Anda di halaman 1dari 8

Nama : Tantrifosa Cendana

Kelas : 12 IPS 1

No : 29

DEMOKRATISASI DI MYANMAR

Prinsip – prinsip demokrasi di negara – negara Asia Tenggara dipandang secara

beragam dan tidak dapat dilepaskan dari perkembangan ekonomi dan politik di masing –

masing negaranya. ada tiga negara di asia tenggara yang sudah dianggap mencapai demokrasi

yaitu Indonesia, Thailand, Filipina. ada juga beberapa negara yang masih dikatakan sistem

politiknya dikuasai oleh pemerintahnya atau otoriter yaitu Kamboja, Laos, Vietnam dan

Myanmar.

Myanmar merupakan salah satu negara di Asia Tenggara yang berbatasan dengan

China, Thailand, India, Bangladesh dan Laos, memiliki sejarah yang kaya dan budaya yang

sudah ada ribuan tahun lamanya. Myanmar memiliki ratusan kelompok etnis yang berbeda

yang mempraktikkan berbagai macam agama, termasuk agama Buddha, Kristen, Islam, Hindu

dan animisme (meskipun Buddhisme dipraktekkan oleh sebagian besar orang-orang - hampir

90%) .

Myanmar merupakan negara bekas jajahan Inggris dan pada awal kemerdekaannya

pada tahun 1948 bernama Burma. Myanmar sempat menjalankan sistem pemerintahan yang

demokrasi pada saat dibawah pemerintahan sipil U Nu, dimana Myanmar pada saat itu juga

menjalankan sistem parlementer.

Pada pemilu tahun 1960 yang dimenangkan oleh U Nu, selama U Nu menjabat

banyak muncul para pemberontak yang kontra terhadapnya. Hal ini menjadikan Myanmar

pada saat itu Burma berada di posisi kritis dalam segi politik,ekonomi maupun sosial.

Desakan kuat oleh warga negara Myanmar untuk menciptakan stabilitas politik direspon

oleh pihak militer yang pada akhirnya memberi dua tahun kesempatan kepada pemerintah
untuk memulihkan kondisi ekonomi politik.

Setelah diketahui U NU telah gagal dalam pemerintahannya,warga Myanmar yang

pro terhadap militer dan juga militer Myanmar melakukan kudeta terhadap U Nu pada 2

Maret 1962. Tumbangnya rezim U Nu merupakan awal mula pemerintah militer di

Myanmar.

Saat ini, bentuk pemerintahan Myanmar adalah junta militer yang dikenal dengan

nama Junta atau Tatmadaw, dan The State Peace and Development Council (SPDC)

merupakan satu – satunya partai politik di bawah naungan junta militer yang menguasai

suara – suara politik di Myanmar. junta militer adalah suatu bentuk pemerintahan negara

Myanmar dimana militer yang menguasai pemerintahan suatu negara.

Junta militer telah berkuasa di Myanmar sejak terjadinya kudeta militer oleh

Jenderal Ne Win terhadap pemerintahan sipil yang saat itu dipimpin oleh U Nu pada tahun

1962, dimana Ne Win menganut asa-asas komunis dan dan mengotoriterkan Myanmar.

Sampai pada masa Jenderal Than Shwe. Jenderal Than Shwe mulai mengambil posisi

kepemimpinan di Myanmar dimulai sejak tahun 1992 sampai dengan perubahan konstitusi

baru dibuat pada tahun 2008.

Ketika dalam penguasaan Jenderal Than Shwe, kebijakan junta militer tetaplah

sama,yakni menghilangkan nilai- nilai demokrasi dan menggantikannya dengan tatanan

yang bersifat sentralistik dan otoriter. nilai-nilai demokrasi yang telah diabaikan junta

militer tersebut menyebabkan pelanggaran HAM menjadi hal biasa di Myanmar, yang pada

akhirnya pihak sipil hanyalah sebagai penonton dan tidak terlibat menciptakan demokrasi

partisipatoris.

Demokrasi di Myanmar dapat dianggap sebagai demokrasi yang mengalami

kebekuan atau stagnan. artinya terdapat penerapan demokrasi, namun semangat demokrasi

yang seharusnya memberikan kebebasan serta peran utama kepada pihak sipil menjadi tidak
ada. bahkan junta militer yang mengambil alih kekuasaan, mengendalikan semua sistem

pemerintahan.

Sementara masyarakat sipil yang berupaya mewujudkan demokrasi melalui

supremasi sipil mengalami penekanan yang sangat luar biasa, dimana pemilu dilakukan

tetapi peserta yang melakukan pemilu adalah partai politik bentukan junta militer untuk

mempertahankan kekuasaannya.

Sejak junta militer memerintah di Myanmar tahun 1962, banyak sekali terjadi

pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang dilakukan oleh junta militer. seperti tidak

adanya pengadilan yang independen dan juga junta militer.

Di samping itu pula, pemerintah junta militer membatasi akses internet dan

hubungan dengan dunia internasional sehingga masyarakat myanmar dapat dikontrol

sepenuhnya oleh junta militer. semua itu merupakan serangkaian kebijakan junta militer

yang ingin tetap melanggengkan kekuasaannya dibawah kontrol pemerintahan junta

militer.

A. Junta Militer era Ne Win

Pembahasan Rezim Militer Myanmar secara garis besar terbagi dalam 3 periode

pemimpin, yaitu Ne Win, Saw Maung, Than Shwe. Ne win memimpin Myanmar sejak

1962 – 1988. Dalam masa kepemimpnan rezim militer ne win pendekatan militer dengan

nilai – nilai sosialisme menjadi instrument untuk mendapatkan legitimasi pemerintahan.

Ne Win mendirikan burnese socialist program party ( bspp ) sebagai satu – satunya

partai yang boleh melakukan aktifitas politik. ia juga membatasi kebebasan berpendapat dan

melarang pendidikan yang membentuk pemikrian kritis. Ne win menjadi pemimpin yang

dictator dan bertindak represif terhadap penduduk sipil yang tidak sependapat dengannya.

Kebijakan sosialisme Ne Win menuntut reformasi hukum. segala perundang

undangan yang tidak selaras denngan nilai sosialisme mulai diganti. walaupun Myanmar
menerapkan parlementer, namum hampir seluruh anggota dewan diisi oleh militer.

Pada tahun 1974, Ne Win meresmikan undang – undang baru dengan memindahkan

kekuasaan dari militer ke lembaga legislative, eksekutif, yudikatif melalui pembentukan

dewan rakyat. tetapi dewan rakyat tidak merubah nasib Myanmar karena institusi tersebut

sepenuhnya dikuasai oleh militer.

Pada 1981 Ne Win mengundurkan diri dari presiden, tetapi Ne Win tetap menjadi

ketua partai dan hal itu tidak mengubah Myanmar. bahkan segala kebijakan negara masih

ditentukan oleh ne win.

Kebijakan yang autarki, pemberontakan di berbagai wilayah , harapan hidup yang

rendah,ketimpangan ekonomi dan pelanggaran ham yang dilegitimasi pemerintah menjadi

faktor terjadinya kudeta Ne win yang dilakukan oleh sipil pada 8 Agusttus 1988 atau yang

dikenal dengan gerakan 8888. demonstrasi ini dilakukan oleh mahasiswa dan menjadikan

ne win mengundrukan diri.

B. Junta Militer Era Saw Maung

Saw Maung kepala staff umum tatmadaw melakukan kudeta kepada Ne Win pada

18 September 1988. langkah pertama yang dilakukan sebagai upaya menemukan kembali

stabilitas domestik dengan menidirkan The State Law and Order Restoration Council

( SLORC ).

Demontrasi sipil dan Myanmar yang semakin terisolasi menjadi momentum Saw

Maung untuk melakukan kudeta, sehingga SLROC menjadi instrumennya untuk

mendapatkan legitimasi rakyat dengan menjanjikan demokrasi. keberhasilan Saw Maung

dalam mengelola ekonomi Myanmar dengan sistem liberal tidak beriringan dengan

keberhasilan mengelola politiknya, SLORC semakin mengekang kebebasan politik

Myanmar.
Setiap kebijakan yang dikritisi oleh masayarakat dinggap sebagai ancaman nasional.

kemudian modernisasi alutsista Myanmar yang semakin canggih turut memperluas dan

mempertajam ekspansi militer dalam melawan etnis – etnis kecil. Kebijakan tersebut

menjadi rangkaian awal dari pelanggaran ham yang dilakukan SLORC.

Kegagalan demokrasi yang dilakukan oleh SLORC salah satunya adalah penolakan

dari hasil pemilu tahun 1990. pemilu tersebut merupakan janji SLORC kepada public pasca

kudeta yang dideklarasikan pada 31 Mei 1989. janji demokrasi yang diagungkan oleh Saw

Maung mendapat respon positif dari berbagai aktivis demokrasi dengan mendirikan partai

poltiik, salah satunya adalah National League for Democracy (NLD ) yang didirikan oleh

Aung An Auu Kyi.

Berdasarkan hasil pemilu tahun tersebut, NLD berhasil menjadi pemenang dengan

perolehan 60% popular vote dab 80% suara parlemen atau mendapatkan 392 dari 485 kursi.

namun SLORC menolak hasil tesebut dengan dalih pemilu yang terselenggara hanya untuk

pemnbentukan dewan konvensi nasional, bukan menentukan anggota parlemen. tidak hanya

sampai disitu, Saw Maung bahkan menjadikan Aung San Suu Kyi sebagai tahanan rumah.

Tidak hanya penolakan hasil pemilu, reaksi represif militer terhadap etnis kecil yang

menolak rekonsiliasi karena dianggap sebagai pemberontak. masyarakat Myanmar terus

menyuarakan perubahan rezim dan negara lain turut mengutuk bagaimana junta militer

berkuasa di Myanmar. tekanan internal dan eksternal yang ditujukan kepada Saw Maung

menjadi alasan dibalik penggunduran dirinya pada 23 April 1992 dan digantikan oleh Than

Shwe.

C. Rezim Militer Era Than Shwe

Terpilihnya Than Shwe sebagai pemimpin Myanmar hampir melalui proses yang

sama dengan Saw Maung dan Ne Win. bahwa keduanya menjadi pemimpin bukan karena

kesepakatan konsesus Myanmar. sehingga upaya untuk meuwujudkan stabilitas domestic


direalisasikan melalui sistem yang otoriter.

Kemenangan NLD pada pemilu 1990 dan terjadinya perubahan rezim belum

menunjukkan indikasi demokrasi akan ditegakkan di Myanmar. bahkan berdasarkan

kebijakan Than Shwe tahun 1993, ia memberontak parlemennya dengan orang – orang

pilihannya. Dari 7000 kursi parlemen hanya 156 yang merupakan hasil pemilihan

masyarakat yang diambil dari pemilu 1990.

Pada tahun 1997 Than Shwe merubah SLORC menjadi State Peace Development

Council ( SPDC ). perubahan terjadi karena kegagalan SLORC dalam mengembalikan

stabilitas domestic yang kemudian mendapat kecaman internasional terhadap rezim militer

yang berkuaasa. tetapi SPDC adalah SLOC dalam bentuk lain karena kebijakan dan

mekanismenya tidak jauh berbeda.

Serentetan pelanggaran ham yang terjadi tidak mencerminkan adanya keinginan

pemerintah untuk mengembalikan demokrasi. pada 1999, SPDC melakukan penangkapan

terhadap 100 aktivis pro demokrasi kemudian pemanjangan tahanan Au San Su Kyi.

Sekitar 644 korban pembunuhan di negara bagian Shan pada 1999 dan lebih dari 80

penyiksaan pada tahun 2000 serta perlakukan diskriminatif terhadap etnis minoritas yang

terus berlanjut. lalu sebanyak 139.336 orang Myanmar mengungsi ke perbatasan Thailand

karena alasan kekerasan ham pada 2009. kehidupan yang tidak layak serta tidak adanya

jaminan kehidupan di bawah rezim militer memaksa masayarakat Myanmar untuk

mengungsi dan berharap diadopsi oleh negara ketiga yaitu Thailand pada kasus ini.

Pada tahun 2007, Than mengesahkan kerangka konstitusional baru yang semakin

melegitimasi peran militer dalam pemerintahan. diantara kerangka konstitusional tersebut

adalah Presiden Myanmar di masa yang akan dating haruslah aktor yang memiliki

kecakapan dalam mengatur urusan militer dan haruslah dipilih oleh militer setempat.

kebijakan tersebut semakin melegalkan segala tindakan militer dalam pemerintahan.


Amerika serikat dan Uni Eropa mengecam hal ini dan memberikan sanksi terhadap

rezim militer Myanmar yang diketuai oleh Than. seperti contohnya dilaranganya kerjasama

ekonomi dengan Myanmar.

Kegagalan SPDC untuk mengembalikan stabilitas di Myanmar menjadi cikal bakal

kebangkitan demokrasi pada tahun 2007. kebijakan Than untuk

mencabut subsidi bbm berdampak terhadap meningkatnya taraf hidup masayarakat

sekaligus penurunan kualitas hidup.

Para mahasiswa angkatan 1988 kembali menginisiasi gerakan aksi yang diikuti oleh

ribuan biksu yang memadati Yangoon, tentu diiringi dengan tindakan represif pemerintah.

peristiwa tersebut menjadi gelombang aksi terbesar kedua di Myanmar yang dikenal dengan

Saffron Evoloution. fenomena tersebut menjadi akhir dari rezim Than Shwe.

Kesimpulan
Demokratisasi di Myanmar dapat dibilang memiliki jangka waktu yang sangat

panjang, dari mulai runtuhnya sistem pemerintahan yang demokrasi di awal

kemerdakaannya, lalu sampai dilakukannya kudeta pertama kali oleh junta

militer yaitu dipimpin oleh Ne Win, kudeta kudeta selanjutnya yang dilakukan oleh

sesame pemimpin junta militer.

Selain itu, Indikator terhadap demokratisasi di Myanmar tidak hanya oleh Pemimpin

seperti Thein Shein dan Auu San Suu Kyi saja, tetapi terdapat indicator lain yang

membantu terciptaknya sistem pemerintahan yang demokrasi di Myanmar. seperti

mahasiswa yang selalu melakukan demonstrasinya dalam memerangi junta militer dan juga

media massa yang giat menyebarluaskan informasi dan mempromosikan situasi demokrasi

di Myanmar saat itu. dimana konten media tersebut lebih banyak diunggah oleh publik
dalam Myanmar sendiri dan disebarlauskan ke dunia internasional oleh media internasional.

Myanmar yang tadinya bermazab sosialisme dalam penerapan kebijakan saat

kepemimpinan junta militer, seiring bergantinya kepemimpinan sampai pada Thein Shein.

Mulai terlihat bahwa demokrasi dan liberalism diterapkan dalam kebijakan dalam negeri

maupun luar negerinya.

Dapat disimpulkan bahwa faktor yang membuat Junta Militer berkuasa di Myanmar

adalah sejarah, dimana jepang membawa kekuatan militernya dan mengajarkannya kepada

masyarakat dan mahasiswa Myanmar pada saat itu. lalu Myanmar menjadikan kekuatan

militer sebagai tumpuan kekuataan negaranya.

Anda mungkin juga menyukai