PENDAHULUAN
Infeksi menular seksual (IMS) adalah infeksi yang penularannya terutama melalui
hubungan seksual. IMS terutama ditularkan melalui hubungan seksual, namun penularan dapat
juga terjadi dari ibu ke janin dalam kandungan atau saat kelahiran, melalui produk darah atau
transfer jaringan yang telah tercemar, kadang-kadang dapat ditularkan melalui alat kesehatan
IMS dapat dikelompokan tergantung penyebabnya yaitu bakteri, virus protozoa, jamur dan
parasit.
Infeksi menular seksual menjadi salah satu masalah kesehatan yang sering diabaikan.
Laporan WHO pada tahun 2019 menyebutkan bahwa terjadi lebih dari 1 juta kasus baru IMS
setiap hari di dunia. Setiap tahunnya, diestimasikan sebanyak 357 juta kasus baru dengan 1 dari 4
IMS : infeksi klamidia (131 juta kasus), gonorea (78 juta kasus), sifilis (5,6 juta kasus) dan
trikomoniasis (143 juta kasus) (WHO, 2019). Centers For Disease Control and Prevention
(CDC) melaporkan angka kejadian IMS pada tahun 2017 di Amerika mengalami peningkatan.
Pada tahun 2017 kejadian infeksi klamidia sebanyak 1.708.569 kasus, kejadian gonorea yaitu
555.608 kasus dan kejadian sifilis sejumlah 30.644 kasus. Ketiga penyakit ini mengalami
peningkatan dari tahun sebelumnya (CDC, 2017).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Etiologi
Gonore disebabkan oleh gonokokus yang ditemukan oleh Neisser pada
tahun 1879. Kuman ini masuk dalam kelompok Neisseria sebagai
N.gonorrhoeae bersama dengan 3 spesies lainnya yaitu, N.meningitidis,
N.catarrhalis dan N.pharyngis sicca. Gonokok termasuk golongan diplokokus
berbentuk biji kopi dengan lebar 0,8µ dan panjang 1,6 µ. Kuman ini bersifat
tahan asam, gram negatif, dan dapat ditemui baik di dalam maupun di luar
leukosit. Kuman ini tidak dapat bertahan hidup pada suhu 39 derajat Celcius,
pada keadaan kering dan tidak tahan terhadap zat disinfektan. Gonokok terdiri
atas 4 tipe yaitu tipe 1, tipe 2, tipe 3 dan tipe 4. Namun, hanya gonokok tipe 1
dan tipe 2 yang bersifat virulen karena memiliki pili yang membantunya untuk
melekat pada mukosa epitel terutama yang bertipe kuboidal atau lapis gepeng
yang belum matur dan menimbulkan peradangan.
Gejala Klinis
Masa tunas gonore sangat singkat yaitu sekitar 2 hingga 5 hari pada pria.
Sedangkan pada wanita, masa tunas sulit ditentukan akibat adanya
kecenderungan untuk bersifat asimptomatis pada wanita. Keluhan subjektif
yang paling sering timbul adalah rasa gatal, disuria, polakisuria, keluar duh
tubuh mukopurulen dari ujung uretra yang kadang-kadang dapat disertai darah
dan rasa nyeri pada saat ereksi. Pada pemeriksaan orifisium uretra eksternum
tampak kemerahan, edema, ekstropion dan pasien merasa panas. Pada beberapa
kasus didapati pula pembesaran kelenjar getah bening inguinal unilateral
maupun bilateral. Gambaran klinis dan perjalanan penyakit pada wanita
berbeda dari pria. Pada wanita, gejala subjektif jarang ditemukan dan hampir
tidak pernah didapati kelainan objektif.
Pemeriksaan gram
Pemeriksaan Gram dengan menggunakan sediaan langsung dari duh uretra
memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi terutama pada duh uretra pria,
sedangkan duh endoserviks memiliki sensitivitas yang tidak begitu tinggi.
Pemeriksaan ini akan menunjukkan N.gonorrhoeae yang merupakan bakteri
gram negatif dan dapat ditemukan baik di dalam maupun luar sel leukosit.
2.2.2.2 Sifilis
Definisi
Sifilis disebabkan oleh spirokaeta Treponema pallidum. Sifilis merupakan
penyakit kronik dan bersifat sistemik, dan dapat menyerang seluruh organ
tubuh, dengan masa laten tanpa manifestasi lesi di tubuh.
Gejala Klinis
Periode inkubasi sifilis biasanya 3 minggu. Fase sifilis primer ditandai
dengan munculnya tukak baik tunggal maupun multipel. Lesi awal biasanya
berupa papul yang mengalami erosi, teraba keras dan terdapat indurasi.
Permukaan dapat tertutup krusta dan terjadi ulserasi. Bagian yang mengelilingi
lesi meninggi dan keras. Infeksi juga dapat terjadi tanpa ditemukannya chancer
(ulkus durum) yang jelas, misalnya kalau infeksi terjadi di rektum atau serviks.
Tanpa diberi pengobatan, lesi primer akan sembuh spontan dalam waktu 4
hingga 6 minggu.
Sepertiga dari kasus yang tidak diobati mengalami stadium generalisata
(sekunder). Timbul ruam makulo papuler bisanya pada telapak tangan dan
telapak kaki diikuti dengan limfadenopati. Erupsi sekunder ini merupakan
gejala klasik dari sifilis yang akan menghilang secara spontan dalam beberapa
minggu atau sampai dua belas bulan kemudian. Sifilis sekunder dapat timbul
berupa ruam pada kulit, selaput lendir dan organ tubuh dan dapat disertai
demam dan malaise. Pada kulit kepala dijumpai alopesia yang disebut moth-
eaten alopecia yang dimulai di daerah oksipital. Penularan dapat terjadi jika
ada lesi mukokutaneus yang basah pada penderita sifilis primer dan sekunder.
Penderita stadium erupsi sekunder ini, sepertiga dari mereka yang tidak diobati
akan masuk kedalam fase laten.
Fase laten merupakan stadium sifilis tanpa gejala klinis namun dengan
pemeriksaan serologis yang reaktif. Akan tetapi bukan berarti perjalanan
penyakit akan berhenti pada tingkat ini, sebab dapat terjadi sifilis stadium
lanjut berbentuk gumma, kelainan susunan syaraf pusat dan kardiovaskuler
Gejala Klinis
Gambaran klinisnya dapat dibagi menjadi bentuk dini, yang terdiri atas
afek primer serta sindrom inginal, dan bentuk lanjut yang terdiri atas sindrom
genital, anorektal dan uretral. Waktu terjadinya afek primer hingga sindrom
inguinal 3-6 minggu, sedangkan dari bentuk dini hingga bentuk lanjut satu
tahun hingga beberapa tahun
a. Afek primer
Afek primer biasanya berupa papulo vesikel kecil, berdiameter 2-3
cm, dalam waktu singkat mudah pecah menjadi erosi. Pada pria biasanya
terletak pada daerah glans penis, prepusium, sulkus koronarius
b. Sindrom inguinal.
Pembesaran kelenjar limfe inguinal disertai rasa nyeri, teraba
padat, kemudian berkembang ke arah peradangan perinodal. Terjadi
perlekatan antara satu kelenjar dengan yang lain, juga dengan jaringan di
bawah kelenjar serta jaringan kulitdi atasnya yang tampak ungu
kemerahan. Keluhan umum dapat berupa sakit kepala, demam, anoreksia,
nausea dan artralgia. Kelenjar limfe iliakal dan femoral dapat juga terkena
bersama-sama kelenjar limfe inguinal membentuk sekelompok bubo
disebut “ettage bubonen”. Buboadenitis inguinal yang terletak di atas
ligamentum inguinale dan buboadenitis femoral dibawah ligamentum
inguinale tampak memanjang dari medial ke lateral, sedang ligamentum
inguinal sendiri tetap utuh sehingga timbul celah panjang di antara
keduanya dan disebut “sign of the groove” atau “green blatt’s sign”, suatu
tanda klinik yang khas. Buboadenitis akan mengalami supurasi
multilokular dan bila pecah akan menimbulkan sinus atau fistula multiple.
c. Sindrom genital
Jika sindrom inguinal tidak diobati, maka terjadi fibrosis pada
kelenjar inguinal medial, sehingga aliran getah bening terbendung serta
terjadi edema dan elefantiasis. Elefantiasis tersebut dapat bersifat vegetatif,
dapat terbentuk fistel-fistel dan ulkus-ulkus. Pada pria, elephantiasis
terdapat di penis dan skrotum, sedangkan pada wanita di labia dan klitoris,
disebut estiomen
d. Sindrom anorektal
Sindrom tersebut dapat terjadi pada pria homoseksual, yang
melakukan senggama secara genitoanal
2.3 Pencegahan
2.3.1 Penggunaan kondom
Beberapa penelitian menunjukkan, penggunaan kondom dapat menurunkan risiko
terjadinya IMS diantaranya klamidiasis, gonore dan trikomoniasis. Kondom juga dapat
menurunkan risiko terjadinya penyakit radang panggul pada wanita. Penggunaan
kondom yang baik dan benar dapat menurunkan risiko infeksi HPV, penyakit yang
berhubungan dengan HPV, herpes genital, sifilis, dan chancroid dimana daerah yang
terinfeksi atau daerah yang berpotensi terpapar penyakit dapat ditutupi oleh kondom.