Anda di halaman 1dari 53

PENGEMBANGAN STRATEGI PELAYANAN PERIJINAN

IMPOR PRODUK HORTIKULTURA BERBASIS TEKNOLOGI


INFORMASI DI KEMENTERIAN PERDAGANGAN

DEDEN TAUFIK KOMARA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengembangan Strategi


Pelayanan Perijinan Impor Produk Hortikultura Berbasis Teknologi Informasi di
Kementerian Perdagangan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

Deden Taufik Komara


NIM H251110061
RINGKASAN

DEDEN TAUFIK KOMARA. Pengembangan Strategi Pelayanan Perijinan Impor


Produk Hortikultura Berbasis Teknologi Informasi di Kementerian Perdagangan.
Dibimbing oleh H. MUSA HUBEIS dan MUHAMMAD SYAMSUN.

Sesuai dengan amanat dari Undang-Undang No. 13 tahun 2010 tentang


Hortikultura dan berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan No. 30/M-
DAG/PER/5/2012 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura, Kementerian
Perdagangan perlu mengembangkan perijinan impor produk hortikultura berbasis
TI melalui sistem Inatrade. Dengan penggunaan sistem Inatrade diharapkan
proses perijinan dapat lebih cepat dan transparan.
Penelitian ini bertujuan untuk identifikasi kondisi dari pelayanan perijinan
impor produk hortikultura, mengidentifikasi faktor, aktor, dan indikator dominan
yang mempengaruhi mutu pelayanan dan menyusun strategi yang diperlukan
untuk meningkatkan mutu dari pelayanan perijinan di Kemeterian Perdagangan.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan
sekunder. Pengumpulan data dilakukan pada bulan November 2013 sampai
dengan Januari 2014 melalui observasi dan wawancara responden yang berasal
dari Kementerian Perdagangan (Direktorat Impor, Direktorat Fasilitasi Ekspor dan
Impor serta Unit Pelayanan Perdagangan), Direktorat Jenderal Pengolahan dan
Permasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian, Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai serta importir utama produk hortikultura. Alat analisis menggunakan
Matriks Evaluasi Faktor Internal (IFE), Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (EFE),
analisis Internal Eksternal (IE), analisis SWOT (Strengths,Weaknesses,
Opportunities, and Threats) dan Analytical Hierarchy Process (AHP).
Dari hasil penelitian diketahui bahwa pelayanan perijinan impor di
Kementerian Perdagangan memiliki beberapa kelemahan, diantaranya sumber
daya penunjang yang kurang memadai. Berdasarkan hasil analisis diketahui
bahwa faktor yang paling berpengaruh dalam pengembangan stategi pelayanan
perijinan impor produk hortikultura adalah organisasi dan SDM, sedangkan aktor
yang paling berperan adalah Menteri dan tujuan khusus yang akan dicapai dalam
rangka pengembangan pelayanan perijinan impor produk hortikultura berbasis
teknologi informasi adalah mendukung sistem perdagangan nasional dan
internasional. Hasi analisis menunjukan bahwa strateginya adalah mekanisme
perijinan terpadu berbasis teknologi informasi, monitoring dan evaluasi sistem
secara berkala baik dari aspek sistem, SDM dan landasan hukum, standardisasi
data/dokumen impor sesuai standar pertukaran data elektronik serta perbaikan
sistem yang mempermudah pihak pengguna (user friendly).

Kata kunci: Strategi, Pelayanan, Produk Hortikultura, Teknologi informasi,


Perijinan Impor.
SUMMARY

DEDEN TAUFIK KOMARA. Strategy Development of Import Licensing of


Horticultural Products based on Information Technology at Ministry of Trade.
Supervised by H. MUSA HUBEIS and MUHAMMAD SYAMSUN.

In accordance with the mandate of Act No. 13 of 2010 on Horticulture and


based on the Regulation of the Minister of Trade No. 30/M-DAG/PER/5/2012 on
Imports of Horticultural Products, Ministry of Trade needs to develop import
licensing of horticultural products based on IT through Inatrade system. By using
Inatrade system, licensing process is expected to be faster and more transparent.
This study aims to determine the conditions of imports licensing service of
horticultural products, identify the factors, actors, and the dominant indicators that
affect services and formulate strategies to improve the quality of import licensing
services in Ministry of Trade.
This study uses primary and secondary data which conducted in November
2013 until January 2014 through observation and interview. The respondents are
from Ministry of Trade (Directorate of Import, Directorate of Export and Import
Facilitation, Trade Service Unit), Directorate General of Processing and
Marketing of Agricultural Products, Ministry of Agriculture, Directorate General
of Customs and major importers of horticultural products. The analysis tools are
Matrix of Internal Factors Evaluation (IFE), Matrix of External Factor Evaluation
(EFE), Internal External analysis (IE) SWOT analysis (Strengths, Weaknesses,
Opportunities, and Threats) and Analytical Hierarchy Process (AHP).
The results of study reveal that import licensing services at Ministry of
Trade has several disadvantages including inadequate supporting resources. From
the analysis, it is known that the most influential factor in the strategy
development of import licensing services of horticultural products are
organization and human resources. Moreover, the dominant role actor is the
Minister of Trade. The specific objectives to be achieved in the development of
import licensing services of horticultural products based on IT is to support the
national and international trade system. The study concluded that thestrategy can
be taken is to integrate licensing mechanism based on information technology as
well as the regular monitoring and evaluation system of system, HR and legal
basis, standardization of data/documents in accordance import electronic data
exchange standards and systems that facilitate the improvement of the user (user
friendly).

Keywords: Strategy, Services, Horticultural Products, Information Technology,


Import License.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa ijin IPB
PENGEMBANGAN STRATEGI PELAYANAN PERIJINAN IMPOR
PRODUK HORTIKULTURA BERBASIS TEKNOLOGI
INFORMASI DI KEMENTERIAN PERDAGANGAN

DEDEN TAUFIK KOMARA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Manajemen

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Eko Ruddy Cahyadi, S. Hut, MM
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga tesis dengan judul “Pengembangan Strategi
Pelayanan Perijinan Impor Produk Hortikultura Berbasis Teknologi Informasi di
Kementerian Perdagangan” ini berhasil diselesaikan.
Karya ilmiah ini merupakan hasil dari kerja kolektif beberapa pihak yang
selalu mendukung penulis. Oleh karena hal tersebut penulis sampaikan ucapan
terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl. Ing, DEA dan Dr. Ir. Muhammad
Syamsun, MSc selaku pembimbing yang telah memberikan arahan selama
penyusunan tugas akhir.
2. Dr. Eko Ruddy Cahyadi, S. Hut, MM dan Dr. Ir. Jono M Munandar selaku
dosen penguji luar komisi pada ujian akhir tesisi penulis pada tanggal 7
Agusuas 2015 atas saran-saran yang diberikan.
3. Bapak Partogi Pangaribuan, Bapak Albert Yususf Tobogu dan Bapak Didi
Sumedi sebagai pimpinan Kementerian Perdagangan yang telah memberikan
dukungan kepada penlis untuk dapat melanjutkan pendidikan hingga selesai.
4. Penghargaan saya sampaikan kepada seluruh responden, Bapak Banindro, Ibu
Ani Mulyati, Bapak Rachmad Huda, Bapak Farid Amir, Bapak Mohamad
Haykal, Bapak Yogo Dwiantoro dan PT. Laris Manis atas bantuan dan
kerjasama yang baik dalam pengumpulan data sehingga tesis ini dapat
disusun.
5. Rekan Muhammad Azwar Massijaya, Amir Tengku Ramli serta rekan-rekan
Pasca Ilmu Manajemen 2011 untuk diskusi dan bantuan teknis dalam
pelaksanaan penelitian.
6. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada orang tua, Mamah dan Apa,
serta seluruh keluarga, Istri, Elfa Thufeil Rahmi dan anakku tercinta, Namira
Syafa Khairunnisa, atas segala doa dan kasih sayangnya.
7. Kang Hermawan, Kang Ujang dan Kang Haer yang selalu mendukung dalam
pelaksanaan kuliah hingga tugas akhir.
Penulis berharap penelitian ini dapat bermanfaatbagi semua pihak yang
memerlukan dan dapat berkontribusi terhadap perbaikan pelayanan publik di
Kementerian Perdagangan.

Bogor, Agustus 2015

Deden Taufik Komara


DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 3
Tujuan Penelitian 3
Manfaat Penelitian 3
Ruang Lingkup Penelitian 3
METODE 4
Kerangka Pemikiran 4
Lokasi dan Waktu Penelitian 4
Pengumpulan Data 5
Pengolahan dan Analisis Data 6
HASIL DAN PEMBAHASAN 9
Gambaran Umum Impor Produk Hortikultura 9
Gambaran Umum Kebijakan Impor Produk Hortikultura 10
Profil Pelayanan Perijinan Impor Singkat Inatrade 15
Analisis Matriks IFE Pelayanan Perijinan Impor Produk Hortikultura 17
Analisis Matriks EFE Pelayanan Perijinan Impor Produk Hortikultura 18
Analisis Matriks IE Pelayanan Perijinan Impor Produk Hortikultura 19
Matriks SWOT Pelayanan Perijinan Impor Produk Hortikultura 20
Analisis Pengambilan Keputusan Menggunakan AHP 22
SIMPULAN DAN SARAN 30
DAFTAR PUSTAKA 32
LAMPIRAN 34
RIWAYAT HIDUP 41
DAFTAR TABEL

1 Jumlah waktu rataan yang dibutuhkan untuk pembuatan IT, PI dan IP 2


2 Matriks SWOT (Strength Weakness Opportunity Thread) 7
3 Internal Factor Evaluation Matrix 18
4 External Factor Evaluation Matrix 19
5 Matriks SWOT 21
6 Bobot pengolahan herizontal unsur faktor terhadap semua aktor 23
7 Bobot pengolahan herizontal unsur tujuan terhadap aktor 25
8 Bobot pengolahan herizontal alternatif stategi terhadap tujuan 26

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir kerangka pemikiran 5


2 Matriks internal eksternal pelayanan perijinan impor produk hortikultura 7
3 Data impor produk hortikultura 8
4 Alur pemprosesan perijinan impor produk hortikultura 14
5 Skema Integrasi INSW dengan seluruh sistem 16
pada Kementerian/Lembaga serta skema Inatrade dalam rangka INSW
dan ASW
6 Tampilan Portal Inatrade. 17
7 Matriks internal eksternal pelayanan perijinan impor produk hortikultura 20
8 Struktur hirarki strategi pelayanan perijinan impor produk hortikultura 23
berbasis teknologi informasi di kementerian perdagangan
9 Skema hirarki pengolahan vertikal terhadap strategi peningkatan 27
pelayanan perijinan impor produk hortikultura berbasis teknologi
informasi di Kementerian Perdagangan

DAFTAR LAMPIRAN

1 Penjelasan dan Batasan Struktur AHP 34


2 Pembobotan IFE 36
3 Pembobotan EFE 37
4 Hasil pengolahan Horizontal AHP 38
5 Hasil pengolahan vertikal AHP 39
6 Alur pelayanan perijinan impor produk hortikultura melalui sistem on 40
line Inatrade
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kegiatan ekspor dan impor merupakan salah satu bentuk transaksi ekonomi
yang dilakukan oleh suatu negara dengan negara lain, baik secara perorangan,
kelompok, maupun pemerintah. Aktivitas tersebut dikenal dengan istilah
perdagangan internasional. World Trade Organization (WTO) merupakan
lembaga internasional yang mengatur sistem perdagangan secara multilateral bagi
setiap negara anggotanya, termasuk Indonesia untuk menghilangkan atau
mengurangi setiap hambatan (barrier), baik dalam bentuk proteksi tarif maupun
non tarif, sehingga dapat memperlancar arus perdagangan internasional.
Dalam rangka memperlancar arus perdagangan, salah satu langkah yang
diambil pemerintah adalah dengan melakukan penyederhanaan prosedur di bidang
kepabeanan berbasis sistem informasi yang dikenal dengan Indonesia National
Single Window (INSW), sebagaimana yang telah diatur dalam Peraturan Presiden
Nomor 10 Tahun 2008 tentang Penggunaan Sistem Elektronik dalam Kerangka
Indonesia Nasional Single Window.
Penyederhanaan prosedur dan penggunaan teknologi informasi (TI) dalam
penerbitan perijinan merupakan bentuk fasilitas perdagangan sebagaimana
dimandatkan dalam Artikel VIII General Agreement on Tariffs and Trade
(GATT) yang menyatakan bahwa setiap anggota mengakui perlunya adanya
pengurangan ketentuan ekspor dan impor dalam rangka penyederhanaan
persyaratan dokumen ekspor dan impor. Dalam hal ini, penerapan Single
Window yang berpedoman pada penyederhanaan prosedur ekspor impor,
kesesuaian dengan standard dan praktek perdagangan internasional, dan juga
penerapan teknologi informasi untuk otomasi bertujuan untuk mengurangi biaya
yang timbul dalam proses perdagangan internasional terutama antara pelaku bisnis
dengan instansi pemerintah yang terkait (Grainger, 2007). Inisiatif dan konsep
mengenai Single Window sendiri telah dianjurkan oleh Perserikatan Bangsa
Bangsa (PBB) sejak tahun 2005 karena melihat banyaknya keuntungan yang dapat
diperoleh suatu negara dengan mendirikan Single Window (McMaster, 2006).
Dukungan Kementerian Perdagangan sebagai instansi pemerintah yang
tugas dan fungsinya menangani ekspor dan impor terhadap pengembangan INSW,
telah meluncurkan sistem perijinan perdagangan berbasis TI yang dikenal dengan
Inatrade. Dengan adanya Inatrade, diharapkan pelayanan perijinan ekspor
dan/atau impor di Kementerian Perdagangan menjadi lebih cepat dan transparan,
tanpa harus ada lagi pertemuan tatap muka. Kementerian Perdagangan telah
menerbitkan beberapa pengaturan di bidang impor, diantaranya kebijakan impor
beras, gula, hewan dan produk hewan serta produk hortikultura. Studi ini
memfokuskan pada aturan mengenai impor produk hortikultura meliputi aspek
perijinan impor, rekomendasi impor dan proses kepabeanan (custom clearance) di
Bea dan Cukai. Alasan dipilihnya aturan mengenai produk hortikultura tersebut
dikarenakan aturan tersebut baru dikeluarkan tahun 2012 (Peraturan Menteri
Perdagangan No. 30/M-DAG/PER/5/2012 tentang Ketentuan Impor Produk
Hortikultura sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan
2

Menteri Perdagangan No. 47/M-DAG/PER/8/2013) dan rentan terhadap resistensi


dari para pelaku (terutama importir) di dalam penerapannya.
Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan tersebut, perusahaan yang akan
melakukan impor harus memiliki penetapan sebagai Importir Terdaftar (IT) dan
Persetujuan Impor (PI) bagi importir umum (trader) dan/atau pengakuan sebagai
Importir Produsen (IP) bagi importir produsen/industri yang membutuhkan bahan
baku asal impor. Semua ketentuan tersebut dikelola oleh Kementerian
Perdagangan melalui sistem Inatrade.
Berdasarkan temuan awal, diperoleh informasi bahwa jumlah waktu rataan
yang dibutuhkan untuk menyelesaikan dokumen impor produk hortikultura
melebihi waktu janji layanan sebagaimana diatur dalam Permendag No.
40/M-DAG/PER/10/2010, tentang Jenis Perijinan Ekspor dan Impor, Prosedur
Operasi Standar (Standard Operating Procedure) dan Tingkat Janji Layanan
(Service Level Arrangement) dengan Sistem Elektronik melalui Inatrade dalam
Kerangka INSW (yang saat ini telah diubah dengan Peraturan Menteri
Perdagangan Nomor 53/M-DAG/PER/9/2014 tanggal 2 September 2014 tentang
Unit Pelayanan Terpadu Perdagangan (UPTP), sebagaimana terdapat pada Tabel
1.
Tabel 1. Jumlah Waktu Rataan yang Dibutuhkan untuk Pembuatan IT, PI, dan IP

2012 Semester II 2013 Semester I Service Level


(hari) (hari) Arrangement/SLA (hari)
IT 31,48 21,87 8
PI 9,68 5,66 2
IP 17,29 11,59 2
Sumber : Database Inatrade (2013) diolah

Dalam memberikan pelayanan perijinan impor produk hortikultura,


Kementerian Perdagangan telah melakukan pembenahan baik dari sisi peraturan
perundang-unangan maupun dari sistem perijinan. Salah satu indikator
keberhasilan Kementerian Perdagangan dalam pembenahan tata kelola perijinan
impor produk hortikultura dapat dilihat dari lamanya waktu proses perijinan yang
telah dilakukan sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 1. Berdasarkan data
tersebut, pada semester I tahun 2013 Kementerian Perdagangan telah sanggup
menurukan waktu pengurusan perijinan dengan rata-rata 30% jika dibandingkan
dengan semester II tahun 2012. Namun demikian capaian tersebut masih 3-5 kali
lipat lebih lama dari target standar yang telah dijanjikan/tingkat janji layanan.
Dari hasil temuan tersebut, dapat dikatakan bahwa pelayanan perijinan
impor produk hortikultura yang dilakukan oleh Kementerian Perdagangan masih
belum optimal bila dibandingkan dengan target tingkat layanan (Service Level
Arrangement). Dalam rangka meningkatkan pelayanan, maka diperlukan
pemetaan masalah secara mendalam dan penyusunan alternatif strategi yang dapat
digunakan untuk meningkatkan pelayanan perijinan impor produk hortikultura
berbasis TI di Kementerian Perdagangan.
3

Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah sebagai berikut:


1. Bagaimana kondisi pelayanan ijin impor di Kementerian Perdagangan,
khususnya untuk produk hortikultura?
2. Apakah faktor, aktor, dan indikator yang berpengaruh secara dominan dalam
rangka peningkatan kualitas pelayanan perijinan yang diterapkan
Kementerian Perdagangan?
3. Strategi peningkatan mutu pelayanan perijinan seperti apa yang dapat
diterapkan Kementerian Perdagangan?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian di atas, tujuan penelitian ini adalah:


1. Mengidentifikasi kondisi pelayanan ijin impor produk hortikultura di
Kementerian Perdagangan.
2. Menganalisis faktor, aktor, indikator yang berpengaruh secara dominan
dalam rangka peningkatan mutu pelayanan perijinan yang diterapkan
Kementerian Perdagangan.
3. Merumuskan strategi peningkatan mutu pelayanan perijinan impor produk
hortikultura terbaik yang dapat diterapkan oleh Kementerian Perdagangan.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat:


1. Bermanfaat bagi pelaku usaha/importer hortikultura sehingga mendapatkan
manfaat maksimal dari pelayanan perijinan dengan sistem Inatrade sehingga
sehingga bisa mempercepat proses pemberian ijin.
2. Memberikan informasi bagi pemangku kebijakan di Kementerin Perdagangan
dalam merumuskan stategi peningkatan pelayanan perijinan berbasis IT.
3. Menjadi referensi awal bagi peneliti lain yang membahas topik yang terkait.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian dibatas pada kajian ini pengembangan strategi pelayanan


perijinan impor produk hortikultura berbasis teknologi informasi di Kementerian
Perdagangan.
4

METODE

Kerangka Pemikiran

Kementerian Perdagangan telah mengembangkan pelayanan perijinan


perdagangan luar negeri berbasis teknologi elektronik sejak tahun 2007. Sistem
pelayanan tersebut lebih di kenal dengan nama inatrade. Tujuan utama
pengembangan inatrade adalah untuk meningkatkan pelayanan perijinan yang
efektif, efisien, dan transparan kepada pelaku usaha guna mendukung kelancaran
dan kecepatan arus barang dalam kegiatan ekspor dan/atau impor. Dengan sistem
inatrade, pelayanan perijinan perdagangan luar negeri melalui dapat dilakukan
secara online. Hingga saat ini terdapat 96 jenis perijinan ekspor impor yang wajib
diajukan melalui sistem pelayanan online/mandatory online (Inatrade, 2015).
Salah satu jenis perijinan yang dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan
adalah dokumen perijinan impor produk hortikultura. Dokumen impor produk
hortikultura yang dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan terdiri dari IT, PI
dan IP. Selanjutnya setiap importasi produk hortikultura wajib dilakukan
verifikasi impor barang di pelabuhan muat sebelum dikapalkan (LS) oleh
Surveyor yang telah ditetapkan Menteri Perdagangan. Surveyor akan mengirim
data LS kepada Inatrade yang terkoneksi dengan sistem Bea dan Cukai.
Kebijakan impor produk hortikultura tersebut merupakan produk hukum
baru sehingga dalam pelaksanaannya diperkirakan masih memerlukan
penyesuaian dan resistensi. Berdasarkan temuan awal diketahui bahwa waktu
yang di perlukan untuk penyelesaikan proses perijinan impor produk hortikultura
masih melebihi dari janji layanan (Service Level Arrangement) yang telah
diteteapkan. Berdasarkan hal tersebut maka dapat dikatakan bahwa penerapan
program Inatrade belum optimal bila dibandingkan dengan target tingkat layanan
(Service Level Arrangement). Dalam rangka meningkatkan pelayanan, maka
diperlukan pemetaan masalah secara mendalam dan penyusunan alternatif strategi
yang dapat digunakan untuk meningkatkan pelayanan perijinan impor produk
hortikultura berbasis TI di Kementerian Perdagangan.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Jakarta yaitu di Kementerian Perdagangan


(Direktorat Impor, Direktorat Fasilitasi Ekspor dan Impor dan, Unit Pelayanan
Perdagangan), Direktorat Jenderal Pengolahan dan Permasaran Hasil Pertanian
Kementerian Pertanian, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai serta importer produk
hortikultura yang berdomisili di Jakarta. Waktu penelitian akan dimulai dari bulan
November 2013 sampai dengan Januari 2014.
5

Gambar 1. Diagram Alir Kerangka Pemikiran

Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan
sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan, in depth interview, dan
kuesoner kepada pakar dan ahli di pemerintah dan pihak importer. Data sekunder
diperoleh melalui berbagai studi literatur dan informasi yang dihasilkan oleh
instansi yang terkait dengan topik kajian. Data primer diperoleh dari hasil
wawancara dari pakar.
Para pakar adalah orang-orang yang memiliki kapabilitas dan pengalaman
dan atau orang-orang terlibat langsung dan atau berpengaruh dalam proses
perijinan impor produk hortikultura. Para pakar dipilih sebanyak tujuh orang
secara sengaja dari kalangan pejabat/mantan pejabat yang memiliki kapasitas
dalam pengelolaan sistem perijinan impor produk hortikultura yang dipilih dari
Direktorat Impor, Direktorat Fasilitasi Ekspor dan Impor, Unit Pelayanan
Perdagangan, Direktorat Jenderal Pengolahan dan Permasaran Hasil Pertanian
Kementerian Pertanian, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai serta importer utama
produk hortikultura.
6

Pengolahan dan Analisis Data

Analisis deskriptif dilakukan untuk mengambarkan perdagangan


internasional produk hortikultura, kebijakan impor produk hortikultura serta
sistem yang digunakan dalam memproses perijinan di inatrade. Faktor-faktor
diidentifikasi dengan wawancara dan dianalisis menggunakan analisis IFE dan
EFE, strategi dirumuskan dengan menggunakan SWOT dan bobot strategi
dianalisis dengan AHP untuk menentukan peringkat beberapa alternatif stategi.
Analisis IFE dan EFE berfungsi untuk mengetahui faktor-faktor dari dalam
(internal) dan luar (eksternal). Menurut David (2009) pembuatan analisis IFE ini
dilakukan dengan cara:
a. Menentukan faktor-faktor penentu yang menjadi kekuatan dan kelemahan utama
objek penelitian.
b. Setiap faktor dibobotkan dari 0,0 (tidak penting) hingga 1,0 (paling penting).
Skala yang digunakan yaitu: 1 = tidak penting, 2 = kurang penting, 3 = biasa saja,
4 = penting dan 5 = sangat penting. Keseluruhan dari bobot harus bernilai total 1.
c. Pemberian peringkat atau rating pada setiap faktor yang ada. Skala yang
digunakan dalam penilaian setiap faktor adalah 4 = kekuatan utama, 3 = kekuatan
kecil, 2 = kelemahan kecil, dan 1 = kelemahan utama.
d. Bobot dan peringkat kemudian dikalikan untuk mendapatkan skor pada masing-
masing faktor yang telah teridentifikasi.
e. Menjumlahkan skor pembobotan secara keseluruhan untuk memperoleh nilai total
skor dari kondisi internal. Nilai rataan yang diterapkan adalah 2,5; jika skor bobot
total > 2,5 maka kondisi internal lemah. Sedangkan penyataan kuat jika skor
bobot total < 2,5.
Menurut David (2009), ada lima langkah dalam melakukan analisis EFE
yaitu :
a. Menentukan faktor-faktor penentu yang menjadi peluang dan ancaman.
b. Setiap faktor dibobotkan dengan skala 1 = tidak penting, 2 = kurang penting, 3 =
biasa saja, 4 = penting dan 5 = sangat penting.
c. Memberikan peringkat pada faktor-faktor yang tersebut mulai dari angka 4 =
respon superior, 3 = respon di atas rata-rata, 2 = respon rata-rata, dan 1 = respon
di bawah rataan.
d. Bobot dan peringkat kemudian dikalikan untuk mendapatkan skor pada masing-
masing faktor yang telah teridentifikasi.
e. Skor pembobotan dijumlahkan secara keseluruhan. Nilai rataan adalah 2,5, nilai 1
tidak mampu memanfaatkan peluang untuk menghindari ancaman, dan nilai 4
mampu memanfaatkan peluang untuk menanggulangi ancaman.

Analisis IE ini berfungsi dalam memposisikan suatu strategi Kementerian


Perdagangan dengan memposisikan kekuatan internal dan pengaruh eksternal
lingkungan yang dihadapi Kementerian Perdagangan. Matriks IE dibentuk oleh dua
sumbu utama, yaitu sumbu X yang merupakan skor total dari matriks IFE dan sumbu
Y yang merupakan skor total dari matriks EFE. Gabungan dari kedua sumbu tersebut
menghasilkan sembilan sel yang merupakan gambaran posisi organisasi (Gambar 2).
Matriks IE dibagi menjadi tiga daerah utama yang mempunya implikasi stategi
berbeda, yaitu:
7

1. Daerah I meliputi sel I, II atau IV digambarkan dengan daerah tumbuh dan


berkembang (grow and guild);
2. Daerah II meliputi sel III,V atau VII termasuk daerah menjaga dan
mempertahankan (hold and maintain);
3. Daerah III meliputi sel VI,VIII atau IX adalah daerah panen (harvest or
divestasi).

Gambar 2. Matriks IE Pelayanan Perijinan Impor Produk Hortikultura

Tahap selanjutnya menyusun matriks SWOT (Strengths, Weaknesses,


Opportunities, and Threats). Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor
secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan (Rangkuti 2006). Matriks
SWOT adalah alat yang digunakan untuk menyusun faktor-faktor strategis
organisasi. Contoh matriks SWOT dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Matriks SWOT (Strength Weakness Opportunity Thread)


IFE Strength (S) Weakness (W)
EFE
Opportunity (O) Strategi (S-O) Strategi (W-O)

Thread (T) Strategi (S-T) Strategi (W-T)

.
Sumber. Rangkuti (2006)
8

Setelah diketahui kondisi masing-masing faktor internal dan eksternal, maka


dilanjutkan dengan perumusan strategi alternatif dengan menggunakan AHP yang
dikembangkan oleh Saaty (1993).
Pengolahan dan analisis data menggunakan metode AHP dengan bantuan
software Expert Choice. Kelebihan expert choice, antara lain mempu
mengintergrasikan pendapat pakar, dan tidak membatasi level dari struktur hirarki
(Marimin dan Magfiroh 2011). Menurut Ishizaka dan Labib (2009) expert choice
adalah software pendukung yang bersahabat yang memberikan kontribusi besar
terhadap keberhasilan metode AHP, karena menggabungkan pengguna grafis
secara intuitif, menghitung prioritas secara otomatis dan memiliki beberapa cara
untuk memproses sensitivitas. AHP merupakan alat analisis manajemen stategik
dengan pendekatan sistem (Maarif dan Tanjung 2003). Suatu totalitas sistem
seperti lingkungan, ekonomi, pemerintahan dan organisasi tidak bisa dianalisis
pada bagian bagian saja tetapi harus dipahami sebagai satu kesatuan.
Menurut Saaty (1993) prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu
persoalan kompleks menjadi bagian-bagian dan tertata dalam suatu struktur
(hirarki). Prinsip kerja AHP menurut Marimin dan Magfiroh (2011) terdapat tiga
prinsip dasar cara kerja AHP, yaitu (1) penyusunan dan penilaian setiap level
hirarki, (2) penetaan prioritas dan (3) konsistensi logis. Secara grafis persoalan
keputusan AHP dapat dikonstruksikan sebagai diagram bertingkat yang dimulai
dari goal yang menjadi fokus penelitian, lalu kriteria level pertama, subkriteria
dan alternatif stategi.
Kerangka kerja AHP terdiri dari delapan langkah utama (Saaty 1993) yaitu:
(1) Mendefinisikan persoalan dan merinci pemecahan persoalan yang diinginkan,
(2) Membuat struktur heirarki dari sudut pandang manajemen secara menyeluruh,
(3) Membuat matrik perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi
relatif atau pengaruh setiap unsur terhadap tujuan atau kriteria yang setingkat di
atasnya, (4) Mendefinisikan perbandingan berpasangan, sehingga diperoleh
jumlah penilian seluruhnya n x [(n-1)/2] buah, dengan n adalah banyaknya
kebalikannya unsur yang dibandingkan, (5) Memasukan nilai-nilai kebalikannya
beserta bilangan 1 sepanjang diagonal utama, (6) Melaksanakan langkan 3, 4 dan
5 untuk semua tingkatan dan gugusan dalam heirarki tersebut, (7) Mensintesis
prioritas untuk melakukan pembobotan vektor-vektor prioritas dan (8)
Mengevaluasi inkonsistensi yang terjadi. Menurut Marimin dan Maghfiroh (2011)
ada tujuh langkah utama dalam AHP, yaitu (1) perumusan masalah, (2)
pembobotan kriteria, (3) penyelesaian dengan manipulasi matriks, (4) pembobotan
alternatif, (5) penyelesaian dengan persamaan matematika, (6) consistency ratio
(CR) dan (7) penggabungan pendapat responden.
9

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Impor Produk Hortikultura

Guna memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat Indonesia, selain


mengkonsumsi produk hortikultura yang dihasilkan di dalam negeri, Indonesia
juga melakukan impor produh hortikultura dari luar negeri. Berdasarkan data dari
BPS, diketahui bahwa total nilai impor produk hortikultura pada tahun 2014
tercatat USD 1,433 milyar atau naik 340,17% dibandingkan tahun 2006 yang
tercatat USD 325,61 juta. Impor produh hortikultura tahun 2014 terdiri dari impor
kelompok sayuran (pos Tarif HS 07) USD 644,02 juta dan kelompok buah-
buahan (pos tariff/HS 08) USD 789,24 juta. Laju pertumbuhan tahunan impor
produk hortikultura sejak tahun 2004 hingga 2014 adalah 17%.

Sumber. BPS diolah


Gambar 3. Data Impor Produk Hortikultura

Dilihat dari total nilai, impor terbesar Indonesia untuk produk hortikultura
kategori sayuran (pos tariff/HS 07) adalah produk bawang merah dan bawang
putih (pos tariff/HS 0703) USD 414 juta dengan pertumbuhan impor (2004-2014)
18,94% kemudian disusul produk sayuran kering (pos tariff/HS 0713) USD
111,66 juta dengan tren 28,18% dan wortel (pos tariff/HS 0706) USD 41,41 juta
dengan tren 31,88%. Jika dilihat tren/laju pertumbuhan tahunan, produk kentang
(pos tariff/HS 0701), produk wortel (pos tariff/HS 0706) dan sayuran kering (pos
tariff/HS 0713) merupakan produk dengan laju pertumbuhan impor tahunan
(2004-2014) terbesar, yakni masing-masing 38,76 %; 31,88% dan 28,18%.
10

Total nilai impor produk hortikulturan kelompok buah buahan (pos tariff/HS
08) pada tahun 2014 adalah USD 789,24 juta atau naik 489,49% dibandingkan
tahun 2004 yang tercatat USD 216,36 juta. Laju pertumbuhan impor tahunan
untuk total impor pos tariff/HS 07 adalah 15,1%. Dilihat dari total nilai, impor
terbesar Indonesia untuk produk hortikultura kategori pos tariff/HS 08 adalah
produk apel dan pir (pos tariff/HS 0808) USD 278,87 juta dengan pertumbuhan
impor (2004-2014) 12,53% kemudian disusul produk jeruk (pos tariff/HS 0805)
USD 175,48 juta dengan tren 11,81% dan anggur (pos tariff/HS 0806) USD
154,77 juta dengan tren 18,76%. Jika dilihat tren/laju pertumbuhan tahunan,
produk kurma, nanas (pos tariff/HS 0803), kacang Brazil dan kacang mete (pos
tariff/HS 0801) dan buah kering lainnya (pos tariff/HS 0813) merupakan produk
dengan laju pertumbuhan impor tahunan (2004-2014) terbesar yakni masing-
masing 23,26%; 23,15% dan 23,03%.
Jika dilihat dari negara terbesar pemasok utama produk hortikultura ke
Indonesia kategori sayuran (HS 07) pada tahun 2014 berasal dari RRC (66%),
Burma (9%), India (4%) dan Australia (4%). Sedangkan negara utama pemasok
untuk kategori buah (HS 08) pada tahun 2014 adalah RRC (44%), Amerika
Serikat (17%), Thailand (13%) dan Australia (6%).

Gambaran Umum Kebijakan Impor Produk Hortikultura

Produk hortikultura merupakan komoditi strategik yang mempunyai nilai


ekonomis bagi masyarakat Indonesia dan erat kaitannya dengan ketahanan pangan,
sehingga kegiatan produksi, penyediaan, pengadaan, distribusi produk hortikultura
maupun impornya menjadi sangat penting, dan harus diatur supaya tidak
merugikan petani, konsumen dan masyarakat Indonesia.
Namun demikian hingga tahun 2012, impor produk hortikultura tidak diatur
tata niaga impornya, dengan pengertian impor dapat dilakukan oleh setiap
importir sepanjang yang bersangkutan telah memiliki Angka Pengenal Importir
(API) dan mematuhi ketentuan Karantina. Sementara berdasarkan data BPS,
impor produk hortikultura dalam lima tahun (2007-2011), impor produk
hortikultura mengalami peningkatan yang cukup signifikan.
Selain itu, berdasarkan Kemendag (2013) adanya kecenderungan
peningkatan jumlah impor produk hortikultura dapat menyebabkan potensi
masuknya Organisme Penganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) juga menjadi
perhatian khusus Pemerintah. Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, dilaporkan
bahwa produk hortikultura yang masuk ke Indonesia membawa beberapa OPTK
eksotik yang belum ada di Indonesia dan belum diketahui cara pengendaliannya.
OPTK eksotik tersebut, antara lain Panthoea stewartii, Aphelenchoides fragariae
dan Psedomonas capsici.
Dalam rangka mengurangi resiko masuk dan tersebarnya OPTK eksotik,
seiring dengan meningkatnya pemasukan berbagai media pembawa, baik berupa
produk maupun benih tanaman, khususnya komoditas hortikultura yang sangat
dekat dengan sentra produksi di tanah air, perlu diatur masuknya impor produk
hortikultura.
11

Dalam rangka pemenuhan kebutuhan bahan pangan yang berasal dari


produk hortikultura untuk mendukung pencapaian ketahanan pangan,
menciptakan stabilitas ekonomi nasional, dan melindungi kepentingan konsumen
serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 88 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2010 tentang Hortikultura, maka Pemerintah mengeluarkan kebijakan
impor produk hortikultura melalui Peraturan Menteri Perdagangan No.
30/M-DAG/PER/5/2012.
Tujuan pemerintah dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Perdagangan
No. 30/M-DAG/PER/5/2012 sebagaimana telah diubah terakhir kali dengan No.
40/M-DAG/PER/6/2015 adalah :
1. Memenuhi kebutuhan bahan pangan yang berasal dari produk hortikultura
untuk mendukung pencapaian ketahanan pangan;
Pemerintah Indonesia akan memastikan ketersediaan produk hortikultura yang
aman dan bermutu baik untuk konsumen Indonesia, baik yang berasal dari
dalam negeri maupun impor sesuai dengan pilihan konsumen.
2. Menciptakan stabilitas ekonomi nasional;
Pemerintah berkomitmen untuk memperkuat pasar dalam negeri. Kemendag
telah melakukan berbagai upaya untuk menjaga stabilitas perekonomian
nasional. Salah satunya adalah dengan menjaga ketersediaan pasokan produk
hortikultura yang aman dikonsumsi oleh masyarakat. Permendag ini
merupakan instrumen yang lengkap bagi pemerintah untuk dapat melakukan
pengawasan secara lebih optimal
3. Agar produk hortikultura yang merupakan komoditi strategik dan bernilai
ekonomis bagi masyarakat Indonesia, khususnya petani mampu berdaya saing
dengan produk hortikulura yang diimpor;
Produk hortikultura ini banyak dihasilkan oleh petani Indonesia di dalam
negeri. Dengan pengaturan impor ini diharapkan petani dapat bergairah
meningkatkan produksi dan kualitas produknya sehingga mampu berdaya
saing dengan produk hortikultura yang masuk dari luar negeri.
4. Menyediakan produk hortikultura yang memenuhi standar keamanan pangan;
Pemerintah harus memastikan produk buah dan sayur yang masuk Indonesia
selalu memenuhi food safety dalam rangka perlindungan konsumen.
5. Melindungi kepentingan konsumen.
Konsumen berhak mendapatkan informasi yang transparan, benar dan jelas,
sehingga setiap produk hortikultura yang diimpor wajib mencantumkan label
berbahasa Indonesia dan dalam kemasan yang baik. Pengawasan terhadap
importasi dan peredaran produk hortikultura akan dilakukan sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan. Dalam hal ini, Menteri Perdagangan dapat
membentuk tim terpadu yang terdiri dari para wakil instansi terkait.
Pengawasan terhadap kemasan dan label baru akan dilakukan dua tahun sejak
Permendag ini diberlakukan. Hal ini untuk mengantisipasi adanya produk-
produk yang telah beredar di pasar yang sudah memenuhi persyaratan
keamanan dan kesehatan pangan, namun belum mencantumkan logo tara
pangan pada kemasan
12

Pokok-pokok pengaturan dari Permendag No. 30/M-DAG/PER/5/2012


sebagaimana telah diubah terakhir kali dengan Permendag No.
40/M-DAG/PER/6/2015 adalah:
1. Untuk memperoleh pengakuan sebagai IP-Produk Hortikultura, perusahaan
harus mengajukan permohonan kepada Menteri dalam hal ini Direktur
Jenderal, dengan melampirkan:
a. Fotokopi Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP) yang bidang usahanya
meliputi hortikultura atau ijin usaha lain yang sejenis yang diterbitkan oleh
instansi atau dinas teknis yang berwenang;
b. Fotokopi Tanda Daftar Perusahaan (TDP);
c. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
d. Fotokopi Angka Pengenal Importir Produsen (API-P);
e. Bukti penguasaan gudang penyimpanan sesuai karakteristik produk;
f. Bukti penguasaan alat transportasi sesuai karakteristik produk;
g. Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) dari Menteri Pertanian
atau pejabat yang ditunjuk.
2. Untuk memperoleh penetapan sebagai IT-Produk Hortikultura, perusahaan
harus mengajukan permohonan kepada Menteri dalam hal ini Direktur
Jenderal, dengan melampirkan:
a. Fotokopi SIUP yang bidang usahanya meliputi hortikultura atau ijin usaha
lain yang sejenis yang diterbitkan oleh instansi atau dinas teknis yang
berwenang
b. Fotokopi TDP
c. Fotokopi NPWP
d. Fotokopi API-U
e. Bukti kepemilikan gudang penyimpanan sesuai karakteristik produk;
f. Bukti kepemilikan alat transportasi sesuai karakteristik produk
g. Bukti kontrak kerjasama penjualan Produk Hortikultura paling sedikit
dengan tiga distributor selama paling sedikit satu tahun
h. Bukti pengalaman sebagai distributor Produk Hortikultura selama satu
tahun
i. Surat pernyataan bermaterai cukup yang menyatakan bahwa tidak akan
menjual Produk Hortikultura kepada konsumen langsung atau pengecer
(retailer).
3. Perusahaan yang telah mendapat pengakuan sebagai IP-Produk Hortikultura
hanya dapat mengimpor Produk Hortikultura sebagai bahan baku atau bahan
penolong untuk kebutuhan proses produksi industri yang dimilikinya dan
dilarang memperdagangkan dan/atau memindahtangankan.
4. IT-Produk Hortikultura yang akan melakukan impor Produk Hortikultura
harus mendapatkan Persetujuan Impor dari Menteri dengan melampirkan
RIPH dari Menteri Pertanian atau pejabat yang ditunjuk.
13

5. Produk Hortikultura yang diimpor oleh IT-Produk Hortikultura harus


memenuhi persyaratan kemasan.
6. Produk Hortikultura yang diimpor oleh IT-Produk Hortikultura wajib
mencantumkan label dalam Bahasa Indonesia pada setiap produk dan/atau
kemasan.
7. Setiap pelaksanaan impor Produk Hortikultura oleh IP-Produk Hortikultura
atau IT-Produk Hortikultura harus terlebih dahulu dilakukan verifikasi atau
penelusuran teknis impor di pelabuhan muat negara asal.
8. Setiap IP-Produk Hortikultura dan IT-Produk Hortikultura wajib
menyampaikan laporan secara tertulis atas pelaksanaan impor Produk
Hortikultura melalui http://inatrade.kemendag.go.id dan melampirkan scan
Kartu Kendali realisasi impor;
9. Komoditi hortikultura yang diatur mencakup 57 jenis HS, yang terdiri atas
produk tanaman hias, seperti anggrek dan krisan; produk hortikultura segar,
seperti bawang, sayur-sayuran dan buah-buahan (wortel, lobak pisang,
kentang, cabe, jeruk, apel, anggur, papaya); serta produk hortikultura olahan,
seperti sayuran dan buah-buahan yang diawetkan dan jus buah.
10. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian mengatur pintu masuk
pelabuhan impor produk hortikultura yaitu Pelabuhan laut Tanjung Perak –
Surabaya, Pelabuhan laut Belawan – Medan, Pelabuhan laut Soekarno Hatta –
Makassar, Bandar Udara Soekarno Hatta – Jakarta. Pengaturan pelabuhan
muat tersebut didasarkan atas hal sebagai berikut:
a. Dalam rangka mengurangi resiko masuk dan tersebarnya Organisme
Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) eksotik, seiring dengan
meningkatnya pemasukan berbagai media pembawa, baik berupa produk
maupun benih tanaman, khususnya komoditas hortikultura yang sangat
dekat dengan sentra produksi di tanah air;
b. Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, dilaporkan bahwa produk
hortikultura yang masuk melalui pelabuhan Tanjung Priok membawa
beberapa OPTK eksotik yang belum ada di Indonesia dan belum diketahui
cara pengendaliannya. OPTK eksotik tersebut, antara lain Panthoea
stewartii, Aphelenchoides fragariae dan Psedomonas capsici.
c. Instalasi karantina dan tempat pemeriksaan karantina di pelabuhan
Tanjung Priok dinilai terlalu padat. Kondisi ini menyebabkan tindakan
karantina tumbuhan tidak dapat dilaksanakan secara optimal, sehingga
berpotensi lolosnya beberapa OPTK dari luar negeri.
Permohonan penerbitan IP, IT, dan Persetujuan Impor Produk Hortikultura
kepada Kementerian Perdagangan hanya dilayani melalui sistem online
(Inatrade). UPP akan menyelesaikan penerbitan IP, IT, dan Persetujuan Impor
tersebut dalam kurun waktu paling lama 2 (dua) hari kerja setelah persyaratan
dinyatakan lengkap. Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan mekanisme
perijinan yang lebih transparan, sederhana dan lebih cepat.
14

Gambar 4. Alur pemprosesan perijinan impor produk hortikultura

Adapun alur pemprosesan perijinan berbasisi online melalui inatrade seperti


Gambar 4 di atas ini. Keterangan Gambar 4 di atas asalah sebagai berikut:
1 Pelaku usaha harus mempunyai Hak Akses Inatrade berupa username dan
password untuk dapat melakukan permohonan online IT Hortikultura melalui
portal http://inatrade.kemendag.go.id.
2 Permohonan IT Hortikultura secara online akan diperiksa kelengkapan
dokumennya yang kemudian diproses dibagian pemroses di Kementerian
Perdagangan.
3 Permohonan IT Hortikultura yang telah disetujui akan langsung dikirim secara
elektronik ke INSW dan ke Kementerian Pertanian, dan dokumen perijinan
(hardcopy) tersebut dapat diambil oleh pelaku usaha di loket UPP Kementerian
Perdagangan.
4 Setelah mendapatkan IT Hortikultura, pelaku usaha dapat mengajukan RIPH
secara online ke Kementerian Pertanian, dengan terlebih dahulu memperoleh
Pertimbangan Teknis RIPH dari BPOM untuk Produk Hortikultura Olahan,
sementara RIPH untuk dipakai dalam penerbitan IP Hortikultura diajukan
setelah memperoleh Pertimbangan Teknis RIPH dari Kemenperin.
5 Permohonan RIPH diterbitkan dalam waktu tujuh hari kerja setelah dokumen
diterima lengkap dan benar, kemudian RIPH yang telah disetujui akan
langsung dikirim secara online ke Kementerian Perdagangan.
6 Selama proses permohonan RIPH, pelaku usaha dapat melakukan document
tracking secara online dan akan dikirimkan email notifikasi ke email pemohon
apabila permohonannya telah selesai.
15

7 Setelah mendapatkan RIPH, pelaku usaha dapat mengajukan PI atau IP


Hortikultura secara online ke Kementerian Perdagangan yang kemudian
langsung diproses dibagian pemroses di Kementerian Perdagangan
8 Permohonan PI atau IP Hortikultura yang telah disetujui akan langsung dikirim
secara elektronik ke INSW dan dokumen perijinan berupa PI/IP serta RIPH
Hortikultura dapat diambil oleh pelaku usaha di loket UPP Kementerian
Perdagangan
9 Selama proses permohonan IT, PI/IP Hortikultura, pelaku usaha dapat
melakukan document tracking secara online dan akan dikirimkan email
notifikasi ke email pemohon apabila permohonannya telah selesai
10 Permohonan IT, PI/IP Hortikultura diterbitkan dalam waktu dua hari kerja
setelah dokumen diterima lengkap, benar dan telah dilakukan verifikasi
lapangan (jangka waktu verifikasi tiga hari).

Profil Pelayanan Perijinan Impor Singkat Inatrade

Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat, khususnya


pelaku usaha, Kementerian Perdagangan juga berupaya meningkatkan pelayanan
publik dengan membentuk Unit Pelayanan Perdagangan (UPP) satu atap yang mulai
diresmikan pada tanggal 5 Maret 2007. UPP menjadi tempat untuk Single Entry-
Single Exit, yang berarti pengajuan permohonan dan pengambilan perijinan hanya
dapat dilakukan pada UPP.
Berdasarkan data dari Ombudsman Indonesia (2013), UPP Kementerian
Perdagangan memperoleh nilai yang baik dalam pengelolaan perijinan dan
pemberian layanan kepada pengguna jasa, namun masih perlu meningkatkan kinerja
pelayanan sehingga mampu mencapai standar service of excellence. Hal ini
diperkuat dengan dikeluarkannya Inpres Nomor 01 tahun 2013 Tentang Aksi
Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2013 dimana Kementerian
Perdagangan diberikan wewenang untuk memperkuat UPP sebagai unit pelayanan
publik satu pintu yang efisien dan handal.
Selain pengembangan pembentukan UPP, Kementerian Perdagangan terus
berupaya meningkatkan pelayanan publik khususnya pengelolaan perijinan dan
pemberian layanan kepada pengguna jasa di bidang perdagangan luar negeri. Salah
satu langkah stategis yang dilakukan adalah dengan mengembangkan sistem
perijinan secara elektronik yang diberi nama Inatrade yang mulai beroperasi sejak
tanggal 17 Desember 2007. Tujuan dari pengembangan Inatrade untuk mendorong
kinerja pelayanan perdagangan, baik ekspor maupun impor serta guna membantu
kelancaran arus barang.
Bagi pelaku usaha yang telah memiliki hak akses, diberikan kesempatan untuk
dapat diberikan fasilitas pelayanan perijinan perdagangan secara online, melalui web
site http://inatrade.kemendag.go.id. Hingga saat sudah sudah ada 11.772 perusahaan
yang memiliki hak akses untuk mendapatkan pelayanan perdagangan secara online.
Sejak tanggal 2 Desembr 2014 sudah ada 96 jenis perijinan, baik impor maupun
ekspor yang dapat dilayani secara online/Mandatory Online (Inatrade, 2015).
16

Gambar 5. Skema Integrasi INSW dengan seluruh sistem pada


Kementerian/Lembaga serta skema Inatrade dalam rangka INSW
dan ASW
Sasaran dan manfaat dikembangkannya sistem Inatrade adalah guna
mengembangkan sistem aplikasi untuk memproses dan penerbitan perijinan ekspor
dan impor di Kementerian Perdagangan. Manfaat lain yang diperoleh dari
pengembangan sistem Inatrade adalah memudahkan untuk pengolahan data,
memudahkan pertukaran data antar Kementerian/Lembaga (K/L), menyediakan
sistem pengajuan perijinan secara on-line sesuai tuntutan masyarakat
usaha/internasional. Selain itu, Inatrade tidak hanya sebagai sistem aplikasi untuk
proses dan penerbitan perijinan di Kementerian Perdagangan, namun juga sebagai
Gateway dalam pengiriman data elektronik ke Portal INSW dari
Kementerian/Lembaga yang menerbitkan perijinan terkait ekspor dan impor sebagai
dokumen kepabeanan untuk proses customs clearance dan cargo release.
Guna mengkases Inatrade, user dapat mengakses portal Inatrade yang telah
disediakan oleh Kementerian Perdagangan di http://inatrade.kemendag.go.id.
Sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 6. Secara umum menu yang ditampilkan
memuat informasi terkait dengan perijinan ekspor impor di Kementerian
Perdagangan sebagai berikut:
1 Registrasi INATRADE
2 Pengajuan Perijinan Online dan Informasi Perijinan
3 Informasi persyaratan dan komoditas dari perijinan ekspor impor
4 Status Permohonan (Tracking Document)
5 Lartas/Daftar HS, Regulasi dan Peraturan Penyampaian Laporan Realisasi
Ekspor dan Impor serta Panduan Realisasi.
17

Gambar. 6 Tampilan Portal Inatrade.

Analisis Matriks IFE Pelayanan Perijinan Impor Produk Hortikultura

Internal Factor Evaluation Matrix (IFE) berasal dari hasil pembobotan dan
peratingan faktor internal dengan melihat aspek kekuatan dan kelemahan. Nilai
rating berasal dari nilai rataan pakar yang bernilai 3 dan 4 untuk aspek kekuatan;
nilai 1 dan 2 untuk aspek kelemahan. Sedangkan untuk nilai bobot tiap faktor,
masing-masing pakar diminta melakukan perbandingan berpasangan antar faktor-
faktor internal yang ada untuk menentukan tingkat kepentingan faktor tersebut
dalam bentuk persen apabila dibandingan antara satu dan faktor lainnya.
Berdasarkan dari Tabel 2 dapat dilihat faktor-faktor internal yang terdiri dari
kekuatan dan kelemahan dari sistem perijinan menggunakan inatrade. Faktor
kekuatan terdiri dari kepemimpinan transformasional, sistem yang mudah, cepat,
akurat, transparan dan sistem yang selalu update serta penurunan biaya. Faktor-
faktor kelemahan data kami data meliputi sumber daya penunjang yang kurang
memadai, terdapat data/dokumen impor yang beragam, resistensi internal terhadap
perubahan pola perijinan, kurangnya, sosialisasi sistem perijinan online,
remunerasi yang masih rendah dan alokasi anggaran yang kaku. Dari Tabel 2 di
atas terpilih faktor-faktor internal yang paling berpengaruh terhadap penentuan
strategi, yaitu faktor kekuatan kepemimpinan transformasional, sistem yang
mudah, cepat, akurat dan transparan, selalu update dan penurunan biaya; dan
faktor kelemahan meliputi sumber daya penunjang yang kurang memadai,
keanekaragaman data/dokumen impor, resistensi internal terhadap perubahan pola
perijinan, kurangnya, sosialisasi sistem perijinan online, remunerasi dan kekakuan
alokasi anggaran.
Berdasarkan Tabel 2, matriks IFE menghasilkan skor bobot total 2,856.
Skor bobot total lebih dari 2,5 dalam skala 1-4 (bobot total 2,856)
mengindikasikan posisi internal yang cukup kuat, sudah mempunyai strategi yang
baik dalam mengantisipasi kelemahan eksternal yang ada (David, 2009)
18
Tabel 3. Internal Factor Evaluation Matrix

A. Rating IFE Rating (R) Bobot (B) RxB


Kekuatan
Kepemimpinan transformasional 3,6 0,106 0,382
Ketepatan 4,0 0,090 0,360
Sistem yang selalu Up to Date 4,0 0,089 0,356
Kemudahan 3,8 0,091 0,346
Kecepatan 3,8 0,085 0,323
Transparan/auditable 3,8 0,071 0,270
Penurunan biaya 3,6 0,047 0,169
Kelemahan :
Resistensi internal 1,8 0,062 0,112
SDM yang masih harus menyesuaikan diri 1,8 0,057 0,103
Standarisasi data/dokumen impor 1,6 0,064 0,102
Infrastruktur di unit pelayanan kurang maksimal 1,6 0,045 0,072
Kurangnya sosialisasi 1,6 0,043 0,069
Remunerasi 1,2 0,053 0,064
Kekakuan alokasi anggaran 1,2 0,045 0,054
Kurangnya tenaga konsultasi importir 1,4 0,031 0,043
Kelembagaan pelayanan perijinan yang masih ad hoc 1,4 0,022 0,031
1,00 2,856

Analisis Matriks EFE Pelayanan Perijinan Impor Produk Hortikultura

External Factor Evaluation Matrix (EFE) berasal dari hasil pembobotan


dan peratingan faktor eksternal dengan melihat aspek peluang dan ancaman. Nilai
rating berasal dari nilai rataan pakar yang bernilai 1 hingga 4. Sedangkan untuk
nilai bobot tiap faktor, masing-masing pakar diminta melakukan perbandingan
berpasangan antar faktor-faktor internal yang ada untuk menentukan tingkat
kepentingan faktor tersebut dalam bentuk persen, apabila dibandingan antara satu
dan faktor lainnya.
Tabel 3 dapat dilihat analisis eksternal yang terdiri dari faktor peluang dan
faktor ancaman yang paling berpengaruh terhadap penentuan strategi. Faktor
peluang yang dapat didata adalah pengurusan dokumen impor cepat, pengajuan
perijinan dapat dilakukan di mana saja, tahapan proses perijinan dapat di monitor,
proses custom and clearance di bea dan cukai dapat dilakukan lebih cepat, dan
peluang untuk menurunkan biaya importasi. Faktor-faktor ancaman terdiri dari
kurangnya koordinasi antar instansi yang terlibat, kurangnya integrasi elemen data
impor antara kementerian terkait, importir kurang paham penggunaan sistem
inatrade, keamanan data dan informasi MOU dengan instansi teknis penunjang
inatrade yang akan berakhir.
Dari Matrik EFE matrix diperoleh total skor 3,62 mengindikasikan posisi
bahwa posisi sistem lebih dari cukup kuat dalam mengantisipasi perubahan
lingkungan eksternal, dalam upaya pemanfaatan peluang, serta mengantisipasi
ancaman dan masih cukup ruang bagi perbaikan dalam operasi.
19

Tabel 4. External Factor Evaluation Matrix

A. Rating EFE Rating Bobot RxB


(R) (B)
Peluang
Pengurusan Rekomendasi di Kementerian 3,8 0,187 0,7106
Pertanian/BPOM lebih cepat
Proses custom and clearance di pelabuhan 3,8 0,162 0,6156
lebih cepat
Importir dapat memantau setiap tahapan 4,0 0,132 0,528
proses perijinan baik di Kementan/BPOM
dan Kemendag
Importir dapat mengajukan rekom dan ijin 3,8 0,116 0,4408
impor dimana saja
Menurunkan demurrage dan logistic cost 3,8 0,064 0,2432
lainnya
Ancaman :
Semakin bertambahnya jumlah importir, 3,4 0,081 0,2754
jenis perijinan impor serta kementerian
teknis yang terlibat dalam perijinan impor
Kurangnya koordinasi dengan kementerian 3,2 0,068 0,2176
terkait
Terdapat importir yang kurang paham 3,4 0,054 0,1836
mengenai penggunaan inatrade
Semakin dekatnya diberlakukan Masyarakat 3,2 0,047 0,1504
Ekonomi Asean (MEA)
Jaringan internet importir yang tidak stabil 3,0 0,036 0,108
Adanya hacker yang dapat membobol sistem 3,2 0,026 0,0832
MOU dengan instansi teknis yang 2,8 0,027 0,0756
menggunakan inatrade yang akan berakhir
dalam waktu dekat
1,000 3,632

Analisis Matriks IE Pelayanan Perijinan Impor Produk Hortikultura

Matriks IE menggabungkan skor dari matriks IFE dan EFE untuk


mendapatkan posisi sel pelayanan perijinan impor produk hortikultura berbasis
teknologi informasi di Kementerian Perdagangan (David, 2009). Penggabungan
matriks IFE 2,856 dan EFE 3,632 menempatkan posisi di sel I. Menurut David
(2009), organisasi yang termasuk dalam sel I, II dan IV cocok untuk melakukan
strategi tumbuh dan membangun (grow and build). Strategi yang dapat ditempuh
oleh perusahaan antara lain strategi intensif (market penetration, market
development, and product development) atau strategi integratif (backward
integration, forward integration, and horizontal integration). Dalam hal ini,
strategi yang lebih tepat diterapkan di Kementerian Perdagangan saat ini adalah
strategi intensif yang meliputi strategi pengembangan produk (Product
20

Development Strategy) sistem pelayanan perijinan. Dalam upaya peningkatan


pelayanan perijinan strategi berupaya meningkatkan pelayanan perijinan impor
dengan memperbaiki atau memodifikasi sistem pelayanan berbasis teknologi
informasi yang ada ataupun mengembangkan yang baru. Dalam pengembangan
produk biasanya memerlukan biaya yang besar untuk penelitian dan
pengembangan.

Gambar 7. Matriks internal eksternal pelayanan perijinan impor produk


hortikultura

Matriks SWOT Pelayanan Perijinan Impor Produk Hortikultura

Dari tabel IFE dan EFE selanjutnya dibuat rumusan menggunakan analisis
matriks SWOT seperti pada Tabel 4. Berdasarkan Tabel SWOT, dapat
dirumuskan beberapa strategi untuk diverifikasi oleh pakar. Strategi yang
dihasilkan adalah:
1. Perbaikan sistem informasi terpadu.
Pengembangan sistem pelayanan perijinan berbasis teknologi informasi
secara terpadu. Pengembangan diarahkan agar sistem pelayanan lebih
terintegrasi dan saling terkoneksi mulai kementerian teknis yang
mengeluarkan rekomendasi, Kementerian Perdagangan yang mengeluarkan
perijinan hingga Bea dan Cukai serta surveyor yang melakukan verifikasi
barang di pelabuhan muat barang termasuk sistem pemotongan pelaporan dan
pemotingan alikasi impor yang tersisa.
21

2. Perbaikan sistem monitoring dan evaluasi.


Perbaikan monitoring program, kegiatan dan aktifitas pelayanan dilakukan
sistem monitoring secara periodik. Evaluasi dari sisi sistem, SDM dan
landasan hukum.
3. Perbaikan sistem layanan yang lebih user friendly;
Perbaikan sistem layanan melalui Inatrade agar lebih sederhana, informatif
dan memudahkan pengguna jasa layanan (user friendly)..
4. Perbaikan sistem standardisasi data/dokumen;
Perbaikan sistem sesuai dengan bahasa pemograman serta format yang
standar secara internasional (ekspor/impor) yang memungkinkan terjadinya
pertukaran data lintas kementerian/instansi/negara..

Peluang (O) Ancaman (T)


Eksternal 1. Pengurusan 1. Semakin bertambahnya jumlah
Rekomendasi di importir, jenis perijinan impor serta
Kementerian kementerian teknis yang terlibat
Pertanian/BPOM dalam perijinan impor
lebih cepat. 2. Kurangnya koordinasi dengan
Internal 2. Proses custom and kementerian terkait
clearance di Bea dan 3. Importir kurang paham penggunaan
cukai lebih cepat sistem inatrade.
3. Menurunkan 4. Pemberlakuan MEA
demurrage dan 5. MOU dengan instansi teknis
logistic cost lainnya. penunjang inatrade yang akan
berakhir dalam waktu dekat
Kekuatan (S) Strategi (SO) Strategi (ST)
1. Kepemimpinan  Perbaikan sistem  Perbaikan sistem sosialisasi
transformasional remunerasi kebijakan ( S1, S3, T1, T2 )
2. Sistem yang mudah, (S1,S2,O1,O2,O3)  Perbaikan sistem layanan. ( S2,
cepat, akurat dan T2)
transparan, serta selalu
up to date
3. Penurunan biaya
Kelemahan (W) Strategi (WO) Strategi (WT)
1. Resistensi internal  Perbaikan sistem  Perbaikan sistem informasi terpadu
terhadap perubahan pola standardisasi TI (W2, W6, T1)
perizinan data/dokumen  Perbaikan sistem monitoring
2. Keanekaragaman (W2,O1,O2,O3) (W1, W3, W4, W5, W6, T1, T3,
data/dokumen impor T4)
3. Sumber daya penunjang
kurang memadai
4. Kurangnya sosialisasi
sistem perizinan online
5. Remunerasi pegawai
6. Kekakuan alokasi
anggaran
22

5. Perbaikan sistem sosialisasi kebijakan


Perbaikan sistem sosialisasi, workshop atau bimbingan teknis terkait
perkembangan kebijakan impor dan sistem Inatrade secara rutin kepada
pelaku usaha, dinas perdagangan di beberapa daerah maupun untuk internal
Kemendag.
6. Perbaikan sistem remunerasi
Perbaikan sistem remunerasi dengan penerapan reward dan panishment yang
tegas. Punishment yang tegas dimaksudkan untuk pelanggaran terhadap kode
etik dan lalai dalam pelayanan.

Analisis Pengambilan Keputusan Menggunakan AHP

Struktur hirarki strategi pelayanan perijinan impor produk hortikultura


berbasis TI di Kementerian Perdagangan disusun oleh empat level hirarki, antara
lain:
1. Faktor yang memperngaruhi sasaran utama, yaitu organisasi dan SDM (F1),
biaya yang ditanggung importir (F2), sistem infrastruktur Inatrade (F3) dan
alokasi anggaran untuk pelayanan perijinan di Kementerian Perdaganagn (F4).
2. Aktor yang terlibat untuk mencapai sasaran utama, yaitu Menteri Perdagangan
(A1), Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri (A2), Direktur (Direktur
Impor dan Direktur Fasilitasi Ekspor dan Impor) (A3) dan tim teknis (kepala
seksi di Direktorat Fasilitasi Ekspor dan Impor, Tim TI dari PT EDII dan
petugas UPP) (A4).
3. Tujuan yang ingin dicapai, yaitu mendukung sistem perdagangan nasional dan
internasional (T1), mendukung upaya e-Government (T2), menurunkan biaya
(T3) dan mempercepat proses serta meningkatkan akurasi data perijinan impor
(T4).
4. Alternatif stategi yang diperoleh dari hasil analisis SWOT, antara lain
perbaikan sistem informasi terpadu (S1), perbaikan sistem monitoring dan
evaluasi (S2), perbaikan sistem layanan (S3), perbaikan sistem standardisasi
data/dokumen (S4), perbaikan sistem sosialisasi kebijakan (S5), perbaikan
sistem remunerasi (S6).
Penjelasan dan batasan dari faktor, aktor, tujuan serta alternatif stategi
yang digunakan dalam struktur hirarki dari pelayanan perijinan impor produk
hortikultura berbasis TI di Kementerian Perdagangan, disampikan sebagaimana
terlampir.
23

Gambar 8. Struktur hirarki Strategi Pelayanan Perijinan Impor Produk


Hortikultura Berbasis Teknologi Informasi Di Kementerian
Perdagangan

Pengolahan Horizontal
Pengolahan horizontal terdiri dari atas tiga tingkatan unsur, yaitu (1) tingkat
kepentingan aktor terhadap faktor; (2) tingkat kepetingan tujuan terhadap aktor;
(3) tingkat kepentingan strategi terhadap tujuan.
Tabel 5 menjelaskan tingkat kepentingan aktor terhadap faktor-faktor yang
berperan dalam pengembangan sistem inatrade. Berdasarkan tabel di atas,
Menteri adalah aktor yang paling berperan dalam pembenahan organisasi dan
SDM serta alokasi anggaran. Dirjen merupakan aktor penting dalam hal
pembenahan system infrastruktur inatrade sedangkan Tim Peaksana merupakan
aktor yang yang penting dalam hal menurunkan biaya serta.

Tabel 6. Bobot pengolahan herizontal unsur faktor terhadap semua aktor


Faktor
Aktor Organisasi & Sistem Infrastruktur Alokasi
Biaya
SDM Inatrade Anggaran
Menteri 0,425 0,220 0,292 0,457
Dirjen 0,301 0,227 0,302 0,263
Direktur 0,168 0,231 0,200 0,185
Tim Teknis 0,106 0,322 0,206 0,095
24

Guna menjalankan tugas membantu Presiden dalam penyelenggaraan


urusan pemerintah di bidang perdagangan, sebagai pimpinan puncak di
Kementerian Perdagangan, Menteri Perdagangan bertanggung jawab atas
keseluruhan manajemen organisasi dan memiliki kewenangan penuh dalam
perencanaan stategis guna mewujudkan visi dan misi Presiden. Penyusunan
struktur organisasi dan SDM serta alokasi anggaran merupakan hal stategik yang
menjadi salah satu kewenangan Menteri Perdagangan sesuai dengan amanat dari
Peraturan Presiden Nomor 48 tahun 2015 tentang Kementerian Perdagagangan.
Menurut Umar (2001) masalah-masalah stategis adalah tugas yang harus
dilakukan oleh manajemen puncak suatu organisasi bukan hanya dengan
mempertimbangkan lingkungan internal, melainkan juga lingkungan eksternal
karena mempunyai konsekuensi yang multifungsional. Salin itu, lingkungan
ektsrnal biasanya membutuhkan biaya besar, berorientasi pada masa depan, serta
mempengaruhi kemakmuran anggota organisasi dalam jangka panjang.
Dalam struktur organisasi di Kementerian Perdagangan, Direktur Jenderal
merupakan aktor yang paling berperan dalam menterjemahkan visi dan misi
menteri ke dalam bentuk kegiatan kementeriana yang lebih teknis. Dirjen menjadi
aktor yang bertanggung jawab dalam kegiatan teknis kementerian termasuk
program perbaikan sistem infrastruktur inatrade. Secara fungsi, pelaksanaan
pelayanan perijinan perdaganga dan pengembangan sistem inatrade berada di
bawah pengelolaan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri.
Dalam tata kelola pelaksanaan pelayanan perijinan, tim teknis merupakan
aktor terdepan yang berhadapan langsung dengan pelaku usaha jika terjadi
permasalahan teknis di lapangan. Ketika ada hambatan teknis berupa data tidak
terkirim ke INSW atau adanya nota penolakan dari Bea dan Cukai, sehingga
pelayanan kepabeanan tidak dapat diproses lebih lanjut yang berpotensi
menimbulkan biaya penumpukan dll, tim teknis harus siap memberikan pelayanan
dan memberikan solusi jalan keluar terhadap permasalah tersebut.
Jika dilihat dari tingkatan organisasi, manajemen dibagi dalam 3 tingkatan
yaitu : (1) Top Management (Manajemen Puncak) yang bertanggung jawab atas
pengaruh yang ditimbulkan dari keputusan-keputusan manajemen keseluruhan
dari organisasi. (2). Middle Management (Manajemen Mengengah) Manajemen
menengah harus memiliki keahlian interpersonal/manusiawi, artinya keahlian
untuk berkomunikasi, bekerjasama dan memotivasi orang lain. Manajer
bertanggungjawab melaksanakan rencana dan memastikan tercapainya suatu
tujuan. Misal: manajer wilayah, kepala divisi, direktur produk. (3). Lower
Management (Manajemen Tingkat Rendah). Manager bertanggung jawab
menyelesaikan rencana-rencana yang telah ditetapkan oleh para manajer yang
lebih tinggi. Pada tingkatan ini juga memiliki keahlian yaitu keahlian teknis,
atrinya keahlian yahng mencakup prosedur, teknik, pengetahuan dan keahlian
dalam bidang khusus (Hutahaean, 2014).
Tabel 6 menjelaskan tingkat kepentingan tujuan khusus yang ingin
dicapai dalam rangka pengembangan sistem inatrade di Kementerian
Perdagangan. Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui bahwa dengan
berkembanganya sistem inatrade sebagian besar aktor (Menteri, Dirjen, Direktur
Fasilitas Ekspor dan Impor), memiliki tujuan yang sama dengan yaitu mendorong
25

kelancaran sistem perdagangan nasional dan internasional. Tim teknis lebih fokus
pada tataran teknis yaitu hal yang lebih praktis yaitu terkait kecepatan dan akurasi
proses perijinan.
Menurut Pearce and Robinson (2000) dan David (2003) pemimpin
menentukan strategi perusahaan baik jangka panjang maupun jangka pendek.
Corporate Strategy atau Business Startegy merupakan strategi perusahaan untuk
mencapai tujuan jangka panjang, untuk itu yang menentukan strategi ini adalah
pimpinan puncak, dan pemilik perusahaan. Sedangkan strategi fungsi yaitu
strategi yang setiap tahunnya dirubah oleh Departemen dikatakan strategi jangka
pendek yang ditentukan oleh pimpinan menengah.

Tabel. 7. Bobot pengolahan herizontal unsur tujuan terhadap aktor


Aktor
Tujuan
Menteri Dirjen Direktur Tim teknis
Mendukung kelancaran sistem perdagangan 0,425 0,412 0,368 0,256
nasional dan internasional (T1)
Mendukung upaya e-Government (T2) 0,311 0,257 0,250 0,173
Menurunkan biaya (T3) 0,111 0,111 0,120 0,152
Mempercepat proses serta meningkatkan 0,155 0,220 0,263 0,419
akurasi data perizinan impor (T4)

Berdasarkan Safitriani (2014) Indonesia memiliki ketergantungan terhadap


perdagangan internasional sebagai mesin penggerak perekonomian nasional cukup
besar. Dalam jangka panjang ekspor berpengaruh signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kenaikan Ekspor satu persen cateris paribus,
maka dalam jangka panjang akan meningkatkan Laju Pertumbuhan Ekonomi
0.30051 persen (Salomo,2007). Oleh sebab hal tersebut dukungan untuk
mendorong kelancaran sistem perdagangan nasional dan internasional mulai dari
level Menteri sampai Direktur mutlak diperlukan.
Meskipun bobot tim teknis menempati posisi yang paling kecil, namun
peran tim teknis dalam tataran implementatif kebijakan tidak dapat disebut kecil.
Tim pengelola sistem inatrade/tim IT merupakan aktor terdepan yang berhadapan
langsung dengan pelaku usaha jika terjadi permasalahan teknis di lapangan.
Hambatan teknis biasa berupa data tidak terkirim ke INSW atau adanya nota
penolakan dari Bea dan Cukai, sehingga pelayanan kepabeanan tidak dapat
diproses lebih lanjut. Ketika ada permasalahan tersebut, tim teknis harus siap
memberikan pelayanan dan memberikan solusi jalan keluar terhadap permasalah
tersebut.
Tabel 7 menunjukan bahwa kepentingan alternatif strategi Perbaikan
sistem informasi terpadu dan Perbaikan sistem monitoring dan evaluasi dari
aspek sistem, SDM dan landasan hukum erat kaitannya dengan tujuan untuk
mendukung kelancaran sistem perdagangan nasional dan internasional.
Dalam kaitannya dengan impor hortikultura, pemanfaatan teknologi
infomasi membuat sistem administrasi dan prosedur perijinan impor menjadi lebih
senderhana dan transparan baik yang berkaitan dengan Kementerian Pertanian,
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Kementerian Perdagangan.
Manfaat ini pun juga dirasakan oleh importir yang mendapatkan pelayanan yang
lebih cepat dalam proses pengurusan kepabenanan di pelabuhan.
26

Tabel 8. Bobot pengolahan herizontal alternatif stategi terhadap tujuan

Tujuan
Mendukung Mempercepat
kelancaran Mendukung proses dan
Stategi
sistem upaya Menurunkan meningkatkan
perdagangan e- biaya akurasi data
nasional/ Government perizinan
internasional impor
Perbaikan sistem informasi 0,216 0,174 0,215 0,244
terpadu.
Perbaikan sistem monitoring 0,216 0,249 0,120 0,111
dan evaluasi
Perbaikan sistem layanan (user 0,172 0,198 0,215 0,238
friendly)
Perbaikan sistem standardisasi 0,177 0,181 0,144 0,197
data/dokumen
Perbaikan sistem sosialisasi 0,116 0,105 0,211 0,112
kebijakan
Perbaikan sistem remunerasi 0,103 0,092 0,095 0,099

Berdasarkan Mc Master (2006) teknologi komunikasi dan informasi


merupakan kunci dalam fasilitasi perdagangan. Pemanfaatan teknologi
komunikasi dan informasi (TIK) dapat menguraingi kompleksitas perdagangan
internasional, sehingga dapat meminimalkan biaya transaksi perdagangan. Selain
hal tersebut, manfaat lain yang diperoleh dari sistem tersebut adalah
meningkatkan keamanan perdagangan serta transparansi dalam rantai pasokan. Di
beberapa negara maju, konsep pemanfaatan teknologi informasi dalam fasilitas
perdagangan internasional sudah berevolusi menjasi sebuah Single Window
berupa portal layanan satu atap yang menyediakan gateway elektronik terpadu
yang memungkinkan informasi perdagangan dan dokumen lain yang terkait dapat
disampaikan hanya pada satu kali oleh eksportir, importir, broker pabean, freight
forwarder, agen pengiriman dan pemain lain, di titik masuk tertentu. Informasi
dan dokumen ini kemudian ditransmisikan ke Bea dan Cukai, karantina, perijinan,
pelabuhan dan otoritas pemerintah lainnya,serta perusahaan asuransi, bank dan
semua instansi swasta lainnya yang terlibat dalam perdagangan internasional. (Mc
Master, 2006).
Berdasarkan Grainger (2007) bahwa penerapan Single Window yang
berpedoman pada penyederhanaan prosedur ekspor impor, kesesuaian dengan
standard dan praktek perdagangan internasional, dan juga penerapan teknologi
informasi untuk mengurangi biaya yang timbul dalam proses perdagangan
internasional terutama antara pelaku bisnis dengan instansi pemerintah yang
terkait. Inisiatif dan konsep mengenai Single Window sendiri telah dianjurkan oleh
PBB sejak tahun 2005 karena melihat banyaknya keuntungan yang dapat
diperoleh suatu negara dengan mengembangkan konsep Single Window (Mc
Master, 2006).
27

Guna mendukung strategi tersebut, tentunya tidak akan lepas dari


pembenahan internal Kementerian Perdagangan baik di dalam kesiapan sistem
informasi, kesiapan SDM yang akan menjalankannya serta dukungan perauran
perundang-undangan. Oleh karena hal tersebut monev sistem secara berkala, baik
dari aspek sistem, SDM dan landasan hukum, merupakan hal yang sangat penting
guna mendukung tujuan-tujuan tersebut.

Pengolahan Vertikal
Pengolahan vertikal bertujuan untuk mengkaji pengaruh setiap unsur pada hirarki
terhadap sasaran utama. Skema hirarki pengolahan vertikal terhadap strategi
pelayanan perijinan impor produk hortikultura berbasis teknologi informasi di
Kementerian Perdagangan ditunjukan pada Gambar 9.

Gambar 9. Skema hirarki pengolahan vertikal terhadap strategi peningkatan


pelayanan perijinan impor produk hortikultura berbasis teknologi
informasi di Kementerian Perdagangan
28

Faktor organisasi dan SDM (0,399), aktor Menteri Perdagangan (0,3806),


tujuan mendukung kelancaran sistem perdagangan nasional/internasional (0,3927)
serta alternatif stategi perbaikan sistem informasi terpadu (0,2072) merupakan
unsur-unsur dalam hirarki yang paling berpengaruh terhadap sasaran utama dalam
meningkatkan pelayanan perijinan impor produk hortikultura berbasis teknologi
informasi di Kementerian Perdagangan.
Organisasi atau kelembagaan merupakan hal penting dalam
mengembangkan stategi untuk mencapai dengan pendekatan sistem. Dengan
organisasi dan pengorganisasian yang baik, SDM, sumber daya fisik dan sumber
daya modal/keuangan dapat di sinkronisasi dan kombinasi dengan lebih baik guna
mencapai tujuan dari Kementerian Perdagangan. Selain hal tersebut di atas,
dukungan SDM yang baik juga menjadi hal yang mutlak guna menggerakkan
strategi yang telah disusun guna menunjang pengembangan pelayanan perijinan
impor hortikultura berbasis TI di Kementerian Perdagangan. Selain faktor
organisasi & SDM, hal yang tidak dapat diacuhkan adalah alokasi anggaran yang
cukup. Alokasi anggaran merupakan faktor penting guna memastikan berjalannya
strategi pengembangan pelayanan perijinan impor hortikultura berbasis TI di
Kementerian Perdagangan.
Menurut Irianto (2001) manajemen sumber daya manusia merupakan salah
satu instrumen penting bagi organisasi dalam mencapai berbagai tujuannya. Bagi
sektor publik, tanggung jawab besar birokrasi dalam memberi pelayanan kepada
masyarakat harus didukung oleh Sumber Daya Manusia (SDM) aparatur yang
profesional dan kompeten. Dalam konteks reformasi birokrasi, MSDM merupakan
salah satu pilar perbaikan di samping aspek kelembagaan dan sistem. Utilisasi
SDM aparatur secara efektif dan efisien menjadi fungsi utama MSDM bagi
birokrasi mulai dari perencanaan hingga tahap terminasi SDM.
Faktor yang berperan dalam mendukung pelayanan perijinan diatas sejalan
dengan hasil kajian akademik yang dilakukan oleh Biro Organisasi dan
Kepegawaian (2013) terkait Penguatan Unit pelayanan Perdagangan. Berdasarkan
kajian tersebut diketahui bahwa guna meningkatkan peran unit pelayanan perijinan
dalam memberikan pelayanan perijinan diperlukan langkan-langkah diantaranya
adalah penguatan sisi kelembagaan unit pelayanan perdagangan sebagai unit yang
melayani pelayanan perijinan, alokasi anggaran dan perbandingan antara beban kerja
dengan sumberdaya manusia yang tersedia. Selain hal tersebut, guna mempercepat
proses perijinan perlu kaji mendalam terutama dari sisi peraturan perundang
undangan terkait mekanisme tanda tangan secara digital.
Dalam tata kelola pelayanan perijinan di Kementerian Perdagangan,
komitmen Menteri Perdagangan sebagai pimpinan puncak serta pimpinan
kementerian di bawahnya merupakan hal yang sangat penting dalam upaya
melakukan perbaikan terus menerus. Komitmen pimpinan dapat diwujudkan
dalam bentuk kebijakan dan keputusan yang konsisten terkait pengalokasian dan
pendayagunaan sumber daya dalam rangka peningkatan mutu pelayanan publik.
Salah satu bentuk komitmen pimpinan dalam upaya perbaikan proses
pelayanan perijinan di Kemeneterian Perdagangan adalah dengan dikeluarkannya
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53/M-DAG/PER/9/2014 tentang Unit
Pelayanan Perdagangan, yang menegaskan bahwa 97 jenis perijinan impor wajib
29

diajukan online dan janji layanan proses perijinan harus selesai dalam dua hari
kerja sejak dokumen diterima lengkap dan benar. Sejak dikeluarkannya peratraun
tersebut, seluruh SOP dan budaya kerja organisasi juga berubah. Dari komitmen
pimpinan kementerian tersebut diharapkan dapat merubah budaya organisasi
pelayanan perijinan dan meningkatkan kinerja karyawan dan pada gilirannya
dapat berhasil untuk mencapai tujuan organisasi.
Berdasarkan hasil telaah teori dan studi empirik yang dikutip oleh Toyib
(2005) dikemukakan bahwa kepemimpinan dan budaya organisasi kedauanya
berhubungan dan bisa saling berpengaruh (Schein, 1991; Pearce and Robinson, 2000:
399-400). Kepemimpinan yang diterapkan oleh pemimpin berpengaruh terhadap
penentuan stategi dan kinerja karyawan. Begitu pula buaya orhganisasi yang
diciptakan oleh pemimpin akan berpengaruh terhadap penerapan stategi dan
keberhasilannya serta terhadap kinerja karyawan (Hickman and Silva,1986; Kotter
& Heskett, 1992; Nurfarhati, 1999; Yaqin,2003; Moelyono, 2003).
Tujuan untuk mendukung kelancaran sistem perdagangan
nasional/internasional merupakan prioritas utama dalam peningkatan pelayanan
perijinan impor produk hortikultura di Kementerian Perdagangan. Tujuan utama
tersebut menjadi motifasi bagi Menteri Perdagangan, Direktur Jenderal dan
Direktur untuk melaksanakan tugas dan fungsinya dengan sebaik-baiknya sesuai
amanat Peratura Presiden Nomor 48 tahun 2015 tentang Kementerian
Perdagagangan serta nawacita pemerintah untuk meningkatkan ekspor 300%.
Mengingat pentingnya menjaga sistem perdagangan baik nasional dan
internasional serta guna mendukung target pemerintah untuk meningkatkan
ekspor 300% maka pengembangan aplikasi e-Government dalam fasilitas
perdagangan berupa pengembangan pengembangan pelayanan perijinan berbasis
TI menjadi salah satu kuncinya yang perlu di kembangkan. Berdasarkan hal
tersebut maka stategi pengembangan perijinan terpadu berbasis TI untuk impor
produk hortikultura yang memperingkas birokrasi perijinan diharapkan dapat
mempercepat proses dan dapat meningkatkan kelancaran arus barang.
Berdasarkan McMaster (2006), TIK merupakan kunci dalam fasilitasi
perdagangan. Fasilitas perdagangan bebasis teknologi elektronik menjadi hal yang
sangat penting dalam menghadapi peningkatan volume perdagangan internasional
yang terus berkembang, karena sistem tradisional yang masih berbasis kertas tidak
akan mampu mengatasi peningkatan jumlah transakis perdagangan internasional.
Dalam perdagangan internasional, manfaat lain yang akan didapat ketika
pemerintah memberikan fiasilitas perdagangan terhadap produk impornya, di satu
sisi juga dapat mengurangi resiko terhadap tindakan balasan dari negara tujuan
ekspor/Trade Remedies.
Stategi lain yang akan mendukung stategi utama adalah monitoring dan
evaluasi sistem secara berkala baik dari aspek sistem, SDM dan landasan hukum.
Penerapan stategi ini dipandang penting untuk diterapkan mengingat stategi ini
akan memotret kebutuhan dan kondisi lapangan sehingga diketahui posisi terkini.
Informaisi-informasi tersebut merupakan input yang sangat penting dalam
melakukan perencanaan strategik guna melakukan perbaikan-perbaikan lebih
lanjut.
30

IMPLIKASI MANAJERIAL

Kementerian Perdagangan dapat menerapkan paket stategi dalam rangka


pengembangan pelayanan perijinan impor produk hortikultura. Dari dukungan
sistem perijinan Kementerian Perdagangan dapat mengembangkan mekanisme
perijinan terpadu berbasis IT, standardisasi data/dokumen serta membentuknya ke
dalam sebuah sistem user friendly. Dan penerapan monitoring dan evaluasi sistem
secara berkala baik dari aspek sistem, SDM dan landasan hukum dapat diperoleh
hasil analisis dan gambaran terhadap potret pelayanan yang telah dilakukan, data
base pelaku usaha, profil komoditi dan sistem pelayanan yang baik untuk
medukung dalam meningkatkan kecepatan arus barang dan logistik nasional.
Namun demikian ada beberapa tantangan yang harus dihadapi, diantaranya
resisteni petugas dan pelaku usaha yang masih nyaman dengan sistem manual
dalam pelayanan perijinan, sehingga sebagai vendor pelayanan perijinan berbasis
IT, Direktorat Fasilitasi ekspor dan Impor harus terus berupaya untuk
mendekatkan diri kepada direktorat teknis lain yang menangani perijinan
(Direktorat Impor dan Direktorat Ekspor) agar mudah beradaptasi dengan proses
bisnis baru yang menggunakan sistem, konsep pendekatan sistem “bottom to top”
juga diterapkan agar penerapan berjalan mulus sehingga operator dan pejabat
merasakan manfaat sistem ini.
Penguatan kelembagaan pelayanan serta dukungan alokasi anggaran yang
memadai sangat dibutuhkan dalam peningkatan peran unit pelayan perdagangan
buna meningkatkan kualitas layanan perijinan. Untuk mewujudkan hal tesebut
dibutuhkan komitmen Menteri Perdagangan beserta jajarannya untuk mengawal
proses perubahan ke arah yang lebih baik.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
1. Pelayanan di pelayanan ijin impor di Kementerian Perdagangan, khususnya
perijinan produk hortikultura memiliki beberapa kelemahan, yaitu sumber
daya penunjang yang kurang memadai, adanya keanekaragaman
data/dokumen impor, terjadi resistensi internal terhadap perubahan pola
perijinan, kurangnya sosialisasi sistem perijinan online, masalah remunerasi,
dan adanya kekakuan alokasi anggaran.
2. Faktor paling berpengaruh dalam penerapan sistem adalah Organisasi dan
SDM dan aktor yang paling dominan adalah Menteri.
3. Strategi peningkatan mutu pelayanan perijinan yang dapat diambil adalah
mekanisme perijinan terpadu berbasis TI serta monitoring dan evaluasi sistem
secara berkala baik dari aspek sistem, SDM dan landasan hukum.
31

Saran
Guna mendukung peningkatan pelayanan perijinan di Kementerian
Perdagangan, berdasarkan hasil kajian yang dilakukan diusulkan hal sebagai
berikut:
1. Penggunaan TI dalam pelayanan perijinan sudah menjadi tuntutan saat ini
dan harus terus dikembangkan sesuai tuntutan kebutuhan ke depan,
melalui pembangunan koneksi dengan kementerian teknis, agar dapat
mengirimkan rekomendasi impor secara online ke Inatrade.
2. Konsep pelayanan perijinan satu atap menjadi pilihan Kementerian
Perdagangan untuk memberikan kemudahan bagi pengguna layanan, maka
adanya penguatan kelembagaan UPP dapat memberikan pelayanan yang
lebih profesional.
3. Dukungan dari pimpinan sangat penting dalam upaya melakukan
perbaikan terus menerus melalui komitmen kebijakan dan keputusan
konsisten terkait pengalokasian dan pendayagunaan sumber daya dalam
rangka peningkatan mutu pelayanan publik.
4. Perubahan mindset merupakan awal dari seluruh usaha perbaikan dan
mempunyai pengaruh yang sangat besar untuk keseluruhan proses
peningkatan pelayanan publik, maka pegawai Kementerian Perdagangan
yang menangani pelayanan perijinan perlu ditanamkan jiwa service of
excellent dalam setiap menjalankan tugasnya masing-masing, membentuk
budaya ‘pelayanan prima’
32

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik (BPS), diakses dari Pelayanan Data Kementerian


Perdagangan, diakses pada tanggal 31 Juli 2015.
David, F R. 2009. Strategic Management: Manajemen Strategik Konsep. Edisi 12.
Jakarta: Salemba Empat.
Grainger, A. 2007 “Customs and Trade Facilitation: from Concepts to
Implementation”, World Customs Journal, Vol. 1 No. 2, 2007
Ishizaka A dan Labib A. 2009. Analytical Hierarchy Process and Expert Choice:
Benefits and Limitations. England (UK): J-ORInsight. 22(4).p.201-220
Inatrade, 2015. Pemberlakuan Mandatory Online Terhadap 96 Perijinan.
[internet].[diunduh 2015 Januari 20]. Bisa didapat pada
http://inatrade.kemendag.go.id/index.php/home/detail_news/86
Irianto J. 2011. Manajemen Sumber Daya Manusia Sektor Publik di Indonesia:
Pengantar Pengembangan Model MSDM Sektor Publik, Volume 24
Nomor 4 Hal 281-291
Hickman, C.R., and M.A. Silva. 1986. Creating Excellence: Managing Corporate
Culture, Strategy and Change in the New Age. Canada: New American
Library.
Hutahaean, J. 2014 Konsep Sistem Informasi. Yogyakarta: Deepublish
[internet][diunduh 2015 Agustus 15]. Bisa didapat pada
https://books.google.co.id/books?id=o8LjCAAAQBAJ&pg=PA18&hl=id
&source=gbs_selected_pages&cad=2#v=onepage&q&f=false
[Kemendag], Kementerian Perdagangan. 2013. Laporan Kinerja Menteri
Perdagangan RI Tahun 2012. Kementerian Perdagangan. Pushaka (c) 2013
[Kemendag], Kementerian Perdagangan. 2015 Peraturan Menteri Perdagangan
Nomor 30/M-DAG/PER/5/2012 tentang Ketentuan Impor Produk
Hortikultura. [Internet]. [diunduh 2014 Januari 10]. Bisa didapat pada
http://www.kemendag.go.id/id/news/2012/05/10/ketentuan-impor-produk-
hortikultura
[Kemendag], Kementerian Perdagangan. 2015. Peraturan Menteri Perdagangan
Nomor 53/M-DAG/PER/9/2014 tentang Unit Pelayanan
Perdagangan.[Internet].[diunduh 2015 Januari 30]. Bisa didapat pada
http://inatrade.kemendag.go.id/index.php/perijinan/get_download/182.pdf
Kotter, J.P. & Heskett, J.L. 1992. Corporate Culture and Performance. New York:
The Free Press.
Maarif MS dan Tanjung H. 2003. Teknik-Teknik Kuantitatif Untuk Manajemen.
Jakarta (ID): Gramedia Widiasarana Indonesia.
Marimin dan Nurul Maghfiroh. (2010). Aplikasi Teknik Pengambilan Keputusan
dalam Manajemen Rantai Pasok. Bogor : IPB Press.
33

McMaster J. Nowak J, 2006 “The Evolution of Electronic Trade Facilitation:


Towards a Global Single Window Trade Portal”, tersedia di
http://www,researchgate,net/profile/Jan_Nowak6/publication/228581401_
The_Evolution_of_Electronic_Trade_Facilitation_Towards_a_Global_Sin
gle_Window_Trade_Portal/links/0deec52d4fc5617350000000?ev=pub_ex
t_doc_dl&origin=publication_detail&inViewer=true [Oktober 2014]
Mulyono, T. P. 1999. Analisis Laporan Keuangan untuk Perbankan, (Edisi
Keempat). Jakarta: Jambatan
Nurfarhaty, 1999. Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan
(Suatu Kajian pada PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk Kandatel Malang).
Tesis: Program Pascasarjana Universitas Brawijaya. Tidak dipublikasikan
Ombudsman Republik Indonesia. (2013). Executive Summary: Kepatuhan
Kementerian dalam Pelaksanaan Undang-Undang 25 Tahun 2009
Tentang Pelayanan Publik. Ombudsman RI. Jakarta: Indonesia.
Pearce II, J.A., and R.B. Robinson. 2000. Strategic Management: Formulation,
Implementation, and Control, Seventh Edition. Malaysia: McGraw-Hill
International Editions
Rangkuti F. 2006. Analisis SWOT : Teknik Membedah Kasus Bisnis Reorientasi
Konsep Perencanaan Strategis untuk Menghadapi Abad 21. Jakarta (ID):
PT. Gramedia Pustaka Utama.
Saaty, T L. 1993. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin, Proses Hirarki
Analitik untuk Pengambilan Keputusan dalam Situasi yang Kompleks.
Pustaka Binama Pressindo.
Safitriani, S. 2014. Perdagangan Internasional dan Foreign Direct Investment di
Indonesia, Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, Vol. 8 No. 1 Juli 2014.
Salomo, R M. 2007. Peranan Perdagangan Internasional Sebagai Salah Satu
Sumber Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, Parallel Session IIID : Trade III
(Growth & FDI), Wisma Makara, Kampus UI – Depok.
Schein, E.H. 1991. Organizational Culture and Leadership. San Francisco: Jossey-
Bass Publisher.
Toyib, A. 2005 Hubungan Kepemimpinan, Budaya, Stategi, dan Kinerja:
Pendekatan Konsep. Jurnal Manajemen & Kewirausahaan, Vol. 7. No. 1
MAret 2005: 60-73.
Umar, H 2001. Stategic Manajement In Action: Konsep, Teori, dan Teknis
Menganalisisi Manajemen Stategis Stategic Bussiness Unit Berdasarkan
Konsep Michael R. Porter, Fred R. Davis, dan Wheelen-Hunger, PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 2001)
[WTO], 1999. The Results of the Uruguay Round of Multilateral Trade
Negotiations: The Legal Texts. United Kingdom: Cambridge University
Press.
Yaqin, Nurul. 2003. Pengaruh Beberapa Variabel Budaya Organisasi Terhadap
Kinerja Karyawan Pada PT. Petrokimia Gresik, Tesis: Program
Pascasarjana Universitas Brawijaya. Tidak dipublikasikan.
34

Lampiran 1. Penjelasan dan Batasan Hirarki AHP

Hirarki Elemen Hirarki Keterangan


Faktor Organisasi dan SDM Organisasi dan SDM termasuk kelembagaan
penyelenggara pelayanan perijinan baik di Unit
Pelayanan Perijinan, Direktorat Impor,
Direktorat Ekspor
Biaya Biaya yang dikeluarkan oleh importir baik
dalam pengurusan dokumen impor, logistik
maupun proses penyelesaian kepabeanan
Sistem infrastruktur Sarana maupun prasarana yang digunakan
Inatrade dalam pelayanan perijinan termasuk hard ware
maupun soft ware yang digunakan.
Alokasi anggaran Alokasi anggaran Kementerian Perdagangan
untuk pendukung penyelenggaraan pelayanan
perijinan impor dan ekspor
Aktor Menteri Menteri Perdagangan
Dirjen Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri
Direktur Direktur Impor dan Direktur Fasilitasi Ekspor
dan Impor
Tim Teknis Kepala seksi di Direktorat Fasilitasi Ekspor dan
Impor, Direktora Impor, Tim TI dari PT EDII
dan petugas UPP
Tujuan Mendukung kelancaran Terwujudnya transaksi perdagangan dan
sistem perdagangan kelancaran arus barang maupun arus dokumen
nasional dan baik dalam perdagangan luar negeri maupun di
internasional dalam negeri. Arus barang dan dokumen yang
kompatibel dengan sistem perdagangan yang
ada di luar negeri dan semua instansi/lembaga
di dalam negeri.
Mendukung upaya e- Mendukung upaya untuk pengembangan
Government penyalenggaraan kepemerintahan yang berbasis
elektronik untuk menjamin kelancaran arus
barang dan transortasi. Suatu penataan system
manajemen dan proses kerja di lingkungan
pemerintah dengan mengoptimalkan
pemanfaatan teknologi informasi dan
komunikasi
Efisiensi biaya Mewujudkan sistem perdagangan yang dapat
menurunkan biaya-biaya yang harus di
keluarkan oleh pelaku usaha, sehingga dapat
lebih berdaya saing.
Mempercepat proses Mewujudkan sebuah proses perijinan impor
serta meningkatkan yang lebih cepat, akurat, akuntabel dan
akurasi data perijinan transparan
impor
35

Alternatif Perbaikan sistem Pengembangan sistem pelayanan perijinan


Stategi informasi terpadu. berbasis teknologi informasi secara terpadu.
Pengembangan diarahkan agar sistem
pelayanan lebih terintegrasi dan saling
terkoneksi mulai kementerian teknis yang
mengeluarkan rekomendasi, Kementerian
Perdagangan yang mengeluarkan perijinan
hingga Bea dan Cukai serta surveyor yang
melakukan verifikasi barang di pelabuhan muat
barang termasuk sistem pemotongan pelaporan
dan pemotingan alikasi impor yang tersisa.
Perbaikan sistem Perbaikan monitoring program, kegiatan dan
monitoring dan evaluasi. aktifitas pelayanan dilakukan sistem
monitoring secara periodik. Evaluasi dari sisi
sistem, SDM dan landasan hukum.
Perbaikan sistem Perbaikan sistem layanan melalui Inatrade agar
layanan. lebih sederhana, informatif dan memudahkan
pengguna jasa layanan (user friendly).
Perbaikan sistem Perbaikan sistem sesuai dengan bahasa
standardisasi pemograman serta format yang standar secara
data/dokumen internasional (ekspor/impor) yang
memungkinkan terjadinya pertukaran data
lintas kementerian/instansi/negara.
Perbaikan sistem Perbaikan sistem sosialisasi, workshop atau
sosialisasi kebijakan bimbingan teknis terkait perkembangan
kebijakan impor dan sistem Inatrade secara
rutin kepada pelaku usaha, dinas perdagangan
di beberapa daerah maupun untuk internal
Kemendag.
Perbaikan sistem Perbaikan sistem remunerasi dengan penerapan
remunerasi reward dan panishment yang tegas. Punishment
yang tegas dimaksudkan untuk pelanggaran
terhadap kode etik dan lalai dalam pelayanan.
36

Lampiran 2. Pembobotan IFE


37

Lampiran 3. Pembobotan EFE


38

Lampiran 4. Hasil Pengolah Horizontal AHP

Prioritas Faktor

Prioritas Aktor

Prioritas Aktor

Prioritas Tujuan

Prioritas Stategi
39

Lampiran 5. Hasil Pengolahan Vertikal AHP

FAKTOR F1 F2 F3 F4 BOBOT
VP Faktor 0,399 0,105 0,235 0,261 AKTOR PRIORITAS
A1 0,425 0,22 0,292 0,457 0,380572 1
A2 0,301 0,227 0,302 0,263 0,283547 2
A3 0,165 0,231 0,2 0,185 0,26389 3
A4 0,106 0,322 0,206 0,095 0,192197 4

AKTOR A1 A2 A3 A4 BOBOT
VP
AKTOR 0,425 0,301 0,168 0,106 TUJUAN PRIORITAS
T1 0,423 0,412 0,368 0,256 0,392747 1
T2 0,311 0,257 0,25 0,173 0,269870 2
T3 0,111 0,111 0,12 0,152 0,116858 4
T4 0,155 0,22 0,263 0,419 0,220693 3

TUJUAN T1 T2 T3 T4 BOBOT
VP
TUJUAN 0,423 0,311 0,111 0,155 STRATEGI PRIORITAS
S1 0,216 0,174 0,215 0,244 0,20717 1
S2 0,216 0,249 0,12 0,111 0,14287 2
S3 0,172 0,198 0,215 0,238 0,13867 4
S4 0,177 0,161 0,144 0,197 0,14017 3
S5 0,116 0,105 0,211 0,112 0,08989 5
S6 0,103 0,092 0,095 0,099 0,05274 6
40

Lampiran 6. Alur Pelayanan Perijinan Impor Produk Hortikultura melalui sistem


on line Inatrade

Anda mungkin juga menyukai