Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

Infeksi menular seksual (IMS) adalah infeksi yang penularannya terutama melalui
hubungan seksual. IMS terutama ditularkan melalui hubungan seksual, namun penularan dapat
juga terjadi dari ibu ke janin dalam kandungan atau saat kelahiran, melalui produk darah atau
transfer jaringan yang telah tercemar, kadang-kadang dapat ditularkan melalui alat kesehatan
IMS dapat dikelompokan tergantung penyebabnya yaitu bakteri, virus protozoa, jamur dan
parasit.
Infeksi menular seksual menjadi salah satu masalah kesehatan yang sering diabaikan.
Laporan WHO pada tahun 2019 menyebutkan bahwa terjadi lebih dari 1 juta kasus baru IMS
setiap hari di dunia. Setiap tahunnya, diestimasikan sebanyak 357 juta kasus baru dengan 1 dari 4
IMS : infeksi klamidia (131 juta kasus), gonorea (78 juta kasus), sifilis (5,6 juta kasus) dan
trikomoniasis (143 juta kasus) (WHO, 2019). Centers For Disease Control and Prevention
(CDC) melaporkan angka kejadian IMS pada tahun 2017 di Amerika mengalami peningkatan.
Pada tahun 2017 kejadian infeksi klamidia sebanyak 1.708.569 kasus, kejadian gonorea yaitu
555.608 kasus dan kejadian sifilis sejumlah 30.644 kasus. Ketiga penyakit ini mengalami
peningkatan dari tahun sebelumnya (CDC, 2017).
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki (LSL/MSM)


2.1.1 Definisi
LSL mengacu pada semua pria - dari segala usia - yang terlibat dalam hubungan
seksual dan / atau romantis dengan pria lain. Kata "pria" dan "seks" diartikan secara
berbeda dalam budaya dan masyarakat yang beragam, serta oleh individu yang terlibat.
Oleh karena itu, istilah "laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki" mencakup
berbagai macam pengaturan dan konteks di mana seks antar laki-laki terjadi, di
berbagai motivasi untuk terlibat dalam seks, identitas seksual dan gender yang
ditentukan sendiri, dan berbagai identifikasi dengan komunitas atau kelompok sosial
tertentu.

2.2 Infeksi Menular Seksual (IMS)


2.2.1 Definisi
Infeksi menular seksual (IMS) adalah infeksi yang penularannya terutama melalui
hubungan seksual. Cara hubungan seksual tidak hanya secara genito-genital, tetapi
dapat juga secara oro-genital, ano-genital, sehinggal kelainan yang timbul ini tidak
terbatas pada daerah genital, tetapi juga pada daerah ekstra genital (Daili FS dan
Zubier F, 2015). Tidak semua IMS ditularkan hanya melalui hubungan seksual, tetapi
ada IMS yang dapat menular melalui kontak langsung dengan alat-alat yang tercemar,
seperti: handuk, termometer, jarum suntik atau melalui cairan tubuh (darah, sperma,
saliva cairan vagina). Cara penularan IMS yang lain adalah dari ibu hamil kepada
janin yang dikandungnya pada saat inpartu

2.2.2 Jenis-Jenis Infeksi Menular Seksual


2.2.2.1 Gonore
Definisi
Gonore merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Neisseria
gonorrhoeae yang bersifat purulen dan dapat menyerang permukaan mukosa
manapun di tubuh manusia (wanita: endoserviks dan kelenjar bartholine,
sedangkan pada pria: pada membran mukosa uretra). N. Gonorrhoeae
disebabkan kuman Gram negatif, berbentuk biji kopi yang terletak intrasel.

Etiologi
Gonore disebabkan oleh gonokokus yang ditemukan oleh Neisser pada
tahun 1879. Kuman ini masuk dalam kelompok Neisseria sebagai
N.gonorrhoeae bersama dengan 3 spesies lainnya yaitu, N.meningitidis,
N.catarrhalis dan N.pharyngis sicca. Gonokok termasuk golongan diplokokus
berbentuk biji kopi dengan lebar 0,8µ dan panjang 1,6 µ. Kuman ini bersifat
tahan asam, gram negatif, dan dapat ditemui baik di dalam maupun di luar
leukosit. Kuman ini tidak dapat bertahan hidup pada suhu 39 derajat Celcius,
pada keadaan kering dan tidak tahan terhadap zat disinfektan. Gonokok terdiri
atas 4 tipe yaitu tipe 1, tipe 2, tipe 3 dan tipe 4. Namun, hanya gonokok tipe 1
dan tipe 2 yang bersifat virulen karena memiliki pili yang membantunya untuk
melekat pada mukosa epitel terutama yang bertipe kuboidal atau lapis gepeng
yang belum matur dan menimbulkan peradangan.

Gejala Klinis
Masa tunas gonore sangat singkat yaitu sekitar 2 hingga 5 hari pada pria.
Sedangkan pada wanita, masa tunas sulit ditentukan akibat adanya
kecenderungan untuk bersifat asimptomatis pada wanita. Keluhan subjektif
yang paling sering timbul adalah rasa gatal, disuria, polakisuria, keluar duh
tubuh mukopurulen dari ujung uretra yang kadang-kadang dapat disertai darah
dan rasa nyeri pada saat ereksi. Pada pemeriksaan orifisium uretra eksternum
tampak kemerahan, edema, ekstropion dan pasien merasa panas. Pada beberapa
kasus didapati pula pembesaran kelenjar getah bening inguinal unilateral
maupun bilateral. Gambaran klinis dan perjalanan penyakit pada wanita
berbeda dari pria. Pada wanita, gejala subjektif jarang ditemukan dan hampir
tidak pernah didapati kelainan objektif.
Pemeriksaan gram
Pemeriksaan Gram dengan menggunakan sediaan langsung dari duh uretra
memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi terutama pada duh uretra pria,
sedangkan duh endoserviks memiliki sensitivitas yang tidak begitu tinggi.
Pemeriksaan ini akan menunjukkan N.gonorrhoeae yang merupakan bakteri
gram negatif dan dapat ditemukan baik di dalam maupun luar sel leukosit.

2.2.2.2 Sifilis
Definisi
Sifilis disebabkan oleh spirokaeta Treponema pallidum. Sifilis merupakan
penyakit kronik dan bersifat sistemik, dan dapat menyerang seluruh organ
tubuh, dengan masa laten tanpa manifestasi lesi di tubuh.
Gejala Klinis
Periode inkubasi sifilis biasanya 3 minggu. Fase sifilis primer ditandai
dengan munculnya tukak baik tunggal maupun multipel. Lesi awal biasanya
berupa papul yang mengalami erosi, teraba keras dan terdapat indurasi.
Permukaan dapat tertutup krusta dan terjadi ulserasi. Bagian yang mengelilingi
lesi meninggi dan keras. Infeksi juga dapat terjadi tanpa ditemukannya chancer
(ulkus durum) yang jelas, misalnya kalau infeksi terjadi di rektum atau serviks.
Tanpa diberi pengobatan, lesi primer akan sembuh spontan dalam waktu 4
hingga 6 minggu.
Sepertiga dari kasus yang tidak diobati mengalami stadium generalisata
(sekunder). Timbul ruam makulo papuler bisanya pada telapak tangan dan
telapak kaki diikuti dengan limfadenopati. Erupsi sekunder ini merupakan
gejala klasik dari sifilis yang akan menghilang secara spontan dalam beberapa
minggu atau sampai dua belas bulan kemudian. Sifilis sekunder dapat timbul
berupa ruam pada kulit, selaput lendir dan organ tubuh dan dapat disertai
demam dan malaise. Pada kulit kepala dijumpai alopesia yang disebut moth-
eaten alopecia yang dimulai di daerah oksipital. Penularan dapat terjadi jika
ada lesi mukokutaneus yang basah pada penderita sifilis primer dan sekunder.
Penderita stadium erupsi sekunder ini, sepertiga dari mereka yang tidak diobati
akan masuk kedalam fase laten.
Fase laten merupakan stadium sifilis tanpa gejala klinis namun dengan
pemeriksaan serologis yang reaktif. Akan tetapi bukan berarti perjalanan
penyakit akan berhenti pada tingkat ini, sebab dapat terjadi sifilis stadium
lanjut berbentuk gumma, kelainan susunan syaraf pusat dan kardiovaskuler

2.2.2.3 Lymphogranuloma venereum


Definsi
Limfogranuloma venereum (LGV) ialah infeksi menular seksual sistemik
yang disebabkan oleh Chlamydia trachomatisserovar L1, L2 dan L3. Bentuk
yang tersering ialah sindrom inguinal, berupa limfadenitis dan periadenitis
beberapa kelenjar getah bening inguinal medial dengan lima tanda radang akut
dan disertai gejala konstitusi, yang akan mengalami perlunakan yang tidak
serentak.

Gejala Klinis
Gambaran klinisnya dapat dibagi menjadi bentuk dini, yang terdiri atas
afek primer serta sindrom inginal, dan bentuk lanjut yang terdiri atas sindrom
genital, anorektal dan uretral. Waktu terjadinya afek primer hingga sindrom
inguinal 3-6 minggu, sedangkan dari bentuk dini hingga bentuk lanjut satu
tahun hingga beberapa tahun
a. Afek primer
Afek primer biasanya berupa papulo vesikel kecil, berdiameter 2-3
cm, dalam waktu singkat mudah pecah menjadi erosi. Pada pria biasanya
terletak pada daerah glans penis, prepusium, sulkus koronarius
b. Sindrom inguinal.
Pembesaran kelenjar limfe inguinal disertai rasa nyeri, teraba
padat, kemudian berkembang ke arah peradangan perinodal. Terjadi
perlekatan antara satu kelenjar dengan yang lain, juga dengan jaringan di
bawah kelenjar serta jaringan kulitdi atasnya yang tampak ungu
kemerahan. Keluhan umum dapat berupa sakit kepala, demam, anoreksia,
nausea dan artralgia. Kelenjar limfe iliakal dan femoral dapat juga terkena
bersama-sama kelenjar limfe inguinal membentuk sekelompok bubo
disebut “ettage bubonen”. Buboadenitis inguinal yang terletak di atas
ligamentum inguinale dan buboadenitis femoral dibawah ligamentum
inguinale tampak memanjang dari medial ke lateral, sedang ligamentum
inguinal sendiri tetap utuh sehingga timbul celah panjang di antara
keduanya dan disebut “sign of the groove” atau “green blatt’s sign”, suatu
tanda klinik yang khas. Buboadenitis akan mengalami supurasi
multilokular dan bila pecah akan menimbulkan sinus atau fistula multiple.
c. Sindrom genital
Jika sindrom inguinal tidak diobati, maka terjadi fibrosis pada
kelenjar inguinal medial, sehingga aliran getah bening terbendung serta
terjadi edema dan elefantiasis. Elefantiasis tersebut dapat bersifat vegetatif,
dapat terbentuk fistel-fistel dan ulkus-ulkus. Pada pria, elephantiasis
terdapat di penis dan skrotum, sedangkan pada wanita di labia dan klitoris,
disebut estiomen
d. Sindrom anorektal
Sindrom tersebut dapat terjadi pada pria homoseksual, yang
melakukan senggama secara genitoanal

2.2.2.4 Kondiloma Akuminata


Definisi
Kondiloma akuminata atau genital warts atau lebih dikenal oleh
masyarakat awam dengan istilah penyakit kutil kelamin ataupun penyakit
jengger ayam digolongkan dalam penyakit menular seksual yang disebabkan
oleh Human Papiloma Virus (HPV).
Manifestasi Klinis
Secara umum kelainan fisik mulai 2-3 bulan setelah kontak. Umumnya
tidak menimbulkan keluhan namun bentuknya dapat menyebabkan stres
psikologik. Selama masa infeksi aktif, HPV akan bereplikasi tanpa bergantung
pada pembelahan sel pejamu dan akan memicu pejamu berproliferasi
membentuk banyak lesi berupa kutil datar hingga papilar. Lesi dapat bertangkai
atau melekat di dasar (sessile) dan kadang-kadang berpigmen. Terdapat 3
bentuk klinis KA, yaitu akuminata, keratotik, dan papul. Bentuk akuminata,
lunak karena tidak berkeratin, berbentuk seperti kembang kol, terutama
didaerah mukosa yang hangat, lembab dan tidak berambut sebagaimana.
Bentuk keratotik, menyerupai kutil biasa, di daerah kering, kulit anogenital.
Bentuk papul, didaerah dengan keratinisasi sempurna yaitu dibatang penis,
bagian lateral vulva, perineum, perianus, permukaan halus, licin dan tersebar
diskrit. Infeksi subklinis dapat terlihat seperti bercak putih (positif acetowhite)
setelah dilakukan tes asam asetat 5%.
Pemeriksaan Penunjang
 Tes asam asetat
Tes dilakukan dengan aplikasi larutan asam asetat 5% pada lesi yang
dicurigai. Dalam waktu 3-5 menit, lesi akan berubah menjadi putih
(acetowhite)
Tatalaksana
Infeksi HPV bersifat subklinis dan laten, maka tidak terdapat terapi
spesifik terhadap virus ini. Perawatan diarahkan pada pembersihan kutil – kutil
yang tampak dan bukan pemusnahan virus. Perhatian pada kebersihan arena
genital sangat penting karena kelembaban mendukung pertumbuhan kutil.
Beberapa modalitas terapi yang dapat dilakukan.
 Tinktura podofilin 10-25%
Podofilin resin bekerja sebagai anti mitotik yang menginduksi nekrosis
jaringan. Pada satu sesi terapi hanya diperbolehkan meliputi area seluas
10cm2 atau jumlah podofilin kurang dari 0,5ml
 Larutan trichloroacetic acid (TCA) 80-95%
Bahan ini bersifat korosif dan dengan cepat menjadi inaktif setelah
kontak dengan kulit/lesi. Aman digunakan untuk ibu hamil dan
menggunakan konsentrasi 50% ternyata juga memberikan hasil yang
memuaskan. Komplikasi yang mungkin terjadi adala erosi dan ulkus
dangkal.
 Bedah eksisi
Terutama untuk KA besar dan menimbulkan obstruksi. Lesi dapat
diambil secara keseluruhan dalam 1 sesi terapi. Efek samping berupa
nyeri, perdarahan, sampai timbul jaringan parut

2.3 Pencegahan
2.3.1 Penggunaan kondom
Beberapa penelitian menunjukkan, penggunaan kondom dapat menurunkan risiko
terjadinya IMS diantaranya klamidiasis, gonore dan trikomoniasis. Kondom juga dapat
menurunkan risiko terjadinya penyakit radang panggul pada wanita. Penggunaan
kondom yang baik dan benar dapat menurunkan risiko infeksi HPV, penyakit yang
berhubungan dengan HPV, herpes genital, sifilis, dan chancroid dimana daerah yang
terinfeksi atau daerah yang berpotensi terpapar penyakit dapat ditutupi oleh kondom.

2.3.2 Penggunaan kondom


World Health Organization (WHO) dan Joint United Nations Programme on
HIV/AIDS (UNAIDS) menganjurkan sirkumsisi pada laki-laki, dan dapat digunakan
sebagai intervensi serta pencegahan yang efektif terhadap infeksi HIV. Organisasi ini
menganjurkan sirkumsisi pada laki-laki di daerah dengan tingkat prevalensi IMS/HIV
yang tinggi. American Academy of Pediatrics(AAP) menganjurkan melakukan
sirkumsisi pada bayi baru lahir yang bertujuan untuk mencegah kanker penis, infeksi
saluran kencing, ulkus genital dan HIV. Tetapi tidak terdapat data yang yang pasti
mengenai sirkumsisi terhadap penurunan terjadinya HIV terhadap laki-laki
berhubungan seksual dengan laki-laki (LSL).

Anda mungkin juga menyukai