Anda di halaman 1dari 15

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATAN THORAX

Untuk memenuhi tugas matakuliah


Keperawatan Kegawatdaruratan dan Manajemen Bencana (KKMB)
Yang dibina oleh Bapak Marsaid S.Kep, Ns, M.Kep

Oleh:
Fathimatuzzahro (P17220191008)
Lenia Dwi Nuriyanti (P17220191009)
Farza Aulia Ariskhputri (P17220191010)
Nina Fitri Arima Sari (P17220191011)
Citra Noriya (P17220191012)
Dewi Suci Yanuari (P17220191013)
Aprilia Dyah W.A. (P17220191014)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENEKES MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN
D-III KEPERAWATAN LAWANG
Januari 2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan asuhan keperawatan tentang Kegawatan Thorax.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami
dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga asuhan keperawatan Kegawatan Thorax ini
dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Malang, 29 Januari 2021

Penulis
DAFTAR ISI

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Trauma thoraks adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang
dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax
yang disebabkan oleh benda tajam atau benda tumpul dan dapat menyebabkan
keadaan gawat thorax akut (Sudoyo, 2010).
Trauma adalah penyebab kematian terbanyak pada dekade 3 kehidupan
diseluruh kota besar didunia dan diperkiraan 16.000 kasus kematian akibat trauma
per tahun yang disebabkan oleh trauma toraks di amerika. Sedangkan insiden
penderita trauma toraks di amerika serikat diperkirakan 12 penderita per seribu
populasi per hari dan kematian yang disebabkan oleh trauma toraks sebesar 20-
25%.Dan hanya 10-15% penderita trauma tumpul toraks yang memerlukan
tindakan operasi, jadi sebagian besar hanya memerlukan tindakan sederhana untuk
menolong korban dari ancaman kematian (Sudoyo, 2010).
Di Australia, 45% dari trauma tumpul mengenai rongga toraks. Dengan
adanya trauma pada toraks akan meningkatkan angka mortalitas pada pasien
dengan trauma. Trauma toraks dapat meningkatkan kematian akibat
Pneumotoraks 38%, Hematotoraks 42%, kontusio pulmonum 56%, dan flail chest
69% (Nugroho, 2015).
Pada trauma dada biasanya disebabkan oleh benda tajam, kecelakaan lalu
lintas atau luka tembak.Bila tidak mengenai jantung, biasanya dapat menembus
rongga paru-paru. Akibatnya, selain terjadi pendarahan dari rongga paru-paru,
udara juga akan masuk ke dalam rongga paru-paru. Oleh karena itu, pau-paru pada
sisi yang luka akan mengempis. Penderita Nampak kesakitan ketika bernapas dan
mendadak merasa sesak dan gerakan iga disisi yang luka menjadi berkurang
(Sudoyo, 2010).
Trauma tumpul thoraks sebanyak 96.3% dari seluruh trouma thoraks,
sedangkan sisanya sebanyak 3,7% adalah trauma tajam. Penyebab terbanyak dari
trauma tumpul thoraks masih didominasi oleh korban kecelakaan lalu lintas
(70%). Sedangkan mortalitas pada setiap trauma yang 5 disertai dengan trauma
thoraks lebih tinggi (15,7%) dari pada yang tidak disertai trauma thoraks (12,8%)
pengolahan trauma thoraks, apapun jenis dan penyebabnya tetap harus menganut
kaidah klasik dari pengolahan trauma pada umumnya yakni pengolahan jalan
nafas, pemberian pentilasi dan control hemodianamik (Patriani, 2012).
Jadi menurut kelompok trauma thorak adalah luka atau cedera fisik sehingga
dapat menyebabkan kematian utama pada anak-anak atau orang dewasa. Di dalam
thoraks terdapat dua organ yang sangat vital bagi kehidupan manusia, yaitu paru-
paru dan jantung. Paru-paru sebagai alat pernapasan dan jantung sebagai alat
pemompa darah

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana teori Trauma thoraks?
2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan Trauma thoraks pada pasien yang
mengalami trauma thorak ?
3. Bagaimana tindakan keperawatan pada pasien Trauma thoraks?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Dapat menambah pengetahuan mahasiswa mengenai Trauma thorak serta
asuhan keperawatan yang dapat dilakukan terhadap pasien dengan masalah
Trauma thoraks.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu mengetahui teori Trauma thoraks.
2. Mahasiswa mampu mengetahui konsep teori asuhan keperawatan pada pasien
Trauma thoraks.
3. Mahasiswa mampu tindakan keperawatan pada pasien Trauma thoraks.

1.4 Manfaat Penulisan


1. Mahasiswa mampu memahami teori Trauma thoraks.
2. Mahasiswa mampu konsep teori asuhan keperawatan pada pasien Trauma
thoraks.
3. Mahasiswa mampu memahami tindakan keperawatan pada pasien Trauma
thoraks
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat
gangguan emosional yang hebat (Nugroho, 2015). Trauma dada adalah
abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh benturan pada dinding dada yang
mengenai tulang rangka dada, pleura paru-paru, diafragma ataupun isi mediastinal
baik oleh benda tajam maupun tumpul yang dapat menyebabkan gangguan sistem
pernapasan (Rendy, 2012).
Trauma thoraks adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang
dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax
yang disebabkan oleh benda tajam atau benda tumpul dan dapat menyebabkan
keadaan gawat thorax akut.Trauma thoraks diklasifikasikan dengan tumpul dan
tembus. Trauma tumpul merupakan luka atau cedera yang mengenai rongga
thorax yang disebabkan oleh benda tumpul yang sulit diidentifikasi keluasan
kerusakannya karena gejala-gejala umum dan rancu (Sudoyo, 2010)
Dari berberapa definisi diatas dapat didefinisikan trauma thoraks adalah
trauma yang mengenai dinding toraks yang secara langsung maupun tidak
langsung berpengaruh pada pada organ didalamnya, baik sebagai akibat dari suatu
trauma tumpul maupun oleh sebab trauma tajam.

2.2 Etiologi
Trauma pada toraks dapat dibagi 2 yaitu oleh karena trauma tumpul 65% dan
trauma tajam 34.9 % (Ekpe & Eyo, 2014). Penyebab trauma toraks tersering
adalah kecelakaan kendaraan bermotor (63-78%) (Saaiq, et al., 2010). Dalam
trauma akibat kecelakaan, ada lima jenis benturan (impact) yang berbeda, yaitu
depan, samping, belakang, berputar, dan terguling (Sudoyo, 2010). Oleh karena
itu harus dipertimbangkan untuk mendapatkan riwayat yang lengkap karena setiap
orang memiliki pola trauma yang berbeda. Penyebab trauma toraks oleh karena
trauma tajam dibedakan menjadi 3 berdasarkan tingkat energinya, yaitu berenergi
rendah seperti trauma tusuk, 11 berenergi sedang seperti tembakan pistol, dan
berenergi tinggi seperti pada tembakan senjata militer. Penyebab trauma toraks
yang lain adalah adanya tekanan yang berlebihan pada paru-paru yang bisa
menyebabkan Pneumotoraks seperti pada aktivitas menyelam (Hudak, 2011).
Trauma toraks dapat mengakibatkan kerusakan pada tulang kosta dan sternum,
rongga pleura saluran nafas intratoraks dan parenkim paru. Kerusakan ini dapat
terjadi tunggal ataupun kombinasi tergantung dari mekanisme cedera (Sudoyo,
2010).

2.3 Patofisiologi
Trauma benda tumpul pada bagian dada / thorax baik dalam bentuk kompresi
maupun ruda-paksa (deselerasi / akselerasi), biasanya menyebabkan memar / jejas
trauma pada bagian yang terkena. Jika mengenai sternum, trauma tumpul dapat
menyebabkan kontusio miocard jantung atau kontusio paru. Keadaan ini biasanya
ditandai dengan perubahan tamponade pada jantung, atau tampak kesukaran
bernapas jika kontusio terjadi pada paru-paru.
Trauma benda tumpul yang mengenai bagian dada atau dinding thorax juga
seringkali menyebabkan fraktur baik yang berbentuk tertutup maupun terbuka.
Kondisi fraktur tulang iga juga dapat menyebabkan Flail Chest, yaitu suatu
kondisi dimana segmen dada tidak lagi mempunyai kontinuitas dengan
keseluruhan dinding dada. Keadaan tersebut terjadi karena fraktur iga multipel
pada dua atau lebih tulang iga dengan dua atau lebih garis fraktur. Adanya semen
fail chest (segmen mengambang) menyebabkan gangguan pada pergerakan
dinding dada. Jika kerusakan parenkim paru di bawahnya terjadi sesuai dengan
kerusakan pada tulang maka akan menyebabakan hipoksia yang serius.
Sedangkan trauma dada / thorax dengan benda tajam seringkali berdampak
lenih buruk daripada yang diakibatkan oleh trauma benda tumpul. Benda tajam
dapat langsung menusuk dan menembus dinding dada dengan merobek pembuluh
darah intercosta, dan menembus organ yang berada pada posisi tusukannya.
Kondisi ini menyebabkan perdaharan pada rongga dada (Hemothorax), dan jika
berlangsung lama akan menyebabkan peningkatan tekanan didalam rongga baik
rongga thorax maupun rongga pleura jika tertembus. Kemudian dampak negatif
akan terus meningkat secara progresif dalam waktu yang relatif singkat seperti
Pneumothorax, penurunan ekspansi paru, gangguan difusi, kolaps alveoli, hingga
gagal nafas dan jantung.
2.4 . Komplikasi
1. Perdarahan intra cranial
2. Kejang
3. Parese saraf cranial
4. Meningitis atau abses otak
5. Infeksi pada luka atau sepsis
6. Edema cerebri
7. Timbulnya edema pulmonum neurogenik, akibat peninggian TIK
8. Kebocoran cairan serobospinal
9. Nyeri kepala setelah penderita sadar

2.5 Penanganan Gawat Darurat Pada Cidera Kepala


Mempelajari tanda-tanda cedera kepala sedang dan cara untuk melakukan
pertolongan pertama saat kepala terbentur akan mampu menyelamatkannyawa
seseorang. Segera hubungi unit gawat darurat (UGD) terdekat, jika orang
yang diduga mengalami cedera kepala memiliki tanda-tanda berikut.
 Penurunan kesadaran.
 Tidak bisa menggerakkan salah satu atau kedua lengan dan/atau kaki, kesulitan
berbicara, atau pandangan kabur.
 Muntah lebih dari satu kali.
 Hilang ingatan jangka pendek.
 Mudah mengantuk.
 Tingkah laku tidak seperti biasanya.
 Mengeluh nyeri kepala berat atau kaku leher.
 Pupil (bagian hitam di tengah bola mata) tidak sama ukurannya.
 Orang dengan cedera kepala yang memiliki kebiasaan mengonsumsi alkohol.
 Orang dengan cedera kepala yang sedang mengonsumsi obat-obatan pengencer
darah, misalnya warfarin dan heparin.
Sambil menunggu bantuan atau ambulans, pertolongan pertama kepala bocor
dapat dilakukan hal-hal berikut.
 Pertolongan pertama pada cedera kepala adalah periksa jalan napas (airway),
pernapasan (breathing), dan sirkulasi jantung (circulation) pada orang tersebut.
Bila perlu, lakukan bantuan napas dan resusitasi (CPR).
 Jika orang tersebut masih bernapas dan denyut jantungnya normal, tetapi tidak
sadarkan diri, stabilkan posisi kepala dan leher dengan tangan atau collar neck
(bila ada). Pastikan kepala dan leher tetap lurus dan sebisa mungkin hindari
menggerakkan kepala dan leher. Bila ada perdarahan, hentikan perdarahan
tersebut dengan menekan luka dengan
kuat menggunakan kain bersih. Pastikan untuk tidak menggerakkan kepala orang
yeng mengalami cedera kepala tersebut. Jika darah merembes pada kain yang
ditutupkan tersebut, jangan melepaskan kain tersebut, tetapi langsung
merangkapnya dengan kain yang lain.
 Jika dicuriga ada patah tulang tengkorak, jangan menekan luka dan jangan
mencoba membersihkan luka, tetapi langsung tutup luka dengan pembalut luka
steril.
 Jika orang dengan cedera kepala tersebut muntah, miringkan posisinya agar
tidak tersedak oleh muntahannya. Pastikan posisi kepala dan leher tetap lurus.
 Boleh juga dilakukan kompres dingin pada area yang bengkak.
 Jangan mencoba mencabut benda apapun yang tertancap di kepala. Langsung
bawa ke unit gawat darurat terdekat.

2.6 Pencegahan Cedera Kepala


 Jatuh merupakan penyebab utama cedera kepala, terutama pada anak-anak dan
lansia. Meminimalisir kejadian jatuh dapat dilakukan dengan cara memastikan
lantai tidak licin, menggunakan alat bantu jalan, dan melakukan pengawasan pada
saat anak atau lansia berada di kamar mandi atau berjalan di tangga.
 Menggunakan helm, baik pada saat mengendarai sepeda atau sepeda motor,
maupun saat melakukan aktivitas yang berisiko seperti mengendarai skateboard
atau olahraga ski.
 Mengendarai mobil dengan aman, yaitu dengan mengenakan sabuk pengaman
dan menghindari aktivitas lain seperti menggunakan handphone pada saat sedang
mengemudi. Jangan mengemudikan mobil atau kendaraan apapun dalam keadaan
tidak sadar penuh, baik karena pengaruh alkohol maupun obat-obatan

2.7 Pemeriksaan Diagnostik


1. Pemeriksaan laboratorium : darah lengkap, urine, kimia darah, analisa gas
darah. 2. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras: mengidentifikasi luasnya lesi,
perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak.
3. MRI : digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
4. Cerebral Angiography: menunjukkan anomali sirkulasi cerebral, seperti
perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.
5. X-Ray : mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur
garis (perdarahan, edema), fragmen tulang. Ronsent Tengkorak maupun thorak.
6. CSF, Lumbal Punksi : dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan
subarachnoid.
7. ABGs : Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernafasan (oksigenasi)
jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
8. Kadar Elektrolit:Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan intrakranial. (Musliha, 2010).

2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medik cedera kepala yang utama adalah mencegah terjadinya
cedera otak sekunder. Cedera otak sekunder disebabkan oleh faktor sistemik
seperti hipotensi atau hipoksia atau oleh karena kompresi jaringan otak. (Tunner,
36 2000)Pengatasan nyeri yang adekuat juga direkomendasikan pada pendertia
cedera kepala (Turner, 2000)
Penatalaksanaan umum adalah:
1. Nilai fungsi saluran nafas dan respirasi
2. Stabilisasi vertebrata servikalis pada semua kasus trauma
3. Berikan oksigenasi
4. Awasi tekanan darah
5. Kenali tanda-tanda shock akibat hipovelemik atau neurogenik
6. Atasi shock
7. Awasi kemungkinan munculnya kejang.

2.9 Asuhan Keperawatan Teoritis


1. Pengkajian
a. Pengkajian primer
1) Airway dan cervical control
Hal pertama yang dinilai adalah kelancaran airway. Meliputi
pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan benda
asing, fraktur tulang wajah, fraktur mandibula atau maksila, fraktur larinks atau
trachea. Dalam hal ini dapat dilakukan “chin lift” atau “jaw
thrust”. Selama memeriksa dan memperbaiki jalan nafas, harus
diperhatikan bahwa tidak boleh dilakukan ekstensi, fleksi atau rotasi dari
leher.
2) Breathing dan ventilation
Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran gas
yang terjadi pada saat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen dan
mengeluarkan karbon dioksida dari tubuh. Ventilasi yang baik
meliputi:fungsi yang baik dari paru, dinding dada dan diafragma.
3) Circulation dan hemorrhage control
a) Volume darah dan Curah jantung
Kaji perdarahan klien. Suatu keadaan hipotensi harus dianggap
disebabkan oleh hipovelemia. 3 observasi yang dalam hitungan detik
dapat memberikan informasi mengenai keadaan hemodinamik yaitu
kesadaran, warna kulit dan nadi.
b) Kontrol Perdarahan
4) Disability
Penilaian neurologis secara cepat yaitu tingkat kesadaran, ukuran dan
reaksi pupil.
5) Exposure dan Environment control
Dilakukan pemeriksaan fisik head toe toe untuk memeriksa jejas.
b. Pengkajian sekunder
1) Identitas : nama, usia, jenis kelamin, kebangsaan/suku, berat badan,
tinggi badan, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, anggota
keluarga, agama.
2) Riwayat kesehatan: waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat
kejadian, status kesadaran saat kejadian, pertolongan yang diberikan
segera setelah kejadian.
3) Aktivitas/istirahat
Gejala : Merasa lelah, lemah, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda :Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, puandreplegia,
ataksia, cara berjalan tidak tegang.
4) Sirkulasi
Gejala : Perubahan tekanan darah (hipertensi) bradikardi,
takikardi.
5) Integritas Ego
Gejala : Perubahan tingkah laku dan kepribadian.
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, angitasi, bingung, depresi
dan impulsif.
6) Makanan/cairan
Gejala : Mual, muntah dan mengalami perubahan selera.
Tanda : muntah, gangguan menelan.
7) Eliminasi
Gejala : Inkontinensia, kandung kemih atau usus atau mengalami
gangguan fungsi. 8) Neurosensori
Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia, vertigo,
sinkope, kehilanganpendengaran, gangguan pengecapan dan
penciuman, perubahan penglihatan seperti ketajaman.
Tanda:Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status
mental, konsentrasi, pengaruh emosi atau tingkah laku dan memoris.
9) Nyeri/kenyamanan
Gejala : Sakit kepala.
Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan
nyeri yang hebat, gelisah, tidak bisa istirahat, merintih.
10) Pernafasan
Tanda: Perubahan pola pernafasan (apnoe yang diselingi oleh
hiperventilasi nafas berbunyi)
11) Keamanan
Gejala : Trauma baru/trauma karena kecelakaan.
Tanda: Fraktur/dislokasi, gangguan penglihatan, gangguan rentang
gerak, tonus otot hilang, kekuatan secara umum mengalami paralisis,
demam, gangguan dalam regulasi suhu tubuh.
12) Interaksi sosial
Tanda : Apasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara
berulang-ulang, disartria.
c. Masalah Keperawatan
1) Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansiparu yang
tidak maksimal karena trauma, hipoventilasi.
2) Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan
sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
3) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang
bullow drainage.
d. Prioritas Masalah
1) Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansiparu yang
tidak maksimal karena trauma, hipoventilasi.
2) Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan
sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
3) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang
bullow drainage.
e. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
1) Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansiparu yang
tidak maksimal karena trauma, hipoventilasi.
2) Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan
sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
3) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang
bullow drainage.
f. Intervensi Keperawatan
1. Diagnosa : Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansiparu
yang tidak maksimal karena trauma, hipoventilasi.
a. Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan dapat
mempertahankan jalan nafas pasien dengan
b. Kriteria hasil :
a.Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru. 
b.Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektive.
c.Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.
Intervensi Dx 1: Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi
paruyang tidak maksimal karena trauma, hipoventilasi.
1. Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur.
Balik kesisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
Rasional : Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekspansi paru dan
ventilasi pada sisi yang tidak sakit.
2. Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea
atau perubahan tanda-tanda vital.
Rasional : Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebgai
akibatstress fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock
sehubungan denganhipoksia.
3. Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin
keamanan.
Rasional : Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas
danmengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
4. Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dengan
menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.
Rasional : Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang
dapatdimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas.
5. Perhatikan alat bullow drainase berfungsi baik, cek setiap 1 –  2 jam
Rasional : Mempertahankan tekanan negatif intrapleural sesuai yang diberikan,
yangmeningkatkan ekspansi paru optimum/drainase cairan.
2. Diagnosa : Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan
peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan
keletihan.
a. Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama diharapkan jalan
nafas pasien normal dengan 
b. Kriteria hasil :
a.Menunjukkan batuk yang efektif. 
b.Tidak ada lagi penumpukan sekret di saluran pernapasan.
c. Klien tampak nyaman.
Intervensi Dx 2: Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan
denganpeningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibatnyeri dan
keletihan.
1. Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa
terdapat penumpukan sekret di saluran Pernapasan.
Rasional : Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan
kepatuhanklien terhadap rencana teraupetik.
2. Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
Rasional : Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak
efektif,menyebabkan frustasi.
3. Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.
Rasional : Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.
4. Dorong atau berikanperawatan mulut yang baik setelah batuk
Rasional : Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan
mencegah bau mulut.
5. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain Pemberian antibiotika atau expectorant.
Rasional : Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan
mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.
3. Diagnosa : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik
terpasang bullow drainage.
a. Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama diharapkan dapat
mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
b. Kriteria hasil :
a.tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus 
b.luka bersih tidak lembab dan tidak kotorc.Tanda-tanda vital dalam batas normal
atau dapat ditoleransi.
Intervensi Dx 3: Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik
terpasang bullow drainage.
1. Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka
Rasional : mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam
melakukan tindakan yang tepat.
2. Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka
Rasional : mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah
intervensi.
3. Pantau peningkatan suhu tubuh
 Rasional : suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya
proses peradangan.
4. Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering
dansteril, gunakan plester kertas.
Rasional : tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan
mencegahterjadinya infeksi.
5. Kolaborasi tindakan lanjutan seperti melakukan debridement
Rasional : agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas
padaarea kulit normal lainnya.

Anda mungkin juga menyukai