Tugas 1 (Manpakes) - Deby Isriyanti (E34180005) - Kel 1
Tugas 1 (Manpakes) - Deby Isriyanti (E34180005) - Kel 1
NIM : E34180005
HASIL
A. Identitas pemilik
Praktikum ini dilakukan dengan metode wawancara untuk memperoleh informasi terkait
kesejahteraan satwa yang diperjualbelikan. Wawancara dilakukan pada salah satu toko
di Jalan Kramat Pela, Kecamatan Kebayoran Baru, Kota Jakarta Selatan. Titik koordinat
lokasi 6˚14’35”S 106˚47’34”E. Dengan pemilik bernama Jumadi (49 tahun). Asal
beliau dari Jogjakarta yang merantau ke Jakarta 4 (empat) bulan yang lalu. Bertempat
tinggal di sekitar Jalan Barito. Pendidikan terakhir Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Toko ini merupakan usaha turun temurun yang dirintis sejak tahun 2010 yang saat ini
diurus oleh Pak Jumadi. Latar belakang mendirikan usaha karena hobi atau suka dengan
burung. Usaha ini sudah mendapatkan izin, namun beliau tidak tahu persisnya kapan,
karena sebelumnya di urus oleh saudaranya.
B. Satwa yang di perdagangkan
C. Kondisi satwa
PEMBAHASAN
Dalam kesejahteraan satwa dapat dipandang dengan animal welfare. Animal
welfare memiliki pandangan yang berbeda dengan aktivis konservasi dimana aktivis
konservasi berupaya menjaga lingkungan dalam mempertahankan ekosistem sekaligus
memenuhi kebutuhan manusia. Sedangkan animal welfare focus menghentikan manusia
dalam melanggar batas spesies lainnya (Paquet and Darimont 2010). Salah satunya
adalah dengan memperhatikan kesehatan dan pakan yang diberikan kepada satwa.
Perlakuan buruk yang diberikan kepada satwa akan menyebabkan gangguan
antarspesies. Hal tersebut menjadi gangguan serius dari kesejahteraan satwa (Kamim
2020). Dari beberapa kajian yang telah dilakukan bahwa perilaku stress dan penyakit
satwa liar yang muncul disebabkan karena kandang yang tidak sesuai (ukuran, jumlah
satwa di dalamnya, dan kebersihan), pemberian pakan yang tidak teratur dan perlakuan
buruk lainnya yang menyebabkan perdagangan satwa pembawa vektor penyakit.
Kesejahteraan satwa tidak terbatas pada perlakuan terhadap satwa liar, tapi lebih
memposisikan satwa sebagai komoditas.
Pakan merupakan faktor pembatas, di mana rendahnya kualitas dan kuantitas
pakan seringkali menjadi faktor kendala utama keberlangsungan kehidupan satwa.
Menurut Heap et al. (2008) dan Firdilasari et al. (2016), jenis pakan yang bervariasi
berperan dalam menunjang kecukupan gizi, kesehatan dan mencegah kebosanan
terhadap pakan yang diberikan pada satwa. Syarat pakan yang baik, antara lain
seimbang (mengandung semua zat makanan yang diperlukan satwa dalam jumlah yang
tepat), bernilai gizi tinggi, cukup, sesuai dengan kesukaannya, sesuai dengan makanan
di habitatnya, berkelanjutan dan tidak mengganggu kesehatan. Dari hasil wawancara
dan pengamatan lapang, pakan yang diberikan pada satwa sudah sesuai dengan
makananya di alam atau kesukaannya, seperti pada burung nuri dan parkit pakan yang
diberikan berupa pisang, pepaya, biji bunga matahari, dan jagung muda. Menurut
Widodo (1999) mengungkapkan bahwa di habitat alami burung paruh bengkok
memakan daun dan bunga Shorea sp. yang masih muda, buah-buahan, nektar/madu
bunga, dan biji-bijian. Sedangkan pada jenis kakatua pakan yang diberikan berupa biji-
bijian, jagung muda, dan buah-buahan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Prahara (1999)
bahwa burung kakatua sangat menggemari jagung muda yang berbonggol, biji bunga
matahari, kacang tanah, tebu, buah kenari, sedikit sayuran dan buah-buahan. Pakan-
pakan yang diberikan tersebut memiliki kualitas yang baik, pakan diperoleh dari tempat
dimana penjual membeli satwanya di penangkaran. Pakan diberikan secara kontinu
sehingga satwa tidak merasa kelaparan dan air yang diberikan merupakan air bersih. Air
bersih adalah air yang layak digunakan untuk kebutuhan sehari-hari seperti mandi,
mencuci pakaian, mencuci baju dan akan menjadi air minum setelah dimasak terlebih
dahulu. Kondisi tempat makan dan minum bersih, karena setiap pembersihan kandang
tempat makan dan minum tersebut juga dicuci.
Kesehatan satwa dipengaruhi oleh lingkungan, makanan, manajemen, bibit
penyakit, dan kelainan metabolism. Aspek kesehatan pada satwa mencakup pencegahan,
pengobatan, dan pemantauan kesehatan. Vos (1982) menyebutkan tindakan pencegahan
penyakit pada satwa berupa pemeriksaan kesehatan, vaksinasi, manajemen pakan,
pengaturan minum dan desinfeksi. Satwa yang ada di toko semuanya dalam keadaan
sehat, karena pemeliharaan dari pedagang kepada satwanya sudah cukup baik. Setiap
pagi satwa dijemur untuk meningkatkan kekebalan tubuhnya, pakan yang diberikan
teratur, diberikan vitamin untuk meningkatkan imun dan mengembalikan nafsu makan
satwa yang sedang tidak nafsu makan, dan kandang yang dibersihkan setiap hari.
Keadaan toko yang bersih dan stok pakan yang tertata rapi juga berpengaruh terhadap
kondisi satwa, sehingga satwa merasa nyaman berada di lingkungan tersebut. Pada toko
tersebut tidak pernah ditemukan penyakit yang berbahaya pada satwa, namun penyakit
yang sering ditemukan adalah satwa tidak nafsu makan. Dalam mencegah penyakit
tersebut pedagang memberikan vitamin leman dan vitakraft yang diberikan dengan
kadar 5-6 tetes untuk jenis parkit dan 1-2 tetes untuk jenis kenari dan untuk mengobati
satwa yang sakit biasanya memberikan super n.
DAFTAR PUSTAKA
Firdilasari I, Harianti SP, Widodo Y. 2016. Kajian perilaku dan analisis kandungan gizi
pakan drop beruang madu (Helarctos malayanus) di Taman Agro Satwa dan
Wisata Bumi Kedaton. Jurnal Sylva Lestari. 4(1): 97-106.
Heap CJ, Wright L, Andrews L. 2009. Summary of Husbandry Guidelines for Asian
Small-Clawed Otters in Captivity. United Kingdom: IUCN/SSC Otter Specialist
Group, Otters in Captivity Task Force.
Kamin ABM. Rente ekonomi perdagangan satwa liar dan terpinggirkannya
kesejahteraan hewan. Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Publik Indonesia. 7(1): 54-
76.
Paquet P. Darimont, C. 2010. Wildlife conservation and animal welfare: two sides of
the same coin. Animal Welfare. 19(2): 177–190.
Prahara W. 1999. Pemeliharaan, Penangkaran, dan Penjinakan Kakatua. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Vos DA. Deer Farming: Guideline on Practical Aspect. Rome: Food and Agriculture
Organization of the United Nation.
Widodo W. 1999. Kelimpahan dan pakan alami burung-burung paruh bengkok
(Psittacidae) di Tanimbar Selatan. Gakuryoku. 5(3): 168-175.
DOKUMENTASI
tempat makannya