Anda di halaman 1dari 3

Sulawesi Selatan (disingkat Sulsel) adalah sebuah provinsi di Indonesia yang terletak di bagian

selatan Sulawesi. Ibu kotanya adalah Makassar. Provinsi ini berbatasan dengan Sulawesi Tengah
dan Sulawesi Barat di utara, Teluk Bone dan Sulawesi Tenggara di timur, Selat Makassar di
barat dan Laut Flores di selatan.

Letak Wilayah Sulawesi Selatan 0o12’ – 8’ Lintang Selatan dan 116o48’ – 122o36’ Bujur Timur yang
dibatasi Sebelah Utara Sulawesi Barat, Sebelah Timur Teluk Bone dan Sulawesi Tenggara, Sebelah Barat
Selat Makassar, Sebelah Selatan Laut Flores.

Luas Wilayah Sulawesi Selatan 46.717,48 km2 dengan Jumlah Penduduk Tahun 2012 ¬+
8.214.779 Jiwa dengan Kepadatan Penduduk 175,84 Jiwa/km2 yang tersebar di 24 Kabupaten/Kota yaitu
21 kabupaten dan 3 kotamadya, 304 kecamatan, dan 2.953 desa/kelurahan, yang memiliki 4 suku daerah
yaitu suku Bugis, Makassar, Mandar dan Toraja.

Kesenian tradisional Sulawesi Selatan yang beragam dan penuh dengan nilai estetika tinggi,
tentu saja harus dilestarikan sehingga tidak tergerus zaman. Mulai dari bahasa daerah, tari
tradisional, alat musik hingga upacara tradisional tentu saja bakal membuat kamu takjub ketika
berwisata ke provinsi dengan sebutan Ujung Pandang ini.

1. Bahasa Daerah

Bahasa merupakan sarana komunikasi dengan individu lainnya. Nah, di Sulawesi Selatan
sendiri, menggunakan bahasa daerah yang umumnya adalah bahasa Bugis. Ini termasuk
salah satu kesenian tradisional Sulawesi Selatan yang dianggap paling beragam, karena
penggunaan dialeknya yang berbeda-beda.

Selain bahasa Bugis, masyarakat di sana juga menggunakan bahasa Mangasara yang
mana bahasa ini biasa digunakan oleh suku Makasar dengan beberapa dialek seperti
dialek Gowa, Mars, Turatea, dan Pangkep.

Lalu ada pula bahasa Toraya yang tentu saja digunakan oleh suku Toraja

Kesenian tradisional Sulawesi Selatan yang satu ini merupakan satu diantara kesenian
paling terkenal di masyarakat Indonesia. Tari Kipas Pakarena merupakan tarian
tradisional dari daerah Goa, Sulawesi Selatan.

Tarian ini dimainkan di acara-acara yang sifatnya menghibur dan tak jarang juga
dilakukan untuk melengkapi upacara adat.
Dalam pertunjukan, Tari Kipas Pakarena ditampilan dengan jumlah penari sebanyak 5
hingga 7 orang dan dengan menggunakan busana adat serta diiringi alat musik
Gondrong Rinci (perpaduan antara gendrang dan seruling).

Menurut mitos yang beredar di masyarakat, tarian ini berawal dari perpisahan antara
penghuni negeri khayangan dengan penghuni bumi.

Sebelum berpisah inilah, para penghuni negeri khayangan mengajarkan cara bertahan
hidup lewat gerakan badan dan kaki. Gerakan tersebut lalu digunakan oleh penduduk
bumi untuk mengungkapkan rasa syukurnya.

Di Sulsel terdapat banyak etnis dan suku tapi yang paling mayoritas adalah Suku Makassar, Bugis
dan Toraja. Demikian juga dalam pemakaian bahasa sehari-hari, ketiga etnis tersebut lebih dominan.
Bahkan Kebudayaan yang paling terkenal hingga keluar negeri ialah Budaya dan adat Tana Toraja
yang khas dan menarik.

Selain itu, untuk rumah adat di Sulsel yang berasal dari ketiga daerah Makassar, Bugis dan Tana
Toraja memiliki arsitektur yang hampir sama bentuknya. Rumah-rumah tersebut dibangun di atas
tiang-tiang sehingga rumah adat yang ada memiliki kolong dibawahnya.

Dari sekian banyak adat yang terdapat di Sulawesi selatan adat istiadat dari kabupaten
tana toraja lah yang sangat terkenal.

Di Tana Toraja wisatawan tidak hanya dapat berburu tujuan wisata instagrammable,
tetapi mereka juga dapat menyaksikan berbagai tradisi unik dan tidak biasa dalam gaya
Toraja. Bahkan beberapa budaya Tana Toraja telah dikenal di seluruh dunia karena
keunikannya.

Berbagai tradisi warisan leluhur masih dilakukan oleh orang Toraja tetapi hanya dapat
disaksikan pada waktu-waktu tertentu. 

Dua di antaranya yaitu ritual manene dan rambu solo

Pernah melihat orang mati berjalan dalam kenyataan? Nah, di Tana Toraja Anda
akan menemukan hal-hal yang tidak biasa ini. Ma’nene adalah nama ritual.

Ma’nene adalah upacara tradisional untuk menggantikan pakaian mayat para


leluhur. Upacara ini diadakan setiap tiga tahun dan biasanya pada bulan Agustus.
Ritual Ma’nene dilakukan secara khusus oleh orang-orang Baruppu di desa terpencil
Toraja Utara. Masyarakat adat Toraja percaya bahwa jika ritual itu tidak dilakukan,
maka sawah dan ladang tanaman mereka akan dirusak oleh hama dan ulat yang
datang secara tiba-tiba.

Ketika Ma’nene dilakukan, peti mati para leluhur akan dipindahkan dari kuburan
batu dan ditempatkan di arena upacara. Tulang dan mayat yang tidak dikomposisi
dibersihkan dengan mencuci mereka dan kemudian pakaian diganti.

Untuk mayat, pria akan mengenakan pakaian lengkap dengan dasi dan kacamata
hitam baru. Biasanya pakaian diberikan oleh cucu dan anak-anak mereka yang
telah berhasil. Mereka memperlakukan mayat seolah masih hidup dan dianggap
masih menjadi bagian dari keluarga.

Kegiatan ini dilakukan selama tiga puluh menit. Setelah mengganti pakaian mayat
leluhur, orang-orang kemudian berkumpul untuk menikmati makanan bersama.
Ma’nene biasanya dilakukan bersamaan dengan upacara tradisional Rambu Solo, di
mana keluarga membawa hewan untuk pengorbanan seperti babi atau kerbau ke
kuburan untuk meminta perlindungan dan berdoa untuk rezeki berlimpah.

Yang kedua ada

Rambu Solo adalah upacara tradisional untuk kematian komunitas Tana Toraja
yang bertujuan untuk menghormati dan membebaskan roh orang-orang yang telah
mati ke alam roh, untuk mengembalikan mereka ke keabadian bersama leluhur
mereka di tempat peristirahatan.

Upacara ini juga disebut upacara peningkatan kematian karena orang yang telah
meninggal dianggap benar-benar mati jika seluruh prosesi upacara dipenuhi. Jika
tidak, maka orang yang meninggal hanya dianggap orang yang “sakit” atau “lemah”,
jadi dia masih diperlakukan seperti orang yang masih hidup, membaringkan mereka
di tempat tidur dan diberi makanan dan minuman dan bahkan diundang untuk
berbicara.

Di komunitas Toraja, upacara pemakaman adalah yang paling penting dan mahal.
Seseorang yang lebih kaya dan lebih kuat adalah, semakin mahal layanan
pemakamannya. Tradisi ini dapat berlangsung selama beberapa hari sesuai dengan
status sosial keluarga pengurus Rambu Solo.

Anda mungkin juga menyukai