Anda di halaman 1dari 32

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ternak Ruminansia

2.1.1 Sejarah Sapi Bali

Sapi Bali adalah sapi asli Indonesia yang berasal dari pulau Bali. Asal sapi

Bali ini yaitu banteng (Bos sondaicus) (Sapi Bali merupakan keturunan dari bangsa

banteng (Bos sondaicus)) yang telah didosmetikasi selama bertahun-tahun. Proses

domestikasi yang lama diduga menyebabkan ukuran sapi Bali lebih kecil

dibandingkan dengan Banteng. Sapi Bali jantan dan betina dilahirkan dengan warna

bulu merah bata dengan garis hitam disepanjang punggung yang juga disebut garis

belut. Setelah mengalami dewasa kelamin, warna sapi Bali jantan akan mengalami

perubahan menjadi kehitaman, sedangkan untuk betina warna bulunya akan relatif

sama. Pada umumnya sapi Bali tidak memiliki punduk seperti sapi Ongole, keempat

kakinya memiliki warna putih yang sering disebut White stocking dan pantat yang

juga berwarna putih yang disebut White mirror (Abidin, 2002). Menurut d’Alton

1823 (dalam Berata, 2008), taksonomi sapi Bali adalah:

Phylum : Chordata

Sub-phylum : Vertebrata

Class : Mamalia

Ordo : Artiodactyla

Sub-ordo : Ruminantia

Family : Bovidae

8
Genus : Bos

Species : Bos sondaicus

Sapi Bali telah menyebar luas diseluruh pelosok tanah air yang ada di

Indonesia. Meskipun masih tetap terkonsentrasi di pulau Bali, kemurnian sapi Bali

masih tetap terjaga yang diperkuat dengan adanya perundang-undangan daerah

yang mengatur pembatasan masuknya jenis sapi lain ke pulau Bali. Sapi Bali

merupakan sapi lokal dengan kemampuan produksi yang cukup tinggi. Upaya

peningkatan produktifitas sapi Bali tidak dapat lepas dari upaya pengaturan

dinamika populasi seperti tingkat kelahiran, pemotongan dan kematian (Yuliani,

2001).

2.1.2 Ciri Fisik Sapi Bali

Sapi Bali mempunyai ciri-ciri fisik yang seragam, dan hanya mengalami

perubahan kecil dibandingkan nenek moyangnya yaitu banteng. Warna sapi Bali

jantan adalah merah bata tetapi setelah berumur 12-18 bulan warnanya berubah

menjadi agak gelap sampai mendekati warna hitam pada saat dewasa, sapi jantan

yang dikastrasi akan tetap berwarna merah bata. Warna sapi betina pada saat masih

muda biasanya merah bata dengan garis hitam tipis terdapat disepanjang tengah

punggungnya dan warna sapi betina ini akan tetap tidak berubah hingga dewasa.

Perkembangan pada sapi Bali dapat dilihat dari ciri-ciri fenotipnya yang dapat

diamati atau dilihat secara langsung, seperti tinggi, panjang, berat, warna dan pola

warna tubuh, perkembangan tanduk dan sebagainya (Hardjosubroto dan Astuti,

1993).

9
Disamping ciri-ciri umum terdapat di atas, sapi Bali juga ditemukan beberapa

pola warna yang menyimpang seperti dikemukakan oleh Hardjosubroto dan Astuti

(1999) sebagai berikut:

1. Sapi tutul adalah sapi Bali yang bertutul-tutul pada bagian tubuhnya.

2. Sapi panjut adalah sapi Bali yang ujung ekornya bewarna putih.

3. Sapi cundang adalah sapi Bali yang didahinya bewarna putih.

4. Sapi Bang adalah sapi Bali yang kaos putih pada kakinya bewarna merah.

5. Sapi injin adalah sapi Bali yang bulu tubuhnya hitam sejak kecil dan warna

bulu telinga bagian dalam juga hitam, pada yang jantan sekalipun dikasih

kebiri tidak terjadi perubahan warna.

6. Sapi mores adalah sapi Bali dibagian bawah perut terdapat warna hitam

dan merah.

Menurut Siswanto (2011) menyatakan bahwa karakteristik sapi Bali

meliputi:

a. Jantan dewasa berwarna hitam dengan kepala lebar, otot di bagian leher

terlihat kompak dan kuat, dada besar dan berdaging tebal, pantat putih

berbentuk setengah bulan dengan ujung ekor berwarna hitam, bagian lutut

kebawah berwarna putih.

b. Sapi Bali dewasa betina bewarna merah bata, kepala panjang, halus,

sempit dengan tanduk kecil dan pendek, punggung terdapat garis berwarna

10
putih seperti belut, leher terlihat lebih ramping bila dibanding dengan

jantan serta pantat berwarna putih, ekor berwarna hitam.

2.1.3 Manajemen Pembibitan Reproduksi

2.1.3.1 Seleksi

Peningkatan mutu genetik sapi Bali murni hanya dapat dicapai dengan

pemakaian bibit pejantan unggul yang berasal dari pejantan yang telah diseleksi

dengan baik melalui teknologi inseminasi buatan (IB) maupun dengan perkawinan

alami.

Seleksi merupakan salah satu tindakan yang dapat dilakukan untuk

meningkatkan mutu genetik ternak (Oka, 2010). Tindakan ini harus dilakukan

secara terus menerus dan berkelanjutan sehingga dihasilkan ternak unggul baik dari

segi produksi maupun reproduksinya. Seleksi sapi Bali yang akan digunakan

sebagai bakal calon induk juga dilaksanakan oleh kelompok ternak yang ada di

Provinsi Bali. Hal ini dilakukan untuk memenuhi kriteria sebagai penerima bantuan

sapi bibit oleh pemerintah setempat. Dimensi tubuh yang bernilai ekonomis,

meliputi panjang badan, tinggi punduk dan lingkar dada harus sesuai dengan

persyaratan yang telah ditetapkan oleh pemberi bantuan. Ketiga hal ini dapat

dipakai untuk memprediksi produktivitas ternak (Kadarsih, 2003).

2.1.3.2 Pubertas

Pubertas dapat didefinisikan sebagai umur atau waktu seekor ternak yang

organ-organ reproduksinya mulai berfungsi dan perkembangbiakan dapat terjadi

(Toelihere, 1985).

11
2.1.3.3 Sinkronisasi Estrus Indukan

Penyerentakan berahi atau sinkronisasi estrus adalah usaha yang bertujuan

untuk mensinkronkan kondisi reproduksi ternak sapi donor dan resipien.

Sinkronisasi atau induksi estrus adalah tindakan menimbulkan berahi, diikuti

ovulasi fertil pada sekelompok atau individu ternak dengan tujuan utama untuk

menghasilkan konsepsi atau kebuntingan. Angka konsepsi atau kebuntingan yang

optimum merupakan tujuan dari aplikasi sinkronisasi estrus ini (Salverson dan

Perry, 2007). Ternak-ternak betina menjadi estrus pada interval waktu yang teratur,

namun berbeda dari spesies satu ke spesies yang lainnya (Frandson, 1993). Interval

antara timbulnya satu periode estrus ke permulaan periode berikutnya disebut

sebagai suatu siklus estrus. Siklus estrus pada dasarnya dibagi menjadi 4 fase atau

periode yaitu proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus (Marawali, et al., 2001).

Deteksi berahi paling sedikit dilaksanakan dua kali dalam satu hari, pagi

hari dan sore/malam hari. Berahi pada ternak di sore hari hingga pagi hari mencapai

60%, sedangkan pada pagi hari sampai sore hari mencapai 40% (Laming, 2004).

Menurut Ihsan (1992), bahwa deteksi berahi umumnya dapat dilakukan dengan

melihat tingkah laku ternak dan keadaan vulva.

Menurut Patterson., et al (2005), metode pertama sinkronisasi estrus dengan

pemberian sediaan berbasis progestin. Hormon ini bekerja dengan kemampuannya

menimbulkan pengaruh umpan-balik negatif ke hipotalamus, sehingga penghentian

pemberiaannya akan menyebabkan pembebasan GnRH dari hipotalamus, diikuti

dengan pembebasan FSH dan LH dari pituitari anterior, serta terjadilah estrus dan

diikuti ovulasi. Sediaan implan progesteron yang kini masih banyak digunakan

adalah implan progesteron intravagina controlled internal drug release (CIDR,

12
eazibreedTM, InterAg, Hamilton, New Zealand). Pemberian progesteron lebih dari

14 hari akan menyebabkan sinkronisasi estrus, namun fertilitas yang diinduksi akan

sangat menurun.

Metode kedua sinkronisasi estrus dengan pemberian sediaan berbasis

PGF2α. Prostaglandin F2α yang bekerja melisiskan korpus luteum yang berakibat

turunnya kadar progesteron plasma dengan tiba-tiba. Lisisnya korpus luteum diikuti

dengan penurunan progesteron yang dihasilkan, akibatnya terjadi pembebasan

serentak GnRH dari hipotalamus, diikuti dengan pembebasan FSH dan LH dari

pituitari anterior, sehingga terjadilah estrus dan ovulasi. Keberhasilan sinkronisasi

estrus tergantung dari penurunan serentak kadar progesteron dalam darah, serta

perkembangan dan ovulasi dari folikel ovaria. Prostaglandin F2α hanya efektif bila

ada korpus luteum yang berkembang, antara hari 7 sampai 18 dari siklus estrus;

sedangkan penurunan progestagen eksogen hanya efektif bila terjadi regresi korpus

luteum secara alami atau induksi (Salverson dan Perry, 2007).

2.1.3.4 Perkawinan

Perkawinan pada ternak perlu diperhatikan karena berdampak pada

performa keturunan ternak tersebut. Penurunan performans sapi Bali salah satunya

yaitu terjadinya inbreeding (silang dalam) dan tidak adanya pejantan unggul di

dalam kelompok ternak masyarakat yang digunakan sebagai pemacek sehingga

terjadi perkawinan acak tanpa control dalam kelompok (Baco, 2000).

Perkawinan ternak dapat dilakukan melalui dua metode, yaitu metode

perkawinan alami dan inseminasi buatan. Inseminasi buatan (IB) merupakan

metode perkawinan yang paling ideal untuk meningkatkan populasi ternak,

meningkatkan mutu genetik dari ternak tersebut, dan mempertahankan kemurnian

13
genetik ternak. Hal-hal yang perlu diketahui sebelum melaksanakan inseminasi

buatan diantaranya adalah waktu berahi sapi betina dengan tepat. Waktu berahi

ditunjukkan oleh perubahan vulva menjadi kemerahan, bengkak, dan suhu,

keluarnya lendir serviks, dan perubahan tingkah laku (Abidin, 2012).

2.1.3.5 Pemeriksaan Kebuntingan

Pemeriksaan kebuntingan dapat dilakukan dengan metode Non Return Rate

(NRR) dan palpasi rektal. NRR merupakan pengamatan presentase jumlah ternak

yang tidak estrus atau berahi kembali selang siklus estrus ke-1, ke-2 dan ke-3 pasca

Inseminasi buatan (Tolihere, 1985: Linsay et al., 1982). Palpasi rektal merupakan

suatu cara untuk mendiagnosa kebuntingan yang dapat diketahui melalui palpasi

per rektal terhadap cornua uteri di mana cornua uteri membesar berisi cairan

plasenta (amnion dan allantois). Untuk mengurangi resiko dalam melakukan

palpasi rektal baik pemeriksa maupun ternak maka diperlukan kandang jepit dan

sarung tangan yang menutupi lengan untuk menjaga kebersihan (Susilawati, 2011).

Lama kebuntingan merupakan periode kebuntingan ternak yang dimulai

dengan pembuahan yang berakhir dengan kelahiran pedet yang hidup (Pohontu,

2018). Menurut Devendra et al., (1973), lama kebuntingan pada ternak sapi Bali

berkisar 276-295 hari, sedangkan menurut penelitian Prasojo (2010) berkisar antara

278,7 sampai 290,1 hari.

Penyebab lama kebuntingan ternak dipengaruhi oleh bangsa sapi, jenis

kelamin dan jumlah anak yang di kandung, umur induk, musim, dan letak geografis

(Iskandar, 2011).

14
2.1.3.6 Kelahiran Pedet

Adapun ciri-ciri sapi betina melahirkan antara lain : otot-otot dan ligamen

bagian belakang dan ujung ekor menjadi lunak dan tenang, ujung ekor (tailhead)

diangkat 24-28 jam sebelum melahirkan dan vulva mengembang, ternak gelisah,

kesana-kesini untuk mencari tempat melahirkan, kondisi perut membengkak dan

besar, keluar lendir melalui vulva bagian luar (Tolihere, 1981).

Rata-rata umur melahirkan sapi Bali yaitu 1104,51 hari atau 36,8 bulan

(Siswanto, 2013). Perkembangan sapi Bali sangat cepat dibandingkan sapi yang

lain karena tingkat kesuburannya tinggi, presentase beranak dapat mencapai 80%

dengan bobot lahir berkisar antara 9-20 kg (Tanari, 2001).

2.1.4 Manajemen Pemeliharaan Pedet

2.1.4.1 Pedet

Pedet adalah anak sapi yang baru lahir hingga umur 8 bulan. Pedet yang baru

lahir membutuhkan perawatan khusus, ketelitian, kecermatan dan ketekunan

dibandingkan dengan pemeliharaan sapi sapi dewasa. Pada saat lahir lambung

ruminansia belum bekerja optimal terkhusus pada bagian rumen. Lambung yang

bekerja pada pedet adalah abomasum, sehingga proses pencernaan mendekati

hewan monogastrik. Pada pedet yang masih menyusui terdapat 4 sulcus

oesophagus, yaitu saluran yang berfungsi untuk mengalirkan susu dari cavum oris

ke abomasum. Dengan demikian susu terbebas dari fermentasi di rumen. Seiring

dengan pertambahan umur pedet, rumen berkembang pesat, sehingga hewan akan

berubah dari monogastrik pada saat lahir menjadi poligastrik pada saat dewasa

(Mukhtar, 2006).

15
Laju pertumbuhan pedet hasil persilangan ditentukan oleh beberapa faktor

antara lain potensi pertumbuhan dari masing-masing individu ternak dan pakan

yang tersedia (Aberle, 2001). Ukuran dimensi panjang tubuh induknya (Saptayanti,

2013).

2.1.4.2 Penanganan Kelahiran Pedet

Langkah awal yang harus dilakukan terhadap pedet yang baru lahir adalah

membersihkan lendir di dalam rongga mulut dan rongga hidung serta mengeringkan

bulunya yang dapat dilakukan dengan baik oleh induknya sendiri. Tali pusar

dipotong pendek (±2 cm dari pangkalnya) dan diberi yodium segera mungkin

setelah kelahiran untuk mencegah infeksi. Biarkan pedet bersama induk selama 40-

72 jam, agar pedet mendapat kolostrum dan menggertak induk untuk mengeluarkan

susu dengan mudah dan lancar. Selanjutnya pedet ditempatkan dalam kandang

khusus pedet serta dijaga supaya pedet dan alas kandangnya tetap kering.

Selanjutnya yang terpenting adalah pedet harus mendapatkan kolostrum (yaitu susu

yang dihasilkan oleh induk yang baru melahirkan) yang dihasilkan induk hingga 1

minggu setelah kelahiran sebanyak tidak lebih dari 6% berat badannya (Ellyza,

2011).

Penanganan pedet pada saat lahir semua lendir yang ada di mulut dan hidung

harus dibersihkan demikian pula yang ada pada tubuhnya menggunakan handuk

yang bersih. Buat pernapasan buatan bila pedet tidak bisa bernapas (Sanuri, 2010).

2.1.4.3 Manajemen Pakan Pedet

Kolostrum adalah air susu yang dikeluarkan dari ambing sapi yang baru

melahirkan, berwarna kekuning-kuningan dan lebih kental dari air susu normal.

Komposisi kolostrum yaitu mengandung lebih banyak energy, 6 kali lebih banyak

16
mengandung protein, 100 kali untuk vitamin A dan 3 kali lebih kaya akan mineral

dibanding air susu normal, mengandung enzim yang mampu menggertak sel-sel

dalam alat pencernaan pedet sehingga bisa berfungsi secepatnya (mengeluarkan

enzim pencernaan). Mengandung sedikit laktosa sehingga mengurangi resiko diare

(Kusumawardani, 2003).

Pedet lepas sapih hanya akan mengonsumsi air susu sedikit demi sedikit dan

secara bertahap anak sapi akan mengonsumsi calf starter (konsentrat untuk awal

pertumbuhan yang padat akan gizi, rendah serat kasar dan bertekstur lembut) dan

tahap selanjutnya akan mencoba belajar mengonsumsi hijauan berupa rumput segar

(Imron, 2009).

Mineral block (MB) adalah pakan suplemen yang telah dipadatkan,

mengandung berbagai macam mineral dan vitamin, sehingga diharapkan dapat

berfungsi meningkatkan nafsu makan, sehingga bobot badan sapi tersebut

mengalami peningkatan secara nyata dan terhindar dari defisiensi mineral (Farizal,

2008).

2.1.4.4 Manajemen Perkandangan Pedet

Kandang pedet dapat dibedakan antara kandang individual dan kandang

kelompok, pedet yang ditempatkan pada kandang individual berumur 0-8 minggu

dengan ukuran 1,0 x 1,8 m (Prasetya, 2012). Pedet yang sudah besar sebaiknya

dipelihara pada kandang kelompok kontruksi kandang dibuat secara permanen dan

dipagari dengan pagar besi (Broadwater and Chester, 2009).

Model atap untuk daerah dataran tinggi hendaknya menggunakan shade atau

gable, sedangkan untuk dataran rendah adalah monitor atau semi monitor (Rasyid

dan Hartini, 2007).

17
2.1.4.5 Manajemen Kesehatan Pedet

Penyakit-penyakit pada anak sapi disebabkan oleh infeksi virus, bakteri atau

karena tata laksana pemberian pakan (manajemen pakan) yang kurang baik.

Biasanya penyakit yang sering menyerang anak sapi adalah septicemia akut,

salesma dan radang paru-paru (Syarief dan Sumoprastowo, 1984). Gangguan pada

pedet pra-sapih selain diare adalah infeksi tali pusar, bloat/kembung, cacingan,

enteritis dan radang paru-paru (pneumonia). Diare yang menimbulkan kerugian

besar karena tidak hanya menyebabkan peningkatan biaya pemeliharaan dan angka

kematian, namun juga mengurangi produktivitas ternak pada masa akan datang.

Diare terjadi akibat peningkatan jumlah bakteri pathogen, terutama coliform di usus

halus, namun terjadi penurunan populasi bakteri Lactobacillus dan Bifidobacteria

(Krehbiel et al., 2001).

Vitamin akan meningkatkan nafsu makan dari sapi, sehingga kondisi sapi

menjadi lebih sehat yang berdampak pada sistem pertahanan tubuhnya menjadi

lebih kuat (Absari et al., 2016).

2.1.4.6 Penyapihan Pedet

Proses penyapihan merupakan proses penghentian pemberian susu secara

bertahap hingga pedet sudah tidak diberi susu sama sekali. Pada tahap ini (lepas

sapih), pedet dipelihara dalam kandang kelompok. Sapi potong umumnya disapih

pada umur 7 bulan. Selama pemeliharaan di kandang lepas sapih pedet diberi

vitamin setiap satu bulan sekali (Bamualim dan Wirdahayati, 2002).

Efendy et al. (2013) menyatakan bahwa terdapat dua pola penyapihan pedet

yaitu umur 8-12 minggu (2-3 bulan) dan umur 205 hari (sekitar 7 bulan). Bobot

sapih berkisar antara 90-130 kg (Wardoyo dan Risdianto, 2011).

18
2.1.5 Manajemen Pakan

2.1.5.1 Jenis Pakan

Dalam meningkatkan meningkatkan produksi ternak, ketersediaan hijauan

makanan ternak merupakan bagian yang terpenting, karena lebih dari 70% ransum

ternak terdiri dari pakan hijauan, untuk itu diperlukan penyediaan hijauan yang

berkualitas dan berkesinambungan (Farizaldi, 2011).

Hijauan merupakan makanan pokok ternak ruminansia yang berupa

rerumputan dan daun-daunan. Bahan hijauan makanan ternak dapat dikelompokkan

menjadi hijauan segar, hijauan limbah pertanian, hijauan aweten dan limbah

pengolahan pertanian. Hijauan tidak tersedia sepanjang tahun karena ketika musim

kemarau akan jarang sekali ditemukan hijauan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi

pada ternak (Rukmana, 2005).

Leguminosa adalah tanaman pakan yang mempunyai nilai gizi yang lebih

tinggi dibandingkan dengan rumput, terutama protein kasar (PK) dan kandungan

mineralnya. Faktor genetis yang utama adalah jenis dan spesies leguminosa. Secara

sederhana, leguminosa dinilai berkualitas tinggi bila memiliki kandungan protein

kasar (PK) yang tinggi. Pada umumya kandungan PK leguminosa berkisar antara

13 sampai dengan 20%. Dibandingkan dengan rumput, legum mempunyai

kekhususan yaitu tingginya kandungan mineral Ca, Mg dan S dan Su, namun

kandungan Mn dan Zn legum cendrung rendah (Kamal, 1998).

Konsentrat dapat berperan sebagai sumber karbohidrat mudah larut dan

sebagai sumber protein. Konsentrat dapat meningkatkan efisiensi penggunaan

energy karena dapat meningkatkan terbentuknya asam lemak atsiri atau Volatile

19
Fatty Acid (VFA) yang utamanya adalah asam propionate (Ramadhan, 2013).

Konsentrat merupakan pakan penguat yang terdiri dari bahan baku kaya karbohidrat

dan protein, seperti jagung, bekatul, dedak, pollard dan bungkil (Usman et al.,

2013).

2.1.5.2 Perawatan Hijauan Pakan Ternak

Pemberian pupuk urea ke dalam tanah untuk mempengaruhi sifat kimia dan

biologi tanah. Fungsi kimia dan hayati yang penting diantaranya adalah selaku

penukar ion dan penyangga kimia, sebagai gudang hara N, P dan S, pelarutan posfat

dengan jalan kompleksasi ion Fe dan Al dalam tanah dan sebagai sumber energi

mikroorganisme tanah (Notohadiprawiro, 1998).

Pemotongan pertama pada rumput raja dilakukan pada umur 90 hari (tiga

bulan). Interval pemotongan selanjutnya adalah 50 hari pada musim penghujan dan

60 hari pada musim kemarau. Pemotongan rumput dilakukan pada jarak 15-20 cm

dari permukaan tanah. Pemotongan yang terlalu panjang akan menyebabkan sisa

batang yang tinggal mengayu, sebaliknya jika terlalu rendah akan mengganggu

pertumbuhan rumput untuk selanjutnya karena jumlah anakan (rumpun) yang

tumbuh sedikit (Kushartono, 1997).

2.1.5.3 Penyimpanan Pakan

Berdasarkan keputusan Menteri Pertanian (2003) syarat-syarat gudang untuk

tempat penyimpanan bahan pakan yang baik, yaitu:

a) Luas ruangan harus sesuai dengan kapasitas barang yang disimpan.

20
b) Lantai tahan terhadap air, garam, basa, asam atau bahan kimia lainnya,

permukaan rata-rata halus, pertemuan antara lantai dan dinding harus rapat

air.

c) Dinding harus rapat dan kokoh, permukaan dalam harus halus, rata, tahan

lama, tidak mudah mengelupas, dan mudah dibersihkan.

d) Atap dan langit-langit terbuat dari bahan tahan lama, tahan terhadap air

dan tidak kotor, tidak ada lubang, tidak retak, tinggi dari lantai disesuaikan

dengan peralatan dan kapasitas produksi dan penyimpanan bahan baku.

e) Pintu terbuat dari bahan yang tahan lama, kokoh, permukaan rata, dapat

ditutup dengan mudah dan membuka.

f) Penerangan dalam gudang harus terang sesuai dengan keperluan dan

persyaratan kesehatan.

g) Ventilasi cukup menjamin peredaran udara dengan baik dan dapat

menghilangkan uap, gas, bau, debu dan panas yang dapat merusak

penyimpanan bahan baku.

2.1.5.4 Manajemen Pemberian Pakan

Pemberian hijauan segar sebagai pakan pokok ternak sapi sebenarnya tidak

efisien apabila tidak diberikan dalam jumlah cukup, tetapi jumlah nutrisi yang

diperoleh tidak mencukupi kebutuhan bila diberikan secara tunggal (Burahman,

2011).

Teknik pemberian pakan yang baik untuk mendapatkan pertambahan bobot

badan yang baik adalah dengan mengatur jarak waktu antara pemberian konsentrat

21
dengan pemberian hijauan. Pemberian konsentrat sebaiknya diberikan 2 jam

sebelum pemberian hijauan akan meningkatkan produksi (Syahwani, 2004).

Pakan merupakan biaya tertinggi dalam usaha peternakan, dengan adanya

manajemen pemberian pakan yang baik dapat menekan biaya tersebut. Manajemen

pemberian pakan diharapkan mampu meningkatkan bobot badan ternak secara

optimal sesuai potensi genetik ternak. Pemberian pakan secara ad libitum dan

restricted. Pemberian pakan secara ad libitum adalah pemberian pakan secara terus

menerus dan pakan selalu tersedia, sedangkan pemberian pakan secara restricted

adalah pemberian pakan yang dibatasi. Pemberian pakan pada ternak perlu

memperhatikan efisiensi biologis dan efisiensi ekonomis (Soewardi, 1974).

2.1.6 Manajemen Perkandangan

2.1.6.1 Manajemen Perkandangan

Pemeliharaan sistem intensif dilakukan dengan cara mengandangkan ternak

sapi secara terus-menerus. Pola pemeliharaan dengan kandang mempunyai

kelebihan antara lain, memudahkan pemeliharaan dalam pemberian pakan dan

minum, memudahkan pengontrolan, pengawasan kesehatan pedet dan melindungi

dari gangguan luar (Matondang dan C. Talib, 2015). Kandang individu biasanya

memiliki luasan kandang per ekor 2,5 x 1,5 meter dan kandang koloni biasanya

yaitu berukuran 2 x 2,5 meter (Fikar dan Ruhyadi, 2010).

Arah kandang untuk kandang tunggal yang ideal menghadap ke timur, untuk

kandang majemuk membujur dari utara ke selatan. Hal ini bertujuan untuk

membantu proses pembentukan vitamin D dalam tubuh ternak sekaligus membasmi

penyakit (Ernawati, 2000). Sanitasi dilakukan dalam beberapa tahap yaitu

pembersihan tempat pakan dan minum dan membersihkan kotoran di dalam

22
kandang dengan tujuan agar mencegah berkembangnya bakteri dan virus sehingga

hewan dapat terhindar dari berbagai penyakit (Cahyono, 2008).

2.1.6.2 Konstruksi Kandang

Kondisi alas atau lantai kandang dibedakan menjadi dua yaitu kandang sistem

litter dan sistem non litter. Lantai kandang sistem litter merupakan lantai kandang

yang diberi tambahan berupa serbuk gergaji (sawdust) atau bahan lain yang bisa

digunakan sebagai dasar alas agar tidak becek. Sedangkan lantai kandang non litter

merupakan lantai yang tidak diberikan tambahan apapun. Kemiringan lantai

berkisar antara 2-5% artinya setiap panjang lantai 1 meter maka ketinggian lantai

bagian belakang menurun sebesar 2-5 cm (Rasyid dan Hartati, 2007).

Kerangka kandang hendaknya disesuaikan dengan tujuan usaha dan

kemampuan ekonomi. Dalam memilih kerangka sebaiknya berasal dari bahan yang

bagus sehingga dapat digunakan dalam jangka waktu yang lama yaitu sekitar 10

tahun lebih (Sukmawati, 2010). Ketinggian atap yang terbuat dari genting yaitu 4,5

meter untuk lokasi kandang di dataran rendah dan 4 meter di dataran tinggi. Atap

bahan asbes dan seng ketinggiannya 4 meter untuk lokasi kandang dataran rendah

sampai menengah dan 3,5 meter untuk dataran tinggi (Siregar, 2002).

Kandang di dataran rendah yang suhu udaranya lebih panas, bentuk

dindingnya lebih terbuka, sehingga hanya membutuhkan besi atau bahan lainnya

sebagai pagar kandang agar sapi tidak keluar. Dinding kandang tersebut

mempunyai jarak antara sekat antara 40-50 cm. Lorong kandang merupakan lorong

yang terletak antara dua baris kandang. Lorong kandang ini dibuat agak lebar yaitu

1-2 meter agar memudahkan mengangkut pakan untuk kandang kepala saling

23
berhadapan (head to head) dan memudahkan pembersihan untuk kandang yang

saling membelakangi (tail to tail) (Rasyid dan Hartati, 2007).

Palungan merupakan tempat pakan dan tempat minum yang berada di depan

ternak, terbuat dari tembok dengan ukuran mengikuti lebar kandang. Kandang

individu yang mempunyai lebar kandang sebesar 1,5 meter, maka panjang tempat

pakan berkisar antara 90-100 cm dan tempat minum berkisar antara 50-60 cm.

Lebar palungan sekitar 50 cm, tinggi bagian luar 60 cm dan bagian dalam sebesar

40 cm (Rasyid dan Hartati, 2007).

Kandang perlu diberi perlengkapan kandang agar memudahkan dalam

pekerjaan sehingga dapat menghemat waktu se-efisien mungkin. Perlengkapan

kandang yang harus ada pada setiap kandang adalah sekop, sapulidi, selang air,

sikat, ember dan kereta dorong (Sudarmono dan Sugeng, 2008). Selokan berfungsi

sebagai tempat pembuangan kotoran. Selokan biasanya dibuat dengan lebar 20-30

sm dan kedalaman 10-20 cm. Tujuannya, agar pekerja mudah membersihkan

kotoran dan urine sapi (Rasyid dan Hartati, 2007).

2.1.6.3 Macam-macam Kandang

Kandang pejantan untuk pemeliharaan sapi jantan biasanya digunakan

sebagai pemacek. Tipe kandang individu yang dilengkapi dengan palungan (sisi

depan) dan saluran pembuangan kotoran di sisi belakang. Kontruksi kandang harus

kuat serta mampu menahan benturan dan dorongan serta memberikan kenyamanan

dan keleluasan bagi ternak (Rasyid dan Hartati, 2007).

Kandang pedet digunakan untuk pedet yang sudah besar (lepas sapih). Pedet

lepas sapih sebaiknya dimasukkan atau dipelihara pada kandang kelompok.

24
Kontruksi kandang pedet dibuat secara permanen dan dipagari dengan pagar besi

(Broadwater dan Chester, 2009).

Kandang karantina digunakan untuk mengkarantina ternak yang baru masuk

atau datang. Tujuan pemeriksaan kondisi ternak yang baru datang adalah agar sapi

bisa dipastikan untuk dipelihara. Kandang karantina letaknya terpisah dari kandang

yang lain (Rasyid dan Hartati, 2007).

2.2 Ternak Non-Ruminansia

2.2.1 Ayam Petelur

Ayam petelur adalah ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara khusus untuk

diambil telurnya (Prihatman, 2000). Asal mula ayam unggas adalah berasal dari

ayam hutan dan itik liar yang ditangkap dan dipelihara serta dapat bertelur cukup

banyak. Tahun demi tahun ayam hutan dari wilayah dunia diseleksi secara ketat

oleh para pakar. Arah seleksi ditujukan pada produksi yang banyak, karena ayam

hutan tadi dapat diambil telur dan dagingnya maka arah dari produksi yang banyak

dalam seleksi tadi mulai spesifik. Ayam yang terseleksi untuk tujuan produksi

daging dikenal dengan ayam broiler, sedangkan untuk produksi telur dikenal

dengan ayam petelur. Selain itu, seleksi juga diarahkan pada warna kulit telur

hingga kemudian dikenal ayam petelur putih dan ayam petelur cokelat. Persilangan

dan seleksi itu dilakukan cukup lama hingga menghasilkan ayam petelur seperti

yang ada sekarang ini. Dalam setiap kali persilangan, sifat jelek dibuang dan sifat

baik dipertahankan (“terus dimurnikan”). Inilah yang kemudian dikenal dengan

ayam petelur unggul.

Ayam petelur memiliki sifat nervous (mudah terkejut ), bentuk tubuh

ramping, cuping telinga berwarna putih, produksi telur tinggi (200 butir / ekor /

25
tahun ), efisien dalam pengunaan ransum untuk membentuk telur, tidak memiliki

sifat mengengram (Sudarmono, 2003).

Ayam petelur memiliki 2 tipe yaitu tipe ayam petelur ringan dan tipe ayam

petelur medium.

 Tipe ayam petelur ringan adalah tipe ayam petelur yang memiliki berat

badan yang ringan dibandingkan dengan ayam lain dengan jenis yang sama.

Tipe ayam petelur ringan ini memiliki sebutan ayam petelur putih. Sebutan

ini disesuaikan dengan warna telur yang dihasilkan. Tubuh ayam petelur

putih ini relative ramping dan kurus kurus atau mungil dengan mata

bersinar. Memiliki jengger merah dan bulu berwarna putih bersih. Ayam

tipe ini merupakan turunan galur murni white leghorn. Ayam ini memiliki

kemampuan memproduksi telur sebanyak 260 butir lebih setiap tahunnya.

Pemeliharaan ayam tipe ini harus sangat intensif karena ayam ini memiliki

sensitivitas yang tinggi sehingga mudah kaget dan stress.

 Tipe ayam petelur medium adalah tipe ayam yang memiliki bobot badan

lebih berat dari tipe ayam ringan dan tidak lebih dari bobot ayam pedaging,

sehingga disebut medium. Nama lain dari ayam petelur ini adalah ayam

petelur coklat. Nama ini diambil dari warna telu yang dihasilkan.

Keunggulan dari ayam petelur ini adalah menghasilkan telur yang banyak.

Selain itu terdapat beberapa strain ayam petelur sebagai berikut :

Tabel 1. Strain Ayam Petelur

Strain Umur awal Umur pada Puncak FCR Kematian


produksi produksi 50% produksi (%)
(minggu) (minggu) (%)

26
Lohman 19-20 22 92-93 2,3- 2-6
Brown MF 2,4
402
Hisex 20-22 22 91-92 2,36 0,4-3
brown
Bovans 20-22 21-22 93-94 2,2 5-6
White
Hubbard 19-20 23-224 90-94 2,2- 2-4
Golden 2,5
Comet
Dekald 20-21 22,5-24 90-95 2,2- 2-4
Warren 2,4
Bovans 20-21 21,5-22 93-95 1,9 6-7
Goldline
Brown nick 19-20 21,5-23 92-94 2,2- 4-7
2,3
Bovans 21-22 21,5-22 92-94 2,3- 2-5
Nera 2,45
Bovans 21-22 21-23 93-95 2,25- 2-7
Brown 2,35
(Rasyaf,1995)

Berdasarkan fase pemeliharaannya, ayam petelur mempunyai 3 fase yaitu

fase starter, grower dan fase layer. Fase starter ayam berumur 0 - 6 minggu, fase

grower umur 7 - 17 minggu dan fase layer umur 17 - 80 minggu. Produksi ayam

petelur sangat dipengaruhi oleh pemberian pakan, tatalaksana pemeliharaan, bibit

ayam dan pakan yang terdiri dari manajemen pemeliharaan, manajemen kesehatan

dan pakan

2.2.2 Manajemen Perkadangan

Kandang untuk ayam petelur dapat berupa litter dan cage. Sistem litter

menggunakan alas kandang berupa sekam atau serbuk gergaji. Sedangkan kandang

cage atau biasa disebut kandang bateray adalah kandang berupa single bird cage (

27
diisi satu ekor ayam), multiple bird cage ( diisi 2 ekor ayam atau lebih, tidak lebih

dari 8 ekor), dan colony cage (diisi 20-30 ekor ayam).

Cage dapat dibuat bertingkat hingga tiga deck atau lebih. Deck dapat disusun

dengan bentuk frame A agar kotoran dari dect atas langsung jatuh ketempat

penampungan dan tidak mengenai deck di bawahnya. Deck dapat dibuat dari

plastic, kayu, atau bambu (Lelystad, 2004). Dalam pembuatan kandang bateray

(cage) lantai cage dibuat agak miring agar telur dapat menggelinding ketempat telur

sehingga memudahkan dalam pengambilannya.

2.2.3 Manajemen Pakan

Pakan merupakan salah satu faktor yang penting dalam usaha peternakan

ayam ras petelur. Pakan merupakan bahan – bahan hasil pertanian, perikanan,

peternakan, dan hasil industry yang mengandung nutrisi dan layak di pergunakan

sebagai bahan pakan, baik yang di olah maupun yang belum di olah (SNI, 2013).

Jumlah dan kandungan zat-zat pakan yang diperlukan harus memadai untuk

mencapai pertumbuhan dan produksi yang optimal. Asupan nutrisi yang cukup dan

berkualitas menjadi syarat untuk tercapainya produksi telur yang optimal. Pakan

yang berkualitas akan sangat mendukung peningkatan produksi maupun reproduksi

ternak (Anggorodi, 1985).

Kandungan energi pakan ayam perlu memperhatikan kandungan nutrien,

meskipun energi terpenuhi tetapi apabila kebutuhan nutrien lainnya belum

terpenuhi sesuai kebutuhan ternak maka efisiensi penggunaan pakan rendah. Untuk

membuat formulasi ransum harus memperhatikan kandungan energi dan lain –

lainya (Suprijatno dan Atmomarsono, 2005). Pengaruh konsumsi pakan terhadap

28
kandungan protein ransum ayam petelur sangat penting. Selain tipe ayam, suhu

lingkungan juga sangat berpengaruh terhadap konsumsi ransum. Suhu lingkungan

yang tinggi akan menyebabkan ayam banyak minum dan menguranggi konsumsi

pakan. Akibat dari hal tersebut protein yang masuk ke dalam tubuh ayam hanya

sedikit. Untuk mengatasi hal tersebut maka ransum ayam petelur di Indonesia harus

mengandung protein yang tinggi (Rasyaf, 1994).

2.2.3.1 Gudang pakan

Dalam penyimpanan pakan dibutuhkan tempat yang dinamakan gudang

pakan. Gudang pakan diusahakan bebas dari hama, baik serangga maupun tikus.

Gudang pakan harus di desinfeksi serta kondisi ruangan harus tetap kering (Rusman

dan Siarah, 2005). Dalam penyimpanan pakan di gudang pakan hal yang perlu

diperhatikan adalah memastikan bahwa lokasi gudang terbebas dari genangan air,

tidak ada kebocoran atap, dilengkapi ventilasi yang cukup (tidak terlalu lebar) agar

pakan tidak mudah lembab dan berjamur, pakan tidak bersentuhan langsung dengan

lantai.

2.2.3.2 Ransum

Ransum dapat diartikan sebagai satu atau campuran beberapa jenis bahan

pakan yang diberikan untuk seekor ternak selama sehari semalam (Manshur, 1998).

Ransum adalah campuran berbagai macam bahan organic dan anorganik yang

diberikan kepada ternak untuk memenuhi kebutuhan zat zat makanan yang

diperlukan bagi pertumbuhan, perkembangan dan reproduksi. Hal ini bertujuan agar

pertumbuhan dan produksi maksimal, sehingga jumlah dan kandungan zat zat

makanan yang diperlukan ternak haru memadai (Suprijatna et al., 2005).

29
Secara umum, bahan pakan adalah bahan yang dapat dimakan

atauedible (Tillman et al., 1991). Bentuk fisik pakan ada beberapa macam,

yaitu mash and limited grains (campuran bentuk tepung dan butiran), all

mash (bentuk tepung), pellet (bentuk butiran dengan ukuran

sama), crumble (bentuk butiran halus dengan ukuran tidak sama). Di antara

keempat macam bentuk tersebut, bentuk pellet memiliki palatabilitas paling tinggi

dan lebih tahan lama disimpan. Bentuk all mash atau tepung digunakan untuk

tempat ransum otomatis, tetapi kurang disukai ayam, mudah tengik, dan sering

menyebabkan kanibalisme yang tinggi (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006). Pakan

untuk ayam petelur umur 0 – 6 minggu (fase starter) sebaiknya menggunakan pakan

jadi buatan pabrik yang memiliki komposisi pakan yang tepat dan tekstur halus,

sedangkan untuk fase grower dan layer dapat digunakan pakan hasil formulasi

sendiri (Ditjennak, 2001). Bahan pakan yang biasa digunakan adalah sepperti

jagung giling, bekatul, bungkil kedelai, tepung tulang, tepung ikan, grit, dan lain

lain.

2.2.3.3 Tempat Pakan dan Minum

Tempat pakan dan minum yang dipelihara dalam sistem litter umumnya

berupahanging feeder atau hanging waterer. Hanging feeder ditempatkan setinggi

punggung ayam, sedangkan tempat minum setinggi leher ayam. Perusahaan besar

pada umumnya menggunakan tempat pakan dan minum otomatis. Tempat pakan

dan minum untuk kandang sistem cage umumnya berbentuk trough (memanjang)

(Kartasudjana dan Suprijatna, 2006).

30
2.2.3.4 Tata laksana Pemberian Pakan

Rata-rata ayam petelur fase layer strain Hy–Line Brown mengkonsumsi 114

– 120 gram pakan per hari sehingga pemberian pakan tiap hari sekitar 120 gram per

ekor ayam. Air merupakan komponen nutrien yang paling penting, apabila ayam

kekurangan air minum, konsumsi pakan akan menurun sehingga produktivitasnya

menurun. Air minum hanya dibatasi pada saat-saat tertentu, misalnya sebelum

vaksinasi melalui air minum. Ayam dapat bertelur dengan optimal apabila pakan

diberikan secara ad libitum, yaitu selalu tersedia sepanjang hari. Pakan

bentuk pellet memiliki palatabilitas yang paling baik. Bentuk pakan seperti

campuran crumble dan mash umum digunakan dalam ransum hasil formulasi

sendiri dan relatif lebih ekonomis. Ayam harus distimulasi untuk mengkonsumsi

pakan, salah satunya dengan memberikan biji-bijian setengah hancur, misalnya

jagung. Pakan di dalam tempat pakan diusahakan selalu kering dan diganti dengan

yang baru setiap hari untuk mencegah timbulnya jamur. Air bersih untuk minum

harus selalu tersedia atau ad libitum (Shirt, 2010).

2.2.4 Manajemen Pencegahan dan Penyakit

Biosekuriti merupakan metode terbaik untuk mencegah penyakit. Prosedur

yang diterapkan dalam biosekuriti antara lain yaitu tidak mengunjungiflock ayam

sehat setelah mengunjungi flock ayam sakit, melakukan fumigasi dan disinfeksi

kandang sebelum kedatangan pullet. Fumigasi dilakukan dengan menyemprotkan

gas formaldehyde di kandang dan sekitarnya untuk mencegah penularan penyakit

yang disebabkan oleh bakteri, protozoa, dan virus (Blakely dan Bade, 1998).

Beberapa jenis penyakit menyebar dengan luas dan sulit diberantas sehingga

harus dilakukan vaksinasi rutin. Program vaksinasi yang wajib untuk ayam petelur

31
antara lain untuk mencegah Newcastle Disease (ND), Infectious Bronchitis (IB),

Infectious Bursal Disease (IBD), dan Avian Encephalomyelitis (AE) (Hy-Line

International, 2010). Teknik vaksinasi antara lain dengan metode tetes mata

(ocular), injeksi subcutan, air minum, maupun spray. Vaksin dengan metode tetes

mata misalnya vaksin ND – IB untuk anak ayam berumur 3 hari. Metode injeksi

intramuskuler misalnya vaksin ND untuk ayam usia 16-17, 30 dan 50 minggu.

Metode wing web injection (tusuk sayap) misalnya vaksin fowl pox dan AE untuk

ayam usia 18 minggu. Metode pemberian vaksin dengan air minum misalnya vaksin

IBD (Gumboro) untuk ayam usia 32 dan 52 minggu serta vaksin ND La Sota.

Metode pemberian vaksin melalui spray misalnya vaksin coccidiosis live untuk

DOC (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006; Spoolder, 2007).

Penyakit yang disebabkan oleh bakteri antara lain fowl

cholerae dan infectious coryzae. Penyakit yang disebabkan oleh virus antara

lain fowl pox. Penyakit yang disebabkan oleh protozoa antara lain leukosis.

Penyakit parasit internal terutama disebabkan oleh cacing. Penyakit parasit

eksternal disebabkan oleh kutu dan tungau (Blakely dan Bade, 1998). Fowl

cholerae merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Pasteurella

multocida yang ditandai dengan gejala diare, dalam kondisi kronis menyebabkan

jengger dan pial bengkak, diare berwarna kuning hingga hijau, dan pembengkakan

sendi. Pengobatannya yaitu dengan injeksi sulfadoxin secara

intramuskuler. Infectious coryza disebabkan oleh bakteri Haemophilus

gallinarum dengan gejala kesulitan bernafas, keluar lendir dari nostril dan mata,

dalam kondisi kronis muka dan sekitar mata membengkak akibat penggumpalan

32
eksudat. Pengobatannya yaitu dengan injeksi sulfadimetoksin dan streptomisin

(Meerburg dan Kiljstra, 2007; Kartasudjana dan Suprijatna, 2006).

Fowl pox ditandai dengan tonjolan kehitaman pada jengger dan pial,

disebabkan oleh virus Borreliota avium dan dapat dicegah dengan vaksinasi.

Leukosis ditandai dengan pembengkakan hati dan limpa yang disebabkan oleh virus

maupun protozoa seperti Plasmodium sp. yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles.

Leukosis yang disebabkan oleh Plasmodium sp. dapat diobati dengan injeksi sulfa,

seperti sulfamonometoksin (Blakely dan Bade, 1998; Bappenas, 2010). Cacing

parasit misalnya Ascaridia galli pada usus dan Heterakis gallinarum pada ceca,

pengobatannya yaitu dengan Piperazine, Albendazole, dan Flubendazole (Hy-Line

International, 2010).

2.2.5 Manajemen penangan telur

Kualitas eksterior telur antara lain ditentukan oleh cangkangnya, yaitu

meliputi kebersihan, bentuk, tekstur, dan keutuhan. Pengambilan telur dalam satu

hari minimal empat kali supaya telur yang didapat bersih dan mengurangi resiko

telur pecah karena terinjak oleh ayam (Sudaryani dan Santosa, 2000). Penimbangan

telur dilakukan bersamaan dengan pengepakan dan tidak mengikutkan telur yang

pecah. Penimbangan diperlukan dalam suatu penjualan dari peternak ke pedagang

atau konsumen terakhir, satuan yang dipakai adalah berat dan di Indonesia biasanya

adalah kilogram (Adiwilaga, 1982).

Tujuan pengepakan telur konsumsi adalah untuk mencegah kebusukan dan

berperan dalam menjaga agar telur tetap bersih dan biasanya pembungkusan dengan

peti kayu (Winarno dan Jennie, 1983). Setiap perusahaan menyimpan produknya

33
sebelum terjual, dalam hal ini fungsi gudang diperlukan karena siklus produksi dan

konsumsi jarang sesuai, sehingga kelancaran dalam suatu pemasaran dapat terjaga

(Kotler, 1997).

2.3 Teknologi Hasil Ternak

2.3.1 Pupuk Organik

Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari bahan-bahan makhluk hidup

atau makhluk hidup yang telah mati, meliputi kotoran hewan, seresah, sampah, dan

berbagai produk antara dari organisme hidup (Sumekto, 2006:1). Berdasarkan

peraturan menteri pertanian (Pementan) No.2/pert/HK.060/2/2006 yang dimaksud

dengan pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri

dari bahan organik yang berasal dari tanaman atau hewan yang telah melalui proses

rekayasa, dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan untuk mensuplai bahan

organik, memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah (Firmansyah, 2011).

Keunggulan penggunaan pupuk organik yaitu dapat memperbaiki sifat fisik

tanah karena pembentukan agregat yang lebih stabil, memperbaiki aerasi dan

drainase tanah, dapat mengurangi erosi karena infiltrasi air hujan berlangsung baik

serta kemampuan tanah menahan air meningkat. Selain itu pupuk organik juga

dapat memperbaiki sifat kimia tanah karena dapat meningkatkan unsur hara tanah

baik makro maupun mikro, meningkatkan efisiensi pengambilan unsur hara,

meningkatkan kapasitas tukar kation, dan dapat menetralkan sifat racun Al dan Fe.

Selain itu manfaat penggunaan pupuk organik iyalah dapat memperbaiki sifat

biologi tanah karena pupuk organik menjadi sumber energi bagi jasad

renik/mikroba tanah yang mampu melepaskan hara bagi tanaman.

34
Pupuk dapat dibedakan menjadi dua berdasarkan bentuk fisiknya, yaitu padat

dan cair. Bentuk onggokan, remahan, butiran atau kristal merupakan bentuk pupuk

padat, sedangkan pupuk cair biasanya dibuat dalam bentuk konsentrat atau cairan.

Berdasarkan asalnya, pupuk organik dapat dibagi menjadi tiga, yaitu pupuk

kandang (kotoran hewan), pupuk kompos (bagian tanaman yang telah lapuk),

pupuk hijau (bagian tanaman yang masih hijau) (Nurhidayati, et al., 2008).

Pada dasarnya pembuatan pupuk organik padat maupun cair adalah

dekomposisi dengan memanfaatkan aktivitas mikroba, oleh karena itu kecepatan

dekomposisi dan kualitas kompos tergantung pada keadaan dan jenis mikroba yang

aktif selama proses pengomposan. Kondisi optimum bagi aktivitas mikroba perlu

diperhatikan selama proses pengomposan, mislanya aerasi, media tumbuh dan

sumber makanan bagi mikroba (Yuwono, 2006).

2.3.2 Pupuk kandang

Pupuk kandang merupakan pupuk yang berasal dari kotoran/limbah hewan

seperti sapi, unggas, kambing dan domba. Pupuk kandang sapi merupakan pupuk

kandang yang mempunyai kadar serat yang tinggi seperti selulosa. Kandungan C

yang tinggi pada pukan sapi menghambat penggunaan langsung ke lahan pertanian.

Penggunaan pupuk kandang sapi agar maksimal harus dilakukan pengomposan

terlebih dahulu sampai rasio C/N di bawah 20 (Hartatik dan Widowati, 2006).

Pupuk kandang banyak dipakai sebagai pupuk dasar tanaman karena

ketersediaannya yang melimpah dan proses pembuatannya yang mudah. Pupuk

kandang tidak memerlukan proses pembuatan yang panjang seperti kompos.

Kotoran hewan cukup didiamkan sampai keadaannya kering dan matang sebelum

diaplikasikan ke lahan.

35
2.3.3 Serbuk Gergaji

Serbuk gergaji kayu adalah suatu bahan baku kayu yang diolah dan diiris

dengan menggunakan alat (gergaji kayu) menjadi ampas-ampas kecil. Serbuk

gergaji kayu yang selama ini menjadi limbah bagi perusahan dapat dijadikan

menjadi sebuah peluang usaha dan peluang bisnis. Pada pengolahan kayu di industri

perkayuan terutama industri kayu lapis dan kayu gergajian selain produk kayu lapis

dan kayu gergajian diperoleh pula limbah kayu berupa potonggan kayu bulat (log).

Namun sayangnya limbah dalam bentuk serbuk gergaji belum dimanfaatkan secara

optimal. Serbuk gergaji mengandung komponen-komponen kimia seperti selulosa,

hemiselulosa, lignin dan zat ekstraktif (Tatogo, 2010)

2.3.4 Mikroorganisme Lokal (MOL)

Mikroorganisme lokal (MOL) adalah cairan hasil fermentasi dari subtrat atau

media tertentu yang berada di sekitar kita (misalnya nasi, buah-buahan, telur, susu,

keong, dan lain-lain). Pemanfaatan limbah pertanian seperti buah-buahan tidak

layak konsumsi untuk diolah menjadi MOL dapat meningkatkan nilai tambah

limbah, serta mengurangi pencemaran lingkungan (Juanda et al., 2011).

Mikroorganisme yang berasal dari yang dimanfaatkan sebagai starter dalam

pembuatan pupuk organik padat maupun pupuk cair (Budiyani et al., 2016). Mol

dapat juga diartikan mikroorganisme yang berasal dari substrat/bahan tertentu dan

diperbanyak dengan bahan alami yang mengandung karohidrat (gula), protein,

mineral, dan vitamin.

Mikroorganisme lokal merupakan larutan hasil fermentasi yang berbahan

dasar dari berbagai sumber daya yang tersedia setempat. Unsur hara mikro dan

makro pada larutan MOL mengandung bakteri yang berpotensi sebagai perombak

36
bahan organik, perangsang pertumbuhan, dan sebagai agen pengendali hama dan

penyakit tanaman. Sehingga MOL dapat digunakan baik sebagai pupuk hayati,

dekomposer, dan pestisida organik terutama sebagai fungisida (Nappu et al., 2011).

Adapun bakteri yang termasuk perombak bahan organik adalah Trichoderma

reesei, T. harzianum, T. koningii, Phanerochaeta crysosporium, Cellulomonas,

Psedumonas, dan Aspergillus niger (Nisa et al., 2016)

Larutan MOL yang telah mengalami proses fermentasi dapat digunakan

sebagai dekomposer dan pupuk cair untuk meningkatkan kesuburan tanah dan

sumber unsur hara bagi pertumbuhan tanaman. Mikroorganisme merupakan

makhluk hidup yang sangat dan harus menggunakan alat bantu berupa mikroskop

untuk melihatnya. Mikroorganisme digolongkan ke dalam golongan protista yang

terdiri dari bakteri, fungi, protozoa, dan alga (Darwis et al., 1992). Semua

mikroorganisme yang tumbuh pada bahan-bahan tertentu membutuhkan bahan

organik untuk pertumbuhan dan proses metabolisme. Mikroorganisme yang

tumbuh dan berkembang pada suatu bahan dapat menyebabkan berbagai perubahan

pada fisik maupun komposisi kimia, seperti adanya perubahan warna, kekeruhan,

dan bau asam (Fardiaz, 1989).

Larutan MOL harus mempunyai kualitas yang baik sehingga mampu

meningkatkan kesuburan tanah, dan pertumbuhan tanaman secara berkelanjutan.

Kualitas merupakan tingkat yang menunjukkan serangkaian karakteristik yang

melekat dan memenuhi ukuran tertentu. Faktor-faktor yang menentukan kualitas

larutan MOL antara lain medium fermentasi, kadar bahan baku atau substrat, dan

sifat mikroorganisme yang aktif di dalam proses fermentasi, pH, temperatur, lama

fermentasi, dan nisbah C/N dalam bahan (Fitriani et al., 2015).

37
2.3.5 Arang sekam padi

Sekam padi adalah biji padi (Oryza sativa) yang sudah digiling. Sekam padi

yang biasa digunakan bisa berupa sekam atau sekam mentah (tidak dibakar). Arang

sekam padi adalah media yang porous, tetapi kurang mampu menampung air. Oleh

karena itu dalam penggunaanya dicampur dengan media lain yang mampu

menampung air. Sebagai media tanam, keduanya berperan penting dalam perbaikan

struktur tanah sehingga system aerasi dan drainase media tanam menjadi lebih baik.

Penggunaan sekam bakar untuk media tanam tidak perlu disterilisasi lagi

karena mikroba pathogen telah mati selama proses pembakaran. Selain itu sekam

bakar juga memiliki kandungan karbon (C) yang tinggi sehingga membuat media

tana mini menadi gembur, namun sekam bakar mudah lapuk. Keunggulan sekam

bakar adalah dapat memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah, serta melindungi

tanaman. Sekam bakar yang digunakan adalah hasil pembakaran sekam padi yang

tidak sempurna, sehingga diperoleh sekam bakar yang berwarna hitam, dan bukan

abu sekam yang bewarna putih (Mahmudi, 1994) dalam Timbul P. Tumanggor

(2006). Selanjutnya Conover (1980) dalam Timbul P. Tumanggor (2006)

menambahkan sekam padi memiliki aerasi dan drainasi yang baik, tetapi masih

mengandung organisme-organisme pathogen atau organisme yang dapat

menghambat pertumbuhan tanaman.

2.3.6 Pasir

Pada dasarnya pasir sering digunakan sebagai media tanam alternative untuk

menggantikan fungsi tanah. Sejauh ini, pasir dianggap memadai dan sesuai jika

digunakan sebagai media untuk penyemaian beih, pertumbuhan bibit tanaman, dan

perakaran setek batang tanaman. Keunggulan media tanam pasir adalah kemudahan

38
dalam penggunaan dan dapat meningkatkan system aerasi serta drainase media

tanam. Media pasir akan lebih membutuhkan air tetapi tanah berpasir tidak mudah

memadat dan menggumpal sehingga memudahkan tanaman untuk dapat

mengembangkan akarnya (Harjdowigeno, 2000 dalam Pudjono, 2005). Pasir

memiliki pori – pori besar (pori – pori makro) pada pasir sehingga pasir akan mudah

basah serta cepat kering kaarena proses penguapan.

39

Anda mungkin juga menyukai

  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen8 halaman
    Daftar Pustaka
    Hady Saeful Raillah
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen48 halaman
    Bab Iv
    Hady Saeful Raillah
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi - BAB I
    Daftar Isi - BAB I
    Dokumen11 halaman
    Daftar Isi - BAB I
    Hady Saeful Raillah
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen3 halaman
    Bab Iii
    Hady Saeful Raillah
    Belum ada peringkat
  • THT Hady Saeful
    THT Hady Saeful
    Dokumen3 halaman
    THT Hady Saeful
    Hady Saeful Raillah
    Belum ada peringkat