Anda di halaman 1dari 9

TATA HUKUM PERATURAN NEGARA & DAERAH TENTANG

HUKUM DAN PRANATA PEMBANGUNAN

DOSEN :

CIPTA DESTIARA EKAPUTRI RUSWANDA, ST.,MT.

DISUSUN OLEH :

APRILIO CARDIOLA
( 2 0 3 1 7 8 9 2 )

3 TB 01

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

UNIVERSITAS GUNADARMA

2020
A. DASAR HUKUM PRANATA PEMBANGUNAN

Dasar Hukum Pranata Pembangunan ditetapkan dalam :


1. UU No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman. Dalam UU ini
terdapat 10 bab yang terdiri dari 42 pasal yang mengatur tentang:
a. BAB 1. Ketentuan Umum (2 pasal), berisi tentang:
 Fungsi dari rumah
 Fungsi dari Perumahan
 Apa itu Pemukiman baik juga fungsinya
 Satuan lingkungan pemukiman
 Prasarana lingkungan
 Sarana lingkungan
 Utilitas umum
 Kawasan siap bangun
 Lingkungan siap bangun
 Kaveling tanah matang
 Konsolidasi tanah permukiman
b. BAB 2. Asas dan Tujuan (2 pasal), berisi tentang:
 Penataan perumahan dan permukiman berlandaskan pada asas
manfaat, adil dan merata, kebersamaan dan kekeluargaan,
kepercayaan pada diri sendiri, keterjangkauan, dan kelestarian
lingkungan hidup. Tujuan penataan perumahaan dan pemukiman:
 Memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar
manusia, dalam rangka peningkatan dan pemerataan kesejahteraan
rakyat.
 Mewujudkan perumahan dan permukiman yang layak dalam
lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur.
 Memberi arah pada pertumbuhan wilayah dan persebaran penduduk
yang rasional.
 Menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial, budaya, dan
bidang-bidang lain.
c. BAB 3. Perumahan (13 pasal), berisi tentang:
 Hak untuk menempati /memiliki rumah tinggal yang layak;
 Kewajiban dan tanggung jawab untuk pembangunan perumahan dan
pemukiman;
 Pembangunan dilakukan oleh pemilik hak tanah saja;
 Pembangunan yang dilakukan oleh bukan pemilik tanah harus dapat
persetuan dari pemilik tanah / perjanjian;
 Kewajiban yang harus dipenuhi oleh yang ingin membangun rumah /
perumahan;
 Pengalihan status dan hak atas rumah yang dikuasai Negara;
 Pemerintah mengendalikan harga sewa rumah;
 Sengketa yang berkaitan dengan pemilikan dan pemanfaatan rumah
diselesaikan melalui badan peradilan;
 Pemilikan rumah dapat beralih dan dialihkan dengan cara pewarisan;
d. BAB 4. Pemukiman (11 pasal), berisi tentang:
 Pemenuhan kebutuhan permukiman diwujudkan melalui
pembangunan kawasan permukiman skala besar yang terencana;
 Tujuan pembangunan permukiman;
 Pelaksanaan ketentuandilaksanakan sesuai dengan Rencana Tata
Ruang wilayah;
 Program pembangunan daerah dan program pembangunan sektor
mengenai prasarana, sarana lingkungan, dan utilitas umum;
 Penyelenggaraan pengelolaan kawasan siap bangun dilakukan oleh
badan usaha milik Negara;
 Kerjasama antara pengelola kawasan siap bangun dengan BUMN;
 Di wilayah yang ditetapkan sebagai kawasan siap bangun Pemerintah
memberikan penyuluhan dan bimbingan, bantuan dan kemudahan;
 Ketentuan yang wajib dipenuhi oleh badan usaha dibidang
pembangunan perumahan;
 Tahap - tahap yang dilakukan dalam pembangunan lingkungan siap
bangun;
 Kegiatan - kegiatan untuk meningkatkan kualitas permukiman;
e. BAB 5. Peran Serta Masyarakat (1 pasal), berisi tentang:
 Hak dan kesempatan yang sama untuk turut serta dalam
pembangunan perumahan / permukiman;
 Keikutsertaan dapat dilakukan perorangan / bersama.
f. BAB 6. Pembinaan (6 pasal), berisi tentang:
 Bentuk pembinanaan pemerintah dalam pembangunan;
 Pembinaan dilakukan pemerintah di bidang perumahan dan
pemukiman;
 Pembangunan perumahan dan permukiman diselenggarak an
berdasarkan Rencana Tata Ruang wilayah perkotaan dan Rencana
Tata Ruang wilayah;
g. BAB 7. Ketentuan Pidana (2 pasal), berisi tentang:
 Hukuman yang diberikan pada yang melanggar peraturan dalam pasal
7 baik disengaja ataupun karena kelalaian;
 dan hukumannya dapat berupa sanksi pidana atau denda.
h. BAB 8. Ketentuan Lain-lain (2 pasal), berisi tentang:
 Penerapan ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36
tidak menghilangkan kewajibannya untuk tetap memenuhi ketentuan
Undang-undang ini;
o Jika kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 tidak
dipenuhi oleh suatu badan usaha di bidang pembangunan
perumahan dan permukiman, maka izin usaha badan tersebut
dicabut.
i. BAB 9. Ketentuan Peralihan (1 pasal), berisi:
 Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini, semua peraturan
pelaksanaan di bidang perumahan dan permukiman yang telah ada
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang
ini atau belum diganti atau diubah berdasarkan Undang-undang ini.
BAB 10. Ketentuan Penutup (2 pasal), berisi tentang:
 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang nomor 6 tahun 1962
tentang Pokok-pokok perumahan (Lembaran Negara Tahun 1962
Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2476) menjadi
Undang-undang (Lembaran Negara Tahun 1964 nomor 3,
 Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan dan
penerapannya diatur dengan Peraturan Pemerintah selambatlambatnya
2 (dua) tahun sejak Undang-undang ini diundangkan.

2. UU No. 24 Tahun 1992 tentang Tata Ruang Umum, dimana dalam UU ini
terdapat 8 bab yang terdiri dari 32 pasal yang mengatur tentang:
a. BAB 1. Ketentuan Umum (1 pasal), berisi tentang:
 Yang dimaksud dengan ruang
 Pengertian Tata Ruang
 Penataan ruang

 Yang dimaksud kawasan
 Kawasan lindung
 Kawasan budi daya
 Kawasan pedesaan
 Kawasan perkotaan
 Kawasan tertentu
b. BAB 2. Asas dan Tujuan (2 pasal), berisi tentang:
 Penataan ruang berasaskan Pemanfaatan Ruang bagi semua
kepentingan secara terpadu, berdaya guna dan
 berhasil guna, serasi, selaras, seimbang, dan berkelanjutan. Juga
berdasarkan keterbukaan, persamaan, keadilan, dan perlindungan
hukum.
 Tujuan penataan ruang:
 Terselenggaranya Pemanfaatan Ruang berwawasan lingkungan yang
berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional;
 Terselenggaranya pengaturan Pemanfaatan Ruang kawasan lindung
dan kawasan budi daya;
 tercapainya Pemanfaatan Ruang yang berkualitas.
c. BAB 3. Hak dan Kewajiban (3 pasal), berisi tentang:
 Setiap orang berhak menikmati manfaat ruang termasuk pertambahan
nilai
 ruang sebagai akibat penataan ruang.
 Setiap orang berhak dan berkewajiban untuk berperan serta dalam
menyusun dan memelihata ruang;
 Setiap orang berkewajiban menaati Tata Ruang yang ditetapkan.
d. BAB 4. Perencanaan, Pemanfatan, dan Pengendalian (12 pasal), berisi:
 Bagian Pertama: Umum (6 pasal)
o Penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan, aspek
administratif, aspek kegiatan kawasan pedesaan, wilayah
Nasional, dll.
o Cangkupan wilayah penataan ruang.o Penataan ruang kawasan
perdesaan, penataan ruang kawasan perkotaan, dan penataan
ruang kawasan tertentu.
o Penyelenggaraan penataan ruang kawasan pedesaan, penataan
ruang kawasan perkotaan, dan penataan ruang kawasan tertentu.
 Bagian Kedua: Perencanaan (2 pasal)
o Perencanaan Tata Ruang dilakukan melalui proses dan prosedur
penyusunan
o Serta penetapan Rencana Tata Ruang berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
o Rencana Tata Ruang ditinjau kembali dan atau disempurnakan
sesuai dengan jenis perencanaannya secara berkala.
o Ketentuan mengenai kriteria dan tata cara peninjauan kembali
dan atau penyempurnaan Rencana Tata Ruang diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
o Pertimbangan melakukan perencanaan Tata Ruang.
o Perencanaan Tata Ruang mencakup perencanaan struktur dan
pola Pemanfaatan Ruang, yang meliputi tata guna air, tata guna
udara, dan tata guna sumber daya alam lainnya.
o Perencanaan Tata Ruang yang berkaitan dengan fungsi
o pertahanan keamanan sebagai subsistem perencanaan Tata
Ruang, tata cara penyusunannya diatur dengan peraturan
perundang-undangan.
 Bagian Ketiga: Pemanfaatan (2 pasal)
o Pemanfaatan Ruang dilakukan melalui pelaksanaan program
o Pemanfaatan Ruang beserta pembiayaannya, yang didasarkan
atas Rencana Tata Ruang.
o Pemanfaatan Ruang diselenggarakan secara bertahap sesuai
dengan jangka waktu yang ditetapkan dalam Rencana Tata
Ruang.
o Pengembangan Pemanfaatan Ruang.o Ketentuan mengenai
pengelolaan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
 Bagian Keempat (2 pasal):
o Pengendalian Pemanfaatan Ruang diselenggarakan melalui
kegiatan pengawasan dan penertiban tentang Pemanfaatan
Ruang.
o Pengawasan terhadap Pemanfaatan Ruang diselenggarakan
dalam bentuk pelaporan, pemantauan, dan evaluasi.
o Penerbitan terhadap Pemanfaatan Ruang yang tidak sesuai
dengan Rencana Tata Ruang diselenggarakan dalam bentuk
pengenaan sanksi sesuai dengan peraturan perundangundangan
yang berlaku.
e. BAB 5. Rencana Tata Ruang (5 pasal), berisi tentang:
 Pembedaan rencana tata ruang.
 Rencana Tata Ruang wilayah Nasional merupakan strategi dan arahan
kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah Negara.
 Isi rencana tata ruang wilayah.
 Jangka waktu Rencana Tata Ruang wilayah Nasional adalah 25 tahun.
 Rencana Tata Ruang wilayah Nasional ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
 Rencana Tata Ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I.
 Isi Rencana Tata Ruang wilayah Propinsi Dae rah Tingkat I.
 Jangka waktu Rencana Tata Ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I
adalah 15 tahun.
 Rencana Tata Ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I ditetapkan
dengan peraturan daerah.
 Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat
II.
 Isi Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah
Tingkat II.
 Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat
II menjadi dasar untuk penerbitan perizinan lokasi pembangunan.
 Jangka waktu Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya
Daerah Tingkat II adalah 10 tahun.
 Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat
II ditetapkan dengan peraturan daerah.
 Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan kawasan, pedoman, tata
cara, dan lain-lain yang diperlukan bagi penyusunan rencana tata
ruang kawasan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
f. BAB 6. Wewenang dan Pembinaan (6 pasal), berisi tentang:
 Negara menyelenggarakan penataan ruang untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat yang pelaksanaannya dilakukan oleh Pemerintah.
 Wewenang Pemerintah dalam pelaksanaan Penataan Ruang.
 Pelaksanaan ketentuan dilakukan dengan tetap menghormati hak yang
dimiliki orang
 Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan Rencana Tata
Ruang wilayah Kabupaten/ Kotamadya Daerah Tingkat II yang
ditetapkan berdasarkan undang-undang ini dinyatakan batal oleh
Kepala Daerah yang bersangkutan.
 Gubernur Kepala Daerah Tingkat I menyelenggarakan penataan ruang
wilayah Propinsi Daerah Tingkat I.
 Bupati/ Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II menyelenggarakan
penataan ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II.
 Presiden menunjuk seorang Menteri yang bertugas
mengkoordinasikan penataan ruang.
 Tugas koordinasi termasuk pengendalian perubahan fungsi ruang
suatu kawasan dan pemanfaatannya yang berskala besar dan
berdampak penting.
 Perubahan fungsi ruang suatu kawasan dan pemanfaatannya
ditetapkan setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat.
 Penetapan mengenai perubahan fungsi ruang menjadi dasar dalam
peninjauan kembali Rencana Tata Ruang wilayah Propinsi Daerah
Tingkat I dan Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/ Kotamadya
Daerah Tingkat II.
g. BAB 7. Ketentuan Peralihan (1 pasal), berisi:
 Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini semua peraturan
perundangundangan yang berkaitan dengan penataan ruang yang telah
ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum
berdasarkan Undang-undang ini.
h. BAB 8. Ketentuan Penutup (2 pasal), berisi:
 Dengan berlakunya Undang-undang ini, maka Ordonansi
Pembentukan Kota (Stadvormingsordonantie Staatblad Tahun 1948
Nomor 168, keputusan letnan Gubernur jenderal tanggal 23 Juli 1948
no. 13) dinyatakan tidak berlaku.
 Undang-undang ini berlaku pada tanggal diundangkan.
 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia
B. REGULASI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN TRANSPORTASI

1. Undang-undang No 38 tahun 2004 tentang Jalan


2. Undang-undang No 17 tahun 2008 tentang Pelayaran
3. Undang-undang No 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian
4. Undang-undang No 1 tahun 2009 tentang Penerbangan
5. Undang-undang No 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal
6. Undang-undang No 7 tahun 1983 sebagaimana yang telah diubah terakhir dengan
UU 39 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.
7. Undang-undang No 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan.
8. Undang-undang No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
9. Undang-undang No 9 tahun 1992 tentang Keimigrasian
10. Undang-undang No tahun 1960 tentang Agraria
11. Peraturan Pemerintah No 15 tahun 2005 tentang Jalan Tol.
12. Peraturan Pemerintah No 34 tahun 2006 tentang Jalan
13. PP No 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
14. Peraturan Pemerintah No 87 tahun 2003 tentang Tim Nasional Peningkatan
Ekspor dan Peningkatan Investasi.
15. Peraturan Pemerintah No 62 tahun 2008 tentang Perubahan atas Peraturan
Pemerintah No 1 tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk
Penanaman Modal di bidang usaha-usaha tertentu dan/atau di daerah tertentu.
16. Peraturan Pemerintah No 65 tahun 2000 tentang Pajak Daerah.
17. Peraturan Pemerintah No 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan
Kewenangan Propinsi sebagai Daerah otonom.
18. Peraturan Pemerintah No 45 tahun 1996 tentang Pajak Penghasilan atas
Penghasilan Wajib Pajak Badan untuk Usaha Industri tertentu.
19. Peraturan Pemerintah No 44 tahun 1997 tentang Kemitraan.
20. Peraturan Pemerintah No 15 tahun 1999 tentang Bentuk-bentuk Tagihan tertentu
yang Dapat Dikompensasikan sebagai Setorah Saham;
21. Instruksi Presiden No 3 tahun 2006 tentang Paket Kebijakan Perbaikan Iklim
Investasi
22. Peraturan Presiden No 67 tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dan Badan
Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur
23. Keputusan Presiden No 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan
barang/Jasa Pemerintah sebagaimana diubah, terakhirdengan perubahan ke Enam
dengan Peraturan Presiden No 85 tahun 2006
24. Peraturan Presiden No 36 tahun 2005 sebagaimana diubah dengan Peraturan
Presiden No 65 tahun 2005 tentang Pengadaan Lahan bagi Pembangunan untuk
Kepentingan Umum;
25. Peraturan Presiden No 42 tahun 2005 tentang Komite Kebijakan Percepatan
Penyediaan Infrastruktur;
26. Instruksi Presiden No 5 tahun 2003 tentang Paket Kebijakan Ekonomi Menjelang
dan sesudah berakhirnya Program Kerjasama dengan International Monetary
Fund;
27. 27. Keputusan Presiden No 97 tahun 1993 tentang Tata Cara Penanaman Modal
sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Keputusan Presiden No
117 tahun 1998;
28. Keputusan Menteri Keuangan No 518/KMK.01/2005 tanggal 31 Oktober 2005
tentang Pembentukan Komite Pengelolaan Resiko atas Penyediaan Infrastruktur;
29. Peraturan Menteri Keuangan No 38/PMK.01/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Pengendalian dan Pengelolaan Resiko atas Penyediaan Infrastruktur
30. Peraturan Menteri Keuangan No 136/PMK.05/2006 tanggal 27 Desember 2006
tentang Perubahan Peraturan Menteri Keuangan No 119/PMK.05/2006 tentang
Tata Cara Penyediaan, Pencarian dan Pengelolaan Dana Dukungan Infrastruktur.
31. Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum No 11/SE/M/2005 tanggal 16 November
2005 tentang Pedoman Penyesuaian Harga Satuan dan Nilai Kontrak;
32. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 295/PRT/M/2005 tentang Badan
Pengatur jalan Tol;
33. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 11/PRT/M/2006 tentang Wewenang dan
Tugas Penyelenggaraan Jalan Tol pada Direktorat Jendral Bina Marga, Badan
Pengatur Jalan Tol dan Badan Usaha Jalan Tol; Peraturan Gubernur Provinsi DKI
Jakarta No 9 tahun 2006 tentang Penguasaan Perencanaan/Peruntukan Bidang
Tanah untuk Pelaksanaan Pembangunan Trace Jalan Tanah Tinggi Barat/Timur
Kemayoran Gempol di Kelurahan Harapan Mulya, Kelurahan Bungur, Kelurahan
Utan Panjang, Kelurahan Kebon Kosong, Kelurahan Serdang, Kecamatan Senen,
dan Kecamatan Kemayoran Kotamadya Jakarta Pusat;
34. Keputusan presiden republik indonesia nomor 7 tahun 1998 tentang kerjasama
pemerintah dan badan usaha swasta dalam pembangunan dan atau pengelolaan
infrastruktur

Anda mungkin juga menyukai