarga Komang (2012) mengungkapkan bahwa keluarga
merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala
keluarga dan beberapaorang yang berkumpul dan tinggal di suatu
tempat di bawh satu atap dalam keadaan saling ketergantungan.
Komang (2012) menerangkan keluarga meliputi 5 sifat, yaitu
a. Keluarga merupakan unit suatu sistem
b. Setiap anggota keluargadapat atau tidak dapat saling
berhubungan atau dapat dan tidak selalu tinggal dalam
satu atap.
c. Keluarga dapat mempunyai anak ataupn tidak mempunyai
anak.
d. Terdapat komitmen dan saling melengkapi antar anggota
keluarga.
e. Keluarga mempertahankan fungsinya secara konsisten
terhadap perlindungan, kebutuhan hidup dan sosialisasi
2. Tipe Keluarga
Keluarga yang memerlukan pelayanan kesehatan berasal dari
berbagai macam pola kehidupan. Sesuai dengan perkembangan sosial
maka tipe keluarga berkembang mengikutinya. Agar dapat mengupayakan
peran serta keluarga dalam meningkatkan derajat kesehatan maka perawat
perlu mengetahui berbagai tipe keluarga.
Tipe-tipe keluarga menurut Maclin (1988) dalam Komang (2012) :
a. Keluarga Tradisional
1. Keluarga inti adalah keluarga yang terdiri dari suami, istri dan
anak-anak yang hidup dalam rumah tangga yang sama
2. Keluarga dengan orang tua tunggal yaitu keluarga hanya dengan
satu orang yang mengepalai akibat dari perceraian, pisah atau
ditingalkan.
3. Pasangan inti, hanya terdiri dari suami dan istri saja, tanpa anak
atau tidak ada anak yang tinggal bersama mereka.
4. Bujang dewasa yang tinggal sendirian.
5. Pasangan usia pertengahan atau lansia, suami sebagai pencari
nafkah, istri tinggal di rumah dengan anak sudah kawin atau
bekerja.
6. Jaringan keluarga besar : terdiri dari dua keluarga inti atau lebih
atau anggota keluarga yang tidak menikah hidup berdekatan dalam
daerah geografis.
b. Keluarga non Tradisional
1. Keluarga dengan orang tua yang mempunyai anak tetapi tiak
menikah (biasanya terdiri dari ibu dan anak saja)
2. Pasangan suami istri yang tidak menikah dan telah mempunyai
anak
3. Keluarga gay/lesbian adalah pasangan yang berjens kelamin sama
hidup bersama sebagai pasangan yang menikah.
4. Pasangan komuni adalah rumah tangga yang terdiri lebih dari satu
pasangan monogami dengan anak-anak, secara bersama
menggunakan fasilitas, sumber dan memiliki pengalaman yang
sama.
3. Struktur Keluarga
Suprajitno (2012), menyatakan tentang struktur keluarga,
gambaran keluarga melaksanakan fungsi keluarga di masyarakat
sekitarnya, dan empat elemen struktur keluarga, yaitu :
a. Struktur peran keluarga, menggambarkan peran masing-masing
anggota keluarga dalam keluarga sendiri dan perannya
dilingkungan masyarakat atau peran formal dan informal.
b. Nilai atau norma keluarga, menggambarkan nilai dan norma yang
dipelajari dan diyakini oleh keluarga, khususnya yang berhubungan
dengan kesehatan.
c. Pola komunikasi keluarga, menggambarkan bagaimana cara dan
pola komunikasi ayah-ibu (orang tua), orang tua dengan anak, anak
dengan anak, dan anggota keluarga lain (pada keluarga besar)
dengan keluarga inti. Struktur kekuatan keluarga, menggambarkan
kemampuan anggota keluarga untuk mempengaruhi dan
mengendalikan orang lain untuk mengubah perilaku keluarga yang
mendukung kesehatan.
4. Fungsi Keluarga
Fungsi keluarga menurut Komang (2012) merupakan hasil atau
konsekuensi dari struktur keluarga atau sesuatu tentang apa yang
dilakukan oleh keluarga. Ada beberapa fungsi keluarga yang
diungkapkan oleh, yaitu :
a. Fungsi afektif adalah fungsi keluarga yang utama untuk
mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota
keluarga berhubungan dengan orang lain.
b. Fungsi sosialisasi adalah fungsi mengembangkan dan tempat
melatih anak untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan
rumah untuk berhubungan dengan orang lain diluar rumah.
c. Fungsi biologis adalah fungsi untuk mempertahankan generasi
dan menjaga kelangsungan keluarga.
d. Fungsi ekonomi adalah keluarga berfungsi untuk memenuhi
kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat untuk
mengembangkan kemampuan individu dalam meningkatkan
penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
e. Fungsi perawatan/ pemeliharaan kesehatan adalah fungsi untuk
mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar
tetap memiliki produktivitas tinggi
f. Fungsi psikologis adalah fungsi untuk memberikan rasa aman,
memberikan perhatian diantara anggota keluarga dan membina
pendewasaan kepribadian anggota keluarga dan memberikan
identitas keluarga.
g. Fungsi pendidikan adalah fungsi keluarga dalam memberikan
pengetahuan, ketrampilan, membentuk perlaku
anak,mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa,mendidik
anak sesuai dengan tingkatan perkembangannya.
B. Jenis Hipertensi
Jenis-jenis hipertensi menurut (Aspiani, 2015), yaitu
sebagai berikut:
1. Hipertensi primer
Hipertensi primer adalah hipertensi yang belum diketahui
penyebabnya. Hipertensi primer diperkirakan disebabkan oleh
faktor berikut ini:
a. Faktor keturunaan
Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki
kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi
jika orang tuanya adalah penderita hipertensi.
b. Ciri perseorangan
Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya
hipertensi adalah umur (jika umur bertambah maka tekanan
darah meningkat), jenis kelamin (pria lebih tinggi dari
perempuan), dan ras (ras kulit hitam lebih banyak dari kulit
putih).
a. Kebiasaan hidup
Kebiasaan hidup sering menyebabkan timbulnya
hipertensi adalah mengonsumsi garam yang tinggi (lebih
dari 30 g), kegemukan atau makan berlebih, stress,
merokok, minum alkohol, minum obat-obatan (efedrin,
prednison, epinefrin).
c. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder terjadi akibat penyebab yang jelas. Salah satu
contoh hipertensi sekunder adalah hipertensi vaskular renal, yang
terjadi akibat stenosis arteri renalis. Stenosis arteri renalis
menurunkan aliran darah ke ginjal sehingga terjadi pengaktifan
baroreseptor ginjal, perangsangan pelepasan renin, dan pembentukan
angiostensin II. Angiostensin II secara langsung meningkatkan
tekanan darah, dan secara tidak langsung meningkatkan sintesis
anstenosis, atau apabila ginjal yang terkena diangkat, tekana darah
akan kembali normal.Penyebab lain dari hipertensi sekunder, antara
lain feokromositoma, yaitu tumor penghasil epinefrin di kelenjar
adrenal, yang menyebabkan peningkatan kecepatan denyut jantung
dan volume sekuncup, dan penyakit Cushing, yang menyebabkan
peningkatan CRT karena hipersensitivitas sistem saraf simpatis
aldosteronisme primer (peningkatan aldosterone tanpa diketahui
penyebabnya) dan hipetensi yang berkaitan dengan kontrasepsi oral
juga dianggap sebagai kontrasepsi sekunder.
C. Etiologi Hipertensi
Menurut (Aspiani, 2015), menyatakan penyebab hipertensi
pada lanjut usia karena terjadi perubahan pada elastisitas dinding
aorta menurun, katup jantung menebal dan menjadi kaku,
kemampuan jantung memompa darah, kehilangan elastisitas
pembuluh darah, dan meningkatkan resistensi pembuluh darah
pada perifer. Setelah usia 20 tahun kemampuan jantung memompa
darah menurun 1% tiap tahun sehingga menyebabkan menurunya
kontraksi dan volume. Elastisitas pembuluh darah menghilang
karena terjadi kurangnya efektivitas pembuluh darah perifer untuk
oksigenasi. Menurut (Aspiani, 2015), beberapa faktor yang
mempengaruhi terjadinya hipertensi adalah sebagai berikut:
1. Generik : respon neurologi terhadap stress atau kelainan
eksrkresi atau transport Na
2. Obesitas : terkait dengan tingkat insulin yang tinggi yang
mengakibatkan tekanan darah meningkat
3. Stress karena lingkungan
4. Hilangnya elastisitas jaringan dan arterosklerosis pada
orang tua serta pelebaran pembuluh darah
D. Klasifikasi
Klasifikasi Tekanan DarahPada orang Dewasa Sebagai Patokan dan
Diagnosis Hipertensi (mmHg).
Kategori Diastolik Sistolik
Normal <130 mmHg <85 mmHg
130-139 mmHg 85-89 mmHg
Prehipertensi
Hipertensi:
Derajat 1: Ringan 140/159mmHG 90-99 mmHg
berat
Sumber: (Aspiani, 2015) dalam Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan
Kardiovakuler Aplikasi NIC & NOC
E. Patofisiologi Hipertensi
Menurut (Aspiani, 2015), mekanisme yang mengontrol
kontriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat vasomotor
padamedulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jarak saraf
simpatis, yang berlanjut kebawah ke korda spinalis dan keluar dari
kolumna medulla spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan
abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk
impuls yang bergerak kebawah melalui sistem saraf simpatis ke
ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron pre-ganglion melepaskan
asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke
pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin
mengakibatkankontriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti
kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respons pembuluh
darah terhadap rangsangan vasokonstiktor.
Klien dengan hipetensi sangat sensitive terhadap norepinefrin,
meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut dapat
terjadi. Pada saat bersamaan ketika sistem saraf simpatis
merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi,
kelenjar adrenal juga terangsang mengakibatkan tambahan
aktivitas vasokontriksi. Medulla adrenal menyekresi epinefrin yang
menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal menyekresi kortisol
dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons
vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, yang
menyebabkan pelepasan renin.Renin yang dilepaskan merangsang
pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi
angiotensin II, vasokonstriktor kuat, yang pada akhirnya
merangsang sekresi aldosterone oleh korteks adrenal.
Hormone ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus
ginjal, menyebabkan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut
cenderung mencetuskan hipertensi (Sudarth & Brunner, 2002).
G. Komplikasi Hipertensi
Menurut (Aspiani, 2015), ada beberapa komplikasi dari
hipertensi yaitu sebagai berikut:
1. Stroke dapat terjadi akibat hemoragik akibat tekanan darah
tinggi di otak, atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh
selain otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi
pada hipertensi kronis apabila arteri yang mempedarahi otak
mengalami hipertrofi dan penebalan, sehingga aliran darah
kearea otak yang diperdarahi berkurang. Arteri otakyang
mengalami arterosklerosis dapat melemah sehingga
meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma.
2. Infark miokard dapat terjadi apabila arteri coroner yang
arterosklerotiktidak dapat menyuplai cukup oksigen ke
miokardium atau apabila terbentuk trombus yang menghambat
aliran darah melewati pembuluh darah. Pada hipertensi kronis
dan hipertrofi ventrikel, kebutuhan oksigen miokardium
mungkin tidak dapat dipenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung
yang menyebabkan infark. Demikian juga dengan hipertrofi
ventrikel dapat menyebabkan perubahan waktu hantaran listrik
melintasi ventrikel sehingga terjadi disritmia, hipoksia jantung,
dan peningkatan resiko pembentukan bekuan.
3. Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif
akibattekanan tinggi pada kapiler glomelurus ginjal. Dengan
rusaknya glomelurus aliran darah ke nefronakan terganggu dan
dapat berlanjut menjadi hipoksik dan kematian. Dengan
rusaknya membranglomerulus, protrin akan keluar melaluiurine
sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang dan
menyebabkan edema, yang sring dijumpai pada hipertensi
kronis.
4. Kerusakan otak atau esenfalopati dapat terjadi terutama pada
hipertensi maligna (hipertensi yang meningkat cepat dan
berbahaya). Tekanan yag sangat tinggi pada kelainan ini
menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong
cairan ke ruang interstisial di seluruh susunan saraf pusat.
Neuron disekitarnya kolaps dan terjadi koma serta kematian.
5. Kejang dapat terjadi pada wanita preeklamsia. Bayi yang lahir
mungkin memiliki berat lahir kecil akibat perfusi plasenta yang
tidak adekuat, kemudian dapat mengalami hipoksia dan
asidosis jika ibu mengalami kejang selama atau sebelum proses
persalinan.
I. Penatalaksanaan Hipertensi
Penatalaksanaan hipertensi ada dua (2) yaitu sebagai berikut:
1. Farmakologi
Terapi obat pada penderita hipertensi dimulai dengan
salahsatu obat berikut:
e. (Berhenti merokok)
2. Tahap II
Seluruh tubuh kita seperti berada pada
tahap tidur yang lebih dalam. Tidur
masih mudah dibangunkan, meskipun
kita benar-benar berada dalam keadaan
tidur. Periode tahap 2 berlangsung dari
10 sampai 40 menit. Kadang-kadang
selama tahap tidur 2 seseorang dapat
terbangun karena sentakan tiba-tiba dari
ektremitas tubuhnya. Ini normal,
kejadian sentakan ini, sebagai akibat
masuknya tahapan REM.
3. Tahapan III
Pada tahapan ini kecepatan jantungdan
pernapasan serta proses tubuh berlanjut
mengalai penurunan akibat dominasi
sistem saraf parasimpatis. Seseorang
lebih sulit dibangunkan. Gelombang
otak menjadi tertur dan terdapat
penambahan delta lambat.
4. Tahap IV
Tahap ini merupakan tahap tidur
dalamyang ditandai dengan
rekomendasi gelombang delta yang
lambat. Kecepatan jantung dan
pernapasan turun. Selama tidur
seseorang mengalami sampai 4 sampai
6 kali suklus tidur dalam waktu 7
sampai 8 jam. Siklus tidur sebagian
besar merupakan tidur NREM dan
berakhir dengan tidur REM.
4. Klasifikasi
Menurut Muttaqin (2011), klasifikasi gastritis dibagi menjadi 2,
yaitu :
a. Gastritis Akut Gastritis akut adalah inflamasi akut mukosa lambung
pada sebagian besar merupakan penyakit ringan dan sembuh
sempurna. Salah satu bentuk gastritis yang manifestasi klinisnya
adalah :
1. Gastritis akut erosive, disebut erosive apabila kerusakan yang
terjadi tidak lebih dalam dari pada mukosa muscolaris (otot-otot
pelapis lambung).
2. Gastritis akut hemoragik,disebut hemoragic karena pada penyakit
ini akan dijumpai perdarahan mukosa lambung yang
menyebabkan erosi dan perdarahan mukosa lambung dalam
berbagai derajat dan terjadi erosi yang berarti hilangnya
kontinuitas mukosa lambung pada beberapa tempat, menyertai
inflamasi pada mukosa lambung tersebut.
b. Gastritis KronisGastritis kronis adalah suatu peradangan mukosa
lambung yang bersifat menahun. Gastritis kronis diklasifikasikan
dengan tiga perbedaan yaitu:
1. Gastritis superficial, dengan manifestasi kemerahan,edema, serta
perdarahan dan erosi mukosa.
2. Gastritis atrofik, dimana peradangan terjadi diseluruh lapisan
mukosa pada perkembangannya dihubungkan dengan ulkus dan
kanker lambung, serta anemia pernisiosa. Hal ini merupakan
karakteristik dari penurunan jumlah sel parietal dan sel chief.
3. Gastritis hipertrofik, suatu kondisi dengan terbentuknya nodul-
nodul pada mukosa lambung yang bersifat ireguler, tipis, dan
hemoragik.
5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis bervariasi mulai dari keluhan ringan hingga
muncul perdarahan saluran cerna bagian atas bahkan pada beberapa pasien
tidak menimbulkan gejala yang khas. Manifestasi gastritis akut dan kronik
hampir sama, seperti anoreksia, rasa penuh, nyeri epigastrum, mual dan
muntah, sendawa, hematemesis (Suratun dan Lusianah, 2010).
Tanda dan gejala gastritis adalah :
a. Gastritis Akut1)Nyeri epigastrum, hal ini terjadi karena adanya
peradangan pada mukosa lambung.
1. Mual, kembung, muntah, merupakan salah satu keluhan yang sering
muncul. Hal ini dikarenakan adanya regenerasi mukosa lambung
yang mengakibatkan mual hingga muntah. Ditemukan pula
perdarahan saluran cerna berupa hematesis dan melena, kemudian
disusul dengan tanda-tanda anemia pasca perdarahan.
b. Gastritis Kronis.
Pada pasien gastritis kronis umumnya tidak mempunyai keluhan. Hanya
sebagian kecil mengeluh nyeri ulu hati, anoreksia, nause dan pada
pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan.
6. Komplikasi
Komplikasi penyakit gastritis menurut Muttaqin & Sari (2011) antara lain :
a. Pendarahan saluran cerna bagian atas yang merupakan kedaruratan medis
b. Ulkus peptikum, jika prosesnya hebat
c. Gangguan cairan dan elektrolit pada kondisi muntah berat.
d. Anemia pernisiosa, keganasan lambung
7. Penatalaksanaan
Pengobatan pada gastritis menurut Dermawan (2010) meliputi :
a. Antikoagulan : Bila ada perdarahan pada lambung.
b. Antasida : Pada gastritis yang parah, cairan dan elektrolit diberikan
intravena untuk mempertahankan keseimbagan cairan sampai gejala-
gejala mereda, untuk gastritis yang tidak parah diobati dengan antasida
dan istirahat.
c. Histonin : Ranitidin dapat diberikan untuk menghambat pembentukan
asam lambung dan kemudian menurunkan iritasi lambung.
d. Sulcralfate : Diberikan untuk melindungi mukosa lambung dengan cara
menyeliputinya, untuk mencegah difusi kembali asam dan pepsin yang
menyebabkan iritasi.
e. Pembedahan : Untuk mengangkat gangrene dan perforasi.
f. Gastrojejunuskopi/ reseksi lambung : Mengatasi obstruksi pilorus.
g. Penatalaksanaan pada gastritis secara medis menurut Smeltzer (2001)
meliputi : Gastritis akut diatasi dengan menginstruksikan pasien untuk
menghindari alkohol dan makanan sampai gejala berkurang. Bila pasien
mampu makan melalui mulut, diet mengandung gizi dianjurkan. Bila
gejala menetap, cairan perlu diberikan secara parenteral. Bila perdarahan
terjadi, maka penatalaksanaan adalah serupa dengan prosedur yang
dilakukan untuk hemoragik saluran gastrointestinal atas.
tidur.
2. Nyeri Setelah a. Observasi tingkat a. Mengidentifikasi
berhubungan dilakukan nyeri klien secara nyeri untuk
dengan iritasi intervensi selama konferhensif baik melakukan
mukosa 2x24 jam meliputi frekuensi, intervensi.
lambung diharapkan nyeri lokasi, intensitas, b. Mengetahui
sekresi asam dapat berkurang. reaksi. perkembangan
lambung b. Observasi TTV kondisi klien.
bikarbonat c. Ajarkan teknik c. Mengurangi rasa
yang naik relaksasi nafas nyeri yang
turun di tandai dalam. dirasakan.
dengan nyeri d. Edukasi klien d. Membantu
pada ulu hati untuk memberikan menjaga klien
saat pagi hari suasana nyaman. dan mengambil
dan malam e. Jelaskan sebab- keputusan.
hari nyeri yang sebab nyeri kepada e. Memberikan
dirasakan klien. informasi kepada
seperti diremas f. Anjurkan Pasien klien tentang
remas dan untuk menghindari nyeri yang
nyeri hilang makanan yang dirasakan.
timbul dapat menaikan f. Membantu
asam lambung/ mengurangi nyeri
pantangan yang dirasakan.
pantangan
makanan
3. Gangguan Setelah a. Pelaksanaan a. Istirahat dapat
nyaman nyeri dilakukan tirah baring mengurangi
sakit kepala tindakan selama fase kebutuhan tubuh
berhubungan keperawatan akut terhadap oksigen
dengan selama 2x24 jam b. Beri tindakan b. Mengajarkan
peningkatan Terjadi non farmakologik tehnik relaksasi
tekanan darah penurunan untuk c. Vosokomstriksi
ditandai tekanan darah menghilangkan akan
dengan ny.j dengan kriteria nyeri mengakibatkan
mengatakan hasil : c. Meminimalkan pengurangan
sakit dan nyeri sakit kepala aktivitas suplai oksigen
kepala dan berkurang vosokonstriksi dalam darah
merasa lemah TD= yang dapat d. Meningkatkan
pada saat 140/60 mmHg meningkatkan pengetahuan
melakukan
nyeri kepala, klien dalam
aktivitas.
missal: mengobati
membungkuk penyakit
Implementasidan Evaluasi