Anda di halaman 1dari 54

7

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. KONSEP KEPERAWATAN KELUARGA


1. Konsep Keluarga
a. Pengertian
Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari
suami-istri, atau suami-istri dan anaknya, atau ayahnya dan anaknya,
atau ibunya dan anaknya (Menurut UU nomor 52 tahun, 2009).
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang tediri dari kepala
keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu
tempat dibawah satu atap dalam keadaan saling kebergantungan.

b. Tipe Keluarga
Dalam ilmu sosiologi, keluarga memerlukan pelayanan kesehatan yang
berasal dari berbagai macam pola kehidupan. Sesuai dengan
perkembangan sosial maka tipe keluarga berkembang mengikutinya.
Agar dapat mengupayakan peran serta keluarga dalam meningkatkan
derajat kesehatan maka perlu mengetahui bebagai tipe keluarga.
1) Tradisional
a) The Nuclear Family (keluarga inti)
Keluarga terbentuk karena pernikahan, peran sebagai orang tua
atau kelahiran.keluarga terdiri dari suami, istri, dan anak, baik
dari sebab biologis maupun adopsi.

b) The Dyad Family (keluarga tanpa anak)


Keluarga terdiri suami dan istri (tanpa anak) yang hidup
bersama dalam suatu rumah.
8

c) The Childless Family


Keluarga tanpa anak karena terlambat menikah dan untuk
mendapatkan anak terlambat waktunya yang disebabkan
mengejar karier / pendidikan yang terjadi pada wanita.

d) Keluarga Adopsi
Keluarga adopsi adalah keluarga yang mengambil tanggung
jawab dalam secara sah dari orang tua kandung ke keluarga
yang menginginkan anak.

e) The Extended Family


Keluarga yang terdiri dari tiga generasi yang hidup bersama
dalam satu rumah, seperti nuclear familiy disertai paman, tante,
orang tua (kakek-nenek), keponakan, dan lain-lain.

f) The Single-Parent Family (keluarga orang tua tunggal)


Keluarga yang terdiri dari satu orang tua (ayah atau ibu)
dengan anak. Hal ini biasanya terjadi melalui proses perceraian,
kematian, atau karena ditinggalkan (menyalahi hukum
pernikahan).

g) Commuter Family
Kedua orang tua bekerja di kota yang berbeda, tetapi salah satu
kota tersebut sebagai tempat tinggal dan orang tua yang bekerja
di luar kota bisa berkumpul dengan anggota keluarga pada saat
“weekends” atau pada waktu-waktu tertentu.

h) Multigeneration Family
Keluarga dengan beberapa generasi atau kelompok umur yang
tinggal bersama dalam satu rumah.
9

i) Kin-Network Family
Beberapa keluarga inti yang tinggal dalam satu rumah atau
saling berdekatan dan saling menggunakan barang-barang dan
pelayanan yang sama. Contoh: dapur, kamar mandi, televisi,
telepon, dan lain-lain.

j) Blended Family (keluarga campuran)


Duda atau janda (karena perceraian) yang menikah kembali dan
membesarkan anak dari hasil perkawinan atau dari perkawinan
sebelumnya.

k) Dewasa lajang yang tinggal sendiri


Keluarga yang terdiri dari orang dewasa yang hidup sendiri
karena pilihan atau perpisahan (separasi), seperti perceraian
atau ditinggal mati.

l) Keluarga Binuklir
Keluarga binuklir merujuk pada bentuk keluarga setelah cerai
dimana anak menjadi anggota dari suatu sistem yang terdiri
dari dua rumah tangga inti, ibu dan ayah dari berbagai macam
kerja sama antara kerduanya serta waktu yang digunakan dalam
setiap rumah tangga.

2) Non Tradisional
Bentuk keluarga non tradisional meliputi bentuk-bentuk keluarga
yang sangat berbeda satu sama lain. Bentuk keluarga non
tradisional yang paling umum saat ini adalah:
a) The Unmaried Teenage Mother
Keluarga yang terdiri dari orang tua (terutama ibu) dengan
anak dari hubungan tanpa nikah.
10

b) The Step Parent Family


Keluarga dengan orang tua tiri.

c) Commne Family
Beberapa pasangan keluarga (dengan anaknya) yang tidak ada
hubungan saudara yang hidup bersama dalam satu rumah,
sumber, dan fasilitas yang sama, pengalaman yang sama; serta
sosialisasi anak melalui aktivitas kelompok/membesarkan anak
bersama.

d) The Nonmarital Heterosexual Cohabiting family (Keluarga


kumpul kebo heterosexual).
Keluarga yang hidup bersama berganti-ganti pasangan tanpa
melalui pernikahan.

e) Gay and lesbian families


Seseorang yang mempunyai persamaan seks hidup bersama
sebagai ‘marital partners’.

f) Cohabitating Family
Orang dewasa yang hidup bersama di luar ikatan perkawinan
karena beberapa alasan tertentu.

g) Group-marrige family
Beberapa orang dewasa yang menggunakan alat-alat rumah
tangga bersama, yang saling merasa menikah satu dengan yang
lainnya, berbagi sesuatu termasuk seksual, yang membesarkan
anaknya.
11

h) Group Network Family


Keluarga inti yang dibatasi oleh set aturan / nilai-nilai, hidup
berdekatan satu sama lain, dan saling menggunakan berang-
barang rumah tangga bersama, pelayanan dan bertangguang
jawab membesarkan anaknya.

i) Foster Family
Keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan keluarga /
saudara didalam waktu sementara, pada saat orang tua anak
tersebut mendapatkan bantuan untuk menyatukan kembali
keluarga aslinya.

j) Homeless Family
Keluarga yang terbentuk dan tidak mempunyai perlindungan
yang permanen karena krisis personal yang dihubungkan
dengan keadaan ekonomi atau problem kesehatan mental.

k) Gang
Sebuah bentuk keluarga yang destruktif dari orang-orang muda
yang mencari ikatan emosional dan keluarga yang mempunyai
perhatian, tetapi berkembang dalam kekerasan dan kriminal
dalam kehidupannya.

c. Tingkat Praktik Keperawatan Keluarga


Tingkat keperawatan keluarga yang dipraktikkan bergantung pada
bagaimana perawat keluarag mengonseptualisasikan keluarga dan
berkerja dengannya. Friedman (2003) menyatakan terdapat lima
tingkatan praktik keperawatan keluarga :
12

Tingkat I : keluarga sebagai konteks


Ciri dari keluarga sebagai konteks diantaranya :
1) Keperawatan keluarga dikonseptualisasikan sebagai bidang dimana
keluarga dipandang sebagai konteks bagi klien atau anggota
keluarga.
2) Asuhan keperawatan berfokus pada individu
3) Keluarga merupakan latar belakang atau fokus sekunder dan
individu bagian terdepan atau fokus primer yang berkaitan
pengkajian dan intervensi.
4) Perawat dapat melibatkan keluarga hingga tingkatan tertentu.
5) Kebanyak area spesialis memandang keluarga sebagai lingkungan
sosial yang krusial dari klien. Dengan demikian, keluarga menjadi
sumber dukungan utama. Ini disebut asuhan berfokus pada
keluarga.

Tingkat II : keluarga sebagai penjumlahan anggotanya


1) Keluarga dipandang sebagai kumpulan atau jumlah anggota
keluarga secara individu. Oleh karena itu, perawat diberikan
kepada semua anggota keluarga.
2) Model ini dipraktikkan secara implisit dalam keperawatan
kesehatan komunitas.
3) Dalam ikatan ini, garis depannya adalah masing-masing klien yang
dilihat sebagai unit yang terpisah dari unit yang berinteraksi.
13

Tingkat III : subsistem keluarga sebagai klien


1) Subsistem keluarga adalah fokus dan penerima pengkajian serta
intervensi.
2) Keluarga inti, keluarga besar, dan subsistem keluarga lainnya
adalah unit analisi dan asuhan.
3) Fokus keperawatan adalah hubungan anak dan orang tua, interaksi
perkawinan, isu-isu pemberian keperawatan, dan perhatian
(concern) pada bonding attachment.

Tingkat IV : keluarga sebagai klien


1) Keluarga dipandang sebagai klien atau sebagai fokus utama
pengkajian atau asuhan.
2) Keluarga menjadi bagian depan dan anggota keluarga secara
individu sebagai latar belakang atau konteks.
3) Keluarga dipandang sebagai sistem yang saling berinteraksi.
4) Fokus hubungan dan dinamika keluarga secara internal, fungsi, dan
struktur keluarag sama baik dalam berhubungan dengan subsistem
keluarga dalam keseluruhan dan dengan lingkungan luarnya.
5) Sistem keperewatan keluarga menggunakan pengkajian klinik
lanjut (advanced) dan keterampilan intervensi berdasarkan
integrasi keperawatan, terapi keluarga, dan teori sistem.

Tingkat V : keluarga sebagai komponen sosial


Pada tingkatan ini, keluarga digambarkan sebagai salah satu bagian
(subsistem) dari sistem yang lebih besar, yaitu komunitas (sosial).
Keluarga di pandang sebagai salah satu lembaga dasar dimasyarakat,
seperti lembaga pendidikan, kesejahteraan, atau agama.

d. Struktur Keluarga
Salah satu pendekatan dalam keluarga adalah pendekatan struktural
fungsional. Struktus keluarga menyatakan bagaimana keluarga disusun
atau bagaimana unit-unit ditata dan saling terkait satu sama lain.
14

Beberapa ahli meletakan strutur pada bentu/tipe keluarga, namun ada


juga yang memandang struktur keluarga menggambarkan subsistem-
subsistemnya sebagai dimensi.
Struktur keluaraga menurut Friedman (2003)
1) Pola dan proses komunikasi
Komunikasi keluarga merupakan suatu proses simbolik,
transaksional untuk menciptakan dan ngungkapkan pengertian
dalam keluarga. Komunikasi yang jelas dan fungsional dalam
keluarga merupakan sarana penting untuk mengembangkan makna
diri. Komunikasi dalam keluarga ada yang berfungsi dan ada yang
tidak, hal ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor yang ada dalam
komponen komunikasi, seperti : sender, channel-media, massage,
environment, dan receinver.
Komunikasi didalam keluarga berfungsi adalah:
a) Karakteristik pengirim yang berfungsi :
Karakteristik yang berfungsi ketika menyampaikan pendapat,
pendapat yang disampaikan jelas dan berkualitas, meminta
feedback dan mau menerima feedback.

b) Pengirim yang tidak berfungsi adalah :


- Lebih menonjolkan asumsi (perkiraan tanpa menggunakan
dasar/data yang objektif )
- Ekspresi yang tidak jelas : contoh marah yang tidak diikuti
ekpresi wajahnya.
- Jugmental expression, yaitu ucapan yang
memutuskan/menyatakan susuatu yang tidak didasari
pertimbangan yang matang.
- Tidak mampu mengemukkan kebutuhan
- Komunikasi yang tidak sesuai.
15

c) Karakteristik penerima yang berfungsi


- Mendengar
- Feedback (klarifikasi, menghubungkan dengan
pengalaman)
- Memvalidasi

d) Menerima yang tidak berfungsi


- Tidak bisa mendengar dengan jelas/gagal mendengar
- Diskualifikasi
- Offensive (menyerang bersifat negatif)
- Kurang mengeplorasi (miskomunikasi)
- Kurang memvalidasi

e) Komunikasi fungsional
Komunikasi fungsional dipandang sebagai kunci keberhasilan
keluarga. Komunikasi yang jelas dan fungsional dalam
keluarga merupakan proses dua arah yang dinamis sehingga
tercipta interaksi fungsional.
- Menggunakan emosional : marah, tersinggung, sedih,
gembira.
- Komunikasi terbuka dan jujur
- Hierarki kekuatan dan peraturan keluarga
- Konflik keluarga dan penyelesaian
16

f) Pola komunikasi didalam keluarga yang tidak berfungsi adalah:


- Fokus pembicaraan hanya kepada seseorang tertentu
- Semua menyetujui (total agreement) tanpa adanya diskusi
- Kurang empati
- Selalu mengulangi isu dan pemdapat sendiri
- Tidak mampu memfokuskan pada satu isu
- Komunikasi tertutup
- Bersifat negatif
- Mengembangkan gosip

e. Struktur Kekuatan
Struktur kekuatan keluarga merupakan kemampuan (potensial/aktual)
dari individu untuk mengontrol atau memengaruhi atau mengubah
perilaku orang lain (anggota keluarganya) . Beberapa macam struktur
kekuatan :
1) Legitimate power/authorty (hak untuk mengontrol) seperti orang
tua terhadap anak
2) Referent power (seseorang yang ditiru)
3) Resource or oxpert power (pendapat, ahli, dan lain)
4) Reward power (pengaruh kekuatan karena adanya harapan yang
akan diterima)
5) Coercive power (pengaruh yang dipaksakan sesuai keinginannya)
6) Information power (pengaruh yang dilalui melalui persuasu)
7) Affective power (pengaruh yang diberikan melalui menipulasi
dengan cinta kasih, misalnya hubungan sexual).
17

f. Struktur Peran
Peran menunjukkan pada beberapa set perilaku yang bersifat homogen
dalam situasi sosial tertentu. Peran lahir dari hasil interaksi sosial.
Peran biasanya menyangkut posisi dan posisi mengidentifikasi status
atau tempat seseorang dalam suatu sistem sosial tertentu.

1) Peran-peran formal dalam keluarga


Peran formal berkaitan dengan posisi formal keluarga, bersifat
homogen. Peran formal yang standar dalam keluarga, antara lain:
pencari nafkah, ibu rumah tangga, pengasuh anak, supir, tukang
renovasi rumah, tukang masak, dan lain-lain. Jika dalam keluarga
hanya terdapat sedikit orang untuk memenuhi peran tersebut, maka
anggota keluarga berkesempatan untuk memerankan beberapa
peran dalm waktu yang berbeda.
a) Peran parental dan perkawinan
b) Peran-peran dalam keluarga
c) Peran seksual perkawinan
d) Peran ikatan keluarga atau kinkeeping
e) Peran kakek/nenek
Setiap anggota keluarga mempunyai peran masing-masing yang
antaranya :
a) Ayah
Ayah sebagai pimpinan keluarga mempunyai peran sabagai
pencari nafkah, pendidikan, pelindung, pemberi rasa aman bagi
setiap anggota keluarga, dan sebagai anggota masyarakat atau
kelompok sosial tertentu.
b) Ibu
Ibu sebagi pengurus rumah tangga, pengasuh dan pendidik
anak-anak, pelindung keluarga, dan sebagai pencari nafkah
tambahan keluarga, serta sebagai anggota masyarakat atau
kelompok tertentu.
c) Anak
18

Anak berperan sebagai pelaku psikososial sesuai dengan


perkembangan fisik, mental, sosial, dan spiritual.

2) Peran-peran informal keluarga


Peran-peran informal keluarga (peran tertutup) biasanya bersifat
implisit, tidak tampak permukaan dan dimainkan hanya untuk
memenuhi kebutuhan emosional atau untuk menjaga keseimbangan
keluarga.

g. Struktur Nilai
Nilai adalah sistem ide-ide, sikap, dan kenyakinan yang mengikat
anggota keluarga dalam budaya tertentu, sedangkan norma adalah pola
perilaku yang diterima pada lingkungan sosial tertentu. Sistem nilai
dikeluarga dia anggap sangat memengaruhi nilai-nilai masyarakat.
Sebuah nilai keluarga akan membentuk pola tingkah laku dalam
menghadapi masalah yang dialami keluarga. Keyakinan dan nilai ini
akan menentukan bagaimana keluarga mengatasi masalah kesehatan
dan stresor-stresor lain.

h. Fungsi Keluarga
Struktur dan fungsi merupakan hubungan yang dekat dan adanya
interaksi yang terus-menerus antara yang satu dengan yang lainnya.
Struktur didasari oleh organisasi (keanggotaan dan pola hubungan
yang terus menerus).
Fungsi keluaraga menurut Friedman (2003)
1) Fungsi efektif dan koping : keluarga memberikan kenyamanan
emosional anggota, membantu anggota dalam membentuk
identitas, dan mempertahankan saat terjadi stress.
2) Fungsi sosialisasi : keluarga sebagai guru, menanamkan
kepercayaan, nilai, sikap, dan mekanisme kopig; memberikan
feedback dan memberikan petunjuk dalam penyelesaian masalah.
3) Fungsi reproduksi : keluarga melahirkan anaknya.
19

4) Fungsi ekonomi : keluarga memberikan finansial untuk anggota


keluarga dan kepentingan di masyarakat.
5) Fungsi pemeliharaan kesehatan : keluarga memberikan keamanan
dan kenyamanan lingkungan yang dibutuhkan untuk
pertumbungan, perkebangan, dan istirahat juga penyembuhan dari
sakit.

i. Stres dan koping keluarga


Secara terus menerus, keluarga dihadapkan pada perubaha. Stimulus
untuk perubahan ini datang dari luar dan dalam. Stimulus ini disebut
dengan stresor. Stresor merupakan agen pencetus stres atau penyebab
yang mengaktifkan stres, seperti kejadian-kejadian dalam hidup yang
cukup serius (lingkungan, ekonomi, sosial budaya) yang menimbulkan
perubahan dalam sistem keluarga (Hill dalam Friedman, 2003).
Ada tiga strategi untuk adaptasi menurut White dalam Friedman
(2003), yaitu :
1) Mekanisme pertahanan
Mekanisme pertahanan merupakan cara-cara yang dipelajari,
kebiasaan otomatis untuk berespon yang bertujuan untuk
menghindari masalah-masalah yang dimiliki stresor dan biasanya
digunakan apabila tidak ada penyelesaian yang jelas dalam
keluarga.
2) Strategi koping
Strategi koping merupakan perilaku koping atau upaya-upaya
koping dan merupakan strategi yang positif, aktif, serta khusus
untuk masalah yang disesuaikan untuk penyelesaian suatu masalah
yang dihadapi keluarga.
3) Penguasaan
Penguasaan merupakan strategi adaptasi yang paling positif karena
keadaan koping benar-benar di atasi sebagai hasil dari upaya-upaya
koping yang efektif dan dipraktikkan dengan baik yang didasarkan
pada kompetensi keluarga.
20

j. Perkembangan Keluarga
Tiap tahap perkembangan membutuhkan tugas atau fungsi keluarga
agar dapat melalui tahap tersebut dengan sukses. Tiap individu
mempunyai tugas-tugas perkembangan yang harus mereka capai agar
mereka merasa puas selama tahap perkembangan dan agar mereka
mampu beralih ke tahap berikutnya dengan berhasil. Setiap tahap
perkembangan keluarga pun punya tugas-tugas perkembangan yang
spesifik. Tugas perkembangan keluarga merupakan tanggung jawab
yang harus dicapai oleh keluarga selama setiap tahap perkembangan
sehingga dapat memenuhi:
1) Kebutuhan biologis keluarga
2) Imperatif budaya keluarga
3) Aspirasi serta nilai-nilai keluarga.

1) Tahap I : pasangan baru (begining family)


Tahap perkembangan keluarga dengan pasangan beru menikah
berawal dari perkawinan sepasang anak adam menandai
bermulanya sebuah keluarga baru. Keluarga yang menikah atau
prokreasi dan perpindahan dari keluarga asal atau status lajang
kehubungan baru yang intim. Masing-masing belajar hidup
bersama serta baradaptasi dengan kebiasaan sendiri dan
pasangannya, misalnya kebiasaan makan, tidur, bangun pagi, dan
sebagainya.

Tugas perkembangan tahap ini diantaranya :

a) Menciptakan sebuah perkawinan yang saling memuaskan


Pada saat dua orang diikat dalam ikatan pernikahan, perhatian
awal mereka adalah menyiapkan suatu kehidupan bersama
yang baru. Pasangan harus saling menyesuaikan diri terhadap
banyak hal kecil yang bersifat rutinitas. Misalnya, mereka
harus mengembangkan rutinitas untuk makan, tidur, bangun
pagi, membersihkan rumah, menggunakan kamar mandi
bergantian, mencari rekreasi, dan sebagainya.namun banyak
21

pasangan mangalami masalah-masalah penyesuaian seksual,


sering kali disebabkan oleh ketidaktahuan dan informasi yang
salah yang mengakibatkan kekecewaan dan harapan-harapan
yang tidak realistis.

b) Membina hubungan dengan keluarga lain, teman, dan


kelompok sosial
Menghubungkan jaringan persaudaraan secara harmonis
(membina hubungan dengan keluarga pasangan, mertua,
saudara ipar, dan lain-lain). Bersamaan dengan itu, mereka
menjadi anggota dari tiga keluarga, yaitu menjadi anggota
keluarga dari keluarga asal masing-masing, pada saat yang
sama keluarga mereka sendiri baru saja terbentuk. Pasangan
tersebut menghadapi tugas-tugas memisahkan diri dari keluarga
asal mereka dan mengupayakan berbagai hubungan dengan
orang tua mereka, sanak saudara, dan dengan ipar-ipar mereka
karena loyalitas utama mereka harus diubah untuk kepentingan
hubungan perkawinan mereka. Bagi pasangan tersebut, hal ini
menuntut pembentukan hubungan baru dengan setiap orang tua
masing-masing, yaitu hubungan yang tidak hanya
memungkinkan dukungan dan kenikmatan satu sama lain, tapi
juga otonomi yang melindungi pasangan baru tersebut
daricampur tangan pihak luar yang mungkin dapat merusak
kesejahteraan perkawinan yang bahagia.

c) Mendiskusikan rencana mempunyai anak (menjadi orang tua)


keingina untuk memiliki anak dan menentuan waktu untuk
hamil merupaka suatu keputusan keluarga yang sangat penting.
Dalam friedman 2003 menekankan pentingnya pertimbangan
semua rencana kehamilan keluarga ketika seseorang bekerja
dibidang keperawtan maternitas. Tipe keprawatan kesehatan
yang didapat keluarga sebagai subuah unit selama masa
22

prenatal sangat memengaruhi kemampuan keluarga dalam


mengatasi perubahan-perubahan yang luar biasa secara efektif
setelah kelahiran bayi.
Masalah yang terjadi pada tahap ini:
Masalah-masalah utama yang terjadi pada tahap ini adalah
penyesuaian seksuan dan peran perkawinan, penyuluhan dan
konseling keluarga berencana, penyuluhan dan konseling
prenatal dan komunikasi. Kurangnya informasi sering kali
mengakibatkan masalah-masalah seksual dan emosional,
ketakutan, rasa bersalah, kehamilan yang tidak direncanakan,
dan penyakit-penyakit kehamilan sebelum ataupun sesudah
perkawinan.

2) Tahap II : keluarga “ child-bearing” (kelahiran anak pertama)


Tahap kedua dimulai dengan kelahiran anak pertama berlanjut
sampai anak pertama berusia 30 bulan. Kedatangan bayi dalam
rumah tangga menciptakan perubahan-perubahan bagi anggota
keluarga dan setiap kumpulan hubungan. kehamilan dan kelahiran
bayi perlu disiapkan oleh pasangan suami istri melalui beberapa
tugas perkembangan yang penting diantaranya.
a) Persiapan menjadi orang tua
b) Adaptasi dengan perubahan anggota keluarag : peran, interaksi,
hubungan seksual, dan kegiatan
c) Mempertahankan hubungan yang memuaskan pasangan.
Masalah yang terjadi pada tahap ini:
Suami merasa diabaikan oleh sang istri. Kelahiran bayi pertama
memberi perubahan yang besar dalam keluarga sehingga pasangan
harus beradaptasi dengan perannya dalam memenuhi kebutuhan
bayi. Pada tahap ini, ditandai dengan kelahiran bayi, pasangan
merasa diabaikan karena fokus perhatian kedua pasangan tertuju
pada bayi. Masalah kedua adalah sering terjadi peningkatan
perselisihan dan argumentasi antara suami dan istri serta terjadinya
23

interupsi yang kontiyu (begitu lelah sepanjang waktu). Peran utama


perawat keluarga adalah mengkaji peran orang tua; bagaimana
orang tua berinteraksi dan merawat bayi serta bagaimana bayi
merespon.

3) Tahap III : keluarga dengan anak prasekolah


Tahap ini dimulai saat kelahiran anak pertama berusia 2,5 tahun
dan berakhir saat anak usia 5 tahun. Pada tahap ini, keluarga
tumbuh dengan baik dalam jumlah serta kompleksitas fungsi dan
permasalahan. Tugas perkembangan pada tahap anak prasekolah
yaitu:
a) Memenuhi kebutuhan anggota keluarga, seperti kebutuhan
tempat tinggal, privasi, dan rasa aman.
b) Membantu anak bersosialisasi.
c) Beradaptasi dengan anak yang baru lahir, sementara kebutuhan
anak yang lain juga harus dipenuhi.
d) Memepertahankan hubungan yang sehat baik didalam maupun
diluar keluarga (keluarga lain dan lingkungan sekitar).
e) Pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak.
f) Pembagian tanggung jawab anggota keluarga.
g) Kegiatan dan waktu untuk stimulasi tumbuh kembang anak.

Penambahan jumlah anggota keluarga dapat memicu timbulnya


perubahan peran, ketegangan peran, serta konflik peran antara
suami dan istri akibat tugas sehingga dapat mengancam stabilitas
perkawinan. Orang tua mempunyai peran untuk menstimulus
perkembangan individu anak, khususnya kemandirian anak agar
tugas perkembangan anak pada fase ini tercapai.
Permasalah yang dapat timbul pada tahap ini adalah :
a) Kecelakaan pada anak yang terjadi di dalam rumah
24

b) Frustasi atau konflik peran orang tua sehingga timbul sikap


proteksi dan disiplin yang berlebih dapat menghambat
kreativitas anak.
c) Frustasi terhadap prilaku anak atau permasalahan laian dalam
keluarga yang memicu tindakan kekerasan pada anak (child
abuse).
d) Terjadinya kegagalan peran sehingga menyebabkan orang tua
menolak berpartisipasi dalam peran pengasuh anak sehingga
terjadi penelantaran pada anak.
e) Masalah kesulitan makan pada anak.
f) Masalah kecemburuan dan persaingan antar anak.

4) Tahap IV : keluarga dengan anak sekolah


Tahap ini dimulai saat anak masuk sekolah pada usia 6 tahun dan
berakhir pada usia 12 tahun. Pada fase ini, umumnya keluarga
mencapai jumlah anggota keluarga maksimal sehingga keluarga
sangat sibuk. Selain aktivitas di sekolah, masing-masing anak
memiliki aktivitas dan minat sendiri.
Tugas perkembangan keluarga dengan anak sekolah
a) Membantu sosialisasi anak : tetangga, sekolah, dan lingkungan
termasuk meningkatkan prestasi anak sekolah dan
mengembangan hubungan dengan teman sebaya yang sehat.
b) Mempertahankan keintiman dengan pasangan.
c) Memenuhi kebutuhan dan biaya kehidupan yang semakin
meningkat kesehatan anggota keluarga.

Pada tahap ini orang tua perlu belajar berpisah dengan anak,
memberi kesempatan pada anak untuk bersosialisasi, baik aktivitas
disekolah maupun diluar sekolah.
Masalah yang terjadi pada tahap ini:
Selama tahap ini orang tua merasakan tekanan yang luar biasa dari
komunitas diluar rumah melalui sistem sekolah dan berbagai
25

sosiasi diluar keluarga yang mengharuskan anak-anak mereka


menyesuaikan diri dengan standar-standar komunitas bagi anak.
Hal ini cenderung memengaruhi keluarga-keluarga kelas menengah
untuk lebih menekankan nilai-nilai tradisional pencapaian dan
produktivitas.
Selain itu resiko gangguan kesehatan pada anak akibat pencemaran
lingkungan dari berbagai proses kegiatan pembangunan makin
meningkat, misalnya makin meluas gangguan akibat paparan asap,
emisi gas buang sarana transportasi, kebisisngan, limbah industri
dan rumah tangga serta gangguan kesehatan akibat bencana.

5) Tahap V : keluarga dengan anak remaja


Periode remaja dianggap penting karena terjadi perubahan fisik
yang diikuti dengan perkembangan mental yang cepat tak jarang,
perkembangan mental pada remaja yang merupakan masa transisi
dari anak-anak menuju dewasa menimbulkan dampak negatif pada
mental anak remaja sehingga diperlukan penyesuaian mental dan
pembentukan sikap, nilai dan minat baru tahap ini dimulai saat
anak pertama berusia 13 tahun dan berakhir dengan 6-7 tahun
kemudian, yaitu pada saat anak meninggalkan rumah orang tuanya.
Tujuan keluarga ini adalah melepas anak remaja dan menberi
tanggung jawab pada tahap-tahap sebelumnya.
Tugas perkembangan keluarga dengan anak remaja
a) Memberikan kebebasan yang seimbang dengan tanggung jawab
mengingat remaja yang sudah bertambah dewasa dan
meningkat otonominya.
b) Mempertahankan hubungan intim dala keluarga.
c) Memperthankan komunikasi terbuka antara anak dan orang tua,
menghindari perdebatan, permusuhan, dan kecurigaan.
d) Perubahan sistem peran dan peraturan untuk tumbuh kembang
keluarga.
26

Ini merupakan tahap paling sulit karena oorang tua melepas


otoritasnya dan membimbing anak untuk bertanggung jawab
(mempunyai otoritas terhadap dirinya sendiri yang berkaitan
dengan peran dan fungsinya). Sering kali muncul konflik antara
orang tua dan remaja karena anak menginginkan kebebasan untuk
melakukan aktivitas sementara orang tua mempunyai hak untuk
mengontrol aktivitas. Dalam hal ini orang tua perlu menciptakan
komunikasi yang terbuka, menghindari kecurigaan permusuhan
sehingga hubungan orang tua dan remaja tetap harmonis.

6) Tahap VI : keluarga dengan anak dewasa (pelepasan)


Tahap ini dimulai pada saat terakhir kali meninggalkan rumah dan
berakhir pada saat anak terakhir. Lamanya tahap ini tergantung
pada jumlah anak dalam keluarga atau jika anak yang belom
berkeluaga tetap tinggal bersama orang tua. Tahap utama pada
tahap ini adalah mengorganisasian kembali keluarga melepas anak
untuk hidup sendiri.
Tugas perkembangan keluarga dengan anak dewasa :
a) Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar
b) Memepertahankan keintiman pasangan
c) Membantu orang tua suami/istri yang sedang sakit atau
memasuki masa tua
d) Membantu anak untuk mandiri dimasyarakat
e) Penataan kembali peran dan kegiatan rumah tangga
Keluarga mempersiapkan anak yang tertua untuk membentuk
keluarga sendiri dan tetap membantu anak terakhir untuk lebih
mandiri. Pada saat anak semua meninggalkan rrumah, pasangan
perlu menata ulang dan membina hubungan suami istri seperti
fasse awal. Orang tua akan merasa kehilangan peran dalam
merawat anak dan merasa “kosang” karena anak-anak sudah tidak
tinggal serumah lagi. Untuk mengatasi masalah keadaan ini, orang
27

tua perlu melakukan aktivitas kerja, meningkatkan peran sebagai


pasangan, dan tetap memelihara hubungan dengan baik.

7) Tahap VII : keluarga usia pertengahan


Tahap ini dimulai pada saat anak terakhir kali meninggalkan rumah
dan berakhir pada saat pensiun atau salah satu pasangan
meninggal. Pada beberapa pasangan fase ini dirasakan sulit karena
masalah lanjut usia, perpisahan dengan anak, dan perasaan gagal
menjadi orang tua.
Tugas perkembangan keluarga dengan usia pertengahan :
a) Mempertahankan kesehatan
b) Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan teman
sebaya dan anak-anak
c) Meningkatkan keakraban pasangan
Setelah semua anak meninggalkan rumah, maka pasangan suami
istri fokus untuk mempertahankan kesehatan dengan berbagai
aktivitas : pola hidup yang sehat, diet seimbang, olahraga rutin,
menikmati hidup, dan pekerjaan, dan sebagainya. Pasangan juga
mempertahankan hubungan dengan teman sebaya dan keluarga
anaknya dengan cara mengadakan pertemuan keluarga antar
generasi (anak dan cucu) sehingga pasangan dapat merasakan
kebahagian sebagai kakek nenek.

8) Tahap VIII : keluarga usia lanjut


Tahap terakhir perkembangan keluarga lanjut ini dimulai saat salah
satu pasangan pensiun, berlanjut saat salah satu pasangan
meninggal sampai keduanya meninggal. Proses lanjut usia dan
pensiun merupakan realitas yang tidak dapat dihindari karena
berbagai stresor dan kehilangan yang dialami keluarga. Stresor
tersebut adalah berkurangnya pendapatan, kehilangan berbagai
hubungan sosial, kehilangan pekerjaan, serta perasaan menurunnya
produktivitas dan fungsi kesehatan.
28

Tugas perkembangan keluarga dengan usia lanjut


a) Mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan.
b) Adaptasi dengan perubahan kehilangan pasangan, teman,
kekuatan fisik, dan pendapatan.
c) Mempertahankan keakraban suami istri dan saling merawat.
d) Mempertahankan hubungan dengan anak dan masyarakat
sosial.

k. Kesejahteraan Keluarga
Berbagai definisi yang berkaitan dengan keluarga
1) Keluarga sejahtera
Keluarga sejahtera adalah keluarga yang dibentuk berdasakan
perkawinan yang sah, maupun memenuhi kebutuhan hidup
spiritual dan materil yang layak, bertaqwa kepada tuhan yang maha
esa, memiliki hubungan yang sama, selaras, dan seimbang antar
anggota keluarga denga masyarakat dan lingkungan
2) Keluarga berencana
Upaya mengatur kelahiran anak, jarak, dan usia ideal melahirkan,
mengatur kehamilan melalui promosi, perlindungan, dan bantuan
sesuai dengan hal reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang
berkualitas.
3) Keluarga berkualitas
Keluarga berkualitas adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan
perkawinan yang sah dan bercirikan sejahtera, seha, maju, mandiri,
memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan kedepan, bertanjung
jawab, harmonis dan bertaqwa kepada tuhan yang maha esa.
4) Ketahanan dan kesejahteraan keluarga
Ketahanan dan kesejahteraan keluarga adalah kondisi keluarga
yang memiliki keuletan dan ketangguhan serta mengandung
kemampuan fisi materil guna hidup mandiri serta mengembangkan
diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dalam meningkatkan
kesejahteraan kebahagian lahir dan batin.
29

B. Konsep Dasar Masalah Kesehatan


1. Pengertian Gastritis
Gastritis adalah suatu peradangan mukosa lambung yang bersifat akut,
kronik difus, atau lokal. Karakteritis dari peradangan ini antara lain
anoreksia, rasa penuh atau tidak nyaman pada epigastrium, mual, dan
muntah (Suratun, 2010).

Gastritis adalah inflamasi mukosa lambung, gastritis akut berlangsung


selama beberapa jam sampai beberapa hari dan sering kali disebabkan oleh
diet yang tidak dianjurkan seperti memakan makanan yang mengiritasi dan
sangat berbumbu atau makanan yang terinfeksi (Smeltzer, 2011).

2. Klasifikasi Gastritis
Gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan mukosa dan submukosa
lambung. Secara histopatologi dapat dibuktikan dengan adanya infiltrasi
sel-sel radang di daerah tersebut. Secara umum, gastritis yang merupakan
salah satu jenis penyakit dalam, dapat di bagi menjadi beberapa macam:
a. Gastritis akut
Gastritis akut adalah suatu peradangan parah pada pernukaan mukosa
lambung dengan kerusakan-kerusakan erosi. Kebiasaan ini paling
sering berkaitan dengan penggunaan obat-obatan inflamasi nonsteroid
(khususnya aspirin ) dosis tinggi dalam jangka waktu, dan kebiasaan
merokok.
b. Gastritis kronis
Gastritis kronis merupakan keadaan terjadinya perubahan inflamatorik
yang kronis pada mukosa lambung sehingga akhirnya terjadi atrofi
mukosa dan metaplasia epitel. Keadaan ini menjadi latar belakang
munculnya dysplasia dan karsinoma (Robbins, 2009).

3. Etiologi
Ada beberapa penyebab yang dapat mengakibatkan seseorang menderita
gastritis antara lain mengkonsumsi obat-obatan kimiaseperti asetaminofen,
30

aspirin, dan steroid kortikosteroid (Saturatun, 2010). Asetaminofen dan


kortikosteroid dapat mengakibatkan iritasi pada mukosa lambung,
sedangkan NSAIDS (Nonsteroid Anti Inflammation Drugs) dan
kortikosteroid menghambat sintesis prostaglandin sehingga sekresi HCL
meningkat dan menyebabkan suasana lambung menjadi sangat asam.

Penyabab lain adalah mengkonsumsi alkohol. Alkohol dapat menyebabkan


kerusakan gaster. Terapi radiasi, refluk empedu, zat-zat korosif (cuka dan
lada) dapat menyebabkan kerusakan mukosa gaster dan menimbulkan
edema dan perdarahan. Kondisi yang stresful seperti trauma, luka bakar,
kemoterapi, dan kerusakan susunan saraf pusat akan merangsang
peningkatan produksi HCL lambung.

4. Patofisiologi
Obat-obatan, alkohol, garam empedu, dan zat iritan lain dapat merusak
mukosa lambung (gastritis erosive). Mukosa lambung berperan penting
dalam melindungi autodigesti oleh asam hidrogen klorida (HCl) dan
pepsin. Bila mukosa lambung rusak maka terjadi difusi HCL ke mukosa,
HCL akan merusak mukosa.

Kehadiran HCL di mukosa lambung menstimulus perubahan pepsinogen


menjadi pepsin. Pepsin merangsang pelepasan histamine dari sel mast.
Histamin akan menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler sehingga
terjadi perpindahan cairan dari intra sel ke ekstra sel dan menyebabkan
edema dan kerusakan kapilersehingga timbul perdarahan pada lambung.
Biasanya lambung dapat melakukan regenerasi mukosa oleh karena itu
gangguan tersebut menghilang dengan sendirinya (Suratun, 2010).

Bila lambung sering terpapar dengan zat iritan maka inflamasi akan terjadi
terus menerus. Jaringan yang meradang diisi oleh jaringan fibrin sehingga
lapisan mukosa lambung dapat hilang dan terjadi atropi sel mukosa
lambung. Faktor intrinsik yang dihasilkan oleh sel mukosa lambung akan
31

menurun atau menghilang sehingga cobalamin (vitamin B12) tidak dapat


diserap diusus halus padalah vitamin tersebut berperan penting dalam
pertumbuhan dan maturasi sel darah merah. Pada akhirnya, penderita
gastritis dapat mengalami anemia atau mengalami penipisan dinding
lambung sehingga rentang terhadap perforasi lambung dan perdarahan
(Suratun, 2010).

5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada pasien dengan gastritis adalah sebagai berikut :
(Robbins, 2009).
a. Gastritis akut. Gambaran gastritis akut berkisar dari keadaan
asimtomatik, nyeri abdomen yang ringan hingga nyeri abdomen akut
dengan hematemesis.
b. Gastritis kronis. Gastritis kronis biasanya asimtomatik, kendati gejala
nausea, vomitus atau keluhan tidak nyaman pada abdomen atas dapat
terjadi. Kadang-kadang terjadi anemia pernisiosa. Hasil laboratorium
meliputi hipoklorhidria lambung dan hipergastrinemia serum.Resiko
terjadinya kanker untuk jangka panjang adalah 2-4%.

6. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik pada pasien dengan gastritis meliputi gastroskopi,
untuk mengetahui kemungkinan perdarahan (hemoragi) pada lambung,
erosi atau ulser gaster, perforasi lambung. Selain itu pemeriksaan mungkin
meliputi ketidak seimbangan elektrolit, pre-syok atau syok (Priyanto,
2008).

7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien gastritis (Huda dan Kusuma,
2015).
a. Mengurangi ansietas
1) Laksanakan tindakan darurat untuk kasus ingesti asam atau alkali.
32

2) Berikan terapi suportif kepada pasien dan keluarga selama terapi,


setelah asam atau basa yang tertelan telah dinetralisasi atau
diencerkan.
3) Persiapkan pasien menjalani pemeriksaan diagnostik tambahan
(endoskopi).
b. Meningkatkan nutrisi yang optimal
1) Bantu pasien menangani gejala (misalnya; mual, muntah, nyeri
uluh hati, dan keletihan).
2) Hindari makanan dan minuman per oral selama beberapa jam atau
beberapa hari sampai gejala akut reda.
3) Berikan kepingan es dan cairan jernih ketika gejala reda.
4) Anjurkan pasien untuk melaporkan setiap gejala yang
menunjukkan episode gastritis berulang ketika makanan
dimasukkan.
5) Cegah konsumsi minuman berkafein.
6) Rujuk pasien untuk menjalani konseling alkohol dan berhenti
merokok jika tepat.

C. Konsep Kebutuhan Aman Nyaman Nyeri


1. Pengertian Nyeri
Nyeri adalah perasaan yang tidak nyaman yang sangat subjektif dan hanya
orang yang mengalaminya yang dapt menjelaskan dan mengevaluasi
perasaan tersebut. Secara umum nyeri dapat di definisikan sebagaikan
perasaan tidak nyaman, baik ringan maupun berat (Priharjo, 2010).

2. Fisiologi Nyeri
a. Nesisepsi
Sistem saraf perifer terdiri atas saraf sensorik primer yang khusus
bertugas mendektesi kerusakan jaringan dan membangkitkan sensasi
sentuhan, panas, dingan, nyeri, dan tekanan. Reseptor yang bertugas
merambatkan sensasi nyeri disebut nosiseptor. Proses tersebut terdiri
atas empat fase.
33

b. Transdukdi
Pada fase transduksi, stimulus atau rangsangan yang membahayakan
(misalya : bahan kimia, suhu, listruk atau mekanis) memicu pelepasan
mediator biokimia (misalnya: prostaglandin, bradikinin, histamin,
substansi P) yang mensensitisasi nosiseptor.
c. Transmisi
Fase transmisi nyeri terdiri atas tiga bagian. Pada bagian pertama,
nyeri merambat dari serabut saraf ferifer ke medulla spinalis.
d. Persepsi
Pada fase ini, individu mulai menyadari adanya nyeri. Tampaknya
persepsi nyeri tersebut terjadi di struktur korteks sehingga
memunkinkan munculnya berbagai strategi perilaku-kognitif untuk
mengurangi komponen sensorik dan efektif nyeri (Paseo, 2009).
e. Modulasi
Fase ini disebut juga “sistem desenden”. Pada fase ini, neuron dibatang
otak mengirimkan sinyal-sinyal kembali ke medula spinalis. Serabut
desenden tersebut melepaskan subtansi seperti opioid, serotonin, dan
norepinefrin yang akan menghambat implus asenden yang
membahayakan dibagian dorsal medula spinalis.
f. Teori gate control
Banyak teori yang menjelaskan fisiologi nyeri, namun yang paling
sederhana adalah teori gate control. Dalam teorinya, kedua orang ahli
ini menjelaskan bahwa subtansi gelatinosa (SG) pada medula spinalis
bekerja layaknya pintu gerbang yang memungkinkan atau
menghalangi masuknya implus nyeri menuju otak.

3. Jenis Nyeri
Ada 3 klasifikasi nyeri :
a. Nyeri perifer
Nyeri ini ada 3 macam 1. Nyeri superfisial, yakni rasa nyeri muncul
akibat rangsangan pada kulit dan mukosa, 2. Nyeri viseral, yakni rasa
nyeri yang muncul akibat stimulasi pada reseptor nyeri di rongga
34

abdomen, kranium, dan toraks, 3. Nyeri ahli, yakni myeri yang


dirasakan pada daerah lain yang jauh dari jaringan penyebab nyeri.
b. Nyeri sentral
Nyeri yang muncul akibat stimulasi pada medula spinalis, batang otak,
dan talamus.
c. Nyeri psikogenik
Nyeri yang tidak diketahui penyebab fisiknya. Dan kata lain nyeri ini
timbul akibat pikiran si penderita sendiri. Serigkali, nyeri ini muncul
karena faktor psikologis, bukan fisiologi.

4. Bentuk Nyeri
Bentuk nyeri berbagi atas nyeri akut dan nyeri kronis.
a. Nyeri akut
Nyeri ini biasanya berlangsung tidak lebih dari enam bulan. Awalnya
gejala mendadak, dan biasanya penyebab serta lokasi nyeri sudah
diketahui. Nyeri akut ditandai dengan peningkatan tegangan otot dan
kecemasan yang keduanya meningkat persepsi nyeri.
b. Nyeri kronis
Nyeri ini berlangsung lebih dari enam bulan. Sumber nyeri bisa
diketahui atau tidak. Nyeri cenderung hilang timbul dan biasanya tidak
dapat disembuhkan. Selain itu, penginderaan nyeri menjadi lebih
dalam sehingga penderita sukar untuk menunjukan lokasinya. Dampak
dari nyeri ini antara lain penderita menjadi mudah tersinggung dan
sering mengalami insomnia. Akibatnya, mereka menjadi kurang
perhatian, sering merasa putus asa, dan terisolir dari kerabat dan
keluarga. Nyeri kronis biasanya hilang timbul dalam periode waktu
tertentu. Ada kalanya penderita terbebas dari rasa nyeri (misalnya,
sakit kepala migran).

5. Faktor yang memperngaruhi nyeri


a. Etnik dan nilai budaya
35

Latar belakang etnik dan budaya merupakan faktor yang memengaruhi


terhadap nyeri dan ekspresi nyeri. Sebagai contohny : individu dan
budaya tertentu cenderung ekspresif dalam mengungkapkan nyeri,
sedangkan individu dari budaya lain justru lebih memilih menahan
perasaan mereka dan tidak ingin merepotkan orang lain.
b. Tahap perkembangan
Usia dan tahap perkembangan seseorang merupakan variable penting
yang akan memengaruhi reaksi dan ekspresi terhadap nyeri. Dalam hal
ini, anak-anak cenderung kurang mampu mengungkapkan nyeri
mereka rasakan dibandingkan orang dewasa, dan kondisi ini dapat
menghambat penanganan nyeri untuk mereka. Di sisi lain, prevelensi
nyeri pada individu lansia lebih tinggi karena penyakit akut atau kronis
yang mereka derita. Walaupun ambang batas nyeri tidak berubah
karena penyakit penuaan, tetapi efek analgesik yang diberikan
menurun karena perubahan fisiologi yang terjadi.
c. Lingkungan dan individu pendukung
Lingkungan yang asing, tingkat kebisingan yang tingg, pencahayaan,
dan aktivitas yang tinggi dilingkungan tersebut dapat memperberatkan
nyeri. Selain itu, dukungan dari keluarga dan orang terdekat menjadi
salah satu faktor penting yang memengaruhi persepsi nyeri individu.
Sebagai contoh, individu yang sendirian, tanpa keluarga atau teman-
teman yang mendukungnya, cenderung merasakan nyeri yang lebih
berat dibandingkan mereka yang mendapatkan dukungan dari keluarga
dan oarang-orang terdekat.
d. Pengalaman nyeri sebelumnya
Pengalaman masa lalu juga berpengaruh terhadap persepsi nyeri
individu dan kepekaan terhadap nyeri. Individu yang pernah
mengalami nyeri atau cenderung merasa terancam dengan peristiwa
nyeri yang akan terjadi dibandingkan individulain yang belum pernah
mengalaminya. Selain itu, keberhasilan atau kegagalan metode
penanganan nyeri sebelumnya juga berpengaruh terhadap harapan
individu penanganan nyeri saat ini.
36

e. Ansietas dan stress


Ansietas sering kali menyertai peristiwa nyeru yang terjadi. Ancaman
yang tidak jelas asalnya dan tidak ketidakmampuan mengontrol nyeri
atau peristiwa di sekelilingnya dapat memperberat persepsi nyeri.
Sebaliknya, individu yang percaya bahwa mereka mampu mengontrol
nyeri yang mereka rasakan akan mengalami penurunan rasa takut dan
kecemasan yang akan menurunkan persepsi nyeri mereka.
f. Cara mengukur itensitas nyeri
Mengembangkan sebuah alat ukur nyeri (painometer) dengan skala
longitudinal yang ada pada salah satu ujungnya tercantum nilai 0
(untuk keadaan tanpa nyeri) dan ujung lainnya nilainya 10 (untuk
kondisi nyeri paling hebat). Untuk mengukurnya, penderita memilih
salah satu bilangan yang menurutnya paling menggambarkan
pengalaman nyeri yang terakhir kali dirasakan, dan nilai ini dapat
dicatatpada sebuah grafik yang dibuat menurut waktu. Intensitas nyeri
ini sifatnya subjektif dan dipengaruhi oleh banyak hal, seperti tingkat
kesadaran, konsentrasi, jumlah distraksi, tingkat aktivitas, dan harapan
keluarga. Intensitas nyeri dapat dijabarkan dalam sebuah skala nyeri
dengan beberapa kategori.

Skala nyeri menurut Hayward

Skala Ketengaran

0 Tidak nyeri

1-3 Nyeri ringan

4-6 Nyeri sedang

7-9 Sangat nyeri, tetapi masih dapat dikontrol dengan


aktivitas yang biasa dilakukan

Sangat nyeri dan tidak bisa dikontrol


10
37

D. Konsep Pemenuhan Kebutuhan Dasar Nutrisi


Pemenuha kebutuhan dasar yang terkait gastritis adalah
1. Kebutuhan Nutrisi
Gastristis biasanya diawali oleh frekuensi komsumsi makan dan minum
yang tidak efektif sehingga lambung menjadi sensitif bila asam lambung
meningkat dan menyebabkan kekurangan nutrisi. mendefinisikan pola
makan sebagai suatu asuhan atau cara seseorang untuk mekan demi
memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Menurut WHO makan yaitu suatu
cara atau usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk makan guna
memenuhi kebutuhan biologis dan fisiologis tubuh terutama kebutuhan
nutrisi tubuh. Pola makan yang baik dan teraturmerupakan salah satu dari
penatalaksanaan gastristis dan juga merupakan tindakan preventif dalam
mencegah kekambuhan gastritis. Penyembuhan gastritis membutuhkan
penganturan makana/nutrisi sebagai upaya untuk memperbaiki kondisi
pencernaan (Muttaqin, 2014).
a. Pengertian Nutrisi
Nutrisi merupakan proses pemasukan dan pengelolahan zat makanan
oleh tubuh yang bertujuan menghasilkan energi dan menggunakan
dalam aktivitas tubuh (Aziz Alimul, 2012).
b. Faktor Yang Mempengaruhi Nutrisi
1) Pengetahuan
Pengetahuan yang kurang tentang manfaat makanan bergizi dapat
mempengaruhi pola konsumsi makan. Hal tersebut dapat
desebabkan oleh kurangnya informasi sehingga dapat terjadi
kesalahan.
2) Prasangka
Prasangka buruk terhadap beberapa jenis bahan makanan bergizi
tidak dapat mempengaruhi gizi seseorang.
3) Kebiasaan
Adanya kebiasaan yang merugikan atau pantangan terhadap
makanan tertentu dapat mempengaruhi status gizi.
38

4) Kesukaan
Kesukaan yang berlebih terhadap suatu jenis makanan dapat
mengakibatkan kurangnya variasi makanan, sehingga tubuh tidak
memperoleh zat-zat yang dibutuhkan secara cukup.
5) Ekonomi
Status ekonomi dapat mempengaruhi status gizi karena penyediaan
makanan bergizi membutuhkan pendanaan yang tidak sedikit, oleh
karena itu, masyarakat denga kondisi perekonomian yang tinggi
biasanya mampu mencukupi kebutuhan gizi keluarganya
dibandingkan masyarakat dengan kondisi perekonomian rendah.
6) Usia
Pada usia 0-10 tahun kebutuhan metabolisme bisa bertambah
dengan cepat hal ini sehubungan dengan factor pertumbuhan dan
perkembangan yang cepat pada usia tersebut. Seelah usia 20 tahun
energy basal relative konstan.
7) Jenis kelamin
Kebutuhan metabolisme basal pada laki-laki lebih besar
dibandinkan dengan wanita pada laki-laki kebutuhan bmr 1,0
kkal/kg BB/ jam dan pada wanita 0.9 kkal/kg BB/jam.
8) Tinggi dan berat badan
Tinggi dan berat badan berpengaruh terhadap luas permukaan
tubuh, samakin luas permukaan tubuh maka semakin besar
pengeluaran panas sehingga kebutuhan metabolisme basal tubuh
juga menjadi lebih besar.
9) Status kesehatan
Nafsu makan yang baik adalah tanda yang sehat. Anoreksia
(kurang nafsu makan) biasanya gejala penyakit atau karena efek
samping obat.
10) Faktor psikologi serta stres dan ketegangan
Motivasi individu untuk makan makanan yang seimbang dan
persepsi individu tentang diet merupakan pengaruh yang kuat.
Makanan mempunyai nilai simbolik yang kuat bagi banyak orang
39

(misalnya, susu menyimbolkan kelemahan dan daging


menyimbolkan kekuatan).
11) Alkohol dan obat
Penggunaan alkohol dan obat yang berlebih memberi kontribusi
pada defisiensi nutrisi karena uang mungkin dibelanjakan untuk
alkohol dari pada makanan. Alkohol yang berlebih juga
mempengaruhi organ gastrointestinal. Obat-obatan yang menekan
nafsu makan dapat menurunkan asupan zat gizi ensensial. Obat-
obatan juga menghabiskan zat gizi yang tersimpan dan mengaruhi
absorpsi zat gizi di dalam intestine.

c. Macam-macam zat gizi


1) Karbohidrat
Adalah zat gizi yang berbentuk amilum. Penyerapan karbohidrat
yang dikonsumsi di temukan dalam 3 bentuk yaitu
polisakarida,disakarida, dan monosakarida. Disakarida dan
monosakarida mempunyai sifat mudah larut didalam air, sehingga
dapat diserap melewati dinding usus atau mukosa usus mengikuti
hukum difusi osmosis yang tidak memerlukan tenaga dan langsung
memasuki pembulu darah, contohnya pada nasi.
2) Lemak
Penyerapan lemak dalam bentuk gliserol dan asam lemak. Gliserol
diserap secara pasif, sedangkan asam lemak yang teremulasi ini
mampu diserap melewati dinding usus halus, tidak semua lemak
dapat diserap, oleh karena itu dapat dikatakan bahwa penyerapan
lemak dilakukan dengan cara aktif selektif, contohnya pada daging.
3) Mineral
Mineral tidak dapat membutuhkan pecernaan, mineral hadir dalam
bentuk tertentu sehingga tubuh mudah untuk memprosesnya,
contohnya pada bayam, kacang-kacangan (mengandung
kalsium(Ca)), ikan laut, kerang (mengandung zeng(zn)).
4) Vitamin
40

Proses penyerapan vitamin dapat dilakukan dengan difusi


sederhana, vitamin yang larut dalam lemak seluruh tubuh,
sedangkan vitamin yang larung dalam air mempunyai beberapa
variasi mekanisme transport aktif. Contohnya pada : minyak ikan,
hati, ayam, wortel, bayam ( mengandung vitamin A), keju, hati,
telur, kentang, (mengandung vitamin B2), jeruk, mangga, tomat
(mengandung vitamin C).

d. Diet/anjuran gizi untuk penderita gastritis


Penatalaksanaan nutrisi yang tepat dan adekuat bagi penderita gastritis
akut merupakan hal yang harus diperhatikan. Keluarga penderita
gastritisharus memperhatikan adanya gejala mual, muntah serta
kelemahan pada penderita sehingga dapat memeberikan dukungan
secara emosional kepada penderita. Pada kondisi gastritis akut,
penderita tidak diperbolehkan mengkonsumsi makanan dan minuman
selama beberapa jam sampai beberapa hari sampai gejala akut yang
dirasakan hilang.

Secara bertahap penderita diberikan makanan cair, lembek, dan padat


untuk memenuhi kebutuhan nutrisi oral sehingga secara bertahap akan
menurunkan kebutuhan terhadap terapi intravena dan meminimalkan
iritasi mukosa lambung. Penderita tidak diperbolehkan mengkonsumsi
makanan atau minuman yang bersifat iritasi mukosa lambung dan
menghindari kafein karena dapat menstimulus sistem saraf pust
sehingga meningkatkan aktivitas lambung dan sekresi pepsin. (hidayat
aziz 2012).

Adapun syarat-syarat diet bagi penderota gastritis adalah sebagai


berikut:
1) Mudah cerna, posi kecil dan sering diberikan.
2) Energi dan protein cukup, sesuai kemampuan pasien untuk
menerimanya.
41

3) Lemak rendah yaitu 10-15% dari kebutuhan energi total yang


ditingkatkan secara bertahap hingga sesuai dengan kebutuhan.
4) Rendah serat, terutam serat tidak larut airyang ditingkatkan secara
bertahap.
5) Cairan cukup terutama bila ada muntah.
6) Tidak mengandung bahan makanan atau bumbu yang tajam, baik
secara termis, mekanis, maupun kimia (disesuaikan dengan daya
terima perorangan).
7) Laktosa rendah bila ada gejala intoleransi laktosa, umumnya tidak
dianjurkan minum susu terlalu banyak.
8) Makan secara perlahan dilingkungan yang tenang.
9) Pada fase akut dapat diberikan makanan parenteral saja selama 24-
48 jam untuk memberi istirahat pada lambung (almatsier, 2012).

e. Masalah yang timbul dalam pemenuhn kebutuhan nutrisi pada


penderita gastritis.
Kekurangan nutrisi
Kekurangan nutrisi merupakan keadaan yang dialami seseorang dalam
keadaan tidak berpuasa (normal) atau resiko penurunan berat badan
akibat ketidakmampuan asupan nutrisi untuk kebutuhan metabolisme,
tanda klinis :
1) Berat badan 10-20% dibawah normal
2) Berat badan dibawah ideal
3) Lingkar kulit triseps lengan tengah kurang dari 60% ukuran standar
4) Adanya kelemahan dan nyeri tekan pada otot
5) Adanya penurunan albumin serum
6) Adanya penurunan transferin
Kemungkinan penyebab (hidayat azziz, 2012) :
1) Meningkatkan kebutuhan kalori dan kesulitan dalam mencerna
kalori akibat penyakit infeksi atau kanker.
2) Disfagia karena adanya kelainan persarafan.
3) Penurunan absorsi nutrisi akibat penyakit intoleransi laktosa
42

4) Nafsu makan menurun

E. Konsep Asuhan Keperawtan Keluarga


1. Pengkajian
Pada tahap ini, perawat wajib melakukan pengkajian atas permasalahan
yang ada. Yaitu tahapan dimana seorang perawat harus menggali
informasi secara terus-menerus dari anggota keluarga yang dibinanya.

Dalam proses pengkajian ini, dibutuhkan pendekatan agar keluarga dapat


secara terbuka memberikan data-data yang dobutuhkan. Sealain itu,
diperlukan metode yang tepat bagi perawat untuk mendapatkan data dari
pengkajian yang akurat dan sesuai dengan keadaan keluarga.

Pengkajian merupakan suatu proses berkelanjutan, yang dilakukan secara


teru-menerus dan bertahap. Sehingga proses ini tidak hanya sekali saja
dilakukan. Perawat harus mampu menggambarkan kondisi/situasi pasien
sebelunya dan saat ini, sehingga informasi tersebut bisa digunakan untuk
memprediksi tindakan dimasa yang akan datang. Hal-hal yang dikaji
dalam keluarga adalah :
a. Data umum
Menurut effendy (1998), pengumpulan data dapat dilakukan melalui
empat cara yaitu wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, dan studi
dokumentasi. Cara-cara ini tidak harus dilakukan secara berurutan,
melainkan yang paling memungkinkan lebih dahulu. Data-data umum
yang diperoleh pastilah akan banyak. Oleh sebab itu, perawat perawat
perlu melakukan pemilihan data . beberapa data umum yang perlu
dikaji dalam tahap ini.
1) Informasi dasar
Data ini biasanya merupakan data tertulis, yang mudah kita peroleh
dari kartu keluarga (KK). Dari KK ini, kita akan mendapatkan
informasi dasar berupa alamat lengkap, nama kepala keluarga dan
anggota keluarga, komposisi keluarga, dan lain-lain.
43

Selain itu, perawat perlu menjelaskan tipe keluarga, masalah apa


saja yang dihadapi, kendala dalam upaya penyelesaian
sebelumnya, dan lain sebagainya.
2) Tipe bangsa
Mengetahui suku dan budaya pasien beserta keluarganya
merupakan hal penting. Dari budaya keluarga tersebut, kita akan
mengetahui bagaimana kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh
keluarga.
3) Agama
Semua agama ada bagian tertentu dalam mengajarkan kebersihan
dan kesehatan. Mengetahui agama pasien dan keluarga tidak hanya
sebatas nama agamanya, melainkan bagaimana mereka
mengamalkan ajaran-ajaran agama atau kepercayaan.
4) Status sosial ekonomi keluarga
Status sosial ekonomi keluarga cenderung menentukan bagaimana
sebuah keluarga menjaga kesehatan anggota kelurganya. Bisa jadi
seseorang mendapatkan status sosial karena pengaruhnya di
masyarakat atau komunitas. Selain itu, kebutuhan dan pengeluaran
keluarga juga menjadi penyebab berukutnya. Artinya, perawat juga
perlu mengetahui tingkat komsumsi keluarga beserta anggotanya.
5) Aktivitas rekreasi keluarga
Rekreasi keluarga bisa menentukan kadar stres keluarga sehingga
menimbulkan beban dan pada akhirnya membuat sakit. Akan
tetapi, bentuk rekreasi tidak hanya dilihat dari mana pergi bersama
keluarga, melainkan hal-hal yang sederhana yang bisa dilakukan
dirumah. Misalnya menonton televisi, membaca buku,
mendengarkan musik, dan hal-hal yang bisa menghibur.

b. Riwayat dan tahap perkembangan keluarga


Keluarga sebagai sebuah kelompok akan senantiasa dinamis, selalu
mengalami perkembangan, baik dari sisi psikologis, sosial, ekonomi,
44

budaya maupun komposisinya. Beberapa hal yang perlu dikaji dalam


tahap ini adalah:
1) Tahap perkembangan saat ini.
Bagaimana kondisi paling baru dari keluarga? Inilah yang menjadi
fokus utama. Tidak hanya dari sisi kesehatan melainkan dari
berbagai sisi. Misalnya faktor ekonomi, karena keluarga tidak
mampu mencukupi kebutuhan makan yang sehat dan aman, maka
anggota keluarga mudah terkena penyakit.
2) Tugas perkembangan keluarga yang belum terbenuhi
Keluarga dan setiap anggota keluarganya memiliki peran dan
tugasnya masing-masing. Setiap tugas itu, sebaiknya dibuat daftar,
mana saja tugas yang sudah diselesaikan. Dengan begitu, akan
tampak tugas apa saja yang belom dilaksanakan. Jika ada beberapa
tugas yang belum diselesaikan, kemudia dikaji kendala apa yang
menyebabkannya. Lalu apakah tugas tersebut harus diselesaikan
segera ataupun bisa ditunda.
3) Riwayat keluarga inti
Bagian riwayat keluarga inti ini, tidak hanya dikaji tentang riwayat
kesehatan. Apakah ada anggota keluarga yang memiliki riwayat
penyakit yang beresiko menurun, bagaimana pencegahan penyakit
dengan imunisasi, fasilitas kesehatan apa saja yang pernah diakses,
riwayat penyakit yang pernah diderita, serta riwayat perkembangan
dan kejadian-kejadian atau pengalaman penting yang berhubungan
dengan kesahatan.
4) Riwayat keluarga sebelumnya
Riwayat keluarga besar dari pihak suami dan istri juga dibutuhkan.
Hal ini karena ada penyakit yang bersifat genetik atau berpotensi
menurun kepada anak cucu. Jika hal ini dapat dideteksi lebih awal,
dapat dilakukan berbagai pencegahan atau antisipasi.
45

c. Data lingkungan
Lingkungan dimana kita berada sangat memengaruhi keluarga dalam
hal kesehatan. Menciptakan lingkungan yang positif akan berdampak
lebih baik bagi setiap anggota keluarga. Dalm hal ini beberapa data
lingkungan yang diperlukan untuk kajian proses keprawatan keluarga
adalah :
1) Karakteristik rumah
Sebuah rumah bisa memengaruhi kesehatan penghuni. Oleh sebab
itu, perawat membutuhkan data karakteristik rumah yang dihuni
sebuah keluarga dengan melihat luas rumah, tipe rumah, jumlah
ruangan dan fungsinya, sirkulasi udara dan sianr matahari yang
masuk, pendinginan udara AC atau kipas angin, pencahayaan,
banyaknya jendela, tata letak perabotan, penempatan septictank
beserta kapasitas dan jenisnya, jarak sumber air dari septictank,
konsumsu makanan olahan dan konsumsi air minum keluarga, dan
lain sebagainya.
2) Karakteristik tetangga
Setelah dari dalam rumah, data yang harus dicari selanjutnya
adalah lingkungan di sekitas rumah. Perawat perlu mencari tahu
lingkungan fisik, kebiasaan, kesepakatan atau aturan penduduk
setemapat, dan budaya yang memengaruhi kesehatan.
3) Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat
Selain interaksi dengan tetangga dan lingkunga RT-RW, tentu
setiap individu atau keluarga memiliki pergaulan sendiri, baik di
komunikasi hobi, kantor, sekolah, maupun hanya teman main.
Interaksi ini juga bisa digunakan untuk melacak jejak dariman
penyakit yang didapatkan oleh pasien. Apakah iya mendapatkan
penyakit dari pergaulannya dari luar atau bukan.
4) Mobilitas geografis keluarga
Salah satu dari perkembangan keluarga adalah mobilitas geografis.
Apakah pasien beserta keluarga sering berpindah tempah tinggal ?
paling minimal berpindah dari rumah orang tua menuju rumah
46

sendiri. Atau jika merantau, dimana sajah iya pernah kontrak


rumah. Atau sebagai pegawai ditugaskan di berbagai kota mana
saja.
5) Sistem pendukung keluarga
Setiap keluarga tentu menyediakan bebagai fasilitas berupa prabot
bagi anggota keluarganya. Fasilitas-fasilitas ini lah yang perlu
dikaji sistem pendukung keluarga . akan tetapi, dalam proses data
itu saja yang dibutuhkan, melainkan juga berapa anggota keluarga
yang sehat sehingga bisa membatu yang sakit.

d. Struktur keluarga
Pada bagian sebelumnya telah dibahas mengenai struktur keluarga.
Dari seluruh struktur itu, perawat harus memiliki datanya. Data yang
dibutuhkan untuk proseskeperawtan proses keperawatan keluarga ini
adalah :
1) Pola komunikasi keluarga
Perawat diharuskan untuk melakukan observasi terhadap seluruh
anggota keluarga dalam berhubungnsatu sama lain. Apakah
komunikasi dalam keluarga berfungsi dengan baik atau sebaiknya.
Komunikasi yang berjalan baik mudah diketahui dari anggota
keluarga yang menjadi pendengar yang baik, pola komunikasi yang
tepat, penyampaian pesan yang jelas, keterlibatan perasaan dalam
berinteraksi.
2) Struktur kekuatan keluarga
Kekuatan keluarga diukur dari peran dominan anggota keluarga.
Oleh sebab itu, seseorang perawat membutuhkan data tentang siapa
yang dominan dalam mengambilan keputusan untuk keluarga,
mengelola anggaran, tempat tinggal, tempat kerja, mendidik anak
dan lain sebagainya.
3) Struktur peran keluarga
Setiap anggota keluarga memiliki perannya masing-masing. Tidak
ada satu pun anggota keluarga yang terlepas dari perannya, baik
47

dari orang tua maupun anak-anak. Peran ini berjalan dengan


sendirinya, meski tanpa disepakati terlebih dahulu. Perawat perlu
mengetahui seluruh peran tersebut dan bagaimana peran itu
dijalankan. Jika ada masalah dengan peran tersebut, siapa yang
biasanya akan memberikan pengertian, menilai pertumbuhan,
pengalaman baru, teknik dan pola komunikasi.

e. Fungsi keluarga
Fungsi keluarga ini juga telah dibahas pada bab sebelunya. Namun dari
setiap fungsi, beberapa hal perlu ditekankan dan harus diketahui oleh
perawat.
1) Fungsi efektif
a) Bagaimana pola kebutuhan keluarga dan responnya?
b) Apakah individu merasakan individu lain dalam keluarga?
c) Apakah pasangan suami istri mampu menggambarkan
kebutuhan personal lain dan anggota yang lain ?
d) Bagaimana sensitivitas antara anggota keluarga ?
e) Bagaimana keluarga menanamkan perasaan kebersamaan
dengan anggota keluarga ?
f) Bagaimana anggota keluarga saling memercayai, memberikan
perhatian dan saling mendukung satu sama lain?
g) Bagaimana hubungan dan interaksi keluarga dengan
lingkungan?
h) Apakah adanya kedekatan khusus anggota keluarga dengan
anggota keluarga yang lain, keterpisahan dan keterikatan ?
2) Fungsi sosial
a) Bagaimana keluarga membesarkan anak, termasuk pula kontrol
perilaku, penghargaan, disiplin, kebebasan dan ketergantungan,
hukuman, memberi dan menerima cinta sesuai tingkatan usia ?
siapa yang paling bertanggung jawab ?
b) Kebudayaan yang dianut dalam membesarkan kesehatan ?
48

c) Apakah keluarga merupakan resiko tinggi mendapat masalah


dalam membesarkan anak? Faktor risiko apa yang
memungkinkan ?
d) Apakah lingkungan memberikan dukungan dalam
perkembangan anak, seperti tempat bermain dan istirahat
dikamar tidur sendiri ?
3) Fungsi reproduksi
a) Berapa jumlah anak ?
b) Bagaimana keluarga merencanakan jumlah anak ?
c) Metode apa yang digunakan keluarga dalam pengendalian?

f. Stres dan koping keluarga


Dalam tahapan ini, seorang perawat harus mengetahui bagaimana
keluarga menghadapi dan merespon stresor, dan strategi apa yang
digunakan untuk menghadapi dan menyelesaikannya.

g. Pemeriksaan kesehatan
Data selanjutnya yang harus dikumpulkan oleh perawat adalah data
tentang kesehatan fisik. Tidak hanya kondisi pasien, melainkan
kesehatan seluruh anggota keluarga. Beberapa bagian yang harus
diperiksa adalah sebagai berikut :
1) Tanda-tanda vital
Tanda-tanda vital yang harus diperiksa adalah suhu badan, nadi,
pernafasan, dan tekanan darah.
2) Antropometri
Pemeriksaan ii meliputi tinggi badan, berat badan, lingkar perut,
lingkar kepala, dan lingkar lengan. Pada beberapa kasus, berat
badan akan mengalami penurunan.
3) Pernafasan
Pernafasan yang harus diperiksa meliputi pola pernafasan, bentuk
dada saat bernafas, dan apakah ada bunyi yang di luar kebiasaan
orang bernafas.
49

4) Cardiovasculer
Dalam pemeriksaan cardiovasculer ini biasanya tidak ditemukan
adanya kelainan, denyut nadi cepat dan lemah.
5) Pencernaan
Pemeriksaan pada pencernaan untuk mengetahui gejala mual dan
muntah, peristaltik usus, mukosa bibir dan mulut, anoreksia, dan
buang air besar.
6) Perkemihan
Perawat mencari tahu tentang volume diuresis. Apakah mengalami
penurunan atau justru peningkatan.
7) Muskuloskeletal
Dari pemeriksaan ini perawat akan mengetahui apakah ada outpu
yang berlebihan sehingga membuat fisik menjadi lemah.
8) Pengindraan
Indra yang perlu diperiksa oleh perawat utamanya adalah mata,
hidung dan telinga. Apakh masih normal atau sudah mengalami
perubahan atau kelainan.
9) Reproduksi
Apakah reproduksi masih berfungsi dengan baik atau sebaliknya.
Jika sebaliknya, maka gejala apa saja yang menunjukkan akan hal
itu.
10) Bagaimana kesadaran pasien selama menjalanin masa pengobatan
? apa yang membuat kesadaran menurun?

h. Harapan keluarga
Pada bagian ini perlu diuraikan bagaimana harapan keluarga pasien
terhadap penyakit yang diderita pasien. Selain itu, sebagai pendukung
dan motivasi, perawat juga perlu mengetahui bagaimana atau apa saja
harapan keluarga terhadap perawat.
50

2. Perumusan Masalah
Setelah dilakukan pengkajian, maka dapat dirumuskan masalah kesahatan
dalam keperawatan keluarga. Rumusan masalah kesehatan keluarga yang
dibuat tersebut harus menggambarkankeadaan kesehatan dan status
kesehatankeluarga. Dalam menyusun masalah kesehatan dan keperawatan
keluarga, kita harus mengacu pada tipologi masalah kesehatan dan
keperawatan serta sejumlah alasan dari ketidakmampuan keluarga dalam
melaksanakan tugas-tugas keluarga dalam bidang kesehatan. Berikut
tipologi masalah kesehatan keluarga yang dikelompokan menjadi 3
kelompok masalah besar :
a. Ancaman kesehatan
Ancaman kesehatan merupakan keadaan-keadaan yang dapat
memungkinkan terjadinya penyakit, kecelakaan, dan kegagalan dalam
mencapai potensi kesehatan. Ancaman kesehatan ini antara lain
sebagai berikut :
1) Penyakit keturunan, seperti asma bronkiale, diabetes.
2) Keluarga/anggota keluarga penderita penyakit menular, seperti
TBc, gonore, hepatitis.
3) Jumlah anggota keluarga terlalu besar dan tidak sesuai dengan
kemampuan dan sumber daya keluarga. Seperti keluarga
denganpemasukan kecil, tapi memiliki anak banyak.
4) Risiko terjadinya kecelakaan dalam keluarga. Seperti kebiasaan
meletakkan benda tajam disembarang tempat atau kondisi tangga
rumah yang terlalu curam.
5) Kekurangan atau kelebihan gizi dari masing-masing anggota
keluarga.
6) Sanitasi lingkungan buruk antara lain :
a) Ventilasi dan penerangan kurang baik
b) Tempat pembuangan samoah tidak memenuhi standar
c) Sumber air tercemari oleh tempat pembuangan tinja yang tidak
diperhitungkan
d) Tempat pembuangan air limbah yang tidak memenuhi syarat
51

e) Sumber air minum tidak memenuhi syarat


f) Kebisingan
g) Udara tercemar
7) Kebiasaan-kebiasaan yang merugikan kesehatan, antara lain
a) Merokok
b) Minuman keras
c) Kebiasaan telanjang kaki
d) Makan obat tanpa resep
e) Kebersihan personal kurang
8) Sifat kepribadian yang melekat, misalnya pemarah
9) Riwayat persalinan sulit
10) Memainkan peran yang tidak sesuai, misalnya anak wanita
memaikan peranan ibu karena meninggal. Anak laki-laki
memainkan peran ayah.
11) Imunisasi anak tidak lengkap
a) Kurang/ tidak sehat
kurang/tidak sehat adalah kegagalan dalam memantapkan
kesehatan. Lingkup dari kondisi ini antara lain :
b) Keadaan sakit, baik sesudah maupun sebelum diagnosa.
c) Kegagalan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak yang
tidak sesuai dengan pertumbuhan normal.
b. Situasi krisis
Situasi krisis adalah saat-saat yang banyak menuntut individu atau
keluarga dalam menyesuaikan diri termasuk juga dalam hal sumber
daya keluarga. Lingkup situasi ini antara lain sebagai berikut :
1) Perkawinan
2) Kehamilan
3) Persalinan
4) Masa nifas
5) Menjadi orang tua
6) Penambangan anggota keluarga, misanya bayi baru lahir
7) Abortus
52

8) Anak masuk sekolah


9) Anak remaja
10) Kehilangan pekerjaan
11) Kematian anggota keluarga pindah rumah

Ketidakmampuan keluarga dalam melaksanakan tugas-tugas kesehatan


dan perawatan dibagi dalam lima kelompok :
1) Ketidak sanggupan mengenal masalah kesehatan keluarga.
Adapun sebabnya antara lain :
a) Kurangnya ketidaktahuan / ketidaktahuan fakta
b) Rasa takut akibat masalah diketahui
c) Sikap dan fasafah hidup
2) Ketidak sanggupan keluarga mengambil keputusan dalam
melakukan tindakan yang tepat. Adapun sebabnya antara lain:
a) Tidak memahami mengenai sifat, berat, dan luasnya masalah
b) Masalah kehesatan tidak begitu menonjol
c) Keluarga tidak sanggup memecahkan masalah karena kurang
pengetahuan, dan kurang sumber daya keluarga
d) Tidak sanggup memilih tindakan diantara beberapa pilihan
e) Ketidak cocokan pendapat dari anggota-anggota keluarga
f) Tidak tahu tentang masalah kesehtan yang ada
g) Takut dari akibat tindakan
h) Sikap terhadap masalah kesahatan
i) Fasilitas kesehatan tidak terjangkau
j) Kurang percatya terhadap petugas dan lembaga kesehatan
k) Kesalahan informasi terhadap tindakan yang diharapkan
3) Ketidak maupuan merawat anggota keluarga yang sakit. Adapun
sebabnya antara lain :
a) Tidak mengetahui keadaan penyakit, misalnya: sifat, penyebab,
penyebaran penyakit, perjalanan penyakit, gejala, dan
perawatannya serta pertumbuhan dan perkembangan anak
b) Tidak mengetahui perkembangan perawatan yang dibutuhkan
53

c) Kurang / tidak ada fasilitas yang diperlukan untuk perawatan


d) Tidak seimbang sumber-sumber yanga da di dalam keluarga,
misalnya keuangan, anggota keluarga yang bertanggung jawa,
fasilitas fisaik untuk perawatan.
e) Sikap terhadap sakit
f) Konflik individu dalam keluarga
g) Sikap dan penadangan hidup
h) Perilaku yang mementingkan diri sendiri
Yang dapat memengaruhi kesehatan dan perkembangan pribadi
anggota keluarga. Adapun penyebabnya yaitu:
a) Sumber-sumber keluarga tidak cukup, diantaranya keuangan,
tanggung jawab/wewenang, keadaan fisik rumah yang tidak
memenuhi syarat
b) Kerang dapat melihat keuntungan dan manfaat pemeliharaan
lingkungan rumah
c) Ketidaktahuan pentingnya sanitasi lingkungan
d) Konflik personal dalam keluarga
e) Ketidaktahuan tentang usaha pencegahan penyakit
f) Sikap dan pandangan hidup
g) Ketidak kompakan keluarga, karena sifat mementingkan diri
sendiri, tidak ada kesepakatan, acuh tak acuh terhadap anggota
keluarga yang mempunya masalah
4) Ketidak mampuan menggunakan sumber di masyarakat guna
memelihara kesehatan. Adapun penyebab yaitu:
a) Tidak tahu bahwa fasilitas kesehatan itu ada
b) Tidak memahami keuntungan yang diperoleh
c) Kurang percaya terhadap petugas kesehatan dan lembaga
kesehatan
d) Rasa takut pada akibat dari tindakan
e) Pengalaman yang kurang baik dari petugas kesehatan
f) Tidak terjangkau fasilitas yang diperlukan
g) Rasa asing dan tidak ada dukungan dari masyarakat
54

h) Sikap dan falsafah hidup

3. Penerapan Prioritas
Dalam berbagai kasus, skala prioritas selalu dibutuhkan untuk
meminimalisir risiko, memaksimalkan perawatan dan pengobatan, serta
untukpengambilan keputusan yang tepat. Skala prioritas ini diperoleh dari
berbagai data yang telas didapat, untuk kemudian diolah dan pada
akhirnya skala perioritas ini akan membantu dalam penangan pada pasien,
baik untuk perawatan maupun keluarga. Contoh skala prioritas sebagai
berikut :
a. Skala prioritas keperawatan keluarga
NO. KRITERIA BOBOT PERHITUNGAN PEMBENARAN

Sifat Masalah
1. Skala : 1

Potensial = 1

Resiko =2

Aktual =3

2. Kemungkinan masalah untuk di 2


ubah :
Skala :

Mudah = 2

Sebagian =1

Tidak dapat = 0

3. Potensial masalah untuk di 1


cegah :
Skala :

Tinggi =3

Cukup =2

Rendah =1
55

4. Menonjolnya masalah : 1

Cegah

Skala :

Segera ditangani =2

Masalah ada tapi tidak perlu


= 1

Masalah tidak dirasakan= 0

Jumlah

Skoring

Setelah menentukan skala prioritas sesuai dengan tabel, langkah


selanjutnya membuat skoring. Rumus seperti berikut :

Skor
Bobot
Angka tertinggi

1) Tentukan angka dari skor tertinggi terlebih dahulu. Biasanya angka


tertinggi adalah 5.
2) Skor yang dimaksud diambil dari skla prioritas . tentu skor pada
setiap kriteria.
3) Skor dibagi dengan angka tertinggi.
4) Kemudian dikali dengan bobot skor.
5) Jumlahkan skor dari semua kriteria.
Dengan adanya prioritas, kita akan mengetahui tingkat kedaruratan
pasien yang membutuhkan penanganan cepat atau lambat, masing-
masing kriteria memberikan sumbangan masukan atas menanganan.
b. Kriteria sifat masalah
Menentukan sifat masalah ini dari tiga poin pokok, yaitu tidak/kurang
sehat, ancaman kesehatan dan keadaan sejahtera.
Tidak atau kurang sehat merupakan kondisi dimana anggota keluarga
terserang suatu penyakit. Hal ini mengacu pada kondisi sebelum
terkena penyakit dan perkembangan atau pertumbuhan yang tidak
sesuai dengan kondisi semmestinya.
56

Acaman kesehatan merupakan kondisi yang memungkinkan anggota


keluarga terserang penyakit atau mencapai kondisi petensial yang ideal
tentang kesehatan. Ancaman ini bisa berlaku dari penyakit yang ringan
hing paling berat. Sumber dari penyakit ini biasanya dari konsumsi,
pola hidup, gaya hidup sehari-hari.

Keadaan sejahtera suatu keluarga bisa menjadi penentu suatu masalah.


Kondisi akan mengacu pada tersedinya fasilitas kesehatan, konsumsi,
pola hidup, dan gaya hidup yang diterapkan oleh keluarga.

c. Kriteria kemungkinan masalah dapat diubah


Kriteria ini mengacu pada tingkat penanganan kasus pada pasien.
Tingkat penanganan terdiri dari tiga bagian, yaitu mudah,sebagian, dan
tidak ada kemungkinan untuk diubah. Sebaiknya, yang mudah terlebih
dahulu ditangani sebelum melakukan penanganan yang lain.

d. Kriteria pontensi pencegahan masalah


Potensi ini juga mengacu pada tingkatan, yaitu tinggi, cukup, dan
rendah. Berbedanya tingkatkan ditentukan oleh berbagai faktor.
Kemungkinan yang paling dekat adalah tingkat pendidik atau
perolehan informasi tentang kesehatan, kondisi kesejahteraan keluarga,
perhatian keluarga, fasilitas rumah, dan lain sebagainya.

e. Kriteria masalah yang mononjol


Masalah yang menonjol biasanya mudah terlihat ketika menangi
pasien. Namun hal ini tetap memerlukan pemeriksaan terlebih dahulu
agar tindakan terlebih dahulu agar tindakan yang dilakukan tepat.
Prioritas yang perlu ditangani berdasarkan :
1) Masalah yang benar-benar harus segera ditangani.
2) Ada maslah tetapi tetapi tidak harus segera ditangani.
3) Ada masalah tetapi tidak dirasakan.
57

4. Diagnosa Keprawatan
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai keluarga, atau
masyarakat yang diperoleh melalui suatu proses pengumpulan data dan
analisa data secara cermat, memberikan dasar untuk menetapkan tindakan-
tindakan dimana perawat bertanggung jawab untuk melaksanakannya.
a. Komponen diagnosa keperawtan
1) Problem (P/Masalah)
Masalah merupakan kondisi yang tidak sesuai dengan kondisi
ideal, atau sesuai dengan perkembangan. Hal ini menjadi acuan
perawat untuk memberikan gambaran kondisi pesien sebelum
dilakukan tindakan keperawatan. Tujuan dari diagnosis ini adalah
untuk menjelaskan status kesehatan pasien atau masalah kesehatan
yang sedang dihadapi dengan cara yang jelas dan singkat sehingga
mudah dipahami oleh pasien.

Hal ini akan mampu meningkatkan kerjasama perawat dalam


mendefinisikan diagnosis dari data pengkajian dan intervensi
keperawatan, sehingga dapat meningkatkan mutu asuhan
keperawatan.

2) Etiologi (E/Penyebab)
Dari masalah yang ada, memudian dicari berbagai penyebab yang
dapat menunjukan permasalahan. Penyebab inilah yang akan
memberikan arah terhadap terapi keperawatan. Penyebab yang
terjadi biasanya meliputi perilaku, lingkungan, interaksi, antara
perilaku dan lingkungan.
Unsur-unsur dalam identifikasi etiologi adalah :
a) Patofisiologi penyakit, yaitu semua proses penyakit, akut atau
kronis yang dapat menyebabkan / mendukung masalah.
b) Situasional yaitu pengaruh individu dan lingkungan. Hal ini
bisa menjadi sebab kurangnya pengetahuan, sosial, dan lain
sebagainya.
58

c) Medikasi yaitu fasilitas dari program pengobatan atau


perawatan.
d) Maturasional yaitu proses pertumbuhan menjadi dewasa.
Apakah pertumbuhan ini sesuai dengan usianya atau tidak.
e) Adolesent yaitu ketergantungan dalam kelompok yang
menyebabkan kurangnya inisiatif.
f) Young adult yaitu kondisi seseorang menikah, hamil, menjadi
orang tua.
g) Dewasa yaitu tekanan karier dan tanda-tanda pubertas.

3) Sign & symptom (S/Tanda & gejala)


Pada poin ini, yang perlu dikaji lebih lanjut adalah ciri, tanda atau
gejala. Sign and symptom merupakan informasi yang sangat
diperlukan untuk merumuskan diagnosis keperawatan.
Dari deskripsi di depan, maka ditentukan rumus yang sudah di
sepakati bersama. Rumus tersebut adalah : PE/PES.

b. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan diagnosa


keperawatan
Perawatan juga harus memperhatikan beberapa hal berikut sebelum
memutuskan diagnosa.
1) Berorientasi pada klien, keluarga dan masyarakat.
2) Bersfat aktual dan potensial.
3) Dapat diatasi dengan intervensi keperawatan.
4) Menyatakan masalah kesehatan individu, keluarga dan masyarakat,
serta faktor-faktor penyebab timbulnya masalah tersebut.

5. Rencana Keperawatan
Perencanaan adalah pengembangan strategi desain untuk mencegah,
mengurahi atau mengoreksi masalah-masalah yang diidentifikasikan pada
diagnosis keperawatan tahap ini, dimulai setelah menentukan diagnosis
keperawatan dan mengimpulkan rencana dokumentasi (Nursalam, 2002).
59

Membuat perencanaan merupakan salah satu tahapan dari proses


dimulainya tindakan untuk menuju tujuan yang lebih spesifik. Kriteria dan
standar merupakan penyertaan spesifik tentang hasil yang diharapkan dari
setiap tindakan keperawata berdasarkan tujuan khusus yang telah
ditetapkan.

6. Tindakan Keperawatan Keluarga


Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun. Pearwat
membantuk pasien mencapai tujuan yang diharapka, oleh karena itu
rencana tindakan yang spesifik ini dilaksanakan untuk memodifikasi fakto-
faktor yang memengaruhi maslah kesehatan pasien.
Tujuan dari pelaksanaan ini adalah membantu pasien dalam mencapai
tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan,
pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping.
Selama tahap pelaksanaan, perawat harus melakukan pengumpulan data
dan memilih tindakan keperawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan
pasien. Semua tindakan keperawatan dicatat kedalam format yang telah
ditetapkan oleh institusi.

7. Tahap Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap integral pada proses keperawatan. Apa yang
kurang dapat ditambahkan, dan apabila mendapatkan kasus baru dan
mampu diselesaikan dengan baik, maka hal itu disebut sebagai
keberhasilan atau temuan sebuah penelitian.
Evaluasi bisa dimulai dari pengumpulan data, apakah masih perlu direvisi
untuk menentukan, apakah informasi yang telah dikumpukan sudah
mencukupi, dan apakah perilaku yang diobservasi yang sudah sesuai.
Diagnosa juga perlu di evaluasi dala hal keakuratan dan kelengkapannya..
tujan dan intervensi evaluasi adalah untuk menentukan apakah tujuan
tersebut dapat dicapai secara efektif.
60

Tahap ini dilakukan sesuai dengan formatif dan sumatif. Evaluasi formatif
adalah evaluasi yang dilakukan selama proses asahun keperawatan,
seangkan evaluasi sumatif adalah evaluasi akhir.

Untuk dilakukam evaluasi, ada baiknya disusun dengan menggunakan


SOAP secara operasional :

S : adalah berbagai persoalan yang disampaikan oleh keluarga setelah


dilakukan tindakan keperawatan. Misalnya yang tadinya dirasakan
sakit, kini tidak sakit lagi.

O : adalah berbagai pesoalan yang ditemukan oleh perawat setelah


dilakukan tindakan keperawatan. Misalnya, berat badan naik 1 kg
dalam 1 bulan.

A : adalah analisa dari hasil yang telah dicapai dengan mengacu pada
tujuan yang terkait dengan diagnosis.

P : adalah perencanaan direncanakan kembali setelah mendapatkan hasil


dari respons keluarga pada tahap evaluasi.

Anda mungkin juga menyukai