Anda di halaman 1dari 41

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Remaja
1. Definisi Remaja
Remaja dalam ilmu psikologis juga diperkenalkan
dengan istilah lain seperti puberteit, adolescence
dan youth. Dalam bahasa Indonesia sering pula
dikaitkan pubertas atau remaja. Remaja merupakan
suatu fase perkembangan antara masa kanak kanak dan
masa dewasa berlangsung antara usia 12 sampai 21
tahun. Masa remaja terdiri dari masa remaja awal usia
12-15 tahun, masa remaja pertengahan usia 15-18
tahun, dan masa remaja akhir usia 18-21 tahun (Monks,
et al. 2002). Masa remaja disebut juga sebagai
periode perubahan tingkat perubahan dalam sikap, dan
perilaku selama masa remaja sejajar dengan perubahan
fisik (Hurlock, 2004).
2. Ciri-ciri Masa Remaja
Masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang
membedakan dengan periode sebelum dan sesudahnya.
Gunarsa (2001) menyatakan ciri-ciri tertentu yaitu:
a. Masa remaja sebagai periode yang penting.
b. Masa remaja sebagai periode peralihan.
c. Masa remaja sebagai periode perubahan.
d. Masa remaja sebagai periode bermasalah.
e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas.
f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan
ketakutan.
g. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa.

3. Tahap Perkembangan Remaja


Menurut tahap perkembangan masa remaja dibagi
menjadi tiga tahap, yaitu :
a. Masa remaja awal (12-15 tahun) dengan ciri khas
antara lain :
1) Lebih dekat dengan teman sebaya.
2) Ingin bebas.
3) Lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan
mulai berpikir abstrak.
b. Masa remaja tengah (15-18 tahun), dengan ciri khas
antara lain :
1) Mencari identitas diri.
2) Timbulnya keinginan untuk kencan.
3) Mempunyai rasa cinta yang mendalam.
4) Mengembangkan kemampuan berpikir abstrak.
5) Berkhayal tentang aktifitas seks.
c. Masa remaja akhir (18-21 tahun), dengan ciri khas
antara lain :
1) Pengungkapan identitas diri.
2) Lebih selektif dalam mencari teman sebaya.
3) Mempunyai citra jasmani dirinya.
4) Dapat mewujudkan rasa cinta
5) Mampu berfikir abstrak
4. Perkembangan Fisik Remaja
Karakteristik Remaja
Menurut Makmun (2003) karakteristik perilaku dan
pribadi pada masa remaja terbagi kedalam dua kelompok
yaitu remaja awal (11-13 tahun dan 14-15 tahun) dan
remaja akhir (18-20 tahun) meliputi aspek :

a. Fisik laju perkembangan secara umum berlangsung


pesat, proporsi ukuran tinggi, berat badan Sering
kali seimbang dan munculnya ciri-ciri sekunder.
b. Psikomotor gerak-gerik tampak canggung dan kurang
terkoordinasikan serta aktif dalam berbagai jenis
cabang permainan.
c. Bahasa berkembangnya penggunaan bahasa sandi dan
mulai tertarik mempelajari bahasa asing,
d. menggemari literatur yang bernafaskan dan
mengandung segi erotik, fantastik dan estetik.
e. sosial, keinginan menyendiri dan bergaul dengan
banyak teman tetapi bersifat temporer, serta
adanya ketergantungan yang kuat kepada kelompok
sebaya disertai semangat konformitas yang tinggi.
f. Perilaku kognitif
1) Proses berfikir sudah mampu mengoperasikan
kaiah-kaidah logika formal. (asosiasi
diferensiasi komparasi kausalitas) yang bersifat
abstrak, meskipun relative terbatas.
2) Kecakapan dasar intelektual menjalani laju
perkembangan yang terpesat.
3) Kecakapan dasar khusus (bakat) mulai menunjukkan
kecenderungan-kecenderungan yang
4) lebih jelas.
g. Moralitas
1) Adanya ambivalensi antara keinginan bebas dari
dominasi pengaruh orang tua dengan kebutuhan dan
bantuan dari orang tua.
2) Sikapnya dan cara berfikirnya yang kritis mulai
menguji kaidah-kaidah atau sistem nilai etis
dengan kenyataannya dalam perilaku sehari-hari
oleh para pendukungnya.
3) Mengidentifikasi dengan tokoh moralitas yang
dipandang tepat dengan tipe idolanya.
B. Kecemasan

1. Pengertian
Cemas dalam bahasa latin “anxius” dan dalam
bahasa Jerman “angst” kemudian menjadi “anxiety”
yang berarti kecemasan, merupakan suatu kata yang
dipergunakan oleh Freud untuk menggambarkan suatu
efek negatif dan keterangsangan. Cemas mengandung
arti pengalaman psikis yang biasa dan wajar, yang
pernah dialami setiap orang dalam rangka memacu
individu untuk mengatasi masalah yang sedang
dihadapi sebaik – baiknya (Hawari, 2000).
Kecemasan (ansietas/ anxiety) adalah gangguan
alam perasaan (affectiv) yang ditandai dengan
perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang
mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami
gangguan dalam menilai realitas (Reality Testing
Ability), kepribadian masih tetap utuh, perilaku
dapat terganggu tetapi masih dalam batas – batas
normal. Ada segi yang disadari dari kecemasan itu
sendiri seperti rasa takut, tidak berdaya,
terkejut, rasa berdosa atau terancam, selain itu
juga segi – segi yang terjadi di luar kesadaran
dan tidak dapat menghindari perasaan yang tidak
menyenangkan (Jadman, 2001).

Cemas atau ansietas merupakan reaksi emosional


yang timbul oleh penyebab yang tidak spesifik
yang dapat menimbulkan perasaan tidak nyaman dan
merasa terancam. Keadaan emosi ini biasanya
merupakan pengalaman individu yang subyektif yang
tidak diketahui secara khusus penyebabnya. Cemas
berbeda dengan takut, seseorang yang mengalami
kecemasan tidak dapat mengidentifikasikan
ancaman. Cemas dapat terjadi tanpa rasa takut
namun ketakutan tidak terjadi tanpa kecemasan
(Kaplan HI & Sadock BJ, 1998).
2. Teori Predisposisi dan Presipitasi Kecemasan
Beberapa teori yang mengemukakan faktor
pendukung terjadinya kecemasan menurut Stuart dan
Sundeen (1998) antara lain:
a. Teori Psikoanalitik
Menurut pandangan psikoanalitic, kecemasan
terjadi karena adanya konflik yang terjadi
antara emosional elemen kepribadian yaitu id,
ego dan super ego. Id mewakili insting, super
ego mewakili hati nurani, sedangkan ego
mewakili konflik yang terjadi antara kedua
elemen yang bertentangan. Dan timbulnya
merupakan upaya dalam memberikan bahaya pada
elemen ego.
b. Teori Interpersonal
Menurut pandangan interpersonal kecemasan
timbul dari perasaan takut terhadap tidak
adanya penerimaan dan penolakan interpersonal.

c. Teori Behaviour
Berdasarkan teori behaviour (perilaku),
kecemasan merupakan produk frustrasi yaitu
segala sesuatu yang mengganggu kemampuan
seseorang untuk mencapai tujuan yang
diinginkan.
d. Teori Prespektif keluarga
Kajian keluarga menunjukkan pola interaksi
yang terjadi didalam keluarga kecemasan
menunjukkan adanya interaksi yang tidak
adaptif dalam sistem keluarga.
e. Teori Prespektif Biologis
Kesehatan umum seseorang menurut pandangan
biologis merupakan faktor predisposisi
timbulnya kecemasan.

Menurut Stuart & Sundeen (1998) faktor


pencetus (presipitasi) yang menyebabkan
terjadinya kecemasan antara lain:
a. Ancaman terhadap Integritas biologi seperti:
1) Penyakit

Berbagai penyakit fisik terutama yang


kronis yang mengakibatkan invaliditas dapat
menyebabkan stres pada diri seseorang,
misalnya : penyakit jantung, hati, kanker,
stroke dan HIV/AIDS.
2) Trauma fisik

3) Pembedahan

b. Ancaman terhadap Konsep Diri seperti:


Proses kehilangan, perubahan peran,
perubahan lingkungan, perubahan hubungan dan
Status sosial ekonomi.

Menurut Jhon M.Darley,et al,(1984) teori-teori


tentang kecemasan meliputi :
a. Psyhoanalytic Model
Menurut Sigmund freud, kecemasan
merupakan konsekuensi dari konflik
intrapsikis. Dalam teori psikoanalisa
Freud, dijelaskan bahwa manusia terdiri
dari 3 bagian, yaitu id, ego dan superego.
Id berisikan impuls-impuls dan dorongan,
superego dianalogikan dengan kesadaran
moral, yang diperoleh dari proses
sosialisasi dengan orang tua, kolega,
pemuka agama, dan lain-lain.
Freud (dalam Calvin S.Hall & Gardner
Lindzey ,1970) membedakan tiga macam
kecemasan, yakni kecemasan realitas,
kecemasan neurotik, dan kecemasan moral
atau perasaan-perasaan bersalah. Dari
ketiga tipe kecemasan tersebut, kecemasan
realitas atau rasa takut terhadap bahaya
nyata didunia luar merupakan intinya,
sedangkan kedua kecemasan lain merupakan
dampak dari kecemasan realitas ini.
Kecemasan neurotik merupakan rasa takut
seakan-akan insting-insting akan lepas dari
kendali, dan menyebabkan seseorang
melakukan sesuatu yang bisa membuatnya
dikenakan hukuman.
Kecemasan neurotic sebenarnya bukan
merupakan ketakutan terhadap insting-
insting itu sendiri, melainkan ketakutan
terhadap sesuatu yang mungkin terjadi
seperti hukuman jika suatu insting
dipuaskan. Kenyataan adalah dasar dari
kecemasan neurotic, misalnya orangtua dan
berbagai autoritas lain akan menghukum anak
bila ia melakukan tindakan-tindakan yang
dianggap salah.
Kecemasan moral dapat diartikan sebagai
perasaan takut yang berlandaskan suara
hati. Orang-orang yang superegonya
berkembang dengan baik cendrung akan
memiliki rasa bersalah, jika mereka
melakukan atau berniat melakukan sesuatu
yang bertentangan dengan nilai atau norma
moral pada komunitas mereka. Mereka dapat
mendengarkan bisikan suara hati. Sama
dengan kecemasan neurotik, kecemasan moral
juga berdasarkan realtas. Seseorang cemas
akan dihukum kembali, karena pengalaman
masa lalu dihukum karena pelanggaran norma.
Fungsi kecemasan adalah peringatan dini
bagi seseorang akan adanya bahaya. Ia
merupakan isyarat ego bahwa ia harus
melakukan tindakan-tindakan tepat, agar
bahaya itu tidak mengalahkannya. Menurut
Freud, kecemasan merupakan suatu kondisi
tertekan, dan merupakn suatu dorongan
seperti halnya lapar dan seks, namun ia
tidak berasal dari kondisi-kondisi jaringan
dalam tubuh, tetapi di stimuli oleh sebab-
sebab dari luar.
Apabila kecemasan muncul maka ia akan
termotivasi untuk melakukan sesuatu. Jadi
terdapat tiga kemungkinan, menanggulangi
impuls yang membahayakan atau menuruti
suara hati. Kecemasan yang tidak dapat
diatasi dengan tindakan-tindakan yang
efektif disebut traumatic. Ia akan
menjadikan seseorang dalam keadaan tak
berdaya, dan serba kekanak-kanakan.
Pada kenyataannya, prototipe dari semua
tipe kecemasan dimasa selanjutnya dimulai
dengan trauma kelahiran. Sejak bayi
(neonatus), seseorang menenrima berbagai
stimulus dari semua arah yang belum
dikenalnya, padahal ia belum memiliki
kemampuan menyesuaikan diri. Bayi
membutuhkan proteksi yaitu lingkungan yang
kondusif, agar egonya mempunyai kesempatan
untuk berkembang, hingga ia dapat menguasai
stimulus-stimulus tersebut yang berasal
dari lingkungannnya. apabila ego tidak
dapat mengatasi kecemasan yang tidak
realistis. Hal ini disebut sebagai
mekanisme pertahanan diri.
Mekanisme-mekanisme ini menurut
Christopher G.Ellison,& Jeffry S. Levin
(1998), melibatkan bermacam konstruk
tingkah laku dan psikososial antara lain :
(1) regulasi gaya hidup dan prilaku sehat,
(2) kemampuan sumber daya social, (3)
promosi terhadap diri yang positif, (4)
kemampuan sumber daya coping yang spesifik,
(5) memunculkan emosi positif lain, (6)
promosi keyakinan-keyakinan yang sehat, dan
(7) keberadaan dari suatu bioenergi untuk
penyembuhan.
b. Learning Model
ketika pakar psikologi eksperimental
memulai studi tentang kecemasan, mereka
menerjemahkan teori Freud ke dalam
bentukstimulus respons. Mereka menyimpulkan
bahwa kecemasan adalah otonomi yang
dipelajari atau merupakan respons internal.
Inilah yang menjadi dasar model ini. Hasil
eksperimen Pavlop dan Watson member
sumbangan yang berarti dalam teori ini,
dimana respons atau tingkah laku organisme
bisa dikondisikan, dan organisme bisa
memiliki respons tertentu melalui belajar
atau latihan.
Kecemasan atau ketakutan seseorang akan
muncul pada saat adanya stimulus yang tak
terkondisi (unconditioned stimulus),namun
setelah stimulus yang tak berkondisi,
lambat laun menjadi stimulus yang
berkondisi (conditioned stimulus). Oleh
karena itu terdapat dua kemungkinan,yaitu
kecemasan tersebut akan hilang karena
terjadi penghapusan respons, atau kecemasan
tersebut tetap akan berlanjut karena factor
organism yang bersangkutan. Model ini
mengisyaratkan bahwa hubungan stimulus
respons tidak selamanya berhubungan secara
langsung, namun dapat saja terjadi karena
dipengaruhioleh factor orang itu sendiri
sperti motivasi, minat, sikap, emosi dan
faktor kognitif lainnya.
c. Humanistic-Existensial Model
kaum ekstensialdan humanistik yakin bahwa
kecemasan terjadi karena kegagalan orang-
orang,dalam mengembangkan potensi dirinya
secara utuh untuk memenuhi tanggung
jawabnya. Kaum humanis berasusmsi bahwa
orang dimotivasi untuk mencapai aktualisasi
diri (sel-actualize), dan ini merupakan
realisasi dari pemenuhan pribadi (personal
fulfillment), sedangkan kaum eksistensialis
berasusmsi bahwa orang bertanggung jawab
untuk mencapai aktualisasi dirinya. Jika
upaya mencapai aktualisasi itu gagal maka
orang lain akan mengalami kecemasan.
d. Cognitif model
Kognisi sering diartikan sebagai proses
untuk merubah, mereduksi, memperinci,
meyimpan, mengungkapkan dan memakai setiap
masukan datang dari alat indra. Menurut
model ini setres merupakan transaksi antara
orang dengan lingkungan, yang dimediasi
oleh persepsi orang tersebut terhadp
tuntutan dan kemampuan coping-nya. Stres
melibatkan komposisi tiga elemen : (1)
peristiwa lingkungan yang mungkin atau
tidak mungkin berpotensi sebagai stressful,
(2) penilaian kognitif individu terhadap
peristiwa lingkungan apakah dianggap
berbahaya, mengancam, atau penuh tantangan,
dan (3) penilaian individu terhadap
ketercukupan sumber yang dimiliki, dan
kemampuan coping untuk menghadapi ancaman
atau tantangan.
Penilaian sekunder sangat membantu dalam
menentukan jenis respons menurut model ini
kecemasan muncul pada saat stressor
lingkungan dipersepsi oleh individu, dan
persepsi ditentukan oleh tingkat kecemasan
yang mereka alami.

Teori kecemasan yang lain dikemukakan oleh


Jean M.Twenge (2000), yang meliputi model overall
threat (kecemasan meningkat jika ancaman
lingkungan meningkat ), economic conditions
(kecemasan meningkat ketika kondisi ekonomi
memburuk), dan model social connectedness
(kecemasan meningkat jika ikatan-ikatan social
melemah ), berikut penjabarannya.
a. Model overall threat
Kecemasan dikonsepsi sebagai satu reaksi
ketakutan organisme, atau respons emosional yang
muncul ketika organisme itu secara fisik
terancam. Kecemasan dan ketakutan berfungsi untuk
memperingatkan adanya bahaya potensial, dan
mencetuskan reaksi-reaksi pertahanan psikologis.

b. Model economic conditions


Kondisi ekonomi yang sulit memiliki kecemasan
dengan ancaman secara fisik (dan kadang-kadang
secara emosional ) yang menghasilkan kecemasan.
Berbagai kesulitan ekonomi dapat meningkatkan
kecemasan pada anak-anak, seperti juga pada orang
dewasa maupun penganggguran. Hal ini dapat
meningkatkan kecemasan pada anak-anak, karena
adanya gangguan hubungan dengan orang tua.
Menurut model ini, masa dimana kondisi ekonomi
melemah akan meningkatkan kecemasan, ketika
orang-orang merasakan mata pencarian mereka
terancam.
c. Model social Connnectedness
Model hubungan social difokuskan dalam
pengecualian social, yang memiliki pengaruh besar
terhadap kecemasan. Kecemasan didefinisikan
sebagai suatu respons adaptif, dari kelompok
social atau berbagai hubungan antar kelompok
social. Pengaruh dari pengecualian social tidak
terbatas pada individu; ketiadaan koneksi di
suatu masyarakat dapat menimbulkan pengasingan
( alienation ), perasaan kesepian (feelings of
loneliness ), dan keputusan (despair).

Marjorie Roth Leon & William Revelle (1985)


mengemukakan tiga teori dalam kaitannya dengan
kinerja, yaitu sebagi berikut.
a. Cue Utilization Theory
Teori ini menjelaskan ubungan antara
pembangkitan emosional (emotional arousal) dan
kinerja, dimana kecemasan dipandang sebagai
varian pembangkit emosional. Premis utama dari
teorinya adalah bahwa (1) pembangkitan emosional
bertindak secara konsisten mengurangi
siyarat/petunjuk yang digunakan organisme, (2)
secara simultan penggunaan petunjuk pada tugas
relevan dan tugas tidak relevan meyebabkan
terjadinya pengurangan kinerja, dan (3) petunjuk
tugas tidak relevan dikeluarkan sebelum petunjuk
tugas relevan menjadi terbatas. Tiga proporsi ini
secara umum menyatakan bahwa hubungan antara
pembangkitan emosional dan kinerja adalah
kurvalinear.
b. Attentional theory
Teori ini menjelaskan bagaimana situasi-
situasi evaluatif dapat menimbulkan kecemasan,
dan mendorong munculnya (1) respons penyelesaian
tugas, yang berfungsi untuk mengurangi tingkat
kecemasan, atau (2) respons campur tangan tugas,
yang terdiri atas perasaan ketidaksesuaian,
ketidakberdayaan, tingginya berbagai reaksi
somatik, antisipasi hukuman, hilangnya status,
penghargaan dan usaha yang terkandung pada sisa-
sisa situasi tugas.
c. Working Memory Capacity Theory
Asumsi yang digunakan dalam teori ini adalah
bahwa bekerjanya komponen memori di dalam system
processing, secara langsung terlibat dalam
processing simultan dari informasi tugas relevan
dan tugas tidak relevan. Bekerjanya memori
ditandai oleh suatu ketebatasan kapasitas ruang
pusat processing. jika dirinya sadar bahwa
kapasitasnya terbatas maka ia akan mengurangi
kapasitas yang dapat digunakan, untuk memproses
informasi tugas relevan yang hasilnya adalah
menurunnya kinerja. Menurut teori ini subjek yang
lebih cemas tidak akan mencapai performa tinggi
(outform) dibndingkan dengan subjek yang sedikit
cemas.

3. Faktor – faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan


Tingkat kecemasan dipengaruhi oleh beberapa
faktor yang terkait meliputi hal berikut:
a. Potensi stresor
Stresor psikososial adalah setiap keadaan
atau peristiwa yang menyebabkan perubahan
dalam kehidupan seseorang, sehingga orang itu
terpaksa mengadakan adaptasi atau penyesuaian
diri untuk menanggulanginya.
b. Maturasi (kematangan)
Individu yang matang yaitu yang memiliki
kematangan kepribadian sehingga akan lebih
sukar mengalami gangguan akibat stres, sebab
individu yang matang mempunyai daya adaptasi
yang besar terhadap stressor yang timbul.
Sebaliknya individu yang berkepribadian tidak
matang akan bergantung dan peka terhadap
rangsangan sehingga sangat mudah mengalami
gangguan akibat adanya stres.
c. Status pendidikan dan status ekonomi
Status pendidikan dan status ekonomi yang
rendah ada seseorang menyebabkan orang
tersebut mengalami stres dibanding dengan
mereka yang status pendidikan dan status
ekonomi yang tinggi.
d. Tingkat pengetahuan
Tingkat pengetahuan yang rendah pada
seseorang akan menyebabkan orang tersebut
mudah stres.
e. Keadaan fisik
Individu yang mengalami gangguan fisik
seperti cidera, penyakit badan, operasi, cacat
badan lebih mudah mengalami stres. Disamping
itu orang yang mengalami kelelahan fisik juga
akan lebih mudah mengalami stres.
f. Tipe kepribadian
Individu dengan tipe kepribadian tipe A
lebih mudah mengalami gangguan akibat adanya
stres dari individu dengan kepribadian B.
Adapun ciri – ciri individu dengan kepribadian
A adalah tidak sabar, kompetitif, ambisius,
ingin serba sempurna, merasa buru – buru waktu,
sangat setia (berlebihan) terhadap pekerjaan,
agresif, mudah gelisah, tidak dapat tenang dan
diam, mudah bermusuhan, mudah tersinggung, otot
– otot mudah tegang. Sedangkan individu dengan
kepribadian tipe B mempunyai ciri – ciri yang
berlawanan dengan individu kepribadian tipe A.
g. Sosial Budaya
Cara hidup individu di masyarakat yang
sangat mempengaruhi pada timbulnya stres.
Individu yang mempunyai cara hidup sangat
teratur dan mempunyai falsafat hidup yang
jelas maka pada umumnya lebih sukar mengalami
stres. Demikian juga keyakinan agama akan
mempengaruhi timbulnya stres.
h. Lingkungan atau situasi
Individu yang tinggal pada lingkungan yang
dianggap asing akan lebih mudah mangalami
stres.
i. Usia
Ada yang berpendapat bahwa faktor usia muda
lebih mudah mengalami stres dari pada usia tua,
tetapi ada yang berpendapat sebaliknya.

j. Jenis kelamin
Umumnya wanita lebih mudah mengalami stres,
tetapi usia harapan hidup wanita lebih tinggi
dari pada pria.

4. Faktor-faktor yang dapat mengurangi kecemasan antara


lain:
a. Represi, yaitu tindakan untuk mengalihkan atau
melupakan hal atau keinginan yang tidak sesuai
dengan hati nurani. Represi juga bisa diartikan
sebagai usaha untuk menenangkan atau meredam
diri agar tidak timbul dorongan yang tidak
sesuai dengan hatinya (Prasetyono, 2007).
b. Relaksasi, yaitu dengan mengatur posisi tidur
dan tidak memikirkan masalah (Prasetyono,
2007). Sedangkan Dale Carnegie (2007)
menambahkan bahwa relaksasi dan rekreasi bisa
menurunkan kecemasan dengan cara tidur yang
cukup, mendengarkan musik, tertawa dan
memperdalam ilmu agama.

c. Komunikasi perawat, yaitu komunikasi yang


disampaikan perawat pada pasien dengan cara
memberi informasi yang lengkap mulai pertama
kali pasien masuk dengan menetapkan kontrak
untuk hubungan profesional mulai dari fase
orientasi sampai dengan terminasi atau yang
disebut dengan komunikasi teraupetik (Tamsuri,
2006).
d. Psikofarmaka, yaitu pengobatan untuk cemas
dengan memakai obat- obatan seperti diazepam,
bromazepam dan alprazolam yang berkhasiat
memulihkan fungsi gangguan neurotransmiter
(sinyal penghantar saraf) di susunan saraf
pusat otak (lymbic system) (Hawari, 2001).
e. Psikoterapi, merupakan terapi kejiwaan dengan
memberi motivasi, semangat dan dorongan agar
pasien yang bersangkutan tidak merasa putus
asa dan diberi keyakinan serta kepercayaan
diri (Hawari, 2001).
f. Psikoreligius, yaitu dengan doa dan dzikir. Doa
adalah mengosongkan batin dan memohon kepada
Tuhan untuk mengisinya dengan segala hal yang
kita butuhkan. Dalam doa umat mencari kekuatan
yang dapat melipatgandakan energi yang hanya
terbatas dalam diri sendiri dan melalui
hubungan dengan doa tercipta hubungan yang
dalam antara manusia dan Tuhan (Prasetyono,
2007). Terapi medis tanpa disertai dengan doa
dan dzikir tidaklah lengkap, sebaliknya doa
dan dzikir saja tanpa terapi medis tidaklah
efektif.

5. Manifestasi Klinik
Ansietas dapat diekspresikan secara langsung
melalui perubahan fisiologis, perilaku dan secara
langsung melalui timbulnya gejala sebagai upaya
untuk melawan ansietas. Intensitas perilaku akan
meningkat sejalan dengan peningkatan tingkat
kecemasan (Stuart dan Sundeen, 1998).
Berikut tanda dan gejala berdasarkan klasifikasi
tingkat kecemasan kecemasan yang timbul secara
umum adalah:
a. Tanda fisik
1). Cemas ringan:
a) Gemetaran, renjatan, rasa goyang

b) Ketegangan otot

c) Nafas pendek, hiperventilasi

d) Mudah lelah
2). Cemas sedang:

a). Sering kaget


b). Hiperaktifitas autonomik
c). Wajah merah dan pucat
3). Cemas berat:
a). Takikardi
b). Nafas pendek, hiperventilasi
c). Berpeluh
d). Tangan terasa dingin

4). Panik
a). Diare
b). Mulut kering
(xerostomia)
c). Sering
kencing
d). Parestesia (kesemutan pada
kaki dan tangan)
e). Sulit menelan
b. Gejala psikologis
1). Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan
pikirannya sendiri, mudah tersinggung
2). Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah
terkejut.
3). Sulit konsentrasi, hypervigilance (siaga
berlebihan)
4). Takut sendirian, takut pada keramaian dan
banyak orang
5). Gangguan pola tidur, mimpi – mimpi yang
menegangkan
6). Gangguan konsentrasi dan daya ingat
7). Libido menurun
8). Rasa menganjal di tenggorokan
9). Rasa mual di perut

6. Tingkat kecemasan
Ansietas sangat berkaitan denagn perasaan
tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini
tidak memiliki obyek yang spesifik. Kondisi
dialami secara subyektif dan dikomunikasikan
dalam hubungan interpersonal. Ansietas berbeda
dengan rasa takut yang merupakan penilaian
intelektual terhadap sesuatu yang berbahaya.
Ansietas adalah respon emosional terhadap
penilaian tersebut. Kapasitas untuk menjadi cemas
diperlukan untuk bertahan hidup, tetapi tingkat
kecemasan yang parah tidak sejalan dengan
kehidupan (Stuart dan Sundeen, 1998).
Menurut Stuart dan Sundeen (1998) membagi
ansietas ke dalam 4 tingkatan sesuai dengan
rentang respon ansietas yaitu :
a. Ansietas ringan
Ansietas ini adalah ansietas yang normal
yang memotivasi individu dari hari ke hari
sehingga dapat meningkatkan kesadaran individu
serta mempertajam perasaannya. Ansietas pada
tahap ini dipandang penting dan konstruktif.
b. Ansietas Sedang
Pada tahap ini lapangan persepsi individu
menyempit, seluruh indera dipusatkan pada
penyebab ansietas sehingga perhatuan terhadap
rangsangan dari lingkungannya berkurang.
c. Ansietas Berat
Lapangan persepsi menyempit, individu
bervokus pada hal – hal yang kecil, sehingga
individu tidak mampu memecahkan masalahnya, dan
terjadi gangguan fungsional.
d. Panik
Merupakan bentuk ansietas yang ekstrim,
terjadi disorganisasi dan dapat membahayakan
dirinya. Individu tidak dapat bertindak,
agitasi atau hiperaktif. Ansietas tidak dapat
langsung dilihat, tetapi dikomunikasikan
melalui perilaku klien/individu, seperti
tekanan darah yang meningkat, nadi cepat, mulut
kering, menggigil, sering kencing dan pening.

Tingkat kecemasan dapat diukur dengan


menggunakan Hamilton Rating Scale for Anxiety
(HRS-A) yang sudah dikembangkan oleh kelompok
Psikiatri Biologi Jakarta (KPBJ) dalam bentuk
Anxiety Analog Scale (AAS). Validitas AAS sudah
diukur oleh Yul Iskandar pada tahun 1984 dalam
penelitiannya yang mendapat korelasi yang cukup
dengan HRS A (r = 0,57 – 0,84).
Kecemasan dapat diukur dengan pengukuran
tingkat kecemasan menurut alat ukur kecemasan
yang disebut HARS (Hamilton Anxiety Rating
Scale). Skala HARS merupakan pengukuran kecemasan
yang didasarkan pada munculnya symptom pada
individu yang mengalami kecemasan. Menurut skala
HARS terdapat 14 syptoms yang nampak pada
individu yang mengalami kecemasan. Setiap item
yang diobservasi diberi 5 tingkatan skor antara 0
(Nol Present) sampai dengan 4 (severe).
Skala HARS pertama kali digunakan pada tahun
1959, yang diperkenalkan oleh Max Hamilton dan
sekarang telah menjadi standar dalam pengukuran
kecemasan terutama pada penelitian trial clinic.
Skala HARS telah dibuktikan memiliki validitas
dan reliabilitas cukup tinggi untuk melakukan
pengukuran kecemasan pada penelitian trial clinic
yaitu 0,93 dan 0,97. Kondisi ini menunjukkan
bahwa pengukuran kecemasan dengan menggunakan
skala HARS akan diperoleh hasil yang valid dan
reliable.
Skala HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale)
yang dikutip Nursalam (2003) penilaian kecemasan
terdiri dan 14 item, meliputi:

a. Perasaan Cemas firasat buruk, takut akan


pikiran sendiri, mudah tersinggung.
b. Ketegangan merasa tegang, gelisah, gemetar, mudah
terganggu dan lesu.
c. Ketakutan: takut terhadap gelap, terhadap
orang asing, bila tinggal sendiri dan takut
pada binatang besar.
d. Gangguan tidur: sukar memulai tidur,
terbangun pada malam hari, tidur tidak pulas
dan mimpi buruk.
e. Gangguan kecerdasan: penurunan daya
ingat, mudah lupa dan sulit konsentrasi.
f. Perasaan depresi: hilangnya minat,
berkurangnya kesenangan pada hobi, sedih,
perasaan tidak menyenangkan sepanjang hari.
g. Gejala somatik: nyeri pada otot-otot dan
kaku, gertakan gigi, suara tidak stabil dan
kedutan otot.
h. Gejala sensorik: perasaan ditusuk-tusuk,
penglihatan kabur, muka merah dan pucat serta
merasa lemah.
i. Gejala kardiovaskuler: takikardi, nyeri di
dada, denyut nadi mengeras dan detak jantung
hilang sekejap. Gejala pernapasan: rasa
tertekan di dada, perasaan tercekik, sering
menarik napas panjang dan merasa napas
pendek.
j. Gejala gastrointestinal: sulit menelan,
obstipasi, berat badan menurun, mual dan
muntah, nyeri lambung sebelum dan sesudah
makan, perasaan panas di perut.
k. Gejala urogenital: sering kencing, tidak
dapat menahan kencing, aminorea, ereksi lemah
atau impotensi.
l. Gejala vegetatif: mulut kering, mudah
berkeringat, muka merah, bulu roma berdiri,
pusing atau sakit kepala.
m. Perilaku sewaktu wawancara: gelisah, jari-
jari gemetar, mengkerutkan dahi atau kening,
muka tegang, tonus otot meningkat dan napas
pendek dan cepat.

Cara penilaian kecemasan adalah dengan memberikan


nilai dengan kategori: 0 = tidak ada gejala sama
sekali
1 = Satu dari gejala yang ada
2 = Sedang/ separuh
dari gejala yang ada 3
= berat/lebih dari ½
gejala yang ada
4 = sangat berat semua gejala ada
Penentuan derajat kecemasan dengan cara
menjumlah nilai skor dan item 1- 14 dengan
hasil:
a. Skor kurang dari 6 = tidak ada kecemasan.
b. Skor 7 – 14 = kecemasan ringan.

c. Skur 15 – 27 = kecemasan sedang.


d. Skor lebih dari 27 = kecemasan berat
C. Berpikir Positif

1. Pengertian Berpikir Positif


Syekh Muhammad Mutawalli al-Sya’rawai mengatakan,
pikiran adalah alat ukur yang digunakan manusia untuk
memilih sesuatu yang dinilai lebih baik dan lebih
menjamin masa depan diri dan keluarganya. Dengan
berpikir, kata James Allan, seseorang bisa menentukan
pilihannya.
Berpikir yang diberi tambahan kata positif, dapat
diartikan bukan sekedar berpikir yang menggunakan
akal, tetapi lebih memerankan perasaan, salah satunya
adalah prasangka. Menurut Ahmad Mufid, berpikir
positif adalah memedulikan hal-hal yang buruk untuk
kemudian dicari kebaikan apa saja yang memungkinkan
diambil. Sedangkan menurut Raihan Adi Prabowo,
berpikir positif adalah sikap mental yang melibatkan
proses masukan pikiran-pikiran, kata-kata, dan
gambaran-gambaran yang membangun perkembangan
pikiran.
Berpikir positif merupakan satu kesatuan yang
terdiri tiga komponen, yaitu muatan pikiran,
penggunaan pikiran dan pengawasan pikiran. Berpikir
posiif merupakan suatu pemikiran yang membawa langkah
seseorang menuju kesuksesan dalam hidupnya, karena
segala sesuatu yang dilakukan dengan berpikir positif
akan menghasilkan hal yang positif juga.
Pikiran positif bisa menghadirkan rasa percaya
diri, kebahagiaan, sukacita, kesehatan serta
kesuksesan dalam setiap situasi dan tindakan.
Singkatnya, berpikir positif merupakan kegiatan akal
budi yang bermanfaat, yang mewujudkan suatu tindakan
keputusan yang berguna tidak hanya untuk diri
sendiri, akan tetapi juga bagi kemaslahatan orang
banyak.
Dengan demikian, berpikir positif penting untuk
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Selain karena
manfaatnya yang sudah dijelaskan di atas, berpikir
positif lebih baik daripada berpikir negatif. Karena
pikiran yang negatif akan mengantarkan pada hasil
yang negatif, sedangkan pikiran positif akan
mengantarkan pada hasil yang positif pula.

2. Prinsip Berpikir Positif


Setiap manusia tidak bisa lepas dari
permasalahan. Menghindar dari semua masalah yang
datang hanya akan menyelamatkan diri untuk sesaat.
Untuk itu, bukan masalah yang perlu dihindari, namun
bagaimana cara membuat prinsip atau pola pikir dalam
menghadapi masalah tersebut. Dalam hal ini, ada
beberapa prinsip berpikir positif yang perlu
diketahui dalam menjalani hidup sehari-hari, yaitu:

a. Mengubah Pola Pikir


Mengubah pola pikir berarti mengubah kenyataan,
pikiran baru menciptakan kenyataan baru. Jika
seseorang ingin melakukan perubahan positif dalam
hidupnya, maka pertama kali yang harus ia lakukan
adalah mengubah pikirannya. Gantilah pikiran
negatif dengan pikiran positif. Sebab pikiran baru
melahirkan kenyataan baru. Oleh karena itu, jika
anda benar-benar ingin menciptakan perubahan
positif dalam hidup, maka mulailah mengubah bagian
dalam diri anda.

b. Belajar Dari Masa Lalu


Belajarlah dari masa lalu, hiduplah pada masa
kini, dan rencanakanlah masa depan. Masa lalu
adalah mimpi, masa depan adalah proyeksi, kehidupan
saat ini yang diwarnai cinta membuat masa lalu
menjadi mimpi yang indah dan masa depan yang penuh
harapan. Banyak orang mengeluhkan masa lalu dan
masa depan. Keduanya tidak ada saat ini. Masa lalu
dan segala peristiwa yang ada di dalamnya telah
berlalu sebagai pengalaman.
Setiap manusia dapat membersihkan masa lalu
dengan selalu bertanya pada diri sendiri,
“Pelajaran apa yang bisa aku petik dari masa lalu?
Andai waktu membawaku ke masa lalu, apa yang akan
aku lakukan?” Tulislah keterampilan yang dipelajari
dari peristiwa pada masa lalu, lantas tulis juga
sikap yang akan dilakukan jika menghadapi kejadian
serupa. Dengan demikian dapat membuat akal mampu
mengidentifikasi masa lalu sebagai pelajaran dan
kekuatan, bukan kelemahan dan kegagalan.
Tentang masa kini, dihadapi dengan segenap makna
positif adalah yang terbaik. Jangan sampai
kehidupan masa kini dihantui dengan perasaan
negatif masa lalu. Jangan terlena menunggu masa
depan yang belum datang. Dengan demikian, kehidupan
akan berjalan normal dan stabil. Selama menjalani
hidup ini dengan tulus, maka semua orang dapat
menjadikan masa lalu sebagai kebahagiaan dan masa
depan sebagai proyeksi yang indah.

c. Mengubah Persepsi
Masalah dan kesengsaraan hanya ada dalam
persepsi. Kenyataan adalah persepsi yang muncul
dari pikiran. Jika ingin mengubah kenyataan hidup,
langkah pertama adalah dengan memulai mengubah
persepsi. Akal manusia hanya bisa fokus pada satu
informasi dalam satu waktu. Jika persepsi tentang
masalah diubah, memikirkannya sebagai hadiah
terindah, lalu berkonsentrasi pada upaya mencari
solusi, maka bukan tidak mungkin akan menemukan
pintu harapan terbuka lebar di depan mata. Oleh
karena itu, jangan biarkan persepsi tentang suatu
masalah mempengaruhi kehidupan. Sebab persepsi
adalah program akal terdahulu yang bisa jadi
keliru. Dengan mengubah persepsi, niscaya kehidupan
juga akan berubah.

1) Pisahkan Diri Dari Masalah

Jangan menjadi bagian masalah. Pisahkan


diri dari masalah. Tidak ada masalah yang
solusinya tidak dapat dipikirkan oleh akal
manusia. Apa pun yang anda pikirkan, diri anda
tetap lebih kuat dari yang anda bayangkan.
Masalah hanya romantika hidup yang dapat
menjadi pelajaran agar lebih bijaksana, lebih
ahli, dan lebih berpengalaman.

2) Penyelesaian Spiritual

Setiap masalah ada solusi spiritualnya. Segala


cobaan hidup di dunia adalah anugerah Allah
untuk menjadikan manusia semakin dekat dengan-
Nya. Dengan demikian, selalu ada penyelesaian
secara spiritual bagi setiap masalah.
Berdasarkan prinsip di atas, berpikir positif
bukanlah hal sulit. Kesadaran bahwa setiap masalah
memiliki jalan keluar adalah kunci utamanya.
Menghindari masalah hanya akan menyelamatkan diri
sesaat. Sehingga tetap berpikir positif dan
berpengharapan baik akan jauh lebih baik daripada
mengeluh dan menghindar.

3. Aspek-Aspek Berpikir Positif


Berpikir positif sebagaimana yang telah
dijelaskan oleh beberapa ahli di atas dapat
menimbulkan kebahagiaan, optimisme, ketenangan, dan
semangat hidup pada seseorang. Oleh karena itu,
seseorang harus senantiasa melatih dan mempertahankan
cara berpikir positif ini dalam kehidupannya. Menurut
Albrecth, terdapat 4 aspek dalam berpikir positif,
yaitu :
a. Harapan yang positif
Harapan yang positif yaitu melakukan sesuatu
dengan lebih memusatkan perhatian pada kesuksesan,
optimisme, pemecahan masalah dan menjauhkan diri
dari perasaan takut akan kegagalan. Individu yang
berpikir positif akan memiliki harapan-harapan
positif yang akan mendorong perilakunya ke arah
yang konstruktif. Harapan yang positif akan
membantu individu untuk lebih efektif dalam
melihat kesulitan dengan pandangan yang lebih luas
serta memiliki semangat yang lebih besar dalam
menghadapi kesulitan-kesulitannya semaksimal
mungkin”. Dengan demikian, hal ini dapat
menjauhkan individu dari rasa pesimis, takut
gagal, dan tidak berdaya. Harapan yang positif
mencakup beberapa hal, yaitu:
1) Optimisme
Seseorang yang berpikir positif akan
selalu melawan pikiran yang negatif dengan
mengembangkan sikap optimis. Menurut
Ubaedy, “Optimisme memiliki dua pengertian,
yaitu pertama, optimisme adalah doktrin
hidup yang mengajarkan untuk meyakini
adanya kehidupan yang lebih baik. Kedua,
optimisme berarti kecenderungan batin untuk
merencanakan aksi, peristiwa atau hasil
yang bagus. Jadi, optimis berarti meyakini
adanya kehidupan yang lebih baik, keyakinan
itu digunakan untuk menjalankan aksi yang
lebih baik guna meraih hasil yang lebih
baik.
Orang yang optimis memiliki kemampuan
dalam menghadapi kenyataan hidup yang
ekstrim, sehingga tangguh dalam menghadapi
ujian hidup. Orang yang optimis juga sudah
memperbaiki kemampuannya dalam menyiasati
kejadian buruk yang tidak diinginkan.
Seorang yang berpikir positif akan
membiasakan sikap optimis dalam
kehidupannya sehari-hari.
2) Berorientasi pada pemecahan masalah
Seorang yang berpikir positif akan
lebih memfokuskan diri pada pemecahan
masalah. Permasalahan adalah suatu hal yang
wajar dialami oleh setiap orang dan harus
dicarikan solusi yang tepat. Menurut
Ubaedy, “Seseorang yang berpikir positif
akan berpikir bahwa dirinya lebih besar
dari masalahnya. Di samping itu juga
berkeyakinan bahwa setiap masalah pasti ada
solusi pemecahannya. Bahkan, satu masalah
memiliki kemungkinan solusi yang bermacam-
macam”.
Sedangkan Paele mengemukakan, “Ciri
dari orang yang berpikir positif adalah
menerima masalah dan berusaha
menghadapinya. Orang yang berpikir positif
menganggap masalah bukan sebagai hal yang
harus dihindari, tidak diakui, atau
disesali melainkan sebagai bagian dari
kehidupan yang harus dihadapi.
b. Afirmasi diri
Afirmasi diri yaitu memusatkan perhatian pada
kekuatan diri, melihat diri secara positif.
Individu yang berpikir positif akan memandang
dirinya berharga, memiliki bakat dan kelebihan
dalam bidang tertentu, sehingga akan mencintai
diri sendiri dan memiliki rasa percaya diri yang
tinggi.
Gickman berpendapat bahwa “Seseorang yang
berpikiran positif biasanya akan memandang dirinya
sebagai seorang yang baik, menyenangkan,
produktif, memiliki kemampuan dan cukup berharga.”
Selain itu orang yang berpikir positif juga
biasanya memusatkan perhatian pada kemampuan diri
sendiri, orang lain, atau semua yang ditemui dan
berpikir bagaimana caranya agar berhasil dalam
menjalani hidup dengan kepercayaan diri yang
tinggi. Afirmasi diri mencakup beberapa aspek,
antara lain:
1) Penghargaan terhadap diri (Self Esteem)
Penghargaan terhadap diri sendiri (Self
esteem) merupakan salah satu aspek penting dalm
pengembangan diri individu. Penghargaan
seseorang terhadap dirinya sendiri akan
mempengaruhi bagaimana akan memandang dan
menghargai orang lain. Menurut Ubaedy,
“Penghargaan terhadap diri sendiri atau self.
steem adalah sejauh mana seseorang memiliki
perasaan positif terhadap diri, sejauh mana
seseorang memiliki sesuatu yang dirasakan
bernilai atau berharga, serta sejauh mana
seseorang meyakini adanya sesuatu yang
bernilai, bermartabat atau berharga di dalam
diri.
Seseorang yang berpikir positif akan
menghargai diri sendiri karena memandang
dirinya memiliki potensi dan kelebihan-
kelebihan yang tidak dimiliki orang lain.
Perasaan tersebut akan menjadikan individu
berusaha menjaga citra dirinya sebaik mungkin,
dan tidak akan melakukan tindakan-tindakan yang
bertentangan dengan norma karena hal itu justru
akan memperburuk citra dirinya.
2) Kepercayaan diri (Self Confidence)
Self Confidence adalah keyakinan seseorang
atas kapabilitasnya dalam menjalankan tugas.28
Hal ini termasuk ekspresi keyakinannya dalam
menghadapi tantangan atau masalah, keputusannya
dalam merealisasikan ide atau gagasan, dan
ketangguhannya dalam menangani kegagalan.
Individu yang berpikir positif akan memiliki
kepercayaan diri yang tinggi, sehingga
pengembangan kemampuan berpikir positif akan
dapat meningkatkan kepercayaan diri.
Kepercayaan diri dapat dihasilkan melalui
kebiasaan berpikir positif. Sebagaimana
dikemukakan oleh Gickman bahwa “Seseorang yang
berpikiran positif biasanya akan memandang
dirinya sebagai seorang yang baik,
menyenangkan, produktif, memiliki kemampuan dan
cukup berharga”. Orang yang berpikir positif
juga cenderung memusatkan perhatian pada
kemampuan diri sendiri, orang lain, atau semua
yang ditemui, serta berpikir bagaimana caranya
agar berhasil.
c. Pernyataan yang tidak menilai
Pernyataan yang tidak menilai yaitu suatu
pernyataan yang lebih menggambarkan keadaan
daripada menilai keadaan. Pernyataan atau
penilaian ini dimaksudkan sebagai pengganti pada
saat seseorang cenderung memberi pernyataan atau
penilaian yang negatif. Aspek ini akan sangat
berperan dalam menghadapi keadaan yang cenderung
negatif. Pernyataan yang tidak menilai mencakup
verbalisasi positif terhadap diri sendiri, orang
lain dan situasi. Seseorang yang berpikir positif
akan cenderung menggunakan bahasa yang positif.
Seseorang yang berpikir positif akan berusaha
berbicara menggunakan kalimat-kalimat yang
positif. Menurut Timotheus, “Orang yang berpikir
positif selalu ditandai dengan memiliki pemikiran
yang positif, perasaan yang positif, berbicara
yang positif, berperilaku positif, berpenampilan
positif serta memiliki kehidupan yang positif.”
Berbicara positif adalah berbicara dengan cara,
tujuan dan menggunakan kata-kata yang baik.
Pernyataan yang negatif dapat mempengaruhi
pemikiran menjadi negatif. Sebagaimana dikemukakan
oleh Albrecht, “Ungkapan verbal yang sering
diucapkan baik kepada diri sendiri atau orang lain
akan turut membentuk pola pemikiran.” Ungkapan-
ungkapan yang berkonotasi negatif seperti saya
bodoh, saya takut, saya gagal, saya benci, dan
sebagainya akan membawa dalam perasaan pengalaman
negatif, merasa khawatir, dan akhirnya berpikir
negatif. Sedangkan ungkapan-ungkapan berkonotasi
positif seperti saya bisa, saya cerdas, saya kuat,
dan sebagainya akan mempengaruhi perasaan dan pola
pikir untuk menjadi lebih positif.
d. Penyesuaian diri yang realistis
Penyesuaian diri yang realistis yaitu mengalami
kenyataan dan segera berusaha menyesuaikan diri,
menjauhkan diri dari penyesalan, frustrasi dan
menyalahkan diri. Seorang yang berpikir positif
akan mampu menyesuaikan diri terhadap setiap
kondisi yang dihadapi. Penyesuaian diri berarti
mengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan,
tetapi juga mengubah lingkungan sesuai dengan
keadaan diri.
Dalam proses penyesuaian diri akan melibatkan
beberapa aspek terutama tingkat perkembangan
individu, dorongan kebutuhan serta. berbagai
kemungkinan dalam lingkungan sosio kultural.
Menurut Hendrarno, “Proses penyesuaian diri dapat
terjadi baik di dalam individu itu sendiri maupun
dalam hubungannya dengan lingkungannya sosial.”
Dengan aspek berpikir positif tersebut, akan
memudahkan seseorang untuk memahami bahwa berpikir
positif merupakan salah satu cara yang paling
mudah dalam menyelesaikan suatu masalah.
Sebaliknya, berpikir negatif justru akan
menjadikan suatu masalah semakin besar.

4. Ciri-Ciri Karakter Berpikir Positif


Individu yang cenderung berpikir positif dapat
didedikasi melalui beberapa kriteria diantaranya:
a. Percaya pada kuasa Tuhan Yang Maha Esa.
b. Selalu menjauh dari perilaku negatif seperti
berbohong, menggunjing, mengadu domba.
c. Memiliki cara pandang tujuan, dan alasan
menginginkan sesuatu, kapan serta bagaimana cara
mendapatkannya dengan mengarahkan seluruh potensi
serta kemungkinan yang ada.
d. Memiliki keyakinan dan proyeksi tentang sesuatu
secara positif.
e. Selalu mencari jalan keluar dari berbagai masalah
yang dihadapi.
f. Belajar dari masalah dan kesulitan.
g. Tidak membiarkan masalah atau kesulitan
mempengaruhi hidupnya.
h. Memiliki rasa percaya diri, menyukai
perubahan, dan berani menghadapi tantangan.

5. Hidup dengan cita-cita perjuangan dan kesabaran.


Karakter berpikir positif yang disebutkan di atas
adalah beberapa ciri yang terdapat pada individu yang
selalu berpikir positif. Dengan ciri-ciri tersebut
dapat menjadi acuan bagi seseorang untuk memulai
berpikir positif dari tingkat yang paling dasar,
yakni dengan percaya pada kuasa Tuhan Yang Maha Esa.

6. Manfaat Berpikir Positif


Pikiran merupakan landasan atau penggerak tubuh
manusia dalam berperilaku dan bertutur kata, karena
tubuh merespons perintah dari otak, sehingga pikiran
memiliki peran penting dalam kehidupan manusia.
Penjelasan mengenai pentingnya berpikir positif
adalah sebagai berikut:
a. Meningkatkan Kesehatan Jiwa dan Raga
Dengan berpikir positif, jiwa dan raga manusia
akan menjadi lebih sehat, hal ini telah dibuktikan
secara ilmiah oleh para ahli kesehatan dunia. Hasil
penelitian itu menyebutkan bahwa orang yang selalu
berpikir positif, adrenalinnya cenderung menjadi
antibodi, sehingga seseorang tidak mudah terserang
penyakit.
Orang yang berpikir positif cenderung lebih
optimis sedangkan berpikir negatif membentuk sikap
pesimis. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Lin
dan Petersen menemukan bahwa individu yang
pesimistik lebih sering mengalami sakit dan
memiliki tingkat kesehatan yang lebih rendah secara
keseluruhan
b. Melemahkan Gen yang Berpotensi Menimbulkan Penyakit
Pikiran dan perasaan positif memang sangat
penting untuk menjaga tubuh tetap sehat. Menurut
Kazuo Murakami, seorang ahli genetika dari Jepang,
sebagian besar gen yang sedang tidur dapat
diaktifkan oleh kekuatan pikiran dan perasaan.
Dipertegas oleh hasil penelitian Pais-Ribeiro
bahwa berpikir positif akan terkait dengan baiknya
persepsi terhadap kesehatan fisik dan mental.
c. Lebih Percaya Diri dan Siap Menjalani Kehidupan
Rasa percaya diri seseorang, disadari atau tidak,
sangat dipengaruhi oleh positif atau negatifnya
dalam memandang kehidupan, hal itu diperkuat oleh
penelitian yang dilakukan oleh Loehr bahwasannya
berpikir positif berkaitan dengan hidup positif
yang berorientasi pada keyakinan sehingga mampu
membentuk sikap percaya diri.
d. Tidak Mudah Putus Asa dan Lebih Tegar
Berpikir positif akan membentuk manusia menjadi
tidak mudah putus asa dan lebih tegar dalam
menghadapi permasalahan hidupnya. Pendapat serupa
juga dinyatakan oleh Kiki Nurmayasari bahwa
berpikir positif termanifestasi dalam harapan yang
positif pada individu sehingga memiliki kemampuan
untuk menghadapi tantangan dan hambatan dalam
hidupnya
e. Membangun Rasa Toleransi dan Empati
Orang dengan pikiran positif akan senantiasa
memiliki rasa toleransi, empati dan juga pemaaf
terhadap sesame. Hasil penelitian dari Lyubomirsky
menyatakan bahwa proses berpikir positif sangatlah
penting karena berhubungan dengan perilaku dan
berbagai keberhasilan hidup seseorang dalam
bermasyarakat.
f. Membentuk Jiwa Yang Optimis dan Pantang Menyerah
Orang yang berpikir positif berusaha memandang
suatu masalah dari nilai positif serta mencoba
mencari solusi yang lebih baik dan tidak
melimpahkan kesalahan kepada orang lain. Berpikir
positif akan menjadikan individu lebih optimis
menghadapi hidup dan memudahkannya untuk
beraktifitas dengan baik.
g. Menjadikan Hidup Terasa Ringan dan Rileks
Orang yang berpikir positif selalu memandang
kejadian apapun pasti mengandung hikmah dan
pelajaran di balikya sehingga membuat hidupnya
terasa lebih rilaks. Penelitian Gilbert menemukan
bahwa orang berpikir positif, akan dapat merasakan
rileks dan dapat mengontrol stress dengan lebih
baik.

Selain beberapa yang telah disebutkan di atas,


Dian L dalam bukunya juga menyebutkan beberapa
manfaat berpikir positif antara lain
a. Pikiran Positif Pangkal Hidup Sehat
Kesehatan adalah hal penting yang membuat hidup
menjadi bahagia. Apalah artinya harta berlimpah
jika hidup dalam kondisi sakit-sakitan. Pikiran
memang bisa menyebabkan tubuh menjadi sakit.
Terutama pikiran-pikiran negatif. Pikiran semacam
ini adalah racun yang akan menyerang tubuh bukan
hanya pada satu titik, tetapi lama kelamaan akan
menyebar dan meluas. Mungkin awalnya hanya
menyerang kepala, tapi perlahan bisa menyebar ke
jantung, pencernaan dan pada akhirnya menguasai
seluruh tubuh.
Pikiran positif bisa menghasilkan pola perilaku
yang mendorong pada berbagai cara pandang yang
menyebabkan jiwa terasa penuh. Berbagai kualitas
yang dimiliki oleh pikiran positif itulah yang
membuat seseorang bisa menemukan kebahagiaan dalam
diri.
b. Pikiran Positif Membuat Hidup Bermakna
Hidup yang bermakna adalah hidup yang penuh arti
baik bagi diri sendiri juga makhluk lain yang ada
di bumi. Untuk membuat hidup menjadi lebih berarti
dengan melakukan berbagai hal yang dapat berdampak
bagi dunia. Misalnya saja dengan menanam pohon di
rumah agar udara menjadi bersih dan air tanah di
sekitar bisa tetap terjaga kualitas dan
kuantitasnya. Atau di jaman sosial media seperti
sekarang ini, bisa dengan membuat gerakan
penyadaran publik. Berbagai hal yang dilakukan dan
disebarkan itu adalah cara sederhana menyampaikan
sikap sekaligus menyebarkan energi dan pikiran
positif ke ruang yang lebih luas. Hal ini jelas
akan membuat hidup lebih bermakna.
c. Pikiran Positif Pangkal Hidup Sukses
Pikiran positif bisa menjadi cara untuk mencapai
kebahagiaan, karena dengan pikiran positif bisa
mencapai kesuksesan. Pikiran positif membuat
seseorang bisa melihat lebih jelas dan lebih
jernih. Dengan pikiran positif juga bisa tahu dan
membidik secara fokus target hidup.

7. Macam-macam berfikir positif


Terdapat macam-macam berfikir positifmenurut
Ibrahim (2013H,2101-216)
a. Berfikir positif untuk menguatkan cara pandang
Berfikir positif jenis ini digunakan seseorang
untuk mengukuhkan cara pandangnya tentang sesuatu
dengan demikian ia merasa pandangannya benar walau
hasilnya salah. jenis berfikir seperti ini dapat
berguna jika dipakai untuk mengukuhkan satu gagasan
yang membantu diri sendiri dan orang lain.
b. Berfikir positif karena pengaruh orang lain
Pengaruh berfikir positifseperti ini bisa jadi
negatif bagi sebagian orang yang terpengaruh oleh
orang lain, tapi kemudian kehilangan semangat dan
merasa frustasi.
c. Berfikir positif karena momen tertentu
Pikiran dan perilaku positif sangat bergantung
pada momen tertentu, bukan pada nilai-nilai yang
berlaku sepanjang masa. Selain bisa dimanfaatkan
untuk memperbaiki perilaku, berfikir positif yang
berkaitan dengan waktu ini,bisa pula dimanfaatkan
untk membangun kebiasaan-kebiasaan positifyang
baru.
d. Berfikir positif saat menghadapi kesulitan
Dalam menghadapi kesulitan seseorang dapat
berhenti pada sikap menerima, berusaha untuk tetap
maju, berfikir positif, dan focus ada upaya
penyelesaian masalah. Sebagian orang menghadapi
masalah dalam hidupnya dengan sikap negative dan
menjadi dendam pada segala sesuatu. Pikirannya
negatif, konsentrasinya pada kemungkinan terburuk
dan perasannnya negatif.
e. Selalu berfikir positif
Inilah jenis berfikir positif yang paling baik
dan paling kuat karena tidak terpengaruh oleh
ruang, waktu, dan pengaruh lainnya. ia telah
menjadi kebiasaan. Berfikir positif dijadikan
sebagai kebiasaan dengan tidak mengeluhkan
permasalahan yang ada tetapi dijadikan sebagai
motivasi diri.
D. Kerangka konsep
Kerangka konsep merupakan alur kaitan konsep
penelitian yang akan dilakukan, dimana perlu penjelasan-
penjelasan dari variabel dalam konsep penelitian yang
akan dilakukan melalui penjelasan di dalam definisi
operasional (Imas Masturoh dan Nauri Anggita 2018).
E. Hipotesis
Hipotesis adalah pernyataan sementara yang akan diuji
kebenarannya. Hipotesis ini merupakan jawaban sementara
berdasarkan pada teori yang belum dibuktikan dengan data
atau fakta. Pembuktian dilakukan dengan pengujian
hipotesis melalui uji statistik. Hasil pengujian yang
diperoleh dapat disimpulkan benar atau salah, berhubungan
atau tidak, diterima atau ditolak. Hasil akhir penelitian
tersebut merupakan kesimpulan penelitian sebagai
generalisasi dan representasi dari populasi secara
keseluruhan.
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalahyang
telah dituliskan memberi dasar pada peneliti dalam
merumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:
Ha : Ada pengaruh Latihan berpikir positif terhadap
kecemasan akibat covid 19 di SMAN 1 Keruak
Kabupaten Lombok Timur.
H0 : Tidak ada pengaruh Latihan berpikir positif
terhadap kecemasan akibat covid 19 di SMAN 1 Keruak
Kabupaten Lombok Timur

Anda mungkin juga menyukai