Anda di halaman 1dari 9

NAMA : Nurul Yuda

No BP : 1910112158

TUGAS : Analisa tentang kasus Pemaksaan Penggunaan Hijab Oleh

SMK N 2 Padang dan kasus Penolakan Pasien di Rumah Sakit

DOSEN : Anton Rosari, S.H, M.H

Kasus Pemaksaan Penggunaan Hijab Oleh SMK N 2 Padang

Salah seorang orang tua murid bernama Elianu Hia (EH) memprotes pihak SMKN 2
Padang karena merasa anaknya dipaksa memakai pakaian berkerudung di sekolah. Protes Elianu
ini menjadi viral karena ia sebarkan melalui akun sosial media Facebook milknya. Elianu yang
merupakan non-Muslim terpaksa mendatangi sekolah karena anaknya sudah tiga kali dipanggil
ke ruang bimbingan konseling lantaran tidak berpakaian seperti siswi lain yang memakai
kerudung.

" Jadi, anak saya ini sudah tiga minggu ini dipanggil terus ke kantor BK, sehingga
akhirnya saya datang. Saya tanya, ini kebijakan siapa, karena tidak ada keputusan menteri
pendidikan atau keputusan gubernur. Mereka menjawab, ini keputusan sekolah. Wajib katanya,
" kata Elianu, Jumat (22/1).

“Ini agama saya. Kalau memakai jilbab, seakan-akan membohongi identitas agama
saya.”

Cuplikan kalimat di atas berasal dari sebuah video berdurasi 15 menit 24 detik. Kalimat
itu dilontarkan oleh EH. Ia merupakan orangtua salah satu siswa di SMKN 2 Padang, Sumatera
Barat. Dialah pembuat video tersebut. Sewaktu merekamnya, EH sedang berada di sekolah
putrinya untuk memenuhi panggilan pihak sekolah.

“Lagi di sekolah SMK Negeri 2 Padang, saya dipanggil karena anak saya tidak pakai
jilbab. Kita tunggu saja hasil akhirnya. Saya mohon didoakan, ya," tulis akun Facebook EH.
Video tersebut menampakkan adu argumen antara EH dan pihak SMKN 2 Padang. EH
dan putrinya merupakan non-muslim. EH mempertanyakan aturan pemakaian jilbab bagi semua
siswi di sekolah negeri itu, termasuk bagi yang tidak memeluk agama Islam.

Pernyataan EH itu kemudian direspons oleh pria yang menemuinya, yakni Wakil Kepala
Bidang Kesiswaan SMKN 2 Padang Zikri. " Ini tentunya menjadi janggal bagi guru-guru dan
pihak sekolah ketika ada anak yang tidak ikut peraturan sekolah. Kan di awal kita sudah
sepakat," ucapnya.

Zikri lalu memperlihatkan surat aturan sekolah terkait penggunaan jilbab bagi siswi di
sekolah. Saat dikonfirmasi oleh Kompas.com, EH membenarkan bahwa pria yang berada di
video tersebut adalah dirinya. " Benar saya yang merekam video itu. Saat itu saya dipanggil
pihak sekolah terkait anak saya yang tidak memakai jilbab," jelasnya, Jumat (22/1/2021).

Berdasarkan cerita EH, anaknya dipanggil terlebih dulu oleh pihak sekolah saat
pembelajaran tatap muka pada awal Januari 2021. Setelahnya baru dia yang mendapat panggilan.
" Selama ini kan sekolah daring, baru awal Januari tatap muka. Nah, saat tatap muka itu anak
saya kan non-muslim tentu tak pakai jilbab," terang EH.

EH mengatakan, pemanggilan anaknya oleh pihak sekolah karena putrinya tersebut tidak
mengenakan jilbab dan merasa keberatan bila memakai jilbab. EH dipanggil oleh pihak sekolah
pada Kamis (21/1/2021).

KASUS INI BISA DIGUGAT KARENA :

Kejadian di SMK N 2 Padang ini dimana ada aturan sekolah yang mewajibkan seluruh
siswinya terkhusus juga pada siswi non-muslim untuk memakai jilbab adalah bertentangan
dengan dasar negara kitayaitu pancasila dan UUD 1945, sekaligus bertentangan dengan
ketentuan pasal 4 ayat 1 UU No. 20 tahun 2003 tentang system pendidikan yang menyatakan “
Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan
menjunjung tinggi hak asasi manusia,nilai keagamaan,nilai cultural, dan kemajemukan bangsa.”
Maka kita sepakat bahwa dari sekolah dasar (SD) sampai dengan menengah
diperintahkan kepada seluruh siswa-siswi untuk berseragam,karena untuk menyatukan
perbedaan-perbedaan yang ada di dalam kultur masyrakat Indonesia yang miskin sampai dengan
yang kaya akan mendapatkan kesamaan derajat dengan caa berseragam. Tetapiharus diingat
seragam tersebut tidak boleh menodai/merusak adat istiadat/kultur dari pada suatu masyarakat
tertentu dan seragam itu pun tidak boleh diskriminatif dengan hal nya diperbolehkannya agama
tertentu, semua seragam harus satu dan dapat diterima dlaam aneka perbedaan yang ada di dalam
bangsa Indonesia. Karena pendidikan merupakan wadah untuk membangun masyarakat
Indonesia yang berkarakter yang nantinya dapat membangun kemajemukan kita bersama
menjadi satu kesatuan guna mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.

Oleh karena itu kita semua berharap dinas pendidikan melalui menteri pendidikan,
melalui pemerintah memberikan peringatan yang tegas terhadap seluruh system pendidikan di
Indonesia agar tidak boleh lagi memaksakan kehendak-kehendak tertentu yang bertentangan
dengan pancasila,UUD’45,dan UU pendidikan di dalam cara siswa dan siswinya berseragam di
sekolah. Dalam sekolah yang bersangkutan dan kepala/wakil kepala sekolah yang memaksakan
diberikan sanksi yang tegas. Karena guru harus tampil sebagai teladan dan contoh untuk
membimbing seluruh siswa-siswi untuk menuju Indonesia menjadi lebih baik dalam perbedaan
yang ada.
Kasus Penolakan Pasien Oleh Rumah Sakit

Juru Bicara Pemerintah terkait Covid-19 dr Achmad Yurianto dalam tayangan podcast di
Youtube Deddy Corbuzier secara blak-blakkan mengungkap alasannya. Menurut Yurianto,
kesehatan sudah menjadi permainan bisnis, termasuk rumah sakit yang enggan kehilangan
pasien.

"Kita menyadari betul, rumah sakit-rumah sakit beberapa RS dia menjaga citranya,
jangan sampai ketahuan orang bahwa saya merawat Covid-19. Kalau ketahuan nanti semua
pasien yang lain nggak mau dateng, it's bisnis," ujar Yurianto saat menjadi bintang tamu di acara
tayangan podcast Youtuber Deddy Corbuzier.

"Kalau gitu selamat datang di Indonesia," sambungnya.

Karena ketakutan itulah, Yurianto mengatakan pemerintah enggan menyebutkan nama-


nama rumah sakit di luar rumah sakit rujukan oleh pemerintah. Contohnya, saat ada pasien
rujukan dari rumah sakit swasta, Yurianto tidak menyebut nama rumah sakitnya, kecuali RS
rujukan yang ditunjuk pemerintah.

"Itu yang terjadi, banyak sekali rumah sakit yang menolak kasus ini. Itulah kenapa kami
dari awal keras dari awal tidak pernah ingin menyebut nama rumah sakit. Kami tidak pernah mau
merilis rumah sakit kecuali Sulianti Saroso dan Persahabatan, ya takdir dia memang rujukan,"
ungkapnya.

Yang disesali Yurianto adalah banyak rumah sakit tidak bersikap bijak dan menyalahi
aturan. Di mana seharusnya rumah sakit tidak boleh menolak pasien tanpa alasan yang jelas. Jika
pun memberi rujukan, tidak harus ditinggal begitu saja, melainkan harus diantar dan diawasi
sampai dia mendapat rumah sakit pengganti.

"Melanggar (aturan RS ini), bolehlah dia menolak pasien, merujuk pasien dengan alasan
yang jelas, bukan berarti kaya pasar. Kami nggak mau nerima, silahkan cari sendiri," ungkap
Yurianto.
Padahal untuk penanganan Covid-19, rumah sakit hanya perlu memisahkan pasien
tersebut dengan pasien lainnya. Lalu, pihak rumah sakit bisa mengambil spesimen pasien untuk
nanti dikirimkan ke Balitbangkes untuk diperiksa.

"Tapi sebenarnya, kalau kita lihat adalah ya kalau memang akan diyakinkan rumah sakit
itulah yang kemudian akan meminta spesimennya untuk diperiksa," jelasnya.

"Kalau seandainya dia positif, dengan klinis seperti itu kan sebenarnya tidak
membutuhkan fasilitas khusus, sebenarnya hanya dipisahkan saja dari pasien yang lain,"
tutupnya.

KASUS INI BISA DIGUGAT KARENA :

Rumah sakit memang menjadi harapan masyarakat untuk memperoleh pelayanan


kesehatan. Pada dasarnya, dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah
maupun swasta, wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan
pencegahan kecacatan terlebih dahulu. Fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun
swasta dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang muka. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 32
Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan (“UU Kesehatan”). Ini artinya, rumah
sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan dilarang menolak pasien yang dalam
keadaan darurat serta wajib memberikan pelayanan untuk menyelamatkan nyawa pasien.

Hal yang sama juga dipertegas dalam Pasal 85 UU Kesehatan terkait dalam hal keadaan darurat
pada bencana,yang berbunyi:

1) Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun


swasta wajib memberikan pelayanan kesehatan pada bencana bagi penyelamatan
nyawa pasien dan pencegahan kecacatan.
2) Fasilitas pelayanan kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan pada
bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang menolak pasien dan/atau
meminta uang muka terlebih dahulu.
Dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (“UU Rumah
Sakit”) juga dikenal istilah gawat darurat. Gawat darurat adalah keadaan klinis pasien yang
membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih
lanjut. Demikian yang disebut dalam Pasal 1 angka 2 UU Rumah Sakit. Berdasarkan Pasal 29
ayat (1) huruf c UU Rumah Sakit, rumah sakit wajib memberikan pelayanan gawat darurat
kepada pasien sesuai dengan kemampuan pelayanannya. Jadi, seharusnya korban kecelakaan
yang mengalami keadaan gawat darurat tersebut harus langsung ditangani oleh pihak rumah sakit
untuk menyelamatkan nyawanya.

Apabila rumah sakit melanggar kewajiban yang disebut dalam Pasal 29 UU Rumah Sakit, maka
rumah sakit tersebut dikenakan sanksi admisnistratif berupa (Pasal 29 ayat (2) UU Rumah Sakit):

1) teguran;
2) teguran tertulis; atau
3) denda dan pencabutan izin Rumah Sakit.
Padang, 15 Februari 2021

Kepada Yth :

Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Padang

Di :

Jalan Diponegoro No. 8 Padang

Perihal : Gugatan

Dengan Hormat,

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Nurul Yuda

Kewarganegaraan : Indonesia

Tempat Tinggal : Padang, Jln. Arai Pinang,Parak Pegambiran

Pekerjaan : Mahasiswa

Berdasarkan Surat Kuasa No: 1 , tanggal 12 Februari 2021, telah memberikan kuasa
kepada :

Nama : Joni Wardi, S.H

Kewarganegaraan : Indonesia

Alamat Kantor : Jln. Sawahan No. 25

Pekerjaan : Advokat

Selanjutnya disebut sebagai Penggugat/Para Penggugat.

Dalam hal ini mengajukan gugatan terhadap :

Nama Jabatan : Kepala Sekolah

Tempat Kedudukan : SMK N 2 Padang

Selanjutnya disebut sebagai Tergugat.


1
I. Objek Sengketa :

Peraturan Sekolah mengenai Wajibnya Mengenakan Jilbbab Bagi Setiap Siswi


muslim maupun non-Muslim, pada Tanggal

II. Upaya Administratif :

Sebelumnya Penggugat telah meminta perubahan dari peraturan sekolah terkait


diwajibkan nya pengenaan jilbab bagi setiap muslim maupun non-muslim, tetapi
pihak sekolah/kepala sekolah tetap mempertahankan peraturan tersebut.

III. Kewenangan Pengadilan :

Keputusan dari Kepala Sekolah sebagai pegawai tata usaha negara tersebut telah
melanggar peraturan perundang-undangan yaitu Pasal 4 Ayat (1) UU No 20/2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa “ pendidikan diselenggarakan secara
demokratis dan berkeadilan serta tidak diskirminatif dengan menjunjung tinggi
hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa.”

Juga Pasal 3 Ayat (4) Permendikbud Tahun 2014 tentang Pakaian Seragam
Sekolah Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah bahwa “ pakaian
seragam sekolah diatur oleh masing-masing sekolah dengan tetap memperhatikan
hak setiap warga negara untuk menjalankan keyakinan agamanya masing-
masing.”

Berdasarkan Pasal 53 ayat (1) UU No 9 Tahun 2004 tentang PTUN “ keputusan


tata usaha negara yang digugat itu bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku ”

IV. Kepentingan dan Kerugian Penggugat/Para Penggugat :

Kepentingan penggugat di sini untuk menegakkan Hak Asasi Manusia (HAM)


dalam keadilan dan toleransi terhadap perbedaan-perbedaan yang berlaku.
Sedangkan kerugian penggugat di sini terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh
Kepala Sekolah tersebut telah melanggar peraturan perundang-undangan.

V. Tenggang Waktu Pengajuan Gugatan

Peraturan yang dikeluarkan oleh Kepala Sekolah tersebut dilaksanakan pada


tanggal 18 Februari 2021. Peraturan tersebut diketahui/diterima oleh
Penggugat/Para Penggugat pada tanggal 21 Februari 2021. Gugatan ini akan
diajukan ke Pengadilan pada tanggal 16 Februari 2021. Dengan dikeluarkannya

2
oleh Kepala Sekolah peraturan wajib mengenakan jilbab oleh seluruh siswi
tersebut, telah melanggar peraturan perundang-undangan yaitu Pasal 4 Ayat (1)
UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Pasal 3 Ayat (4)
Permendikbud Tahun 2014 tentang Pakaian Seragam Sekolah Peserta Didik
Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.

VI. Alasan dan Dasar Gugatan

Dengan dikeluarkannya peraturan tersebut maka secara langsung melanggar


peraturan perundang-undangan yang berlaku dan melanggar Hak Asasi Manusia.

Terbitnya peraturan tersebut telah bertentangan dengan peraturan perundang-


undangan yang berlaku. Yaitu yaitu Pasal 4 Ayat (1) UU No 20/2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional dan Pasal 3 Ayat (4) Permendikbud Tahun 2014
tentang Pakaian Seragam Sekolah Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan
Menengah.

VII. Hal-hal yang diminta untuk diputus di Pengadilan

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka Saya/Kami mohon kepada Ketua


Pengadilan Tata Usaha Negara Padang atau Majelis Hakim yang memeriksa
perkara ini, memutus dengan amar Putusan sebagai berikut:

Dalam Pokok Perkara :

1. Mengabulkan gugatan Penggugat/Para Penggugat untuk seluruhnya.


2. Menyatakan batal atau tidak sah nya Peraturan yang dikeluarkan oleh Kepala
Sekolah tentang Mewajibkan Pengenaan Jilbab Kepada Seluruh Siswi muslim
Maupun non-Muslim.
3. Mewajibkan Tergugat untuk mencabut Peraturan yang dikeluarkan oleh
Kepala Sekolah tentang Mewajibkan Pengenaan Jilbab Kepada Seluruh Siswi
muslim Maupun non-Muslim.
4. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara.

Hormat Saya/Kami,
Penggugat/Para Penggugat

Nurul Yuda / Joni Wardi, S.H

Anda mungkin juga menyukai