Anda di halaman 1dari 24

ASUHAN KEPERAWATAN INTOKSIKASI

Disusun Oleh kelompok 4:

Dinda Wardani 14.401.17.025


Doni Setiawan 14.401.17.026
Dwi Yuni Safira 14.401.17.028
Emania Rizkiana 14.401.17.029
Erra Fazira 14.401.17.030
Erdiana Pratiwi 14.401.17.031

AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA


PROGRAM DIII KEPERAWATAN
2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan izin
dan kekuatan kepada kami, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan
judul ’’ASUHAN KEPERAWATAN INTOKSITASI” tepat pada waktunya..
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan kelemahannya, baik
dalam isi maupun sistematikanya. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan
wawasan kami. Oleh sebab itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran untuk
menyempurnakan makalah ini.
Kami mengharapkan semoga makalah ini dapat memberikan manfaat, khususnya bagi
kami dan umumnya bagi pembaca.

Krikilan, 18 November 2019

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pertolongan terhadap keracunan yang ditimbulkan oleh zat apapun haruslah
dipersiapkan dengan sebaik-baikanya. Pertolongan yang keliru atau secara
berlebihan justru mendatangkan bahaya baru. Identifikasi racun  merupakan usaha
untuk mengetahui bahan, zat, atau obat yang diduga sebagai penyebab terjadi
keracunan, sehingga tindakan penganggulangannya dapat dilakukan dengan tepat,
cepat dan akurat. Dalam menghadapi peristiwa keracunan, kita berhadapan
dengan keadaan darurat yang dapat terjadi dimana dan kapan saja serta
memerlukan kecepatan untuk bertindak dengan segera dan juga mengamati efek
dan gejala keracunan yang timbul.
Racun adalah zat atau senyawa yang masuk ke dalam tubuh dengan
berbagai cara yang menghambat respons pada sistem biologis dan dapat
menyebabkan gangguan kesehatan, penyakit, bahkan kematian. Keracunan sering
dihubungkan dengan pangan atau bahan kimia. Pada kenyataannya bukan hanya
pangan atau bahan kimia saja yang dapat menyebabkan keracunan.
Di sekeliling kita ada racun alam yang terdapat pada beberapa tumbuhan
dan hewan. Salah satunya adalah gigitan ular berbisa yang sering terjadi di daerah
tropis dan subtropis. Bisa gigitan ular adalah kedaruratan medis, 95% gigitan ular
terjadi pada anggota badan sehingga tindakan pertolongan pertama dapat mudah
dilakukan.
B. Batasan Masalah
Pada makalah ini hanya membatasi konsep keracunan dan konsep asuhan
keperawatan keracunan.
C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep intoksikasi.
2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan intoksikasi.
D. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami dan dapat melaksanakan asuhan
keperawatan pada pasien dengan intoksikasi.
2. Tujuan Khusus
Agar mahasiswa mengetahui, mengerti, memahami dan mahasiswa dapat
melaksanakan:
a. Mengetahui definisi, etiologi, tanda dan gejala, patofisiologi, klasifikasi,
komplikasi penyakit hemoroid.
b. Mengetahui konsep asuhan keperawatan pada pasien yang menderita
intoksikasi yang terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan dan
intervensi keperawatan.
BAB II

TINJAUAN TEORI

1. Pengertian
Racun adalah zat yang ketika tertelan, terhisap, diabsorbsi, menempel pada kulit, atau
dihasilkan di dalam tubuh dalam jumlah yang relatif kecil menyebabkan cedera dari
tubuh dengan adanya reaksi kimia. Keracunan melalui inhalasi dan menelan materi
toksik, baik kecelakaan dan karena kesengajaan, merupakan kondisi bahaya yang
mengganggu kesehatan bahkan dapat menimbulkan kematian. Sekitar 7% dari semua
pengunjung departemen kedaruratan datang karena masalah toksik (Sartono, 2012).
Keracunan atau intoksikasi adalah keadaan patologik yang disebabkan oleh obat,
serum, alkohol, bahan serta senyawa kimia toksik, dan lain-lain. Keracunan dapat
diakibatkan oleh kecelakaan atau tindakan tidak disengaja, tindakan yang disengaja
seperti usaha bunuh diri atau dengan maksud tertentu yang merupakan tindakan
kriminal. Keracunan yang tidak disengaja dapat disebabkan oleh faktor lingkungan,
baik lingkungan rumah tangga maupun lingkungan kerja (Brunner and Suddarth,
2010).
2. Etiologi
Keracunan dapat terjadi karena berbagai macam penyebab yang mengandung bahan
berbahaya dan potensial dapat menjadi racun. Penyebab-penyebab tersebut antara
lain:
1. Makanan
Bahan makanan pada umumnya merupakan media yang sesuai untuk
pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroorganisme. Proses pembusukan
merupakan proses awal dari akibat aktivitas mikroorganisme yang mempengaruhi
langsung kepada nilai bahan makanan tersebut untuk kepentingan manusia. Selain itu,
keracunan bahan makanan dapat juga disebabkan oleh bahan makanannya sendiri
yang beracun, terkontaminasi oleh protozoa, parasit, bakteri yang patogen dan juga
bahan kimia yang bersifat racun.
Di Indonesia ada beberapa jenis makanan yang sering mengakibatkan keracunan,
antara lain:
a. Keracunan botolinum
Clostridium botolinum adalah kuman yang hidup secara anaerobik, yaitu di
tempat-tempat yang tidak ada udaranya. Kuman ini mampu melindungi dirinya
dari suhu yang agak tinggi dengan jalan membentuk spora. Karena cara hidupnya
yang demikian itu, kuman ini banyak dijumpai pada makanan kaleng yang diolah
secara kurang sempurna.
Gejala keracunan botolinum muncul secara mendadak, 18-36 jam sesudah
memakan makanan yang tercemar. Gejala itu berupa lemah badan yang kemudian
disusul dengan penglihatan yang kabur dan ganda. Kelumpuhan saraf mata itu
diikuti oleh kelumpuhan saraf-saraf otak lainnya, sehingga penderita mengalami
kesulitan berbicara dan susah menelan.Pengobatan hanya dapat diberikan di
rumah sakit dengan penyuntikan serum antitoksin yang khas untuk botulinum.
Oleh karena itu dalam hal ini yang penting ialah pencegahan.
Pencegahan: sebelum dihidangkan, makanan kaleng dibuka dan kemudian
direbus bersama kalengnya di dalam air sampai mendidih.
b. Keracunan jamur
Gejala muncul dalam jarak bebarapa menit sampai 2 jam sesudah makan jamur
yang beracun (Amanita spp). Gejala tersebut berupa sakit perut yang hebat,
muntah, mencret, haus, berkeringat banyak, kekacauan mental, pingsan.
Tindakan pertolongan: apabila tidak ada muntah-muntah, penderita dirangsang
agar muntah. Kemudian lambungnya dibilas dengan larutan encer kalium
permanganat (1 gram dalam 2 liter air), atau dengan putih telur campur susu. Bila
perlu, berikan napas buatan dan kirim penderita ke rumah sakit.
c. Keracunan jengkol
Keracunan jengkol terjadi karena terbentuknya kristal asam jengkol dalam
saluran kencing. Ada beberapa hal yang diduga mempengaruhi timbulnya
keracunan,yaitu: jumlah yang dimakan, cara penghidangan dan makanan penyerta
lainnya.
Gejala klinisnya seperti: sakit pinggang yang disertai dengan sakit perut, nyeri
sewaktu kencing, dan kristal-kristal asam jengkol yang berwarna putih nampak
keluar bersama air kencing, kadang-kadang disertai darah.
Tindakan pertolongan: pada keracunan yang ringan, penderita diberi minum air
soda sebanyak-banyaknya. Obat-obat penghilang rasa sakit dapat diberikan untuk
mengurangi sakitnya. Pada keracunan yang lebih berat, penderita harus dirawat di
rumah sakit.
d. Keracunan ikan laut
Beberapa jenis ikan laut dapat menyebabkan keracunan. Diduga racun tersebut
terbawa dari ganggang yang dimakan oleh ikan itu. Gejala-gejala keracunan
berbagai binatang laut tersebut muncul kira-kira 20 menit sesudah
memakannya.Gejala itu berupa: mual, muntah, kesemutan di sekitar mulut, lemah
badan dan susah bernafas.
Tindakan pertolongan:  usahakan agar dimuntahkan kembali makanan yang sudah
tertelan itu. Kalau mungkin lakukan pula pembilasan lambung dan pernafasan
buatan. Obat yang khas untuk keracunan binatang-binatang laut itu tidak ada.
e. Keracunan singkong
Racun singkong ialah senyawa asam biru (cyanida). Singkong beracun biasanya
ditanam hanya untuk pembatas kebun, dan binatangpun tidak mau memakan
daunnya. Racun asam biru tersebut bekerja sangat cepat. Dalam beberapa menit
setelah termakan racun singkong, gejala-gejala mulai timbul. Dalam dosis besar,
racun itu cepat mematikan.
f. Minyak Tanah
Penyebabnya karena meminum minyak tanah. Insiden Intoksikasi minyak tanah:
3. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala yang mungkin timbul akibat reaksi keracunan adalah gangguan
penglihatan , gangguan pernafasan dan hiper aktif gastrointestinal. Untuk jenis
keracunan akut dan kronis memiliki tanda dan gejala yang berbeda-beda, seperti yang
dijelaskan di bawah ini :
1. Keracunan Akut
Tanda dan gejala timbul dalam waktu 30–60 menit dan mencapai maksimum
dalam 2–8 jam. Berikut adalah kategori keracunan :
a. Keracunan ringan : Anoreksia, sakit kepala, pusing, lemah, ansietas, tremor
lidah dan kelopak mata, miosis, penglihatan kabur.
b. Keracunan Sedang : Nausia, Salivasi, lakrimasi, kram perut, muntah–
muntah, keringatan, nadi lambat dan fasikulasi otot.
c. Keracunan Berat : Diare, pin point, pupil tidak bereaksi, sukar bernafas,
edema paru, sianons, kontrol spirgter hilang, kejang – kejang, koma, dan blok
jantung.
2. Keracunan Kronis
Penghambatan kolinesterase akan menetap selama 2-6 minggu (organofospat).
Untuk karbamat ikatan dengan AchE hanya bersifat sementara dan akan lepas
kembali setelah beberapa jam (reversibel ) . Keracunan kronis untuk karbomat
tidak ada.
Gejala-gejala bila ada dapat menyerupai keracunan akut yang ringan, tetapi bila
eksposure lagi dalam jumlah yang kecil dapat menimbulkan gejala-gejala yang
berat. Kematian biasanya terjadi karena kegagalan pernafasan, dan pada
penelitian menunjukkan bahwa segala keracunan mempunyai korelasi dengan
perubahan dalam aktivitas enzim kholinesterase yang terdapat pada pons dan
medulla ( Bajgor dalam Rohim, 2001). Kegagalan pernafasan dapat pula terjadi
karena adanya kelemahan otot pernafasan, spasme bronchus dan edema
pulmonum.
4. Patofisiologi
Penyebab terbanyak keracunan adalah pada sistem saraf pusat dengan akibat
penurunan tingkat kesadaran dan depresi pernapasan. Fungsi kardiovaskuler mingkin
juga terganggu sebagian, karena efek toksik langsung pada miokard dan pembuluh
darah perifer, dan sebagian lagi karena depresi pusat kardiovaskuler diotak. Hipotensi
yang terjadi mungkin berat dan bila berlangsung lama dapat menyebabkan kerusakan
ginjal, hipotermia terjadi bila ada depresi mekanisme pengaturan suhu tubuh.
Gambaran khas syok mungkin tidak tampak karena adanya depresi sistem saraf pusat
dan hipotermia. Hipotermia akan terjadi dan memperberat syok, asidemia, dan
hipoksia.
5. Komplikasi
a.        Kejang
b.        Koma
c.         Henti jantung
d.         Henti napas           
e.        Syok (Brunner and Suddarth, 2010).

6. Penatalaksanaan
1.    Tindakan Emergenci
Airway: Bebaskan jalan nafas, kalau perlu lakukan intubasi.
Breathing : Berikan pernafasan buatan bila penderita tidak bernafas spontan atau
prrnafasan tidak adekuat
Circulation : Pasang infus bila keadaan penderita gawat dan perbaiki perfusi
jaringan.
2.    Identifikasi Penyebab Keracunan
Bila mungkin lakukan identifikasi penyebab keracunan, tapi hendaknya usaha
mencari penyebab keracunan ini tidak sampai menunda usaha-usaha
penyelamatan penderita yang harus segera dilakukan.
3.    Eliminasi
Emesis, merangsang penderita supaya muntah pada penderita yang sadar atau
dengan pemberian sirup ipecac 15 - 30 ml. Dapat diulang setelah 20 menit bila
tidak berhasil. Katarsis, ( intestinal lavage ), dengan pemberian laksan bila diduga
racun telah sampai diusus halus dan besar. Kumbah lambung atau gastric lavage,
pada penderita yang kesadarannya menurun,atau pada penderita yang tidak
kooperatif. Hasil paling efektif bila kumbah lambung dikerjakan dalam 4 jam
setelah keracunan.
       Keramas rambut dan memandikan seluruh tubuh dengan sabun.
Emesis,katarsis dan kumbah lambung sebaiknya hanya dilakukan bila keracunan
terjadi kurang dari 4 – 6 jam. Pada koma derajat sedang hingga berat
tindakankumbah lambung sebaiknya dukerjakan dengan bantuan pemasangan
pipa endotrakeal berbalon untuk mencegah aspirasi pnemonia.
4.    Anti dotum (Penawar Racun)
Atropin sulfat ( SA ) bekerja dengan menghambat efek akumulasi Akh pada
tempat penumpukan.
a.    Mula-mula diberikan bolus IV 1 - 2,5 mg
b.    Dilanjutkan dengan 0,5 – 1 mg setiap 5 - 10 - 15 menitsamapi timbulk gejala
       gejala atropinisasi ( muka merah,mulut kering,takikardi,midriasis,febris dan
       psikosis).
c.    Kemudian interval diperpanjang setiap 15 – 30 - 60 menit selanjutnya setiap
2    – 4 –6 – 8 dan 12 jam.
d.   Pemberian SA dihentikan minimal setelaj 2 x 24 jam. Penghentian yang
     mendadak dapat menimbulkan rebound effect berupa edema paru dan
     kegagalan pernafasan akut yang sering fatal (Suzanne C. Brenda G.2011).
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium dengan pemeriksaan lengkap ( urin, gula darah, cairan
lambung, analisa gas darah, darah lengkap, osmolalitas serum, elektrolit, urea N,
kreatinin, glukosa, transaminase hati ), EKG, Foto toraks/ abdomen, Skrining
toksikologi untuk kelebihan dosis obat, Tes toksikologi kuantitatif.
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Identitas pasien
nama, usia (bisa terjadi pada semua usia), jenis kelamin, alamat, agama,
pekerjaan Pekerjaan yang berhubungan dengan (sering terjadi pada orang
renang, penyelam), pendidikan.
b. Status kesehatan saat ini
1) Keluhan Utama
Pada umunya keluhan utama pada intoksikasi adalah penurunan kesadaran
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Mual, muntah, nyeri, dehisrasi dan perdarahan saluran pencernaan
3) Alasan masuk rumah sakit
Pada hasil pengkajian dan survei umum terlihat lemah, tingkat kesadaran
menurun, RR meningkat, mual muntah dan nyeri.
c. Riwayat kesehatan terdahulu
1) Riwayat Penyakit Sebelumnya
Riwayat keracunan, bahan racun yang digunakan, berapa lama diketahui
setelah keracunan, ada masalah lain pencetus keracunan dan sindroma
toksis yang ditimbulkan dan kapan terjadinya.
2) Riwayat penyakit keluarga
Mengobservasi tentang adakah keluarga yang pernah mengalamikeluhan
sama.
3). Riwayat pengobatan
Perawat menanyakan pola hidup, penggunaan alkohol dan obat – obatan
lainnya

1. Pengkajian Primer
b) Airway
Yang dinilai :
Look : ada gerak napas (ada, pernapasan 28x/menit)
Listen : suara tambahan yang terdengar dapat berupa
Gurgling : sumbatan oleh cairan
Stridor : sumbatan pada plika vokalis
Snoring : sumbatan akibat jatuhnya pangkal lidah ke belakang

Feel :ada atau tidaknya ekshalasi

c) Breathing
Penilaian :
Look : terlihat penggunanan otot bantu pernapasan
Listen : suara napas pada paru-paru
Feel : merasakan udara keluar masuk dari mulut dan hidung
d) Circulatio
1) Penilaian sirkulasi tanda klinis syok :
2) Kulit telapak tangan dingin, pucat basah
3) Capillary refill time > 2 detik
4) Nafas cepat
5) Nadi cepat > 100
6) Tekanan darah sistol < 90-100
7) Kesadaran : gelisah s/d koma penanganan sirkulasi
e) Disability penilaian disabiliti pemeriksaan neurologis singkat
AVPU Penilaian sederhana ini dapat digunakan secara cepat
A = Alert : sadar penuh
V = Verbal stimulation : ada reaksi terhadap perintah
P = Pain stimulation : ada reaksi terhadap nyeri
U = Unresponive :t idak ada reaksi
2. Secondary Survey
Anamnesis :
A : Alergi
M : Medikasi (obat-obat yang biasa digunakan)
P : Past illnes (penyakit penyerta, pregnancy)
L : Last meal
E : Event/Environment
a. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
a) Kesadaran
Mengalami penurunan kesadaran (gelisah s/d koma)
b) Tanda-tanda vital
Distress pernapasan
Sianosis
Takipnoe, dispnea
Hipoksia
2) Body System
a) Sistem pernafasan
Napas pendek, depresi napas, hipoksia, takipnea, dipsnea, peningkatan
frekuensi, batuk produktif
b) Sistem kardiovaskuler
Nadi lemah, taki kardi, hipotensi(pada kasus berat), arutmia jantung,
pucat, sionosis, keringat banyak.
c) Sistem persarafan
Sakit kepala, penglihatan kabur, midriasis, misis, pupil mengecil, kram
otot/kejang, kehilangan memori, penurunan tingkat kesadaran
(azotemia), koma, syok.
d) Sistem perkemihan
Perubahan pola berkemih, distensi vesika urinaria, bising usu menurun,
kerusakan ginjal, perubahan warna urin contoh kuning pekat, merah,
coklat.
e) Sistem pencernaan
Dehidrasi, mual, muntah, anoreksia, nyeri uluhati, perubahan turgor
kulit/ kelembaban, berkeringat banyak
f) Sistem integument
Pada pasien intoksikasi biasanya mudah berkeringat, Kulit telapak
tangan dingin, pucat basahCapillary refill time > 2 detik

g) Sistem muskuloskeletal
Pada pasien intoksikasi biasanya muncul gejala kelelahan, kelemahan,
malaise, hiporefleksi
h) Sistem endokrin
Biasanya terdapat gangguan metabolisme karbohidrat : ekskresi asam
organic dalam jumlah besar, hipoglikemi atau hiperglikemi dan ketosis
i) Sistem reproduksi
Biasanya pada pasien intoksikasi tidak terdapat gangguan pada system
reproduksi
j) Sistem penglihatan
Mata mengecil/membesar, pupil miosis (Mansjoer Arif,2009).
k) Sistem imun
Biasanya terdapat gangguan aggregasi trombosit dan trombositopenia

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. POLA NAPAS TIDAK EFEKTIF

Definisi : Inspirasi dan/ ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat

Penyebab

1. Depresi pusat pernapasan,

2. Hambatan upaya napas (mis, nyeri saat bernapas, kelemahan otot pernapasan),

3. Diformitas dinding dada,

4. Deformitas tulag dada,

5. Gangguan neuromuskular,

6. Gangguan neurologis (mis. elektroensefalogram [EEG] positif, cedera kepala,


gangguan kejang),

7. Imaturitas neurologis,

8. Penurunan energi,

9. Obesitas,

10. Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru,

11. Sindrom hipoventilasi,


12. Kerusakan inervasi diafragma (kerusakan saraf C5 keatas),

13. Cedera pada medula spinalis,

14. Efek agen farmakologis,

15. Kecemasan.

Gejala dan tanda

Mayor
Subjektif

Dispnea,

Objektif

1. Penggunaan otot bantu pernapasan,

2. Fase ekspirasi memanjang,

3. Pola napas abnormal (mis. takipnea, bradipnea, hiperventilasi, kussmaul, cheyne-


stokes)

Minor

Subjektif

Ortopnea,

Objektif

1. Pernapasan pursed-lip,

2. Pernapasan cuping hidung,

3. Diameter toraks arterior-posterior meningkat,

4. Ventilasi semenit menurun,

5. Kapasitas vital menurun,

6. Tekanan ekspirasi menurun,

7. Tekanan inspirasi menurun,


8. Ekskursi dada berubah.

Kondisi klinis terkait :

1. Depresi sistem saraf pusat,

2. Cedera kepala,

3. Trauma toraks,

4. Gullian barre syndrome,

5. Mutiple sclerosis,

6. Myasthenia gravis,

7. Stroke,

8. Kuadriplegia,

9. Intoksikasi alkohol.

2. GANGGUAN SIRKULASI SPONTAN.

Definisi : Ketidakmampuan untuk mempertahankan sirkulasi yang adekuat untuk


menunjang kehidupan

Penyebab :

1. Abnormalitas kelistrikan jantung.

2. Abnormalitas struktur jantung.

3. Penurunan fungsi ventrikel.

Gejalan dan Tanda Mayor – Subyektif :

1. Tidak berespon.

Gejalan dan Tanda Mayor – Objektif :

1. Frekuensi nadi <50 kali / menit atau >150kali / menit.


2. Tekanan darah sistolik <60 mmHg atau >200 mmHg.

3. Frekuensi nasa <6 kali/menit atau >30 kali/menit.

4. Kesadaran menurun atau tidak sadar.

Gejala dan Tanda Minor – Subjektif :

(tidak tersedia)

Gejala dan Tanda Minor – Objektif :

1. Suhu tubuh <34,5 derajat Celcius.

2. Tidak ada produksi urin dalan 6 jam.

3. Saturasi oksigen <85%.

4. Gambaran EKG menunjukkan aritmia letal (mis. Ventricular Tachycardia [VT],


Ventricular Fibrillatio [VF], Asistol, Pulseless Electrical Activity [PEA] ).

5. Gambaran EKG menunjukkan aritmia mayor ( mis. AV block derajat 2 tipe 2, AV


block total, takiaritmia / bradiaritmia, Supraventricular Tachycardia [SVT], Ventricular
Extrasystole [VES], Ventricular Extrasystole [VES], simptomatik ).

6. ETCO2 <35 mmHg.

Kondisi Klinis Terkait.

1. Henti Jantung.

2. Bradikardia.

3. Takikardia.

4. Sindrom koroner akut.

5. Gagal Jantung.

6. Kardiomiopati.

7. Miokarditis.

8. Disritmia.

9. Trauma.
10. Perdarahan (mis. perdarahan gastrointestinal, ruptur aorta, perdarahan intrakranial).

11. Keracunan.

12. Overdosis.

13. Tenggelam.

14. Emboli paru.

3. RISIKO ASPIRASI

Definisi : Resiko mengalami masuknya sekresi gastrointestonal, sekresi orofaring, benda


cair atau padat ke dalam saluran trakeobronkhial akibat disfungsi mekanisme protektif
saluran napas.

Faktor Risiko :

1. Penurunan tingkat kesadaran.

2. Penurunan refleks muntah dan / atau batuk.

3. Ganggunan menelan.

4. Disfagia

5. .Kerusakan mobilitas fisik.

6. Peningkatan residu lambung

7. .Peningkatan tekanan intragastrik.

8. Penurunan motilitas gastrointestinal.

9. Sfingter esofagus bawah inkompeten

10. Perlambatan pengosongan lambung.

11. Terpasang selang nasogastrik.

12. Terpasang trakeostomi atau endotracheal tube.

13. Trauma / pembedahan leher, mulut, dan / atau wajah.


14. Efek agen farmakologis.

15. Ketidakmatangan koordinasi menghisap, menelan dan bernafas.

Kondisi Klinis Terkait :

1. Cedera Kepala.

2. Stroke.

3. Cedera medula sipinalis

4. Guillain barre syndrome.

5. Penyakit Parkinson.

6. Keracunan obat dan alkohol.

7. Pembesaran uterus.

8. Miestenia gravis.

9. Fistula trakeoesofagus.

10. Strikura esofagus.

11. Sklrerosis multiple.

12. Labiopalatoskizis.

13. Atresia esofagus

14. Laringomalasia.

15. Prematureritas

INTERVENSI
1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang tidakmaksimal
karena trauma, hipoventilasi.

Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke
sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
Rasional : Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekspansi paru dan ventilasi
pada sisi yang tidak sakit.

Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-
tanda vital.
Rasional : Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebgai akibat
stress fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan
hipoksia.

Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.
Rasional : Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan
mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan menggunakan
pernapasan lebih lambat dan dalam.
Rasional : Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat
dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas.
Perhatikan alat bullow drainase berfungsi baik, cek setiap 1 – 2 jam
Rasional : Mempertahankan tekanannegatif intrapleural sesuai yang diberikan, yang
meningkatkan ekspansi paru optimum/drainase cairan
2. Gangguan sirkulasi spontan
3. Risiko aspirasi berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran
1. sekunder akibat pembedahan
2. Tujuan setelah dilakukan intervensi selama 3x24 jam diharapkan pasien
3. tidak mengalami aspirasi yang dibuktikan oleh Pencegahan Aspirasi
4. dengan kriteria pasien mampu menoleransi asupan oral tanpa aspirasi.
5.
Intervensi yang dilakukan untuk mencapai tujuan adalah sebagai berikut:
Standard Comfort :
a. Pantau tingkat kesadaran, refleks batuk, muntah dan kemampuan menelan
b. Pantau tanda-tanda aspirasi selama proses pemberian makan (batuk, tersedak,
meneteskan air liur/ salivasi, sianosis, mengi/ demam)
Coaching :
a. Anjurkan kepada orang tua untuk mengikuti aturan tentang teknik pemberian
makan dan menelan
b. Tinjau bersama pasien dan orang tua tentang tanda dan gejala aspirasi dan tindakan
pencegahannya
Comfort food for the soul :
Bantu orang tua untuk membuat rencana kedaruratan bila pasien mengalami aspirasi
BAB IV

Penutup

3.1. Simpulan
Keracunan juga merupakan kondisi atau keadaan fisik yang terjadi jika suatu zat,dalam
jumlah relatif sedikit, terkena zat tersebut pada permukaan tubuh, termakan, terinjeksi, terisap
atau terserap serta terakumulasi dalam organ tubuh, tergantung sifatnya pada tulang, hati,
darah atau organ lainnya sehingga akan menghasilkan efek yang tidak diinginkan dalam
jangka panjang yang selanjutnya akan menyebabkan kerusakan struktur/gangguan fungsi
tubuh.
Insektisida ini bekerja dengan menghambat dan menginaktivasikan enzim
asetilkolinesterase. Enzim ini secara normal menghancurkan asetilkolin yang dilepaskan oleh
susunan saraf pusat, gangglion autonom, ujung-ujung saraf parasimpatis, dan ujung-ujung
saraf motorik.
DAFTAR PUSTAKA

Abadi, Nur. 2008. Buku Panduan Pelatihan BC & TLS (Basic Cardiac & Trauma Life
Support). Jakarta : EMS 119
Blantan, Kamanti Indriyani. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Keracunan
Insektisida. (Online : http://id.scribd.com/doc/94941402/ASKEP-Intoksikasi-Baygon)
Diakses tanggal 1 Desember 2016

Anda mungkin juga menyukai