Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

MAKNA DAN HAKEKAT PENDIDIKAN

Mata Kuliah : Ilmu Pendidikan

Dosen Pembimbing : Mohamad Nursalim Azmi, S.Ag.,M.Ag

Disusun oleh :

Kelompok I

Rifky Abdillah

Zainal Fikri

MAHASISIWA SEMESTER V

PRODI PENDIDIKAN BAHASA ARAB (PBA)

SEKOLAH TINGGI ILMU AL-QUR’AN (STIQ) AMUNTAI

TAHUN AKADEMIK 2020-2021


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr. wb.

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha


Penyayang. Segala puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT,
Tuhan semesta alam, yang karena hanya dengan rahmat serta karunia-Nya lah
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat pada waktu nya. Shalawat
serta salam selalu terlimpah dan dicurahkan kepada Junjungan Nabi Besar, Nabi
Muhammad SAW, serta keluarga dan sahabatnya.

Penyusun juga mengucapkan terima kasih banyak kepada Mu’allim


Mohamad Nursalim Azmi, S.Ag.,M.Ag selaku Dosen Ilmu Pendidikan Sekolah
Tinggi Ilmu Al-Qur’an (STIQ) Amuntai dalam menyusun makalah ini yang
berjudul “Makna dan Hakekat Pendidikan” sebagai pembelajaran bagi kita
semua.

Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini sangat jauh


dari kata sempurna. Karena itu penyusun memohon maaf atas segala kekurangan
dan keterbatasan ilmiah dalam makalah ini. Penyusun pun selalu mengharapkan
kritik dan saran yang membangun demi perbaikannya makalah ini. Semoga
makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua. Aamiin Ya Rabbal ‘Alamin.

Wassalamu’alaikum wr. wb.

Amuntai, 21 September 2020

Kelompok I
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan seperti sifat sasarannya yaitu manusia, mengandung


banyak aspek dan sifatnya sangat kompleks. Karena siafatnya yang kompleks
itu, maka tidak sebuah batasan pun yang cukup memadai untuk menjelaskan
arti pendidikan secara lengkap. Batasan yang di buat oleh para ahli beraneka
ragam, dan kandungannya berbeda yang satu dari yang lain. Perbedaan
tersebut mungkin karena orientasinya, konsep dasar yang digunakan, aspek
yang menjadi tekanan, atau karena falsafah yang melandasinya.

Kita sepakat bahwa pendidikan merupakan sesuatu yang tidak asing


bagi kita, terlebih lagi karena kita bergerak di bidang pendidikan. Juga pasti
kita sepakat bahwa pendidikan diperlukan oleh semua orang. Bahkan dapat
dikatakan bahwa pendidikan ini dialami oleh semua manusia dari semua
golongan. Tetapi seringkali orang melupakan makna dan hakikat pendidikan
itu sendiri. Layaknya hal lain yang sudah menjadi rutinitas, cenderung
terlupakan makna dasar dan hakikatnya.

Karena itu benarlah kalau dikatakan bahwa setiap orang yang terlihat
dalam dunia pendidikan sepatutnyalah selalu merenungkan makna dan hakikat
pendidikan, merefleksikannya di tengah-tengah tindakan/aksi sebagai buah
refleksinya.

Dengan demikian, pada bagian – bagian yang selanjutnya didalam


makalah ini akan di paparkan serta di jelaskan makna pendidikan secara
umum dan menurut para ahli. Dan juga akan di paparkan serta di jelaskan
hakekat pendidikan.
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan latar belakang masalah di atas, penyusun


dapat mengemukakan beberapa rumusan masalah sebagai berikut :

1. Apa yang di maksud dengan pendidikan ?


2. Apa hakekat pendidikan ?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui definisi pendidikan.
2. Untuk mengetahui hakekat pendidikan.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pendidikan

Makna pendidikan secara sederhana dapat diartikan sebagai usaha


manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam
masyarakat dan kebudayaannya. Dengan demikian, bagaimanapun
sederhananya peradaban suatu masyarakat, di dalamnya terjadi atau
berlangsung suatu proses pendidikan. Karena itulah sering dinyatakan
pendidikan telah ada sepanjang peradaban umat manusia.1

Dalam bahasa Arab pendidikan disebut Tarbiyah yang diambil dari


Rabba yang bermakna memelihara, mengurus, merawat, mendidik. Dalam
literatur-literatur berbahasa Arab kata Tarbiyah mempunyai bermacam macam
definisi. Definisi-definisi itu antara lain sebagai berikut:

a) Tarbiyah adalah proses pengembangan dan bimbingan jasad, akal dan jiwa
yang dilakukan secara berkelanjutan sehingga mutarabbi (anak didik) bisa
dewasa dan mandiri untuk hidup di tengah masyarakat. (Ath-Thabari:67).
b) Tarbiyah adalah kegiatan yang disertai dengan penuh kasih sayang,
kelembutan hati, perhatian bijak dan menyenangkan; tidak membosankan
(Al-Maraghi, Juz V; 34).
c) Tarbiyah adalah proses yang dilakukan dengan pengaturan yang bijak dan
dilaksanakan secara bertahap dari yang mudah kepada yang sulit.
d) Tarbiyah adalah mendidik anak melalui penyampaian ilmu, menggunakan
metode yang mudah diterima sehingga ia dapat mengamalkannya dalam
kehidupan sehari-hari (Fathul Bari Jilid I; 162).
e) Tarbiyah adalah kegiatan yang mencakup pengembangan, pemeliharaan,
penjagaan, pengurusan, penyampaian ilmu, pemberian petunjuk,
1
Yati Hardiyanti, “Arti, Hakekat dan Dasar Pendidikan”, Program pascasarjana,
Universitas Hasanuddin, 2011, hal.4
bimbingan, penyempurnaan dan perasaan memiliki terhadap anak didik.
(Al-Maraghi jilid III: 79).2

Pendidikan menurut pengertian Yunani adalah “pedagogik” yaitu ilmu


menuntun anak, orang Romawi memandang pendidikan sebagai “educare”,
yaitu mengeluarkan dan menuntun, tindakan merealisasikan potensi anak yang
dibawa dilahirkan di dunia. Bangsa Jerman melihat pendidikan sebagai
“Erzichung” yang setara dengan educare, yakni membangkitkan kekuatan
terpendam atau mengaktifkan kekuatan/potensi anak. Dalam bahasa inggris
pendidikan diterjemahkan menjadi “Education”. Dalam bahasa Jawa
pendidikan berarti panggulawentah (pengolahan), mengolah, mengubah,
kejiwaan, mematangkan perasaan, pikiran dan watak, mengubah kepribadian
sang anak. Sedangkan menurut Herbart pendidikan merupakan pembentukan
peserta didik kepada yang diinginkan sipendidik yang diistilahkan dengan
Educere.

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, pendidikan berasal dari kata


dasar “didik” (mendidik), yaitu memelihara dan memberi latihan (ajaran
pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Sedangkan pendidikan
mempunyai pengertian proses perubahan tingkah laku seseorang atau
kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan latihan, proses perluasan dan cara mendidik.3

Sedangkan definisi pendidikan menurut para ahli adalah sebagai


berikut:

a) Prof. DR. M.J. Langeveld adalah seorang ahli pendidikan bangsa Belanda
yang pendidikannya berorientasi ke Eropa dan lebih menekankan kepada
teori-teori (ilmu). Dapat dikenal dengan bukunya Paedagogik Teoritis
Sistematis. Menurut ahli ini pendidikan adalah: “bimbingan atau
pertolongan yang diberikan oleh orang dewasa kepada perkembangan anak
2
Rohimin dkk, “Hakikat Pendidikan”, Program Pascasarjana, Universitas Pendidikan
Indonesia, hal. 3-4
3
Yati Hardiyanti, loc. cit.
untuk mencapai kedewasaannya dengan tujuan agar anak cukup cakap
dalam melaksanakan tugas hidupnya sendiri tidak dengan bantuan orang
lain.4
b) John Dewey seorang ahli filsafat pendidikan Amerika pragmatisme dan
dinamis, pendidikan (education) diartikan sebagai “Proses pembentukan
kecakapankecakapan fundamental secara intelektual dan emosional ke
arah alam dan sesama manusia”. Menurutnya hidup itu adalah suatu proses
yang selalu berubah, tidak satupun yang abadi. Karena kehidupan itu
adalah pertumbuhan, maka pendidikan berarti membantu pertumbuhan
bathin tanpa dibatasi oleh usia. Dengan kata lain pendidikan adalah suatu
usaha manusia untuk membantu pertumbuhan dalam proses hidup tersebut
dengan membentukan kecakapan fundamental atau kecakapan dasar yang
mencakup aspek intelektual dan emosional yang berguna atau bermanfaat
bagi manusia terutama bagi dirinya sendiri dan bagi alam sekitar.
c) Ki Hajar Dewantara, sebagai Tokoh Pendidikan Nasional Indonesia,
peletak dasar yang kuat pendidikan Nasional yang progresif untuk
generasi sekarang dan generasi yang akan datang merumuskan pengertian
pendidikan sebagai berikut: Pendidikan adalah daya upaya untuk
memajukan budi pekerti, pikiran, serta jasmani anak, agar dapat
memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup dan menghidupkan anak
yang selaras dengan alam dan masyarakatnya.
d) Pengertian pendidikan yang tertera dalam Garis-Garis Besar Haluan
Negara (Tap MPR No.II/MPR/1988), dinyatakan sebagai berikut:
Pendidikan pada hakekatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan
kepribadian dengan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan
berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan dalam lingkungan keluarga,
sekolah, dan masyarakat. Karena itu pendidikan merupakan tanggung
jawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah.

4
L. Hendrowibowo, “KAJIAN ILMIAH TENTANG ILMU PENDIDIKAN”, Cakrawala
pendidikan tahun XIII, 1994, hal. 126
e) Definisi Pendidikan Menurut Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional
(UUSPN) No. 20 tahun 2003 Bab I, pasal 1 menggariskan pengertian:
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.5

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah segala


daya upaya dan semua usaha untuk membuat masyarakat dapat
mengembangkan potensi manusia agar memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, berkepribadian, memiliki kecerdasan,
berakhlak mulia, serta memiliki keterampilan yang diperlukan sebagai anggota
masyarakat dan warga negara. Di samping itu pendidikan merupakan usaha
untuk membentuk manusia yang utuh lahir dan batin cerdas, sehat, dan
berbudi pekerti luhur.

Dan lebih jelasnya pendidikan baik sengaja maupun tidak, akan


mampu membentuk kepribadian manusia yang matang dan wibawa secara
lahir dan batin, menyangkut keimanan, ketakwaan, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan bertanggung jawab.

Pendidikan tidak hanya berkaitan dengan masa lalu dan masa kini,
tetapi lebih penting lagi pendidikan bersangkutan dengan kehidupan manusia
masa mendatang. Dengan demikian, pendidikan dilaksanakan sekarang,
dengan modal pengalaman masa lalu, untuk diarahkan pada masa yang akan
datang. Untuk itulah kita dalam pendidikan harus memusatkan perhatian
kepada masalah yang akan datang.6

B. Hakekat Pendidikan

Pendidikan merupakan transfer of knowledge, transfer of value dan


transfer of culture and transfer of religius yang semoga diarahkan pada upaya

5
Yati Hardiyanti, op. cit. hal. 9-10
6
L. Hendrowibowo, op. cit. hal. 127
untuk memanusiakan manusia. Hakikat proses pendidikan ini sebagai upaya
untuk mengubah perilaku individu atau kelompok agar memiliki nilai-nilai
yang disepakati berdasarkan agama, filsafat, ideologi, politik, ekonomi, sosial,
budaya dan pertahanan keamanan.

Hakikat pendidikan adalah kemampuan untuk mendidik diri sendiri.


Dalam konteks ajaran Islam hakikat pendidikan adalah mengembalikan nilai-
nilai ilahiyah pada manusia (fitrah) dengan bimbingan Alquran dan as-Sunnah
(Hadits) sehingga menjadi manusia berakhlakul karimah (insan kamil) Dengan
demikian hakikat pendidikan adalah sangat ditentukan oleh nilai-nilai,
motivasi dan tujuan dari pendidikan itu sendiri. Maka hakikat pendidikan
dapat dirumuskan sebagi berikut :

a) Pendidikan merupakan proses interaksi manusiawi yang ditandai


keseimbangan antara kedaulatan subjek didik dengan kewibawaan
pendidik.
b) Pendidikan merupakan usaha penyiapan subjek didik menghadapi
lingkungan yang mengalami perubahan yang semakin pesat.
c) Pendidikan meningkatkan kualitas kehidupan pribadi dan masyarakat.
d) Pendidikan berlangsung seumur hidup dan pendidikan merupakan kiat
dalam menerapkan prinsip-prinsip ilmu.7

Dalam literatur lain di sebutkan bahwa pendidikan menempati posisi


strategis dalam peningkatan kualitas dan kapasitas seseorang untuk
mengarungi kehidupan. Ki Hadjar Dewantara menempatkan pendidikan
sebagai aktivitas yang kompleks dan mencakup pengembangan kualitas
manusia secara komprehensif.

Menurutnya pendidikan adalah “daya-upaya untuk memajukan


bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect) dan
tubuh anak” (Dewantara, 1962). Proses pendidikan harus memberi perhatian,
perlakuan dan tuntunan yang seimbang dalam pengembangan karakter,
7
Yati Hardiyanti, op. cit. hal. 11
intelek, dan jasmani anak didik sehingga menghasilkan sumber daya manusia
paripurna.

Ki Hadjar menegaskan bahwa pendidikan merupakan upaya menuntun


segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka sebagai manusia
dan anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang
setinggi-tingginya. Tuntunan mengisyaratkan bahwa perkembangan anak
berada di luar kecakapan dan kehendak pendidik karena anak memilik kodrat
tersendiri.

Ki Hadjar Dewantara (1962) menyatakan, “kita kaum pendidik hanya


dapat menuntun tumbuhnya atau hidupnya kekuatan-kekuatan itu, agar dapat
memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya itu.” Kutipan
tersebut menggambarkan perspektif beliau bahwa pendidikan merupakan
proses yang holistik dan integratif. Pengembangan berbagai dimensi
manusiawi anak harus ditangani secara berkelanjutan dan melibatkan sinergi
orang tua, guru, masyarakat, pengambil kebijakan di pemerintahan, dan lain-
lain.

Pendidikan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebudayaan.


pendidikan harus berpijak pada kebudayaan yang dinamis dan mengalami
adaptasi secara berkesinambungan. Menurut Ki Hadjar, pendidikan dibangun
dengan menempatkan nilai seperti kehalusan rasa, persaudaraan, sopan santun
dalam tutur kata dan tindakan sebagai fondasinya.8

Dan dalam literatur lain juga di jelaskan bahwa hakikat pendidikan


bagi manusia dapat diuraikan sebagai berikut :

a) Manusia sebagai makhluk Tuhan

Manusia adalah makhluk Allah yang paling sempurna. Manusia lahir


dalam keadaan lemah, tidak berdaya apa-apa. Dan dari ketidak berdayaan
inilah lalu manusia berusaha dengan menggunakan akal dan pikirannya.
8
Al Musanna, ”Indigenisasi Pendidikan: Rasionalitas Revitalisasi Praksis Pendidikan Ki
Hadjar Dewantara”, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 2, Nomor 1, 2017, hal. 121
Manusia menggunakan lingkungan sebagai ajang belajar. Akhirnya dengan
pendidikan manusia mempelajari lingkungannya. Dengan pendidikan manusia
menjadi “berdaya” atau “mampu”.

Koentjaraningrat mengatakan bahwa manusia itu memperoleh segala


sesuatunya dengan belajar. Ia mengatakan bahwa segala sesuatu yang menjadi
milik manusia itu diperoleh dengan belajar.9

b) Manusia memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing

Manusia akan membagi kelebihannya dengan manusia lain, sedangkan


sebagai makhluk individual manusia butuh mencukupi kekurangan pada
dirinya. Sebagai makhluk sosial pula, manusia berhubungan dengan banyak
orang. Ia akan belajar dari manusia dan juga alam di sekelilingnya. Kemudian
yang berada di sekelilingnya itu akan diserap ke dalam otaknya dan akan
menjadi miliknya. Dengan demikian manusia akan belajar dari lingkungannya.

c) Manusia secara kodrati memiliki potensi yang dibawa sejak lahir

Sebagai manusia ia juga memiliki kemampuan yang dibawa sejak


lahir. Kemampuan atau potensi ini menurut ilmu jiwa disebut bakat (talent).
Bakat sejak lahir itu perlu pemupukan dari lingkungannya terutama keluarga.
Oleh karena sebagai manusia memiliki kekurangan maka untuk
mengembangkan bakat ini dibutuhkan juga pendidikan.

d) Manusia merupakan suatu proses

Manusia itu sejak lahir sampai dewasa mengalami suatu “proses”.


Proses yang panjang ini dilalui dengan pendidikan, yaitu dengan memperoleh
“nilai” yang diperoleh dari masyarakatnya. Masyarakat keluarga, masyarakat
sekolah, masyarakat tempatnya bekerja, dan masyarakat tempat manusia itu
bergaul. Secara holistik, nilai ini diraih dalam rangka “memanusiakan”
dirinya. Pernyataan bahwa pendidikan itu dialami manusia sejak lahir hingga

9
Koentjaraningrat, Pengantar Antopologi I, (Jakarta: Rineka Putra, 1996), hal. 72
dewasa, hal tersebut mengisyaratkan bahwa pendidikan itu dimulai sejak kecil
hingga dewasa.

Maka jika dari kecil sudah diberi pendidikan seperti tersebut di atas,
dan selama hidup, lingkungannya juga membentuk manusia lahir dan
batinnya, maka ketika dewasa pun akan membentuk karakter. Oleh karena itu
dapat disebutkan bahwa manusia adalah suatu proses.

e) Manusia sebagai makhluk individu

Manusia hidup sebagai dirinya sendiri. Dalam mengarungi hidupnya


bagaikan “orang buta yang berjalan di tengah hutan pada malam hari musim
hujan”. Ia tidak tahu dirinya, bahkan tidak kenal dengan dirinya sendiri. Oleh
karena itu, manusia melakukan upaya menemukan jati dirinya. Upaya-upaya
ini dilakukan dengan belajar dari lingkungannya yaitu dengan pendidikan
yang dilakukannya dalam jangka waktu yang tidak ada batasnya, yaitu
sepanjang hayat di kandung badan, sepanjang hidupnya.

Jati diri manusia adalah “kematangan” atau “kedewasaan”. Yang


dimaksud adalah matang secara ragawi, matang secara rohani, matang
intelektual. Di samping itu juga matang dalam berhubungan baik secara
horizontal (hubungan antar manusia dengan manusia dan alam lingkungan)
maupun hubungan vertikal (hubungan manusia dengan Tuhannya). Penemuan
“jati diri” yang benar inilah yang akan menobatkan manusianya sebagai
manusia.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa hakekat pendidikan


adalah pendidikan untuk manusia dan dapat diperoleh selama manusia lahir
hingga dewasa.

a) Manusia mengusahakan proses yang terus menerus. Manusia melakukan


rekonstruksi pengalaman dan sekaligus merupakan proses pertumbuhan
yang mengarah ke pertumbuhan selanjutnya. Hal ini disebut proses of
continues reconstruction of expressi.
b) Relevansi tersebut merupakan tuntutan sejak kecil, remaja, hingga dewasa.
Masa relevansi juga sejak di pendidikan dasar sampai perguruan tinggi,
dan masa dunia kerja. Masa relevansi itu terus menerus secara kontinuitas.
c) Masa penyesuaian diri adalah masa fleksibilitas luwes yang disesuaikan
dengan kebutuhan diri pada masanya. Artinya manusia harus bisa dan
mampu serta mau menyesuaikan dengan keadaan lingkungannya.
Lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, desa, kota. Manusia juga harus
menyesuaikan diri dengan segala situasinya, berpendidikan ataukah
kurang perpendidikan, miskin atau kaya. Di samping itu juga ia harus
menyesuaikan diri dengan tempat atau penyesuaiakan diri secara
geografis.
d) Cita-cita manusia itu harus sesuai dengan tanggung jawab manusia dan
pendidikannya, baik pendidikan formal maupun pendidikan
masyarakat/lingkungan.
e) Manusia memiliki upaya sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui
bimbingan pengajaran agar menguasai kemampuan sesuai dengan peran
yang harus dimainkan manusia.10

BAB III

10
Yuli Sectio Rini, “PENDIDIKAN: HAKEKAT, TUJUAN, DAN PROSES” , jurnal,
hal. 6-9
PENUTUP

A. Simpulan

Pendidikan adalah segala daya upaya dan semua usaha untuk membuat
masyarakat dapat mengembangkan potensi manusia agar memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, berkepribadian, memiliki kecerdasan,
berakhlak mulia, serta memiliki keterampilan yang diperlukan sebagai anggota
masyarakat dan warga negara. Di samping itu pendidikan merupakan usaha
untuk membentuk manusia yang utuh lahir dan batin cerdas, sehat, dan
berbudi pekerti luhur.

Dan lebih jelasnya pendidikan baik sengaja maupun tidak, akan


mampu membentuk kepribadian manusia yang matang dan wibawa secara
lahir dan batin, menyangkut keimanan, ketakwaan, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan bertanggung jawab.

Hakikat pendidikan adalah upaya sadar untuk mengembangkan potensi


yang dianugerahkan Tuhan kepada manusia dan diarahkan pada tujuan yang
diharapkan agar memanusiakan manusia atau menjadikannya sebagai insan
kamil, manusia utuh atau kaffah

Hakikat pendidikan adalah kemampuan untuk mendidik diri sendiri.


Dalam konteks ajaran Islam hakikat pendidikan adalah mengembalikan nilai-
nilai ilahiyah pada manusia (fitrah) dengan bimbingan Alquran dan as-Sunnah
(Hadits) sehingga menjadi manusia berakhlakul karimah (insan kamil) Dengan
demikian hakikat pendidikan adalah sangat ditentukan oleh nilai-nilai,
motivasi dan tujuan dari pendidikan itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

Rohimin dkk, “Hakikat Pendidikan”, Makalah.

Yati Hardiyanti, 2011, “Arti, Hakekat dan Dasar Pendidikan”, Makalah.

Koentjaraningrat. 1996. Pengantar Antopologi I. Jakarta: Rineka Putra.

Yuli Sectio Rini, “PENDIDIKAN: HAKEKAT, TUJUAN, DAN PROSES” , Jurnal___

L. Hendrowibowo, 1994, “KAJIAN ILMIAH TENTANG ILMU PENDIDIKAN”,


Cakrawala pendidikan tahun XIII.

Al Musanna, 2017, ”Indigenisasi Pendidikan: Rasionalitas Revitalisasi Praksis


Pendidikan Ki Hadjar Dewantara”, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 2,
Nomor 1.

Anda mungkin juga menyukai