Jawab :
Berdasarkan hasil diskusi kami selama SGD sesi 2, kami menyimpulkan untuk
mendiagnosis pasien dengan TB Paru. Diagnosis ini kami tegakkan berdasarkan pada
hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan foto rontgen thorax dari pasien.
Dari anamnesis diketahui bahwa pasien datang dengan gejala batuk-batuk disertai
dahak selama 3 minggu dan terdapat bercak darah pada 3 hari terakhir, selain itu terdapat
gejala tambahan seperti demam yang tidak terlalu tinggi, anoreksia, penurunan BB dan
sering berkeringat di malam hari. Jika disambungkan dengan DD yang kami tentukan
gejala klinis yang di derita pasien cenderung mengarah ke penyakit TB paru dan
Pneumonia.
Dari vital sign didapatkan hasil TD dalam keadaan normal sedangkan nadi, suhu
dan frekuensi pernapasan sedikit meningkat dari batas normal. Pada pemeriksaan perkusi
didapatkan paru sonor yang berarti normal sedangkan pada auskultasi terdapat kelainan
berupa penurunan suara napas terutama pada apeks paru dan terdapat suara ronkhi pada
kedua lapang paru. Dari hasil pemeriksaan fisik kita sudah mulai bisa menyingkirkan DD
Pneumonia karena gejala khas dari pneumonia biasanya akan terdapat demam yang tinggi
(>40 derajat celcius). Selain itu, ditemukannya penurunan suara napas pada apex paru
memperkuat diagnosis TB paru.
Terkahir, dari hasil pemeriksaan rontgen foto thorax didapatkan gambaran
infiltrasi disertai kavitas pada bagian apex paru. Dari hasil tersebut saja kita sudah bisa
mendiagnosis seorang pasien sebagai TB paru tanpa perlu melakukan pemeriksaan
penunjang lain seperti tes BTA.
Refrensi :
Pedoman diagnosis & tatalaksana Tuberkulosis oleh PDPI (Perhimpunan Dokter
Paru Indonesia)
Jurnal Kedokteran Andalas, Tahun 2015, Vol. 4 No. 1, “Faktor Risiko yang
Berhubungan dengan Kejadian Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas
Andalas Tahun 2013”