Anda di halaman 1dari 12

Nama : Muh.

Ikhsan Hasan

Nim : D021 19 1109

Departemen : Teknik Mesin

Tugas Material Teknik A

Catatan Penting :

 Heat treatment merupakan suatu proses pemanasan dan pendinginan yang


terkontrol, dengan tujuan mengubah sifat fisik dan sifat mekanis dari suatu
bahan atau logam sesuai dengan yang dinginkan. (Kamenichny, 1969: 74).
Proses dalam heat treatment meliputi heating, colding, dan cooling. Adapun
tujuan dari masing-masing proses yaitu :
- Heating : proses pemanasan sampai temperatur tertentu dan dalam periode
waktu. Tujuannya untuk memberikan kesempatan agar terjadinya
perubahan struktur dari atom-atom dapat menyeluruh.
- Holding : proses penahanan pemanasan pada temperatur tertentu,
bertujuan untuk memberikan kesempatan agar terbentuk struktur yang
teratur dan seragam sebelum proses pendinginan.
- Cooling : proses pendinginan dengan kecepatan tertentu, bertujuan untuk
mendapatkan struktur dan sifat fisik maupun sifat mekanis yang
diinginkan.
Perlakuan Panas Baja

1. Austenisasi Pada Perlakuan Panas

Tujuan proses austenisasi adalah untuk mendapatkan struktur austenit yang


homogen. Kesetimbangan kadar karbon austenit akan bertambah dengan naiknya
suhu austenisasi, ini mempengaruhi karakteristik isothermal. Bila kandungan
karbon meningkat maka temperatur Ms menjadi rendah, selain itu kandungan
karbon akan meningkat pula jumlah grafit akan membentuk senyawa karbida yang
semakin banyak

Proses selanjutnya setelah fasa tunggal austenit terbentuk adalah


pendinginan, dimana mekanismenya dipengaruhi oleh temperatur, waktu, serta
media yang digunakan. Pada pendinginan secara perlahan-lahan perubahan fasa
berdasarkan mekanisme difusi, dimana kehalusan dan kekasaran struktur yang
dihasilkan tergantung pada kecepatan difusi.

Bila pendinginan dilakukan secara cepat, maka perubahan fasanya


berdasarkan mekanisme geser menghasilkan struktur mikro dengan sifat mekanik
yang keras dan getas. Perubahan struktur mikro selama proses pendinginan dapat
merupakan paduan dari mekanisme difusi dan mekanisme geser

Gambar : Pengaruh Kecepatan pendinginan pada baja terhadap struktur mikro

2. Annealing
Annealing adalah proses pemanasan baja yang diikuti dengan pendinginan
lambat didalam tungku yang dimatikan. Temperatur pemanasan annealing, untuk
baja hypoeutektoid adalah sekitar sedikit diatas garis A3 (Gbr. 5.) dan untuk baja
hypereutektoid adalah sedikit diatas garis Acm (Gbr.5.). Tujuan dari annealing
untuk memperbaiki ; mampu mesin, mampu bentuk, keuletan, kehomogenan
struktur, menghilangkan tegangan dalam, dan lain sebagainya.

3. Normalizing

Normalizing adalah proses pemanasan baja yang diikuti dengan


pendinginannya diudara terbuka. Tujuan normalizing antara lain untuk
memperbaiki sifat mampu mesin, memperhalus butir dan lain sebagainya.
Temperatur pemanasan normalizing, untuk baja hypoeutektoid dipanaskan pada
temperatur 30 C sampai dengan 40 C diatas garis A3 agar diperoleh Austenit
yang homogen.

Daerah temperatur pemanasan untuk proses Annealing dan Normalizing


dari diagram fasa Fe-C, dapat dilihat pada Gbr

Gambar : Temperatur
pemanasan untuk Annealing, Normalizing, Hot Working dan Homogenizing pada
diagram Fe-Fe3C

Setelah waktu penahanan pada temperatur austenisasi selesai, kemudian


baja didinginkan di udara sampai mencapai temperatur kamar (27 C). Struktur
Metalurgi baja HypoEutektoid yang dihasilkan terdiri dari ferit dan perlit. Sifat
mekanik baja yang dihasilkan setelah proses annealing dan normalizing,
tergantung pada laju pendinginan diudara. Laju pendinginan yang agak cepat akan
menghasilkan kekuatan dan kekerasan yang lebih tinggi.Siklus dari temperatur
pemanasan dan kecepatan pendinginan dari proses annealing dan normalizing,
dapat dilihat pada Gbr

Gbr .Skematik
siklus temperatur – waktu dari annealing dan normalizing

 Struktur yang dihasilkan dari proses pemanasan dan pendinginan yang


lambat adalah fasa ferit dan fasa perlit.

Gbr.Struktur mikro baja karbon medium (AISI 1045) yang


dinormalisasi hasil austenisasi pada temperatur 1095oC pendinginan
diudaraDari Gbr.terlihat fasa ferit dan perlit. Fasa ferit adalah fasa yang
terlihat berwarna terang, fasa ini mempunyai mempunyai sifat lunak.
Sedangkanfasa perlit yang terlihat berwarna gelap adalah lapisan ferit dan
sementit, fasa ini mempunyai sifat mampu mesin yang baik.Temperatur
pemanasan austenisasi yang semakin tinggi (super heating) diatas garis
A3 akan menghasilkan pertumbuhan butir austenit yang semakin besar,
sehingga pada saat pendinginan yang lambat akan menghasilkan butir ferit
dan perlit yang semakin kasar.Pada Gbr.dapat dilihat skema pengaruh
temperatur austenisasi pada struktur mikro baja hasil proses annealing dan
normalizing.

Gbr.Skema pengaruh temperatur austenisasi yang menunjukan perubahan


struktur baja dalam proses annealing dan normalizing.

Temperatur pemanasan yang sangat tinggi (overheating) pada


proses annealing dan normalizing ini sedikit berpengaruh pada kekuatan
luluh, kekuatan tarik dan kekerasan suatu baja. Persentase perpanjangan,
reduksi dan kekuatan impak akan meningkat dengan semakin
meningkatnya besar butir. (Ref.4)
Proses Hardening Proses ini berguna untuk memperbaiki kekerasan
dari baja tanpa dengan mengubah komposisi kimia secara keseluruhan.
Proses ini mencakup proses pemanasan sampai pada austenisasi dan
diikuti oleh pendinginan dengan kecepatan tertentu untuk mendapatkan
sifat-sifat yang diinginkan. Temperatur yang dipilih tergantung pada jenis
baja yang diproses, dimana temperatur pemanasan 50 ˚C – 100 ˚C di atas
garis A3 untuk baja hypoeutektoid.
Sedangkan proses pendinginannya bermacam-macam tergantung
pada kecepatan pendinginan dan media quenching yang dikehendaki.
Untuk pendinginan yang cepat akan didapatkan sifat logam yang keras dan
getas sedangkan untuk pendinginan yang lambat akan didapatkan sifat
yang lunak dan ulet.Pada baja hypoeutektoid temperatur diatas garis Ac3,
struktur baja akan seluruhnya berkomposisikan butir austenit, dan pada
saat pendinginan cepat akan menghasilkan martensit.
Quenching baja hypoeutektoid dari temperatur diatas temperatur
optimum akan menyebabkan terjadinya overheating. Overheating dalam
hardening akan menghasilkan butir martensit kasar yang mempunyai
kerapuhan yang tinggi (Ref.4)Proses ini sangat dipengaruhi oleh parameter
tertentu seperti :

 Temperatur pemanasan, yaitu temperatur austenisasi yang dikehendaki


agar dicapai transformasi yang seragam pada material.
 Waktu pemanasan, yaitu lamanya waktu yang diperlukan untuk
mencapai temperatur pemanasan tertentu (temperatur austenisasi).
 Waktu penahanan, yaitu lamanya waktu yang diperlukan agar
didapatkan distribusi temperatur yang seragam pada benda kerja.

Waktu pemanasan ini merupakan fungsi dari dimensi dan daya hantar
panas benda kerja. Lamanya waktu penahanan akan menimbulkan pertumbuhan
butir yang dapat menurunkan kekuatan material.Pada Gbr. berikut dapat dilihat
pengaruh parameter tersebut di atas, dengan kekerasan yang dihasilkan.

Grafik pengaruh parameter pengerasan

Berdasarkan faktor-faktor tadi maka selanjutnya pembentukan austenit dan


pengontrolan butiran austenit merupakan aspek penting dalam proses hardening,
karena transformasi austenit dan sifat mekanis dari struktur mikro yang terbentuk
ditentukan oleh ukuran butir austenit.QuenchingUntuk memperoleh kekerasan
yang diinginkan, maka dilakukan proses quenching.

Media quech yang biasa dipergunakan diantaranya :

 Larutan Garam
 Air
 Oli
Perlakuan Panas Pada Aluminium

Perlakuan panas pada aluminium paduan dilakukan dengan memanaskan


sampai terjadi fase tunggal kemudian ditahan beberapa saat dan diteruskan dengan
pendinginan cepat hingga tidak sempat berubah ke fase lain. Jika bahan tadi
dibiarkan untuk jangka waktu tertentu maka terjadilah proses penuaan (aging).
Perubahan akan terjadi berupa presipitasi (pengendapan) fase kedua yang dimulai
dengan proses nukleasi dan timbulnya klaster atom yang menjadi awal dari
presipitat. Presipitat ini dapat meningkatkan kekuatan dan kekerasannya. Proses
ini merupakan proses age hardening yang disebut natural aging. Jika setelah
dilakukan pendinginan cepat kemudian dipanaskan lagi hingga di bawah
temperatur solvus (solvus line) kemudian ditahan dalam jangka waktu yang lama
dan dilanjutkan dengan pendinginan lambat di udara disebut proses penuaan
buatan (artificial aging).

Gambar Diagram fasa perubahan mikrostruktur paduan Al-Cu,

Mekanisme Pengerasan

Untuk menjelaskan mekanisme terjadinya pengerasan, sebagai contoh


diambil untuk diagram fase Al-Cu. Dari diagram tampak bahwa kelarutan Cu
dalam Al menurun dengan menurunnya temperatur. Suatu paduan dengan 4 % Cu
mulai membeku di titik 1 dengan membentuk dendrit larutan padat a. Dan pada
titik 2 seluruhnya sudah membeku menjadi larutan padat a dengan 4 % Cu. Pada
titik 3 kelarutan Cu dalam Al mencapai batas jenuhnya, bila temperaturnya
diturunkan akan ada Cu yang keluar dari larutan padat a berupa CuAl2. Makin
rendah temperaturnya makin banyak Cu-Al yang keluar. Pada gambar struktur
mikro Al-Cu tampak partikel CuAl tersebar didalam matriks a.

Dengan pemanasan kembali sampai diatas garis solvus (titik 3) semua Cu


larut kembali di dalam a. Dengan pendingan cepat (quench) Cu tidak sempat
keluar dari a. Pada suhu kamar struktur masih tetap berupa larutan padat a fase
tunggal Sifatnyapun masih belum berubah. Masih tetap lunak dan sedikit ulet.
Dalam keadaan ini larutan dikatakan sebagai larutan yang lewat jenuh karena
mengadung solute yang melampaui batas jenisnya untuk temperatur itu. Setelah
beberapa saat larutan yang lewat jenuh ini akan mengalami perubahan kekerasan
dan kekuatan. Menjadi lebih kuat dan keras , tetapi struktur mikro tidak tampak
mengalami perubahan .

Penguatan ini terjadi karena timbulnya partikel CuAl2 (fase q) yang


berpresipitasi di dalam kristal a. Presipitat ini sangat kecil tidak tampak di
mikroskop (submicroscopic) dan akan menyebabkan terjadinya tegangan pada
lattis kristal a di sekitar presipitat ini . Karena presipitat tersebar merata didalam
lattis kristal. Maka dapat dikatakan seluruh lattis menjadi tegang mengakibatkan
kekuatan dan kekerasan menjadi lebih tinggi. Struktur mikro dari presipitasi Al-
Cu dapat dilihat pada gambar berikut ini :
Aging dapat dilakukan dengan membiarkan larutan lewat jenuh itu pada
temperatur kamar selama beberapa waktu. Dinamakan natural aging atau dengan
memanaskan kembali larutan lewat jenuh itu ke temperatur di bawah garis solvus
dan dibiarkan pada temperatur tersebut selama beberapa saat. Dinamakan artficial
aging Bila aging temperatur terlalu tinggi dan atau aging time terlalu panjang
maka partikel yang terjadi akan terlalu besar (sudah mikroskopik) sehingga effek
penguatannya akan menurun bahkan menghilang sama sekali, dan ini dinamakan
over aged.

Proses precipitation hardening atau hardening dapat dibagi menjadi


beberapa tahap yaitu:

1. Solution treatment, yaitu memanaskan paduan hingga diatas solvus line.


2. Mendinginkan kembali dengan cepat (quenching)
3. Aging, yaitu menahan pada suatu temperatur tertentu (temperatur kamar
atau temperatur dibawah solvus line) selang waktu tertentu.

Paduan Aluminium lainnya yang dapat di perlakukan panas sebagaimana


diagram fasa di bawah ini :

1. Paduan Al-Mg dengan kadar Mg kurang dari 17,1 % termasuk yang


heat treatable karena jika dipanaskan di atas garis solvus mampu mencapai fasa
tunggal.

2. Paduan Al-Si masuk kategori non heat tretable, tetapi untuk paduan Al-Si
dengan kadar Si kurang dari 1,6 sebagaimana diagram fasa di bawah ini
masih memungkinkan Al-Si mencapai fasa tunggal jika dipanaskan di atas
garis solvus. Berarti memungkinkan untuk di heat treatmen.
3. Paduan Al-Cu dengan kadar Cu kurang dari 5,65 % juga heat treatable.
Perbandingan perlakuan panas Quench pada Baja dan Perlakuan Panas T-6
pada Aluminum

Perlakuan Quench pada Baja


- Tujuan : Proses quenching atau pengerasan baja adalah suatu proses
pemanasan logam sehingga mencapai batas austenit yang homogen. Untuk
mendapatkan kehomogenan ini maka austenit perlu waktu pemanasan
yang cukup. Selanjutnya secara cepat baja tersebut dicelupkan ke dalam
media pendingin, tergantung pada kecepatan pendingin yang kita inginkan
untuk mencapai kekerasan baja.

- Temperature pemaasan : 30-60 derajat Celcius diatas temperature A3

- Kecepatan Pendinginan : 10-30 derajat celcius per jam sampai dibawah


temperature 30 derajat celcius dibawah a 1 kemudian di dinginkan di udara

• Perlakuan Panas T-6 pada Aluminum

- Tujuan : Proses pendinginan dengan kecepatan tertentu, bertujuan untuk


mendapatkan struktur dan sifat fisik maupun sifat mekanis yang
diinginkan.
- Waktu: Perlakuan panas pada aluminium paduan dilakukan dengan
memanaskan sampai terjadi fase tunggal kemudian ditahan beberapa saat
dan diteruskan dengan pendinginan cepat hingga tidak sempat berubah ke
fase lain. Jika bahan tadi dibiarkan untuk jangka waktu tertentu maka
terjadilah proses penuaan (aging). Jika setelah dilakukan pendinginan
cepat kemudian dipanaskan lagi hingga di bawah temperatur solvus
(solvus line) kemudian ditahan dalam jangka waktu yang lama dan
dilanjutkan dengan pendinginan lambat di udara disebut proses penuaan
buatan (artificial aging).

- Paduan aluminium AA. 319 diberi perlakuan panas berupa solution


treatment pada temperatur ±495 oC dengan lama waktu tahan 3 dan 4 jam.
Sedangkan untuk penuaan buatan pada temperatur ±175 oC dengan lama
waktu 2, 4 dan 6 jam. Dari hasil penelitian ini diperoleh data sifat mekanik
berupa nilai kekuatan tarik dan kekerasan yang paling maksimal dengan
variasi waktu tahan 4 jam pada temperature 4950C dan variasi waktu tahan
6 jam pada temperature 1750C paduan Aluminium AA. 319 yakni dengan
kekuatan tarik 335.09 MPa dan nilai kekerasan 63.3 HRB. Analisa struktur
mikro pada paduan aluminium AA.319-T6 dan identifikasi fasa pada
pengujian XRD serta analisa SEM menunjukkan adanya senyawa Al-Si
yang terbentuk setelah proses precipitation hardening.

- Pengujian yang digunakan menggunakan perlakuan panas T6 dengan


temperatur solution 520oC dan di quenching air dingin, kemudian artificial
aging dengan temperatur 180oC dan variasi waktu selama 8 jam, 18 jam,
dan 24 jam. Dari hasil pengujian yang dilakukan, material yang di-PWHT
selama 18 jam mengalami peningkatan kekuatan dengan nilai tegangan
luluh sebesar 118% (247.84MPa), nilai tegangan max sebesar 159%
(304.42MPa) dan memiliki nilai regangan yang menurun sebesar 50%
yaitu menjadi 9.8%. Nilai kekerasan mengalami peningkatan setelah di-
PWHT. PWHT selama 18 jam memiliki nilai kekerasan tertinggi pada
daerah heat affected zone (HAZ) yaitu sebesar 97% (129.9Hv). Dari
Perubahan struktur mikro terlihat adanya perbedaan struktur butir, material
tanpa PWHT memiliki ukuran butir yang lebih besar dibanding material
yang di-PWHT dan pada PWHT 18jam memiliki ukuran butir yang lebih
kecil dari pada PWHT 24jam, namun lebih besar daripada 8jam dan lebih
tersebar merata ke seluruh bagian akibat pengaruh panas las dan perlakuan
post welding heat treatment.

Anda mungkin juga menyukai