Anda di halaman 1dari 7

Pemeriksaan Diagnosis

Diagnosis dini sangat penting agar dapat diberikan pengobatan yang efektif. Bagian ini
mencakup anak dan bayi yang berumur lebih dari 2 bulan.
Diagnosis
Lihat apakah ada riwayat:
 Demam
 Muntah
 Tidak bisa minum atau menyusu
 Sakit kepala atau nyeri di bagian belakang leher
 Penurunan kesadaran
 Kejang
 Gelisah
 Cedera kepala yang baru dialami.
Dalam pemeriksaan, apakah ada:
 Tanda rangsang meningeal
 Kejang
 Letargis
 Gelisah
 Ubun-ubun cembung (bulging fontanelle)

 Ruam: petekiae atau purpura


 Bukti adanya trauma kepala yang menunjukkan kemungkinan fraktur tulang
tengkorak yang baru terjadi.
Selain itu, lihat apakah ada tanda di bawah ini yang menunjukkan adanya peningkatan
tekanan intrakranial:
 Pupil anisokor
 Spastisitas
 Paralisis ekstremitas
 Napas tidak teratur

Pemeriksaan Laboratorium
Jika mungkin, pastikan diagnosis dengan pungsi lumbal dan pemeriksaan cairan
serebrospinal (CSS). Jika CSS keruh dan reaksi Nonne dan Pandy positif, pertimbangkan
meningitis dan segera mulai berikan pengobatan sambil menunggu hasil laboratorium.
Pemeriksaan mikroskopik CSS pada sebagian besar meningitis menunjukkan peningkatan
jumlah sel darah putih (PMN) di atas 100/mm3. Selanjutnya dilakukan pengecatan Gram.
Tambahan informasi bisa diperoleh dari kadar glukosa CSS (rendah: < 1.5 mmol/liter),
protein CSS (tinggi: > 0.4 g/l), dan biakan CSS (bila memungkinkan). Jika terdapat tanda
peningkatan tekanan intrakranial, tunda tindakan pungsi lumbal tetapi tetap lakukan
pengobatan.

Penatalaksanaan Meningitis
Antibiotik
 Berikan pengobatan antibiotik lini pertama sesegera mungkin.
o seftriakson: 100 mg/kgBB IV-drip/kali, selama 30-60 menit setiap 12 jam;
atau
o sefotaksim: 50 mg/kgBB/kali IV, setiap 6 jam.
 Pada pengobatan antibiotik lini kedua berikan:
o Kloramfenikol: 25 mg/kgBB/kali IM (atau IV) setiap 6 jam
o ditambah ampisilin: 50 mg/kgBB/kali IM (atau IV) setiap 6 jam
 Jika diagnosis sudah pasti, berikan pengobatan secara parenteral selama sedikitnya 5
hari, dilanjutkan dengan pengobatan per oral 5 hari bila tidak ada gangguan absorpsi.
Apabila ada gangguan absorpsi maka seluruh pengobatan harus diberikan secara
parenteral. Lama pengobatan seluruhnya 10 hari.
 Jika tidak ada perbaikan:
o Pertimbangkan komplikasi yang sering terjadi seperti efusi subdural atau abses
serebral. Jika hal ini dicurigai, rujuk.
o Cari tanda infeksi fokal lain yang mungkin menyebabkan demam, seperti
selulitis pada daerah suntikan, mastoiditis, artritis, atau osteomielitis.
o Jika demam masih ada dan kondisi umum anak tidak membaik setelah 3–5
hari, ulangi pungsi lumbal dan evaluasi hasil pemeriksaan CSS
 Jika diagnosis belum jelas, pengobatan empiris untuk meningitis TB dapat
ditambahkan. Untuk Meningitis TB diberikan OAT minimal 4 rejimen:
o INH: 10 mg/kgBB /hari (maksimum 300 mg) - selama 6–9 bulan
o Rifampisin: 15-20 mg/kgBB/hari (maksimum 600 mg) – selama 6-9 bulan
o Pirazinamid: 35 mg/kgBB/hari (maksimum 2000 mg) - selama 2 bulan
pertama
o Etambutol: 15-25 mg/kgBB/hari (maksimum 2500 mg) atau Streptomisin: 30-
50 mg/kgBB/hari (maksimum 1 g) – selama 2 bulan
Steroid
 Prednison 1–2 mg/kgBB/hari dibagi 3-4 dosis, diberikan selama 2–4 minggu,
dilanjutkan tapering off. Bila pemberian oral tidak memungkinkan dapat diberikan
deksametason dengan dosis 0.6 mg/kgBB/hari IV selama 2–3 minggu.
Tidak ada bukti yang cukup untuk merekomendasikan penggunaan rutin deksametason pada
semua pasien dengan meningitis bakteri.
Perawatan Penunjang
Pada anak yang tidak sadar:
 Jaga jalan napas
 Posisi miring untuk menghindari aspirasi
 Ubah posisi pasien setiap 2 jam
 Pasien harus berbaring di alas yang kering
 Perhatikan titik-titik yang tertekan.
Tatalaksana pemberian cairan dan Nutrisi
Berikan dukungan nutrisi dan cairan sesuai dengan kebutuhan. Lihat tata laksana pemberian
cairan dan nutrisi.
Pemantauan
Pasien dengan kondisi ini harus berada dalam observasi yang sangat ketat.
 Pantau dan laporkan segera bila ada perubahan derajat kesadaran, kejang, atau
perubahan perilaku anak.
 Pantau suhu badan, denyut nadi, frekuensi napas, tekanan darah setiap 6 jam, selama
setidaknya dalam 48 jam pertama.
 Periksa tetesan infus secara rutin.
Pada saat pulang, nilai masalah yang berhubungan dengan syaraf, terutama gangguan
pendengaran. Ukur dan catat ukuran kepala bayi. Jika terdapat kerusakan syaraf, rujuk anak
untuk fisioterapi, jika mungkin; dan berikan nasihat sederhana pada ibu untuk melakukan
latihan pasif. Tuli sensorineural sering terjadi setelah menderita meningitis. Lakukan
pemeriksaan telinga satu bulan setelah pasien pulang dari rumah sakit.
Komplikasi
Kejang
 Jika timbul kejang, berikan pengobatan sesuai dengan tatalaksana kejang
Hipoglikemia
 Jika timbul hipoglikemia, berikan glukosa sesuai dengan tatalaksana hipoglikemi
Tindakan kesehatan masyarakat
Bila terjadi epidemi meningitis meningokokal, nasihati keluarga untuk kemungkinan adanya
kasus susulan pada anggota keluarga lainnya sehingga mereka dapat melaporkan dengan
segera bila hal tersebut ditemukan.

Pemeriksaan Diagnosis Kejang Demam


a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak rutin pada kejang demam, dapat untuk mengevaluasi
sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi
disertai demam. Pemeriksaan laboratorium antara lain pemeriksaan darah perifer,
elektrolit, dan gula darah.
b. Pungsi Lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan
kemungkinan meningitis. Risiko meningitis bakterialis adalah 0,6–6,7%. Pada bayi,
sering sulit menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi
klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu, pungsi lumbal dianjurkan pada:1. Bayi kurang dari
12 bulan – sangat dianjurkan2. Bayi antara 12-18 bulan – dianjurkan3. Bayi >18 bulan –
tidak rutinBila klinis yakin bukan meningitis, tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.
c. Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi (electroencephalography/EEG) tidak direkomendasi-
kan karena tidak dapat memprediksi berulangnya kejang atau memperkirakan
kemungkinan epilepsi pada pasien kejang demam. Pemeriksaan EEG masih dapat di-
lakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas, misalnya pada kejang demam
kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau kejang demam fokal.
d. Pencitraan
MRI diketahui memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih tinggi dibandingkan CT
scan, namun belum tersedia secara luas di unit gawat darurat. CT scan dan MRI dapat
mendeteksi perubahan fokal yang terjadi baik yang bersifat sementara maupun kejang
fokal sekunder. Foto Xray kepala dan pencitraan seperti Computed Tomography scan
(CTscan) atau Magnetic Resonance Imaging (MRI) tidak rutin dan hanya atas indikasi
seperti:
1. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
2. Paresis nervus VI
3. Papiledema
Pemeriksaan Dan Observasi
Pada kejang demam sederhana, anak <18 bulan sangat disarankan untuk dilakukan
observasi dan pemeriksaan lebih lanjut seperti pungsi lumbal, sedangkan pada anak >18
bulan tidak harus observasi di rumah sakit jika kondisi stabil, keluarga perlu di-beritahu jika
terjadi kejang berulang maka harus di bawa ke rumah sakit. Pada kejang demam sederhana,
pemeriksaan darah rutin, elek troensefalografi, dan neuroimaging tidak selalu dilakukan.
Pemeriksaan pungsi lumbal dilakukan pada pasien umur <18 bulan, dengan meningeal sign
serta pasien dengan kecurigaan infeksi SSP.Pada kejang demam kompleks, pemeriksaan
difokuskan untuk mencari etiologi demam. Semua kejang demam kompleks membutuhkan
observasi lebih lanjut di rumah sakit. Pungsi lumbal serta beberapa tindakan seperti
elektroensefalografi dan CT scan mungkin diperlukan.

Penatalaksanaan Kejang Demam


Penatalaksanaan yang dilakukan saat pasien dirumah sakit antara lain:
1. Saat timbul kejang maka penderita diberikan diazepam intravena secara perlahan
dengan panduan dosis untuk berat badan yang kurang dari 10kg dosisnya 0,5-0,75
mg/kg BB, diatas 20 kg 0,5 mg/kg BB. Dosis rata-rata yang diberikan adalah 0,3
mg/kg BB/ kali pemberian dengan maksimal dosis pemberian 5 mg pada anak kurang
dari 5 tahun dan maksimal 10 mg pada anak yang berumur lebih dari 5 tahun.
Pemberian tidak boleh melebihi 50 mg per suntikan. Setelah pemberian pertama
diberikan masih timbul kejang 15 menit kemudian dapat diberikan injeksi diazepam
secara intravena dengan dosis yang sama. Apabila masih kejang maka ditunggu 15
menit lagi kemudian diberikan injeksi diazepam ketiga dengan dosis yang sama
secara intramuskuler.
2. Pembebasan jalan napas dengan cara kepala dalam posisi hiperekstensi miring,
pakaian dilonggarkan, dan pengisapan lendir. Bila tidak membaik dapat dilakukan
intubasi endotrakeal atau trakeostomi.
3. Pemberian oksigen, untuk membantu kecukupan perfusi jaringan.
4. Pemberian cairan intravena untuk mencukupi kebutuhan dan memudahkan dalam
pemberian terapi intravena. Dalam pemberian cairan intravena pemantauan intake dan
output cairan selama 24 jam perlu dilakukan, karena pada penderita yang beresiko
terjadinya peningkatan tekanan intrakranial kelebihan cairan dapat memperberat
penurunan kesadaran pasien. Selain itu pada pasien dengan peningkatan intraklanial
juga pemberian cairan yang mengandung natrium perlu dihindari.
5. Pemberian kompres hangat untuk membantu suhu tubuh dengan metode konduksi
yaitu perpindahan panas dari derajat tinggi (suhutubuh) ke benda yang mempunyai
derajat yang lebih rendah (kainkompres). Kompres diletakkan pada jaringan
penghantar panas yangbanyak seperti kelenjar limfe di ketiak, leher, lipatan paha,
serta area pembuluh darah yang besar seperti di leher. Tindakan ini dapat
dikombinasikan dengan pemberian antipiretik seperti prometazon 4-6 mg/kg BB/hari
(terbagi dalam 3 kali pemberian).
6. Apabila terjadi peningkatan tekanan intrakranial maka perlu diberikan obat-obatan
untuk mengurang edema otak seperti dektametason 0,5-1 ampul setiap 6 jam sampai
keadaan membaik. Posisi kepala hiperekstensi tetapi lebih tinggi dari anggota tubuh
yang lain dengan cara menaikan tempat tidur bagian kepala lebih tinggi kurang kebih
15° (posisi tubuh pada garis lurus)
7. Untuk pengobatan rumatan setelah pasien terbebas dari kejang pasca pemberian
diazepam, maka perlu diberikan obat fenobarbital dengan dosis awal 30 mg pada
neonatus, 50 mg pada anak usia 1 bulan-1tahun, 75 mg pada anak usia 1 tahun keatas
dengan tehnik pemberian intramuskuler. Setelah itu diberikan obat rumatan
fenobarbital dengan dosis pertama 8-10 mg/kg BB /hari (terbagi dalam 2 kali
pemberian) hari berikutnya 4-5 mg/kg BB/hari yang terbagi dalam 2 kali pemberian.
8. Pengobatan penyebab. Karena yang menjadi penyebab timbulnya kejang adalah
kenaikan suhu tubuh akibat infeksi seperti di telinga, saluran pernapasan, tonsil maka
pemeriksaan seperti angka leukosit, foto rongent, pemeriksaan penunjang lain untuk
mengetahui jenis mikroorganisme yang menjadi penyebab infeksi sangat perlu
dilakukan. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memilih jenis antibiotik yang cocok
diberikan pada pasien anak dengan kejang demam.
Referensi :
Irdawati, I. (2017). Kejang Demam Dan Penatalaksanaannya. Jurnal Berita Ilmu
Keperawatan, 2(3).
Anggraini, A. N. (2018). Asuhan Keperawatan Anak dengan Masalah Hipertermi Pada
Pasien Kejang Demam (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surabaya).
Meisadona, G., Soebroto, A. D., & Estiasari, R. (2015). Diagnosis Dan Tatalaksana
Meningitis Bakterialis. Cdk-224, 42, 15-19.
Putri, K. K. A. (2019). Gambaran Asuhan Keperawatan Pada Anak Meningitis Dengan
Hipertermia Di Ruang Cempaka Iii Rsup Sanglah Tahun 2019 (Doctoral Dissertation,
Politeknik Kesehatan Kemenkes Denpasar Jurusan Keperawatan).

Anda mungkin juga menyukai