a. Pengertian Nikah
Nikah secara bahasa berarti “himpunan” (adh-dhamm)
“kumpulan” (al-jam’u), atau ”hubungan intim” (al-wath’u). Secara
denotatif , kata “nikah” digunakan untuk merujuk makna “akad”,
sedang secara konotatif ia merujuk pada makna “hubungan intim”.
Kawin (zawaj) bermakna ‘persambungan ‘ (al-iqtiran), seperti
disebutkan Allah Swt. “kumpulkanlah orang-orang yang dzolim
beserta teman sejawat (azwaj) mereka,” (Q.S Ash-Shaffat[37]:22).
Nikah secara syar’i adalah akad yang membolehkan
hubungan intim dengan menggunakan kata ‘menikahkan’,
‘mengawinkan’ atau terjemah keduanya.
Nikah juga dapat diartikan sebagai suatu akad yang
menghalalkan pergaulan antara seorang laki-laki dan perempuan yang
bukan muhrim dan menimbulkan hak dan kewajiban antara keduanya.
Dalam pengertian luas, pernikahan adalah suatu ikatan lahir
antara dua orang, laki-laki dan perempuan, untuk hidup bersama dalam
suatu rumah tangga yang dilangsungkan menurut ketentuan-ketentuan
syariat Islam.
C. Hukum Pernikahan
Jumhur Ulama menetapkan hukum menikah menjadi lima, yaitu:
1. Mubah
Hukum asal pernikahan adalah mubah. Hukum ini berlaku bagi
seseorang yang tidak terdesak oleh alasan-alasan yang mewajibkan
nikah atau mengharamkannya.
2. Sunnah
Hukum ini berlaku bagi seseorang yang memiliki bekal untuk
hidup berkeluarga, mampu secara jasmani dan rohani untuk
menyongsong kehidupan berumah tangga dan dirinya tidak khawatir
terjerumus dalam praktik perzinaan atau muqaddimahnya ( hubungan
lawan jenis dalam bentuk apapun yang tidak sampai pada praktik
perzinaan).
3. Wajib
Hukum ini berlaku bagi siapapun yang telah mencapai
kedewasaan jasmani dan rohani, memiliki bekal untuk menafkahi istri,
dan khawatir dirinya akan terjerumus dalam perbuatan keji zina jika
hasrat kuatnya untuk menikah tak diwujudkan.
4. Makruh
Hukum ini berlaku bagi seseorang yang belum mempunyai
bekal untuk menafkahi keluarganya, walaupun dirinya telah siap secara
fisik untuk menyongsong kehidupan berumah tangga, dan ia tidak
khawatir terjerumus dalam praktik perzinaan sehingga datang waktu
yang paling tepat untuknya. Untuk seseorang yang mana nikah
menjadi makruh untuknya, disarankan memperbanyak puasa guna
meredam gejolak syahwatnya. Kala dirinya telah memiliki untuk
menafkahi keluarga, ia diperintahkan untuk segera menikah.
5. Haram
Hukum ini berlaku bagi seseorang yang menikah dengan
tujuan menyakiti istrinya, mempermainkan secara memeras hartanya.
“ Dari Aisyah ra. Dari Nabi, beliau bersabda, ‘ Tidak sah suatu
pernikahan, kecuali dengan adanya wali dan dua orang saksi Syang
adil’. “(HR. Ahmad dam Baihaki)
Perlunya Dua Orang Saksi dalam Pernikahan:
1. Untuk menjaga apabila ada tuduhan atau kecurigaan polisi atau
orang lain terhadap pergaulan mereka.
2. Untuk menguatkan janji mereka berdua begitu pula terhadap
keturuanannya.
3. Ijab dan Qobul
Ijab yaitu ucapan wali (dari pihak perempuan) atau wakilnya
sebagai penyerahan kepada pihak penganten laki-laki.
Qobul yaitu ucapan pengantin laki-laki atau wakilnya sebagai
tanda penerimaan. Adapun ucapan ijab dan qobul adalah sebagai
berikut:
a. Ijab dari wali atau orang tua pengantin perrempuan kepada
pengantin laki-laki “aku nikahkan engkau dengan Fatimah anakku
dengan maskawin seribu rupiah tunai”. Qobul dari pengantin laki-
laki: “ Aku terima nikahnya Fatimah binti Ahmad dengan
maskawin seribu rupiah tunai.”
b. Bila ijab diucapkan oleh wakil wali kepada pengantin laki-laki:
“Aku kawinkan engkau dengan Fatimah binti Ahmad yang telah
mewakilkan kepadaku dengan maskawin seribu rupiah tunai.”
Qobul dari pengantin laki-laki seperti lafal Qabul yang tersebut
pada poin a.
c. Bila ijab diucapkan wali sendiri kepada wakil calon suami
(pengantin laki-laki): “Aku nikahkan Fulan yang mewakilkan
kepadamu dengan Fatimah anakku dengan maskawin seribu
rupiah tunai.” Qabul dari wakil pengantin laki-laki: “Aku terima
nikahnya Fatimah binti Ahmad untuk Fulan yang mewakilkan
kepadaku dengan maskawin seribu rupiah tunai.”
d. Bila ijab diucapkan oleh wakil kepada wakil calon suami
(pengantin laki-laki): “Aku nikahkan Fulan yang mewakilkan
kepadamu dengan Fatimah binti Ahmad seribu rupiah tunai.”
Qabul dari pengantin laki-laki seperti tersebut di atas pada poin c.
4. Mahar
Mahar atau maskawin hukumnya adalah wajib, karena
termasuk syarat nikah. Akan tetapi menyebutkan maskawin dalam
pernikahan hukumnya adalah sunah. Firman Firman Alloh Swt.: