Anda di halaman 1dari 18

MEDIKASI DALAM BIDANG PERIODONSIA

NURFADILLAH PANGGALO

J014201010

DEPARTEMEN PERIODONSIA

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit periodontal merupakan penyakit inflamasi yang disebabkan oleh sekelompok

mikroorganisme spesifik yang mengakibatkan kerusakan progresif pada jaringan penduku

ng gigi, ditandai dengan pembentukan poket, peningkatan kedalam probing, resorbsi tulan

g, atau kombinasi ketiganya. Penyakit periodontal merupakan penyakit rongga mulut yang

menjadi masalah hampir di seluruh dunia dengan jumlah penderita mencapai 50% dari ju

mlah populasi dewasa. 1

Perawatan periodontitis dengan initial fase therapy yang terdiri dari scaling, root plani

ng, peningkatan oral hygiene, bahkan mungkin diperlukan penyesuaian oklusal. Secara um

um penyakit periodontal disebabkan oleh bakteri plak pada permukaan gigi, dimana plak b

erupa lapisan tipis biofilm yang berisi kumpulan mikroorganisme patogen seperti Porphyr

omonas gingivalis, Actinobacillus actinomycetemcomitans, Prevotela intermedia, Tannere

lla forsythia serta Fusobacterium nucleatum yang merupakan deposit lunak. Gingivitis dan

poket gingiva terjadi karena rusaknya perlekatan gingiva (loss of gum attachment) dengan

akar gigi menandakan adanya periodontitis ringan. Kerusakan jaringan karena infeksi jari

ngan periodontal mengandung bahan-bahan toksik (berasal dari bakteri maupun respon inf

lamasi).2

Sebuah fakta bahwa terapi mekanik adalah dasar dari terapi periodontal. Di masa lalu,

hanya necrotizing ulcerative gingivitis yang diobati dengan terapi antibiotik karena diangg

ap sebagai infeksi fusospirochetal. Dengan munculnya bukti spesifisitas bakteri dalam kai

tannya dengan bentuk agresif periodontitis dan juga kesulitan dalam menekan patogen yan

g menyerang jaringan dengan terapi konvensional dalam kasus tertentu (seperti juvenile p

eriodontitis) menyebabkan pengembangan strategi pengobatan antimikroba. Tetapi elimin


asi total dari patogen periodontal dengan terapi antibiotik saja tidak dapat dilakukan, kecu

ali jika dikombinasikan dengan scaling dan root planing. 3

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa saja jenis obat yang digunakan dalam perawatan periodontal ?

2. Apa saja antibiotik yang digunakan dalam terapi periodontal ?

3. Apa saja anti inflamasi yang digunakan dalam terapi periodontal ?

4. Apa saja bahan irigasi pada subgingiva ?

5. Apa saja hal yang harus diperhatikan ketika memberi medikamen?

6. Bagaimana cara pemberian medikamen yang digunakan dalam bidang periodontal ?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Mengetahui jenis obat yang digunakan dalam perawatan periodontal

2. Mengetahui antibiotik yang digunakan dalam terapi periodontal

3. Mengetahui anti inflamasi yang digunakan dalam terapi periodontal

4. Mengetahui bahan irigasi pada subgingiva

5. Mengetahui hal yang harus diperhatikan ketika memberi medikamen

6.Mengetahui cara pemberian medikamen yang digunakan dalam bidang periodontal


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Jenis Obat Yang Digunakan Dalam Perawatan Periodontal

2.1.1 Antibiotik

Sebuah systematic review dan meta-analisis pada perawatan non-bedah pasien dengan

periodontitis kronis yang telah dilakukan SRP melaporkan bahwa terjadi peningkatan clin

ical attachment level (CAL) pada kelompok SRP saja dengan rerata sebesar 0,49 mm (95

% CI, 0,36-0,62) dan tambahan rata-rata 0,35 mm CAL (95% CI, 0.20-0.51) untuk SRP di

kombinasikan dengan aantibiotik sistemik Analisis ini menggabungkan semua studi yang t

ersedia tentang antibiotik sistemik, termasuk amoksisilin-metronidazol, metronidazol, azit

romisin, klaritromisin, moksifloksasin, tetrasiklin, dan doksisiklin. Studi melaporkan peru

bahan CAL setidaknya setelah 6 bulan tetapi memiliki jarak waktu follow-up yang bervari

asi. Nilai SRP untuk perawatan periodontal non-bedah awal tetapi menganggap peningkat

an 71% yang diberikan oleh antibiotik sistemik terlalu sedikit untuk merekomendasikan p

enggunaannya, terutama karena kemungkinan, meskipun tidak secara kuantitatif mengung

kapkan risiko efek samping. 4,5

2.1.2 Anti-inflamasi

Non-steroidal anti-inflammatory drugs (NSAID) menghambat pembentukan prostagla

ndin, termasuk PGE2, yang diproduksi oleh neutrofil, makrofag, fibroblas, dan sel epitel g

ingiva sebagai respons terhadap LPS, komponen dinding sel bakteri gram negatif. PGE2 t

elah dipelajari secara ekstensif pada penyakit periodontal karena PGE2 mengatur resorpsi

tulang oleh osteoklas. Kadar PGE2 meningkat pada pasien dengan penyakit periodontal di

bandingkan dengan pasien sehat. PGE2 juga menghambat fungsi fibroblast dan memiliki e

fek penghambatan dan modulasi pada respon imun. NSAID menghambat sintesis prostagl

andin dan karenanya mengurangi peradangan jaringan. Mereka digunakan untuk mengoba
ti rasa sakit, peradangan akut, dan berbagai kondisi peradangan kronis. NSAID termasuk s

alisilat (misalnya, aspirin), indometasin, dan turunan asam propiont (misalnya, ibuprofen,

flurbiprofen, naproxen).

Kemampuan NSAID untuk memblokir produksi PGE2, sehingga mengurangi inflama

si dan menghambat aktivitas osteoklas di jaringan periodontal, telah diteliti pada pasien de

ngan periodontitis. Pemberian NSAID jangka pendek mengurangi kadar MMP-8 cairan su

lkus gingiva (GCF), tetapi tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik yang diama

ti pada tingkat perlekatan klinis (CAL). Studi juga menunjukkan bahwa aspirin dosis rend

ah sebagai terapi periodontal tambahan bermanfaat dalam mengurangi kehilangan perleka

tan periodontal.6

2.2 Antibiotik Yang Digunakan Dalam Terapi Periodontal

Antibiotik merupakan zat yang dihasilkan oleh suatu mikroorganisme (bakteri, fungi,

aktinomicetes) yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme jenis lain. Sifat ant

ibiotik berbeda satu dengan lainnya. Aktivitasnya bergantung pada jenis bakteri yang men

ginfeksi. Berdasarkan perbedaan sifat spektrum kerjanya, antibiotik diklasifikasikan menj

adi spektrum sempit, dan spektrum luas. Batas antara kedua spektrum ini sebenarnya tida

k terlalu jelas. Berdasarkan struktur kimianya, antibiotik dibedakan atas beberapa kelomp

ok, yaitu:1

1) betalaktam yang terdiri atas golongan penisilin dan derivatnya, sefalosporin, karbap

enem, dan monobaktam,

2) makrolida dan ketolid,

3) linkomisida,

4) metronidazol,

5) tetrasiklin,

6) kuinolon,
7) aminoglikosida,

8) vankomisin,

9) sulfonamid,

10) kloramfenikol.

1) Penisilin

Penisilin banyak dipakai, baik untuk penyakit infeksi dalam rongga mulut mau

pun penyakit infeksi pada bagian tubuh yang lain. Penisilin bersifat bakterisid dengan

aktifitas kerja merusak dinding sel bakteri. Penisilin dikenal sebagai first line antibioti

c karena penisilin mempunyai kemampuan melawan sebagaian besar bakteri penyebab

infeksi. Banyak bakteri yang peka terhadap penisilin, kecuali bakteri yang memproduk

si enzim β-laktamase, karena cincin β-laktam yang terdapat pada struktur kimia penisi

lin dirusak oleh enzim tersebut sehingga penisilin menjadi tidak aktif. Penisilin termas

uk antibiotika berspektrum luas. Penisilin efektif terhadap bakteri penyebab periodonti

tis, yaitu golongan porphyromonas, fusobacterium maupun prevotella.

Derivat penisilin yang banyak digunakan dalam perawatan penyakit periodonta

l adalah amoksisilin. Amoksisilin merupakan antibiotika semi sintetik. Spektrum antib

iotikanya lebih luas dibanding penisilin, efektif terhadap bakteri gram positif dan nega

tif. Amoksisilin bermanfaat sebagai antibiotika penunjang pada kasus refractory maup

un juvenile periodontitis. Dosis yang disarankan adalah 500mg 3x1 sehari selama 7 ha

ri.

Sanctis et al. menyebutkan bahwa kombinasi amoksisilin dan asam klavulanat

(Augmentin) dengan dosis 375mg yang diberikan selama 14 hari dapat mengurangi ke

dalaman poket, insiden perdarahan saat probing serta meningkatkan terbentuknya perl

ekatan periodontal setelah 1 (satu) tahun evaluasi. Seymour and Heasman menyebutka

n bahwa kombinasi amoksisilin dengan asam klavulanat maupun amoksisilin dengan


metronidazole efektif melawan bakteri actinobacillus actinomycetemcomitans yang ba

nyak ditemukan pada juvenile periodontitis.7

2) Makrolida8,9,10

Golongan makrolida memiliki aktivitas spektrum yang hampir sama dengan pe

nisilin, terutama terhadap mikroba Gram positif sehingga merupakan alternatif untuk p

asien- pasien yang alergi penisilin dan resisten terhadap penisilin. Klindamisin merupa

kan derivat linkomisin, termasuk antibiotika bakteriostatik dengan aktifitas kerja meng

hambat sintesa protein bakteri. Klindamisin mempunyai aktifitas penetrasi yang baik k

e jaringan lunak dan keras. Klindamisin efektif terhadap bakteri stric anaerob yang me

mproduksi enzim β-laktamase, antara lain pigmented dan non-pigmented prevotella D

osisnya untuk klindamisin adalah 150mg 4x1 sehari selama 10 hari , dapat menibulkan

efek samping Pseudomembranous colitis.Untuk azitromisin 500 mg 1x1 sehari selama

3 hari, dapat memiliki efek samping kelainan gastrointestinal.Golongan makrolida me

miliki aktivitas spektrum yang hampir sama dengan penisilin, terutama terhadap mikro

ba Gram positif sehingga merupakan alternatif untuk pasien-

3) Metrodinazole

Metronidazole adalah antibiotika sintetik yang berasal dari imidazole. Secara s

istemik, metronidazole dapat berpenetrasi dengan baik ke jaringan. Konsentrasinya dit

emukan cukup tinggi pada GCF dan serum.Metronidazole adalah senyawa nitroimidaz

ole yang dikembangkan di Prancis untuk mengobati infeksi protozoa. Antibiotik ini be

rsifat bakterisidal bagi organisme anaerobik dan dianggap mengganggu sintesis DNA

bakteri dalam kondisi dengan potensi reduksi yang rendah. Metronidazole bukanlah o

bat pilihan untuk mengobati infeksi A. actinomycetemcomitans. Namun, metronidazol

e efektif melawan A. actinomycetemcomitans bila digunakan dalam kombinasi dengan


antibiotik lain. Metronidazole juga efektif melawan bakteri anaerob seperti Porphyrom

onas gingivalis dan Prevotella intermedia.11

4) Tetrasiklin12

Tetrasiklin populer pada tahun 1970an sebagai antibiotika spektrum luas denga

n toksisitas rendah. Tetrasiklin menghambat multiplikasi sel dengan cara menghambat

sintesa protein tetapi tidak membunuhnya, oleh karena itu tetrasiklin disebut sebagai a

ntibiotika bakteriostatik. Tetrasiklin merupakan antibiotika yang telah lama digunakan

, generasi baru dari golongan ini antara lain adalah minosiklin, doksisiklin dan demekl

osiklin. Tetrasiklin mampu menghambat kerja enzim kolagenase yang dihasilkan oleh

bakteri, oleh karena itu tetrasiklin disebut sebagai antibiotika yang bersifat anti kolage

nolitik. Sifat ini menguntungkan jaringan periodontal karena menghambat kerusakan y

ang terjadi pada penyakit periodontal.

Tetrasiklin efektif terhadap bakteri actinobacillus actinomycetemcomitans yan

g banyak ditemukan pada kasus juvenile periodontitis. Tetrasiklin tidak efektif terhada

p subspesies bakteri capnocytophaga dan eikenella corrodens, walaupun kedua macam

bakteri tersebut banyak pula ditemukan dalam poket periodontal.

Scopp (1994) melaporkan hasil studi kasus terhadap penderita laki-laki usia 30

tahun dengan localized juvenile periodontitis yang dirawat menggunakan tetrasiklin 2

50mg 4x1 sehari selama 2 minggu, kemudian setelahnya diikuti dosis tunggal 250mg s

elama 1 tahun. Evaluasi selama 1 tahun didapatkan hasil tidak ada pembengkakan yan

g sebelumnya bersifat kambuhan setiap 1 bulan sekali. Pemeriksaan jaringan rongga m

ulut tidak ada kelainan, kecuali karies tahap awal pada beberapa gigi. Secara umum gi

ngiva normal, 90% permukaan gigi bebas plak, tidak ada kegoyangan. Rata-rata kedal

aman poket 1-3 mm, kecuali pada molar pertama atas dan bawah + 8 mm, hal ini didu

ga merupakan ciri khas LJP. Tetrasiklin yang diberikan secara sistemik dapat terikat p
ada permukaan akar dan dilepaskan sedikit demi sedikit dalam bentuk aktif selama jan

gka waktu tertentu. Efek samping yang ditimbulkan dengan pemberian tetrasiklin seca

ra sistemik adalah staining pada gigi dan hipoplasi enamel.

5) Klindamisin 12

Klindamisin merupakan derivat linkomisin, termasuk antibiotika bakteriostatik

dengan aktifitas kerja menghambat sintesa protein bakteri. Klindamisin mempunyai a

ktifitas penetrasi yang baik ke jaringan lunak dan keras. Klindamisin efektif terhadap

bakteri stric anaerob yang memproduksi enzim β-laktamase, antara lain pigmented da

n nonpigmented prevotella.

Pada umumnya klindamisin secara sistemik digunakan pada perawatan penyak

it periodontal khususnya refractory adult periodontitis. Menurut Kuriyama et al., klind

amisin digunakan pada perawatan penyakit periodontal yang bersifat kambuhan, teruta

ma bila perawatan secara mekanis maupun perawatan dengan antibiotika yang lain (pe

nisilin dan tetrasiklin) tidak menunjukkan keberhasilan.

Mombelli and Winkelhoff melaporkan hasil penelitiannya tentang efektifitas k

lindamisin terhadap bakteri dalam poket. Evaluasi setelah 1 minggu pemberian klinda

misin 150mg 3x sehari selama 5 (lima) hari efektif mengurangi jumlah bakteri porphy

romonas gingivalis, fusobacterium nucleatum dan golongan spirochaeta, serta dapat m

engurangi skor gingival index secara signifikan tanpa dilakukan perawatan mekanis.

2.3 Anti-inflamasi yang Digunakan dalam Bidang Periodontal2.13

Berdasarkan asosiasi PGE2 dengan keparahan penyakit, strategi farmakologis a

wal ditujukan untuk menghambat produksi prostaglandin. Tes pendahuluan melibatka

n bahan kimia seperti ibuprofen, indometasin, α-tokoferol (suatu bentuk vitamin E), da

n asam lemak asam docosahexaenoic dan asam eicosapentaenoic. Beberapa di antaran

ya menghambat PGE2 dengan potensi tinggi dalam kisaran nanomolar atau mikromol
ar rendah. Studi selanjutnya menunjukkan bahwa penghambat siklooksigenase (COX)

spesifik secara efektif mengobati penyakit periodontal. Namun, obat tersebut tidak dap

at digunakan secara kronis; dan, setelah pengobatan dihentikan, penyakitnya kembali.

Strategi pengobatan potensial lainnya termasuk menggunakan antagonis tumor

necrosis factor α (TNFα), seperti etanercept atau infliximab, atau steroid. Perawatan i

ni memiliki efek samping yang serius dan tidak ideal untuk terapi jangka panjang. Stat

in, yang memiliki sifat anti-inflamasi juga menghentikan perkembangan penyakit peri

odontal. Seperti penghambat sintesis prostaglandin, ini hanya efektif selama pengobat

an dan tidak membalikkan efek penyakit. Dengan efek sampingnya, tidak ada yang di

anggap sebagai terapi optimal untuk penyakit periodontal.

Berdasarkan penelitian Kornmann et al. ternyata obat anti-inflamasi nonsteroi

d dapat menghambat perkembangan periodontitis meskipun terdapat bakteri patogenik

yang potensial. Ibuprofen merupakan salah satu obat antiinflamasi nonsteroid, derivat

dari asam propionat. Efek farmakologinya memiliki banyak persamaan dengan obat a

nti-inflamasi yang lain. Obat ini merupakan persenyawaan yang mempunyai khasiat a

nti-inflamasi, analgesik dan antipiretik. Aktifitas ibuprofen sebagai anti-inflamasi dap

at dicapai dengan cara menghambat pembentukan mediator radang prostaglandin. Efe

k anti-inflamasi ibuprofen terlihat pada pemberian 1200-2400 mg/hari dalam dosis ba

gi 4x sehari.14

Pemberian ibuprofen dapat mengganggu metabolisme asam arakidonat dengan

cara penghambatan kompetitif jalur enzim siklooksigenase. Enzim ini berperan sebag

ai katalis asam arakidonat dalam proses produksi berbagai mediator radang terutama p

rostaglandin. Apabila metabolisme asam arakidonat terganggu, maka terjadi hambatan

pada biosintesa prostagland14


2.4 Bahan Irigasi subgingiva15

Beberapa penelitian menemukan bahwa irigasi subgingiva dengan berbagai m

acam obat-obatan mampu mengurangi jumlah bakteri patogen subgingiva. Akan tetap

i satu kali irigasi tidak merespons baik obat-obatan lokal ini untuk diberikan obat-oba

tan secara sistemik. Menurut Sweeting dkk, lokasi yang dapat diberikan obat-obatan s

ecara lokal antara lain poket > 5 mm dengan perdarahan gingival, setelah skeling dan

penghalusan akar awal, poket > 5 mm dengan perdarahan gingiva atau lokasi > 6 mm

, lokasi yang direncanakan untuk pemberian cangkokan tulang, abses periodontal, ke

dalaman poket pada distal-fasial line angle dari molar kedua yang berhubungan deng

an pencabutan gigi molar ketiga jika tindakan intervensi bedah menghasilkan kondisi

kompromis, peri-implanitis yang bukan indikasi tindakan bedah, serta keterlibatan fu

rkasi kelas II (dangkal atau dalam) yang tidak akan dilakukan tindakan bedah. Dokter

gigi harus mengestimasi jumlah waktu kunjungan yang dibutuhkan berdasarkan kead

aan pasien.

Salah satu contoh yang dapat dilakukan adalah menjadwalkan sebuah kunjung

an yang lama atau dua kunjungan singkat sementara pasien menerima agen antimikro

bial, lalu jadwalkan kunjungan berikutnya selama masa penyembuhan. Rangkaian pe

rawatan ini disebut juga perawatan anti-infeksi atau disinfeksi. Data dari penelitian se

belumnya menunjukan adanya perbaikan pada kedalaman poket dan pengurangan per

iodontal patogen pada kelompok yang memakai agen antimikroba.

2.5 Hal yang Harus Diperhatikan ketika Memberi Medikamen

Seringkali dokter gigi sulit untuk memutuskan antibiotik apa yang harus diberikan

pada pasien. Faktor-faktor yang menentukan keputusan pemilihan antibiotik yaitu12 :


a. Usia pasien: Hal ini dapat mempengaruhi farmakokinetika dari banyak anti-

biotik, misalnya tetrasiklin berakumulasi pada tulang dan gigi dalam masa pert

umbuhan.

b. Fungsi renal dan hepatik: Penggunaan dan penentuan dosis antibiotik harus

dilakukan dengan sangat hati-hati ketika pasien memiliki gangguan organ-orga

n ini.

c. Faktor-faktor lokal: Kondisi pada area infeksi sangat mempengaruhi aksi ant

ibiotik, seperti adanya pus dan sekresi, bahan nekrotik dan foreign body, pH ya

ng rendah, dll.

d. Alergi obat: Riwayat penggunaan antibiotik sebelumnya dan reaksi alergi ha

rus diperhatikan.

e. Pertahanan inang yang terganggu: Pada individu dengan pertahanan inang y

ang normal, antibiotik bakteriostatik mungkin sudah cukup untuk mencapai pe

nyembuhan, sedangkan untuk pasien dengan pertahanan inang yang terganggu

sangat penting untuk menggunakan obat-obatan bakterisidal.

f. Kehamilan: Semua antibiotik harus dihindari saat hamil, karena risiko perke

mbangan fetus

g. Pertimbangan terkait organisme: Meskipun seringkali bersifat empiris, kece

nderungan patogen yang paling mungkin harus dipertimbangkan.

h. Faktor-faktor obat: Hal ini termasuk sifat spesifik antibiotik seperti spektrum

aktivitas (sempit/luas), jenis aktivitas (bakterisidal/bakteristatik), sensitivitas or

ganisme (nilai konsentrasi inhibitor minimal), toksisitas terkait, profil farmako

kinetik, jalur administrasi obat, bukti efektivitas klinis dan harga obat.
2.6 Cara Pemberian Medikamen Dalam Bidang Periodontal15,16,17

a) Secara Lokal

Pemberian obat secara lokal disebut juga dengan local drug delivery

system (LDDS). Pada LDDS, tujuan terapeutik dicapai dengan menempatkan

agen antimikroba langsung di situs sub gingiva / kantung periodontal, yang

melepaskan obat aktif secara langsung atau terkontrol / berkelanjutan untuk

memerangi serangan mikroba, sekaligus meminimalkan efek yang tidak

diinginkan pada non-oral. situs sistemik / tubuh. LDDS memiliki beberapa

keunggulan dibandingkan agen antimikroba sistemik, yang meliputi aplikasi

minimally invasive dan langsung di tempat infeksi, menghindari masalah

gastro-intestinal dan metabolisme pertama, pengurangan dosis dan frekuensi

pemberian obat, meningkatkan kepatuhan pasien dan berfungsi sebagai cara

ideal untuk memasukkan agen, yang tidak sesuai untuk administrasi sistemik

misalnya CHX. LDDS tersedia dalam bentuk sistem irigasi, fiber, gel, strip,

film, mikropartikel dan nanopartikel.

Adapun keterbatasan pemberian obat secara lokal ke poket periodontal

adalah sebagai berikut:

a. Iritan lokal tidak dapat diberikan.

b. Dosis dibatasi karena area yang relatif kecil.

c. Enzim seperti peptidase dan esterase dapat menyebabkannya

metabolisme presistemik.

d. Pemberian peptida tidak praktis karena peptidase.

e. Rute ini memahami kebutuhan obat-obatan berpotensi tinggi.

f. Biaya pembuatan tambalan atau perangkat menjadi masalah untuk

dipertimbangkan
Irigasi oral adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan

sistem irigasi yang digunakan secara profesional di klinik gigi serta diterapkan

secara pribadi oleh pasien di rumah untuk mencegah dan mengobati penyakit

periodontal. Sistem OI terdiri dari dua komponen, perangkat dan larutan irigasi

yang efektivitasnya diatur oleh tekanan irigasi, karakteristik aliran, dan jenis jet.

Tip mono-jet / multi-aliran jet tersedia untuk irigasi supra-gingiva, dan kanula

tumpul dengan port ujung atau samping tersedia untuk irigasi subgingiva.

Fiber adalah tipe reservoir dari sistem formulasi terapeutik yang

ditempatkan secara melingkar ke dalam kantong periodontal menggunakan

aplikator dan ditutup dengan perekat sianoakrilat atau penutup periodontal.

Setelah penempatan fiber ke dalam poket periodontal, pelepasan obat terjadi

melalui salah satu / kombinasi dari tiga mekanisme: difusi, pembengkakan, dan

degradasi.

Strip dan film (SF) adalah pita tipis berbasis polimer dari sistem matriks

yang dirancang untuk memberikan agen terapeutik aktif dengan cara yang

terkontrol dan berkelanjutan ketika ditempatkan secara tepat di ruang poket

periodontal interproksimal. 4. Gel16 Dalam bidang periodonsi, gel dengan agen

terapeutik aktif dimasukkan ke dalam kantong subgingiva secara hati-hati

dengan menggunakan jarum suntik dengan port yang lebar untuk memastikan

distribusi yang bersamaan di seluruh lokasi yang terinfeksi.

b) Secara Sistemik

Keuntungan:

a. Penyakit periodontal umumnya disebabkan oleh bakteri yang mana dapat

diobati menggunakan antibiotic


b. Beberapa penyakit periodotntal memiliki jumlah keragaman spesies yang

sedikit

c. Antibiotik murah

d. Dapat mengakses lokasi infeksi yang tidak dapat dijangkau oleh terapi

mekanik

Kekurangan:

a. Penyakit periodontal melibatkan spesies multiple, sulit diidentifikasi dan

untuk target spesies yang terlibat dalam proses penyakit

b. Patogen merupakan bagian flora rongga mulut pada periodontal sehat dan

yang terinfeksi

c. Penggunanan antibiotic berlebih menyebabkan resistensi bakteri d.

Konsentrasi antimikroba yang dicapai pada GCF rendah

e. Plak biofilm memengaruhi respon ke agen


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Konsep pemberian antibiotika secara sistemik dalam perawatan penyakit periodontal

dilandasi teori bahwa konsentrasi obat antibiotika pada poket periodontal mampu membunuh

bakteri spesifik yang dianggap sebagai penyebabnya. Pertimbangan lain adalah bahwa

perawatan mekanis saja tidak cukup untuk menghilangkan bakteri yang berada pada dasar

poket, epitel gingiva dan sementum. pemberian antibiotika secara sistemik untuk menunjang

perawatan mekanis dalam perawatan penyakit periodontal memberikan hasil yang baik. Setiap

golongan antibiotika mempunyai spesifikasi pada kasus tertentu sesuai dominasi bakteri

penyebab penyakit periodontal

Infeksi bakteri dapat menyebabkan berbagai penyakit periodontal. Bakteri mulai

menempel kembali ke permukaan gigi segera setelah gigi dibersihkan dan mulai membentuk

biofilm. Antibiotik dapat diberikan secara lokal dan sistemik. Pada kasus periodontitis kronis,

direkomendasikan menggunakan antibiotik yang diberikan secara lokal melalui fiber, gel, dan

mikropartikel. Pemberian antibiotik secara sistemik efektif untuk kasus aggressive

periodontitis dan necrotizing ulcerative gingivitis dan periodontitis. Dokter gigi harus

memperhatikan kondisi pasien sebelum memberikan antibiotic. Evaluasi terhadap beberapa

penderita yang dirawat memberikan hasil yang memuaskan.

3.2 Saran .

Diharapkan dapat menambah wawasan mengenai pemberian medikasi dalam perawatan

penyakit periodontal.
DAFTAR PUSTAKA

1. Fermin A Carranza , Jane L Forrest , E Barrie Kenney et al. Carranza’s Clinical

Periodontology. 11th ed. Riverport Lane St. Louis, editor. Missouri: Elsevier Saunders;

2012; 257-70

2. Haurdin s, Gles D, Gagnot G. A screening Methot For Periodontal Disease. Journal

Dentofacial Anim Orthod.2013; 16(104):2-5.

3. Van Dyke, TE. Shifting the paradigm from inhibitors of inflammation to resolvers of

inflammation in periodontitis. J Periodontol. 2020; 1‐ 7

4. Smiley CJ, Tracy SL, Abt E, Michalowicz BS, John MT, Gunsolley J, et al. Systematic

review and meta-analysis on the nonsurgical treatment of chronic periodontitis by

means of scaling and root planing with or without adjuncts. J Am Dent Assoc.

2015;146(7):508–24 e5.

5. Smiley CJ, Tracy SL, Abt E, Michalowicz BS, John MT, Gunsolley J, et al. Evidence-

based clinical practice guideline on the nonsurgical treatment of chronic periodontitis

by means of scaling and root planing with or without adjuncts. J Am Dent Assoc.

2015;146(7):525–35.

6. Newman MG. Takei HH, Klokkevold PR, Carranzan FA. Newman and carranza’s

clinical periodontology. 13th Ed. Philadelphia: Elsevier. 2019: 565.

7. Grover V, Kapoor A, Malhotra R. Systemic antibiotic therapy in periodontics. Dental

Res J 2012; 9 (5): 505-15.

8. Suardi HN. Antibiotik Dalam Dunia Kedokteran Gigi. Cakradonya Dent J 2014;

6(2):678- 744

9. Heitz-Mayfield LJA. Systemic antibiotics in periodontal therapy. Australian Dental

Journal 2009; 54(1): 96-101. doi: 10.1111/j.1834-7819.2009.01147.x


10. Roda RP, Bagan JV, Bielsa JMS, Pastor EC. Antibiotic Use in Dental Practice. Med

Oral Patol Oral Cir Bucal 2007;12;186–192.

11. Fiorellini, Kim D. Chang Y C. Anatomy, Structure, and Function of Periodontium,

Carranza’s Clinical Periodontology..2019

12. Grover V, Kapoor A, Malhotra R. Systemic antibiotic therapy in periodontics. Dental

Res J 2012; 9 (5): 505-15.

13. Dowd FJ, Johnson BS, Mariotti AJ. Pharmacology and Therapeutics for Dentistry. 7th

Ed. St. Louis, Missouri: Elsevier, Inc. 2017. p. 268

14. Zahra A. Carolia N. Obat Anti-inflamasi Non-steroid (OAINS): Gastroprotektif vs

Kardiotoksik. Majority. Jul 2017; 6(3): 153-4.

15. Zulfa L, Mustaqimah D. Non-surgical periodontal therapy. Dentofasial. 2011; 10(1):

39.

16. H.R. R, Dhamecha D, Jagwani S, Rao M, Jadhav K, Shaikh S, et al. Local drug delivery systems in the
management of periodontitis: A scientific review. J Control Release 2019;307:393–409.

17. Joshi D, Garg T, Goyal AK, Rath G. Advanced drug delivery approaches against periodontitis. Drug
Deliv 2016 Feb 12;23(2):363–77.

Anda mungkin juga menyukai