Anda di halaman 1dari 2

2. Penentuan DX?

Jawab :
Berdasarkan hasil diskusi kami selama SGD sesi 2, kami menyimpulkan untuk
mendiagnosis pasien dengan TB Paru. Diagnosis ini kami tegakkan berdasarkan pada
hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan foto rontgen thorax dari pasien.
Dari anamnesis diketahui bahwa pasien datang dengan gejala batuk-batuk disertai
dahak selama 3 minggu dan terdapat bercak darah pada 3 hari terakhir, selain itu terdapat
gejala tambahan seperti demam yang tidak terlalu tinggi, anoreksia, penurunan BB dan
sering berkeringat di malam hari. Jika disambungkan dengan DD yang kami tentukan
gejala klinis yang di derita pasien cenderung mengarah ke penyakit TB paru dan
Pneumonia.
Dari vital sign didapatkan hasil TD dalam keadaan normal sedangkan nadi, suhu
dan frekuensi pernapasan sedikit meningkat dari batas normal. Pada pemeriksaan perkusi
didapatkan paru sonor yang berarti normal sedangkan pada auskultasi terdapat kelainan
berupa penurunan suara napas terutama pada apeks paru dan terdapat suara ronkhi pada
kedua lapang paru. Dari hasil pemeriksaan fisik kita sudah mulai bisa menyingkirkan DD
Pneumonia karena gejala khas dari pneumonia biasanya akan terdapat demam yang tinggi
(>40 derajat celcius). Selain itu, ditemukannya penurunan suara napas pada apex paru
memperkuat diagnosis TB paru.
Terkahir, dari hasil pemeriksaan rontgen foto thorax didapatkan gambaran
infiltrasi disertai kavitas pada bagian apex paru. Dari hasil tersebut saja kita sudah bisa
mendiagnosis seorang pasien sebagai TB paru tanpa perlu melakukan pemeriksaan
penunjang lain seperti tes BTA.

4. Faktor resiko DX?


Jawab :
Banyak faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya penyakit TB paru.Adapun
faktor tersebut dapat berupa faktor individu, faktor kuman, dan factor lingkungan.Faktor
Individu dapat berupa berbagai hal yang mempengaruhi daya tahan tubuh individu
tersebut, misalnya HIV/AIDS, malnutrisi, Diabetes Melitus (DM), dan penggunaan
immunosupresan. Faktor kuman dapat berupa konsentrasi kuman dan lama kontak
dengan kuman. Faktor lingkungan dapat berupa ventilasi, kepadatan, serta pencahayaan
dalam ruangan.
Status gizi merupakan faktor penting dalam terjadinya suatu penyakit infeksi
misalnya TB.Status gizi buruk memudahkan seseorang yang terinfeksi bakteri TB
menjadi menderita TB Berdasarkan hasil penelitian Liendhardt dkk. Didapatkan
hubungan bermakna antara DM dengan kejadian TB paru di Afrika Selatan. Pasien DM
memiki risiko menderita TB sebesar 4,5 kali lipat (OR=4,5). Perubahan gaya hidup dan
pola diet meningkatkan prevalensi diabetes di Negara miskin dan berkembang dengan
kejadian TB yang tinggi pula.
Penelitian yang dilakukan Fatimah (2008) di Kabupaten Cilacap menunjukkan
risiko terjadinya TB Paru meningkat 4,9 kali lebih besar pada rumah responden yang
memiliki ventilasi tidak memenuhi syarat dibandingkan rumah responden yang memiliki
ventilasi memenuhi syarat (OR=4,93). Penelitian Tulhusna mendapatkan hubungan
bermakna antara kepadatan hunian rumah dengan kejadian TB paru, reponden dengan
kepadatan hunian rumah yang tidak memenuhi syarat 4,5 kali berisiko terkena
tuberkulosis paru
dibandingkan responden yang kepadatan rumahnya memenuhi syarat Berdasarkan hasil
penelitian Putra yang diakukan di Kota Solok terdapat hubungan antara pencahayaan
rumah dengan kejadian TB paru. Pencahayaan rumah yang kurang baik meningkatkan
risiko TB sebesar 5,9 kali lebih besar

Refrensi :
 Pedoman diagnosis & tatalaksana Tuberkulosis oleh PDPI (Perhimpunan Dokter
Paru Indonesia)
 Jurnal Kedokteran Andalas, Tahun 2015, Vol. 4 No. 1, “Faktor Risiko yang
Berhubungan dengan Kejadian Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas
Andalas Tahun 2013”

Anda mungkin juga menyukai