Anda di halaman 1dari 22

BAB II

KONSEP DASAR
1. KONSEP DASAR PRE EKLAMSIA
A. Definisi
Pre eklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil, bersalin dan
nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan protein uria tetapi tidak menjukkan tanda-tanda
kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya, sedangkan gejalanya biasanya muncul setelah
kehamilan berumur 28 minggu atau lebih. (Nanda, 2012)
Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai
dengan proteinuria (Prawirohardjo, 2008).
Pre eklamsi adalah timbulanya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat
kehamilan setelah usia 20 minggu atau segera setelah persalinan (Mansjoer dkk, 2006).  

B. Anatomi Fisiologi
Perubahan Fisiologi Wanita Hamil
Segala perubahan fisik dialami wanita selama hamil berhubungan dengan beberapa
sistem yang disebabkan oleh efek khusus dari hormon. Perubahan ini terjadi dalam rangka
persiapan perkembangan janin, menyiapkan tubuh ibu untuk bersalin, perkembangan
payudara untuk pembentukan / produksi air susu selama masa nifas. (Salmah dkk, 2006,
hal.47).

1. Uterus
Uterus akan membesar pada bulan-bulan pertama di bawah pengaruh estrogen dan
progesteron yang kadarnya meningkat. Pembesaran ini pada dasarnya disebabkan oleh
hipertrofi otot polos uterus.Pada bulan-bulan pertama kehamilan bentuk uterus seperti buah
advokat, agak gepeng.Pada kehamilan 4 bulan uterus berbentuk bulat dan pada akhir
kehamilan kembali seperti semula, lonjong seperti telur. (Wiknjosastro, H, 2006, hal. 89)
Perkiraan umur kehamilan berdasarkan tinggi fundus uteri :
a) Pada kehamilan 4 minggu fundus uteri blum teraba
b) Pada kehamilan 8 minggu, uterus membesar seperti telur bebek fundus uteri berada di
belakang simfisis.
c) Pada kehamilan 12 minggu kira-kira sebesar telur angsa, fundus uteri 1-2 jari di atas
simfisis pubis.
d) Pada kehamilan 16 minggu fundus uteri kira-kira pertengahan simfisis dengan pusat.
e) Kehamilan 20 minggu, fundus uteri 2-3 jari di bawah pusat.
f) Kehamilan 24 minggu, fundus uteri kira-kira setinggi pusat.
g) Kehamilan 28 minggu, fundus uteri 2-3 jari di atas pusat.
h) Kehamilan 32 minggu, fundus uteri pertengahan umbilicus dan prosessus xypoideus.
i) Kehamilan 36-38  minggu, fundus uteri kira-kira 1 jari di bawah prosessus xypoideus.
j) Kehamilan 40 minggu, fundus uteri turun kembali kira-kira 3 jari di bawah prosessus
xypoideus. (Wiknjosastro, H, 2006. Hal. 90-91 dan Mandriwati, G. A. 2008. Hal. 90).
2. Vagina
Vagina dan vulva juga mengalami perubahan akibat hormon estrogen sehingga
tampak lebih merah, agak kebiru-biruan (livide).Tanda ini disebut tanda Chadwick.
(Wiknjosastro, H. 2006. Hal. 95)
3. Ovarium
Pada permulaan kehamilan masih terdapat korpus luteum graviditatis sampai
terbentuknya plasenta pada kira-kira kehamilan 16 minggu.Namun akan mengecil setelah
plasenta terbentuk, korpus luteum ini mengeluarkan hormon estrogen dan progesteron.
Lambat laun fungsi ini akan diambil alih oleh plasenta. (Wiknjosastro, H. 2006. Hal .95)
4. Payudara
Payudara akan mengalami perubahan, yaitu mebesar dan tegang akibat hormon
somatomammotropin, estrogen, dan progesteron, akan tetapi belum mengeluarkan air susu.
Areola mammapun tampak lebih hitam karena hiperpigmentasi. (Wiknjosastro, H. 2006.
Hal. 95)

5. Sistem Sirkulasi
Sirkulasi darah ibu dalam kehamilan dipengaruhi oleh adanya sirkulasi ke plasenta,
uterus yang membesar dengan pembuluh-pembuluh darah yang membesar pula.Volume
darah ibu dalam kehamilan bertambah secara fisiologik dengan adanya pencairan darah
yang disebut hidremia. Volume darah akan bertambah kira-kira 25%, dengan puncak
kehamilan 32 minggu, diikuti dengan cardiac output yang meninggi kira-kira 30%.
(Wiknjosastro, H. 2006. Hal. 96).
6. Sistem Respirasi
Wanita hamil pada kelanjutan kehamilannya tidak jarang mengeluh rasa sesak
nafas.Hal ini ditemukan pada kehamilan 32 minggu ke atas karena usus tertekan oleh
uterus yang membesar ke arah diafragma sehingga diafragma kurang leluasa bergerak.
(Wiknjosastro, H. 2006. Hal. 96)
7. Traktus Digestivus
Pada bulan pertama kehamilan terdapat perasaan enek (nausea) karena hormon
estrogen yang meningkat.Tonus otot traktus digestivus juga menurun.Pada bulan-bulan
pertama kehamilan tidak jarang dijumpai gejala muntah pada pagi hari yang dikenal
sebagai moorning sickness dan bila terlampau sering dan banyak dikeluarkan disebut
hiperemesis gravidarum. (Wiknjosastro, H. 2006. Hal. 97)
8. Traktus Urinarius
Pada bulan-bulan pertama kehamilan kandung kencing tertekan oleh uterus yang
membesar sehingga ibu lebih sering kencing dan ini akan hilang dengan makin tuanya
kehamilan, namun akan timbul lagi pada akhir kehamilan karena bagian terendah janin
mulai turun memasuki Pintu Atas Panggul. (Wiknjosastro, H. 2006. Hal. 97)
9. Kulit
Pada kulit terjadi perubahan deposit pigmen dan hiperpigmentasi karena pengaruh
hormon Melanophore Stimulating Hormone (MSH) yang dikeluarkan oleh lobus anterior
hipofisis. Kadang-kadang terdapat deposit pigmen pada dahi, pipi, dan hidung, dikenal
sebagai kloasma gravidarum. Namun Pada kulit perut dijumpai perubahan kulit menjadi
kebiru-biruan yang disebut striae livide. (Wiknjosastro, H. 2006. Hal. 97)
10. Metabolisme dalam Kehamilan
Pada wanita hamil Basal Metabolik Rate (BMR) meningkat hingga 15-20 %.Kelenjar
gondok juga tampak lebih jelas, hal ini ditemukan pada kehamilan trimester akhir.Protein
yang diperlukan sebanyak 1 gr/kg BB perhari untuk perkembangan badan, alat
kandungan, mammae, dan untuk janin, serta disimpan pula untuk laktasi nanti.Janin
membutuhkan 30-40 gr kalsium untuk pembentukan tulang terutama pada trimester
ketiga.Dengan demikian makanan ibu hamil harus mengandung kalsium, paling tidak 1,5-
2,5 gr perharinya sehingga dapat diperkirakan 0,2-0,7 gr kalsium yang tertahan untuk
keperluan janin sehingga janin tidak akan mengganggu kalsium ibu. Wanita hamil juga
memerlukan tambahan zat besi sebanyak 800 mg untuk pembentukan haemoglobin dalam
darah sebagai persiapan agar tidak terjadi perdarahan pada waktu persalinan.
(Wiknjosastro, H. 2006. Hal. 98)
11. Kenaikan Berat Badan
Peningkatan berat badan ibu selama kehamilan menandakan adaptasi ibu terhadap
pertumbuhan janin. Perkiraan peningkatan berat badan adalah 4 kg dalam kehamilan 20
minggu, dan 8,5 kg dalam 20 minggu kedua (0,4 kg/minggu dalam trimester akhir) jadi
totalnya 12,5 kg. (Salmah, Hajjah.2006. Hal.60-61)

C. Etiologi
Penyebab preeklamsi sampai sekarang belum di ketahui secara pasti,tapi pada
penderita yang meninggal karena preeklamsia terdapat perubahan yang khas pada berbagai
alat.Tapi kelainan yang menyertai penyakit ini adalah spasmus arteriole, retensi Na dan air
dan coogulasi intravaskulaer.
Walaupun vasospasmus mungkin bukan merupakan sebab primer penyakit ini, akan
tetapi vasospasmus  ini yang menimbulkan berbagai gejala yang menyertai preeklamsi.
Sebab pre eklamasi belum diketahui,
1) Vasospasmus menyebabkan :
 Hypertensi
 Pada otak (sakit kepala, kejang)
 Pada placenta (solution placentae, kematian janin)
 Pada ginjal (oliguri, insuffisiensi)
 Pada hati (icterus)
 Pada retina (amourose)
2) Ada beberapa teori yang dapat menjelaskan tentang penyebab preeklamsia yaitu :
 Bertambahnya frekuensi pada primigravida, kehamilan ganda, hidramnion, dan
molahidatidosa
 Bertambahnya frekuensi seiring makin tuanya kehamilan
 Dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin dalam uterus
 Timbulnya hipertensi, edema, protein uria, kejang dan koma.
3) Factor Perdisposisi Preeklamsi
 Molahidatidosa
 Diabetes melitus
 Kehamilan ganda
 Hidrocepalus
 Obesitas
 Umur yang lebih dari 35 tahun

D. Klasifikasi
Preeklamsi di bagi menjadi 2 golongan yaitu :
1). Preeklamsi Ringan :
a) Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang di ukur pada posisi berbaring terlentang,
atau kenaikan diastolic 15 mmHg atau lebih, kenaikan sistolik 30 mmHg/lebih. Cara
pengukuran sekurang-kurangnya pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak periksa 1 jam,
dan sebaiknya 6 jam.
b) Edema umum (kaki, jari tangan dan muka atau BB meningkat)
c) Proteinuri kuwantitatif 0,3 gr atau lebih per liter, sedangkan kuwalitatif 1+ & 2+ pada
urine kateter atau midstream.
2). Preeklamsi Berat
a) TD 160/110 mmHg atau lebih
b) Proteinuria 5gr atau lebih perliter
c) Oliguria (jumlah urine <500cc/24 jam)
d) Adanya gangguan serebri, gangguan visus, dan rasa nyeri pada efigastrium
e) Terdapat edema paru dan sianosis

E. Manifestasi Klinis
1. penambahan berat badan yang berlebihan, terjadi kenaikan 1 kg seminggu beberapa kali.
2. Edema terjadi peningkatan berat badan, pembengkakan kaki, jari tangan dan muka.
3. Hipertensi (di ukur setelah pasien beristirahat selama 30 menit)
a) TD > 140/90 mmHg atau
b) Tekanan sistolik meningkat > 30 mmHg
c) Diastolik>15 mmHg
d) tekanan diastolic pada trimester ke II yang >85 mmHg patut di curigai sebagai
preeklamsi
4. Proteinuria
a) Terdapat protein sebanyak 0,3 g/l dalam urin 24 jam atau pemeriksaan
kuwalitatif  +1 /  +2.
b) Kadar protein > 1 g/l dalam urine yang di keluarkan dengan kateter atau urine porsi
tengah, di ambil 2 kali dalam waktu 6 jam.

F. Patofisiologi
Pada pre eklampsia terdapat penurunan plasma dalam sirkulasi dan terjadi peningkatan
hematokrit. Perubahan ini menyebabkan penurunan perfusi ke organ , termasuk ke utero
plasental fatal unit. Vasospasme merupakan dasar dari timbulnya proses pre eklampsia.
Konstriksi vaskuler menyebabkan resistensi aliran darah dan timbulnya hipertensi
arterial.Vasospasme dapat diakibatkan karena adanya peningkatan sensitifitas dari sirculating
pressors. Pre eklampsia yang berat dapat mengakibatkan kerusakan organ tubuh yang lain.
Gangguan perfusi plasenta dapat sebagai pemicu timbulnya gangguan pertumbuhan plasenta
sehinga dapat berakibat terjadinya Intra Uterin Growth Retardation.
G. Pohon Masalah
Pre Eklamsi

Adaptasi fisiologis normal pada kehamilan

Ekspansi plasma

↑ekspansi massa sel darah

Anemia fisiologis pada kehamilan

Peningkatan volume plasma darah

Vasodilatasi

↓albumin serum ↓resistensi vasculer
sistemik /sistemik vasculer
↓tekanan osmotik keloid resisten (SVR)


Hemokonsentrasi
↓ ↑curah jantung
↑hematoksit maternal ↓
↓ Hipertensi arterial
Perfusi organ maternal↓ ↓
termasuk perfusi ke unit Ketidak efektifan perfusi ↑aliran plasma ginjal
janin uretroplasma jaringan perifer ↓
↓ ↓ Laju filtrasi glomerulus↑
Vasospasme siklik lanjut Edema ↓
menurunkan perfusi ↓ Hepatoseluler GFR
organ dengan Intoleransi aktivitas endoteliosis glumerulus
menghancurkan sel-sel

darah merah
SRAA protein realease

Kapasitas O2 maternal↓

Kontraksi jalan lahir IUFD IUGR


↓ ↓
Nyeri akut Duka cita

Penanganan pre eklamsi

Berat Ringan

˂ 36 minggu ≥ 36 minggu Konservatif
↓ ↓
Konservatif
Aktif Membaik Memburuk
Membaik Gagal ↓ ↓ ↓
↓ (12-24 jam) Akhiri kehamilan Tunggu aterm Akkhiri pada
Tunggu Aterm ↓ ↓ ≥ 37 minggu
↓ Akhiri kehamilan Partus biasa
Akhiri kehamilan

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium : protein uri dengan kateter atau midstream ( biasanya meningkat hingga
0,3 gr/lt atau +1 hingga +2 pada skala kualitatif ), kadar hematokrit menurun, BJ urine
meningkat, serum kreatini meningkat, uric acid biasanya > 7 mg/100 ml
2. USG : untuk mengetahui keadaan janin
3. NST : untuk mengetahui kesejahteraan janin

I. Komplikasi
Tergantung derajat pre-eklampsianya, yang termasuk komplikasi antara lain atonia
uteri (uterus couvelaire), sindrom HELLP (Haemolysis Elevated Liver Enzymes, Low Platelet
Cown), ablasi retina, KID (Koagulasi Intra Vaskular Diseminata), gagal ginjal, perdarahan
otal, oedem paru, gagal jantung, syok dan kematian.
Komplikasi pada janin berhubungan dengan akut kronisnya insufisiensi
uteroplasental, misalnya pertumbuhan janin terhambat dan prematuritas.

J. Penatalaksanaan
1. Prinsip Penatalaksanaan Pre-Eklampsia
a) Melindungi ibu dari efek peningkatan tekanan darah
b) Mencegah progresifitas penyakit menjadi eklampsia
c) Mengatasi atau menurunkan risiko janin (solusio plasenta, pertumbuhan janin
terhambat, hipoksia sampai kematian janin)
d) Melahirkan janin dengan cara yang paling aman dan cepat sesegera mungkin setelah
matur, atau imatur jika diketahui bahwa risiko janin atau ibu akan lebih berat jika
persalinan ditunda lebih lama.
2. Penatalaksanaan Pre-Eklampsia Ringan
a) Dapat dikatakan tidak mempunyai risiko bagi ibu maupun janin
b) Tidak perlu segera diberikan obat antihipertensi atau obat lainnya, tidak perlu dirawat
kecuali tekanan darah meningkat terus (batas aman 140-150/90-100 mmhg).
c) Istirahat yang cukup (berbaring / tiduran minimal 4 jam pada siang hari dan minimal 8
jam pada malam hari)
d) Pemberian luminal 1-2 x 30 mg/hari bila tidak bisa tidur
e) Pemberian asam asetilsalisilat (aspirin) 1 x 80 mg/hari.
f) Bila tekanan darah tidak turun, dianjurkan dirawat dan diberi obat antihipertensi :
metildopa 3 x 125 mg/hari (max.1500 mg/hari), atau nifedipin 3-8 x 5-10 mg/hari, atau
nifedipin retard 2-3 x 20 mg/hari, atau pindolol 1-3 x 5 mg/hari (max.30 mg/hari).
g) Diet rendah garam dan diuretik tidak perlu
h) Jika maturitas janin masih lama, lanjutkan kehamilan, periksa tiap 1 minggu
i) Indikasi rawat : jika ada perburukan, tekanan darah tidak turun setelah 2 minggu rawat
jalan, peningkatan berat badan melebihi 1 kg/minggu 2 kali berturut-turut, atau pasien
menunjukkan tanda-tanda pre-eklampsia berat. Berikan juga obat antihipertensi.
j) Jika dalam perawatan tidak ada perbaikan, tatalaksana sebagai pre-eklampsia berat.
Jika perbaikan, lanjutkan rawat jalan
k) Pengakhiran kehamilan : ditunggu sampai usia 40 minggu, kecuali ditemukan
pertumbuhan janin terhambat, gawat janin, solusio plasenta, eklampsia, atau indikasi
terminasi lainnya. Minimal usia 38 minggu, janin sudah dinyatakan matur.
l) Persalinan pada pre-eklampsia ringan dapat dilakukan spontan, atau dengan bantuan
ekstraksi untuk mempercepat kala ii.
3. Penatalaksanaan Pre-Eklampsia Berat
Dapat ditangani secara aktif atau konservatif.  Aktif berarti : kehamilan diakhiri /
diterminasi bersama dengan pengobatan medisinal. Konservatif berarti : kehamilan
dipertahankan bersama dengan pengobatan medisinal. Prinsip : Tetap pemantauan janin
dengan klinis, USG, kardiotokografi.
a) Penanganan aktif.
Penderita harus segera dirawat, sebaiknya dirawat di ruang khusus di daerah
kamar bersalin.Tidak harus ruangan gelap.Penderita ditangani aktif bila ada satu atau
lebih kriteria ini.
 Ada tanda-tanda impending eklampsia
 Ada hellp syndrome
 Ada kegagalan penanganan konservatif
 Ada tanda-tanda gawat janin atau iugr   
 Usia kehamilan 35 minggu atau lebih
Pengobatan medisinal : diberikan obat anti kejang MgSO4 dalam infus dextrose
5% sebanyak 500 cc tiap 6 jam. Cara pemberian MgSO4 : dosis awal 2 gram intravena
diberikan dalam 10 menit, dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan sebanyak 2 gram per
jam drip infus (80 ml/jam atau 15-20 tetes/menit). Syarat pemberian MgSO4 : – frekuensi
napas lebih dari 16 kali permenit – tidak ada tanda-tanda gawat napas – diuresis lebih dari
100 ml dalam 4 jam sebelumnya – refleks patella positif. MgSO4 dihentikan bila : – ada
tanda-tanda intoksikasi – atau setelah 24 jam pasca persalinan – atau bila baru 6 jam
pasca persalinan sudah terdapat perbaikan yang nyata. Siapkan antidotum MgSO4 yaitu
Ca-glukonas 10% (1 gram dalam 10 cc NaCl 0.9%, diberikan intravena dalam 3
menit).Obat anti hipertensi diberikan bila tekanan darah sistolik lebih dari 160 mmHg
atau tekanan darah diastolik lebih dari 110 mmHg.Obat yang dipakai umumnya nifedipin
dengan dosis 3-4 kali 10 mg oral. Bila dalam 2 jam belum turun dapat diberi tambahan 10
mg lagi. Terminasi kehamilan : bila penderita belum in partu, dilakukan induksi
persalinan dengan amniotomi, oksitosin drip, kateter Folley, atau prostaglandin E2. Sectio
cesarea dilakukan bila syarat induksi tidak terpenuhi atau ada kontraindikasi partus
pervaginam.Pada persalinan pervaginam kala 2, bila perlu dibantu ekstraksi vakum atau
cunam.
b) Penanganan konservatif
Pada kehamilan kurang dari 35 minggu tanpa disertai tanda-tanda impending
eclampsia dengan keadaan janin baik, dilakukan penanganan konservatif.Medisinal :
sama dengan pada penanganan aktif. MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mencapai tanda-
tanda pre-eklampsia ringan, selambatnya dalam waktu 24 jam. Bila sesudah 24 jam tidak
ada perbaikan maka keadaan ini dianggap sebagai kegagalan pengobatan dan harus
segera dilakukan terminasi. jangan lupa : oksigen dengan nasal kanul, 4-6 l / menit,
obstetrik : pemantauan ketat keadaan ibu dan janin. bila ada indikasi, langsung terminasi.
Menjelaskan tentang manfaat istirahat dan diet berguna dalam pencegahan.
Istirahat tidak selalu berarti berbaring di tempat tidur, namun pekerjaan sehari-hari perlu
dikurangi, dan dianjurkan lebih banyak duduk dan berbaring.Diet tinggi protein, dan
rendah lemak, karbohidat, garam dan penambahan berat badan yang tidak berlebihan
perlu dianjurkan.
Mengenal secara dini preeklampsia dan segera merawat penderita tanpa
memberikan diuretika dan obat anthipertensi, memang merupakan kemajuan yang
penting dari pemeriksaan antenatal yang baik. (Wiknjosastro H,2006).
2. KONSEP DASAR CAESAREA
A. Pengertian          
                Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka
dinding perut dan dinding uterus atau vagina atau suatu histerotomy untuk melahirkan janin
dari dalam rahim. Dalam operasi caesar ada tujuh lapisan yang diiris pisau bedah, yaitu
lapisan kulit, lapisan lemak, sarung otot, otot perut, lapisan dalam perut, lapisan luar rahim,
dan rahim. Setelah bayi dikeluarkan, lapisan itu kemudian dijahit lagi satu-persatu, sehingga
jahitannya berlapis-lapis.
            Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu
insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan sayatan rahim dalam keadaan utuh serta
berat janin diatas 500 gram (Sarwono, 2005, hal. 133).
            Sectio caesarea merupakan prosedur bedah untuk kelahiran janin dengan insisi melalui
abdomen dan uterus (Liu, 2007, hal. 227)
Jenis-jenis operasi sectio caesarea :
1. Abdomen (Sectio caesar abdominalis)
a. Sectio caesarea Transperitonealis
- SC klasik atau corporal (dengan insisi memanjang pada corpus uteri) dilakukan dengan
membuat sayatan memanjang pada corpus uteri kira-kira 10 cm.
Kelebihan :
Mengeluarkan janin dengan cepat, tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih
tertarik, sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal.
Kekurangan :
Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal, karena tidak ada reperitonealis yang
baik, untuk persalinan yang berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan.
- SC Ismika atau profundal (Low servical dengan insisi pada segmen bawah rahim)
Dilakukan dengan melakukan sayatan melintang konkat pada segmen bawah rahim (low
servical transversal) kira-kira 10 cm.
Kelebihan :
- Penjahitan luka lebih mudah
- Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik
- Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan penyebaran isi uterus
ke rongga peritoneum
- Pendarahan tidak begitu banyak
- Kemungkinan rupture uteri spontan berkurang atau lebih kecil
Kekurangan :
- Luka dapat melebar kekiri, kekanan, dan bawah, sehingga dapat menyebabkan uteri
pecah dan mengakibatkan banyak pendarahan
- Keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi
b. Sectio Ekstra Peritonealis yaitu tanpa membuka peritonium parietalis dengan demikian
tidak membuka cavum abdominal.
2. Vagina (Sectio Caesarea Vaginalis)
Menurut sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukam sebagai berikut :
a. Sayatan memanjang (Longitudinal)
b. Sayatan Melintang (Transversal)
c. Sayatan huru T (T insicion)

Ada dua jenis sayatan operasi yang dikenal yaitu :


a. Sayatan Melintang
Sayatan pembedahan dilakukan dibagian bawah rahim. Sayatan melintang dimulai dari
ujung atau pinggir selangkangan (shymphisisis) di atas batas rambut kemaluan sepanjang
sekitar 10-14 cm. Keuntungannya adalah parut pada rahim kuat sehingga cukup kecil
resiko menderita rupture uteri (robek rahim) di kemudian hari. Hal ini karena pada masa
nifas, segmen bawah rahim tidak banyak mengalami kontraksi sehingga luka operasi
dapat sembuh lebih sempurna (Kasdu, 2003, hal. 45)
b. Sayatan Memanjang (SC klasik)
Meliputi sebuah pengirisan memanjang dibagian tengah yang memberikan suatu ruang
yang lebih besar untuk mengeluarkan bayi, namun jenis ini kini jarang dilakukan karena
jenis ini labil, rentan terhadap komplikasi (Dewi Y. 2007. Hal 4)
B. Etiologi
1. Indikasi section caesarea
Indikasi sectio caesarea (Cuningham, F Garry, 2005: 595)
a) Riwayat sectio caesarea
Uterus yang memiliki jaringan parut dianggap sebagai kontraindikasi untuk
melahirkan karena dikhawatirkan akan terjadi rupture uteri. Resiko ruptur uteri
meningkat seiring dengan jumlah insisi sebelumnya, klien dengan jaringan perut
melintang yang terbatas disegmen uterus bawah , kemungknan mengalami robekan
jaringan parut simtomatik pada kehamilan berikutnya. Wanita yang mengalami ruptur
uteri beresiko mengalami kekambuhan , sehingga tidak menutup kemungkinan untuk
dilakukan persalinan pervaginam tetapi dengan beresiko ruptur uteri dengan akibat
buruk bagi ibu dan janin, american collage of obstetrician and ginecologistc (1999)
b) Distosia persalinan
Distosia berarti persalinan yang sulit dan ditandai oleh terlalu lambatnya
kemajuan persalinan, persalinan abnormal sering terjadi terdapat disproporsi antara
bagian presentasi janin dan jalan lahir, kelainan persalinan terdiri dari :
1) Ekspulsi (kelainan gaya dorong)
Oleh karena gaya uterus yang kurang kuat, dilatasi servik (disfungsi uterus) dan
kurangnya upaya utot volunter selama persalinan kala dua.
2) Panggul sempit
3) Kelainan presentasi, posisi janin
4) Kelainan jaringan lemak saluran reproduksi yang menghalangi turunnya janin
c) Gawat janin
Keadaan gawat janin bisa mempengaruhi keadaan keadaan janin, jika penentuan waktu
sectio caesarea terlambat, kelainan neurologis seperti cerebral palsy dapat dihindari
dengan waktu yang tepat untuk sectio caesarea.
d) Letak sungsang
Janin dengan presetasi bokong mengalami peningkatan resiko prolaps tali pusat dan
terperangkapnya kepala apabila dilahirka pervaginam dibandingkan dengan janin
presentasi kepala.
C. Patofisiologi
            Amnion terdapat pada plasenta dan berisi cairan yang didalamnya adalah sifat dari
kantung amnion adalah bakteriostatik yaitu untuk mencegah karioamnionistis dan infeksi
pada janin. Atau disebut juga sawar mekanik terhadap infeksi. Setelah amnion terinfeksi oleh
bakteri dan disebut kolonisasi bakteri maka janin akan berpotensi untuk terinfeksi juga pada
25% klien cukup bulan yang terkena infeksi amnion, persalinan kurang bulan terkena indikasi
ketuban pecah dini daripada 10% klien persalinan cukup bulan indikasi ketuban pecah dini
akan menjadi tahap karioamnionitis (sepsis, infeksi menyeluruh). Keadaan cerviks yang baik
pada kontraksi uterus yang baik, maka persalinan per vagina dianjurkan, tetapi apabila terjadi
gagal induksi cerviks atau induksi cerviks tidak baik, maka tindakan sectio caesarea tepat
dilakukan secepat mungkin untuk menghindari kecacatan atau terinfeksinya janin lebih parah.

D. Komplikasi
            Komplikasi sectio caesarea mencakup periode masa nifas yang normal dan komplikasi
setiap prosedur pembedahan utama. Kompikasi sectio caesarea (Hecker, 2001 ; 341)
a. Perdarahan
Perdarahan primer kemungkinan terjadi akibat kegagalan mencapai hemostasis ditempat
insisi rahim atau akibat atonia uteri, yang dapat terjadi setelah pemanjangan masa
persalinan.
b. Sepsis sesudah pembedahan
Frekuensi dan komplikasi ini jauh lebih besar bila sectio caesarea dilakukan selama
persalinan atau bila terdapat infeksi dalam rahim. Antibiotik profilaksis selama 24 jam
diberikan untuk mengurangi sepsis.
c. Cedera pada sekeliling stuktur
Beberapa organ didalam abdomen seperti usus besar, kandung kemih, pembuluh didalam
ligamen yang lebar, dan ureter, terutama cenderung terjadi cedera. Hematuria yang
singkat dapat terjadi akibatterlalu antusias dalam menggunakan retraktor didaerah
dinding kandung kemih.
* Komplikasi Pada anak
Seperti halnya dengan ibunya, nasib anak yang dilahirkan dengan sectio caesarea banyak
tergantung dari keadaan yang menjadi alasan untuk melakukan sectio caesaria. Menurut
statistik di negara – negara dengan pengawasan antenatal dan intra natal yang baik,
kematian perinatal pasca sectio caesaria berkisar antara 4 dan 7 %. (Sarwono, 1999).

E. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis dan perawatan setelah dilakukan sectio caesarea (Cuningham, F
Garry, 2005 : 614)
1. Perdarahan dari vagina harus dipantau dengan cermas
2. Fundus uteri harus sering dipalpasi untuk memastikan bahwa uterus tetap berkontraksi
dengan kuat
3. Analgesia meperidin 75-100 mg atau morfin 10-15 mg diberikan, pemberian narkotik
biasanya disertai anti emetik, misalnya prometazin 25 mg
4. Eriksa aliran darah uterus palingsedikit 30 ml/jam
5. Pemberian cairan intra vaskuler, 3 liter cairan biasanya memadai untuk 24 jam pertama
setelah pembedahan
6. Ambulasi, satu hari setelahpembedahan klien dapat turun sebertar dari tempat tidur
dengan bantuan orang lain
7. Perawatan luka, insisi diperiksa setiap hari, jahitan kulit (klip) diangkat pada hari keempat
setelah pembedahan
8. Pemeriksaan laboratorium, hematokrit diukur pagi hari setelah pembedahan untuk
memastikan perdarahan pasca operasi atau mengisyaratkan hipovolemia
9. Mencegah infeksi pasca operasi, ampisilin 29 dosis tunggal, sefalosporin, atau penisilin
spekrum luas setelahjanin lahir

F. Pengkajian Fokus
Pengkajian keperawatan Pra bedah di ruangan :
1. Data Subyektif
a. Pengetahuan dan Pengalaman Terdahulu.
i. Pengertian tentang bedah yang dianjurkan
 Tempat
 Bentuk operasi yang harus dilakukan
 Informasi dari ahli bedah lamanya dirawat dirumah sakit, keterbatasan
setelah di bedah.
 Kegiatan rutin sebelum operasi.
 Kegiatan rutin sesudah operasi.
 Pemeriksaan-pemeriksaan sebelum operasi.
ii. Pengalaman Bedah Terdahulu
 Bentuk, sifat, rontgen
 Jangka waktu
b. Kesiapan Psikologis Menghadapi Bedah
1) Penghayatan-penghayatan dan ketakutan-ketakutan menghadapi bedah yang
dianjurkan.
2) Metode-metode penyesuaian yang lazim.
3) Agama dan artinya bagi pasien.
4) Kepercayaan dan praktek budaya terhadap bedah.
5) Keluarga dan sahabat dekat
 Dapat dijangkau (jarak)
 Persepsi keluarga dan sahabat sebagai sumber yang memberi bantuan.

c. Status Fisiologis
1) Obat-obat yang dapat mempengaruhi anaesthesi atau yang mendorong
komplikasi-komplikasi pascabedah.
2) Berbagai alergi medikasi, sabun, plester.
3) Penginderaan : kesukaran visi dan pendengaran.
4) Nutrisi : intake gizi yang sempurna (makanan, cairan) mual, anoreksia.
5) Motor : kesukaran ambulatori, gerakan tangan dan kaki, arthritis, bedah
orthopedi yang terdahulu (penggantian sendi, fusi spinal).
6) Alat prothesa : gigi, mata palsu, dan ekstremitas.
7) Kesantaian : bisa tidur, terdapat nyeri atau tidak nyaman, harapan mengenai
terbebas dari nyeri setelah operasi.
2. Data Obyektif
a. Pola berbicara : mengulang-ulang tema, perubahan topik tentang perasaan (cemas),
kemampuan berbahasa Inggris.
b. Tingkat interaksi dengan orang lain.
c. Perilaku : gerakan tangan yang hebat, gelisah, mundur dari aktifitas yang sibuk (cemas).
d. Tinggi dan berat badan.
e. Gejala vital.
f. Penginderaan : kemampuan penglihatan dan pendengaran.
g. Kulit : turgor, terdapat lesi, merah atau bintik-bintik.
h. Mulut : gigi palsu, kondisi gigi dan selaput lendir.
i. Thorak : bunyi nafas (terdapat, sisanya) pemekaran dada, kemampuan bernafas dengan
diafragma, bunyi jantung (garis dasar untuk perbandingan pada pasca bedah).
j. Ekstremitas : kekuatan otot (terutama) kaki, karakteristik nadi perifer sebelum bedah
vaskuler atau tubuh.
k. Kemampuan motor : adalah keterbatasan berjalan, duduk, atau bergerak di tempat
duduk, koordinasi waktu berjalan.

Pengkajian pra bedah di kamar bedah :


a. Pengkajian Psikososial
- Perasaan takut/cemas
- Keadaan emosional pasien
b. Pengkajian Fisik
 TTV
 Sistem integumentum : pucat, sianosis, adakah penyakit kulit di area badan
  Sistem kardiovaskuler
 Apakah ada gangguan pada sisitem cardio ?
 Validasi apakah pasien menderita penyakit jantung ?
 Kebiasaan minum obat jantung sebelum operasi.
 Kebiasaan merokok, minum alcohol
 Oedema
 Irama dan frekuensi jantung.
 Pucat
 Sistem pernafasan
 Apakah pasien bernafas teratur ?
 Batuk secara tiba-tiba di kamar operasi.
 Sistem gastrointestinal : apakah pasien diare ?
 Sistem reproduksi : Apakah pasien mengalami menstruasi?
 Sistem saraf : kesadaran
 Validasi persiapan fisik pasien
 Apakah pasien puasa ?
 Lavement ?
 Kapter ?
 Perhiasan ?
 Make up ?
 Scheren / cukur bulu pubis ?
 Pakaian pasien / perlengkapan operasi ?
 Validasi apakah pasien alaergi terhadap obat ?

Pengkajian intra bedah di kamar bedah :


Hal-hal yang dikaji selama dilaksanakannya operasi bagi pasien yang diberi
anaesthesi total adalah yang bersifat fisik saja, sedangkan pada pasien yang diberi
anaesthesi lokal ditambah dengan pengkajian psikososial.
Secara garis besar hal-hal yang perlu dikaji adalah :
a. Pengkajian mental
Bila pasien diberi anaesthesi lokal dan pasien masih sadar / terjaga maka sebaiknya
perawat menjelaskan prosedur yang sedang dilakukan terhadapnya dan memberi
dukungan agar pasien tidak cemas/takut menghadapi prosedur tersebut.
b. Pengkajian fisik
 Tanda-tanda vital
(Bila terjadi ketidaknormalan tanda-tanda vital dari pasien maka perawat harus
memberitahukan ketidaknormalan tersebut kepada ahli bedah). 
 Transfusi
(Monitor flabot transfusi sudah habis apa belum. Bila hampir habis segera diganti
dan juga dilakukan observasi jalannya aliran transfusi).
 Infus
(Monitor flabot infuse sudah habis apa belum. Bila hampir habis harus segera
diganti dan juga dilakukan observasi jalannya aliran infuse).
 Pengeluaran urin
Normalnya pasien akan mengeluarkan urin sebanyak 1 cc/kg BB/jam.

G. Diagnosa Keperawatan
1) Diagnosa Umum (Doengoes, 2000)
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan efek samping dari anaesthesi.
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka post operasi.
c. Nyeri akut berhubungan dengan proses pembedahan.
d. Resiko injury berhubungan dengan kelemahan fisik, efek anaesthesi, obat-
obatan (penenang, analgesik) dan imobil terlalu lama.
e. Gangguan pola nafas berhubungan dengan posisi klien (Brunnert dan suddart)
2) Diagnosa Tambahan (Doengoes, 2000)
 Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi
sekret.
 Resiko retensi urine berhubungan dengan anaesthesi, bedah pelvis, dan kurang
gerak.
 Kurang pengetahuan berhubungan dengan salah memahami informasi.
 Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang prosedur
pembedahan.
 Nausea berhubungan dengan efek anaesthesi, narkotika, ketidaseimbangan
elektrolit.
 Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri.
 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
anoreksoia, lemah, nyeri, mual.
 Konstipasi berhubungan dengan efek anaesthesi
H. Fokus Intervensi dan Rasional
1. Gangguan pola nafas berhubungan dengan posisi klien
Tujuan : pola nafas klien normal
Intervensi :
 Kaji pola nafas klien (rasionalnya : mengetahui supali oksigen)
Monitor TTV (apakah mengalami kenaikan)
 Beri posisi kepala lebih tinggi dari kaki, semi fowler (posisi nyaman, membantu pola
nafas efektif)
 Beri tarapi oksigen (membantu dalam suplai oksigen)

2. Kurang volume cairan berhubungan dengan perdarahan (Doenges, 2000)


Tujuan : memenuhi kebutuhan cairan sesuai kebutuhan tubuh
Kriteria Hasil : intake dan out put seimbang
Intervensi :
 Observasi perdarahan (mengetahui jumlah darah yang keluar)
 Monitor intake dan out put cairan
 Monitor tanda-tanda vital (apakah mengalami kenaikan)
 Kolaborasi pemberian cairan elektrolit sesuai program (memenuhi kebutuhan tubuh
akan cairan elektrolit yang seimbang)

3. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat (kulit tak utuh)
(Nanda Nic Noc, 2005)
Tujuan : tidak ada tanda-tanda infeksi (rubor, kalor, dolor, fungiolesa), jumlah leukosit
dalam batas normal
Intervensi :
 Kaji lebar luka, kedalaman, panjang, warna, panas/tidak, merah atau hitam
(mengetahui seberapa besar resiko infeksi)
 Inspeksi lebar luka/insisi bedah
 Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas

4. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan efek anestesi


Tujuan : mengatasi masalah gangguan pertukaran gas
Intervensi :
 Kaji status pernapasan secaraperiodik, catat adanya perubahan pada usaha tingkatan
hipoksia
 Auskultasi bunyi paru secara periodic, catat kualitas bunyi napas, wheezing,
ekspirasi memanjang dan observasi kesimetrisan gerakan dada
 Kaji adanya sianosis
 Auskultasi irama dan bunyi jantung
 Bantu klien untuk beristirahat dengan menjaga ketenangan lingkungan
 Posisikan klien dalam posisi nyaman (fowler atau semi fowler)
 Ajarkan dan motivasi klien untuk melakukan pernapasanmulut/ bibir (pursed lip)
 Monitor keseimbangan intake dan output cairan
 Monitor saturasi oksigen (bila Pulse Oximetri ada)

5. Nyeri akut berhubungan dengan proses pembedahan


Tujuan : nyeri berkurang, pasien terlihat rileks
Intervensi :
 Kaji tingkat, skala nyeri
 Beri posisi nyaman (mengurangi nyeri)
 Ajarkan teknik relaksasi (mengurangi nyeri)
 Beri kompres dingin (mengurangi nyeri dan menghentikan pendarahan)
 Kolaborasi pemberian obat analgetik (mengurangi nyeri)

  

Anda mungkin juga menyukai