Andi Sandi Arif - Negara Hukum
Andi Sandi Arif - Negara Hukum
Negara Hukum
by Andi Sandi Ant.T.T.
1. Sejarah
Sejarah perkembangan Negara hukum lebih dahulu ada bila dibandingkan
dengan pemikiran tentang Ilmu Negara ataupun Hukum Tata Negara. Hal ini
merupakan dampak dari pelaksanaan pemerintahan yang ada pada saat itu,
yaitu pemerintahan yang absolute. Oleh sebab itu, para cendikiawan dan para
bangsawan, pada saat itu, mencoba untuk mencari solusi untuk meminimalisir
ataupun menghilangkan dampak dari abusing of power yang dilakukan oleh
penguasa. Solusi yang ditawarkan oleh para cendiakawan dan bangsawan
tersebut sangat dipengaruhi oleh pemahaman mereka terhadap Negara dan
Tradisi Hukum yang berlaku:
a. Paham Negara Individualistik,
Dipengaruhi oleh pandangan Aristoteles, yang menyatakan bahwa
“Manusia adalah Mahluk Sosial (Zoon Politikon)”. Oleh sebab itu, para
pemikir paham Negara individualistik, lebih mengutamakan kepentingan
individu. Jadi mereka berpendapat bahwa Negara itu terbentuk karena
persatuan dari para individu.
Tokoh:
1. Thomas Hobbes (Homo homini lupus, belum omnum
contra omnes). Negara didasarkan atas individu-individu
yang mengadakan kontrak sosial dengan kepentingan
untuk menghilangkan rasa takut dari masing-masing
individu. Semua individu menyerahkan seluruh haknya
kepada Negara agar Negara dapat memberikan rasa
aman pada setiap warganya.
2. John Locke (Status Naturalis). Bahwa ketika manusia
lahir, semua manusia itu bebas dan telah memiliki hak-
hak, tetapi mereka menyadari bahwa hak dari manusia
yang satu dapat menganggu hak dari manusia yang lain,
sehingga mereka membentuk Negara untuk melindungi
hak-hak masing-masing individu tersebut. Jadi tugas
Negara yang utama adalah untuk melindungi hak-hak
asasi dari warganya.
Secara umum, di dunia ini ada dua macam tradisi hukum yang dikenal, yaitu
Continental Law (Germany, Netherland) dan Common Law (USA (generally),
United Kingdom), tetapi ada juga Negara yang mencoba untuk memadukan
kedua tradisi hukum tersebut (Campuran) (South Africa dan USA pada
pemerintah nasionalnya- Continental law). Berdasarkan tradisi hukum yang
dimiliki oleh masing-masing Negara ditambah lagi dengan perkembangan, ide
bernegara, dan tujuan dari warga negara tsb, maka konsep Negara hukum
sedikit berbeda antara Negara yang bertradisi common law dengan Negara yang
bertradisi continental law (Modern Roman Law), walaupun keduanya memiliki
pandangan terhadap Negara yang sama (Individualistik).
Pada Negara Common law, tujuan utama dari Negara adalah untuk melindungi
hak-hak dasar dari para warganya. Dengan demikian fokus utama Negara
adalah memberikan perlindungan kepada warganya karena paham individualistik
yang mereka anut. Negara baru dapat bertindak bila para individu telah
memberikan hak untuk itu. Sebagai akibat lebih lanjut dari bentuk perlindungan
ini, maka lahir yang disebut dengan Habeas Corpus Act (Asas Legalitas dari
suatu tindakan Negara). Jadi ada supremasi hukum (rule of law) dalam Negara
tersebut yang berlaku sama bagi setiap orang (equality before the law); semua
orang dianggap sama dalam hukum karena mereka semua (para individu) yang
memberikan hak tersebut kepada Negara. Pemberian hak-hak kepada Negara
dilakukan oleh para individu tanpa melihat status, suku, atau pun kedudukan
mereka. Jadi Negara tidak boleh membedakan perlakuan kepada siapapun.
Konsekuensinya, dalam bidang peradilan, kemudian, Negara tidak akan
memperlakukan pembedaan kepada siapapun, sehingga negara tidak perlu
membentuk peradilan khusus untuk mengadili para pejabat pemerintah.
Di sisi lain, Negara continental law tradition (modern roman law) yang juga
berpaham individualistik, ditambah lagi dengan berpedoman pada Negara Polisi
(polizei staat) dari Hans Nawiasky, (“Bahwa Negara mempunyai dua fungsi
besar, yaitu sebagai penjaga tata tertib dan keamanan (sicherheit polizei) dan
sebagai penyelenggara perekonomian atau menyelenggarakan semua
kebutuhan hidup warga Negara (wohlfart polizei)”), Immanuel Kant
(methaphysiche ansfangsgrunde der recthslehre) memperkenalkan konsep
negara hukum liberal. Menurut Kant, konsep ini berawal ketika para raja
ataupun bangsawan yang berkuasa, pada saat itu, mengalami kesulitan dana
untuk menjalankan kekuasaannya, maka raja/bangsawan tersebut, kemudian,
mengundang para orang-orang kaya (tuan tanah: land lord) dan para
cendikiawan untuk membantunya dalam hal-hal keuangan dan pemikiran-
pemikiran demi melanggengkan kekuasaan raja/ bangsawan tsb. Sebagai kontra
prestasi dari sumbangan dana dan pemikiran dari orang-orang kaya dan
cendikiawan tersebut, raja/bangsawan memberikan hak untuk menjalankan
fungsi ekonomi dari negara kepada mereka (telah terjadi pembagian kekuasaan
antara para penguasa dan golongan borjuis). Jadi tugas negara dalam bidang
ekonomi hanya dikuasai oleh para kelompok borjuis dan para cendikiawan.
Akibat lebih jauh dari penyerahan tugas tersebut adalah penguasaan bidang
ekonomi hanya dapat dilakukan oleh orang-orang kaya dan cendikiawan saja.
Inilah yang mengakibatkan lahirnya ungkapan yang dikenal dengan laise faire,
laise passe. Jadi yang kuat pasti akan selalu menang. Pembagian tugas ini
mengakibatkan para penguasa (raja/bangsawan) hanya bertugas untuk menjaga
ketertiban dan keamanan saja. Jadi negara dalam hal ini hanya mempunyai
tugas sebagai penjaga malam (nachtwachter staat), yaitu hanya bertugas
menjaga ketertiban dan keamanan saja. Konsep ini tidak berjalan dengan baik,
1
Pada masa ini, rakyat tidak lagi terlalu konfrontatif dengan negara dan negara, yang dalam hal
ini pemerintah, memerlukan kelonggaran dalam melaksanakan salah satu kewajibannya, yaitu
untuk mencapai kemakmuran rakyat, sehingga diperlukan semacam escape clause
(pengecualian) dari ketentuan undang-undang agar pemerintah dapat dengan leluasa bergerak
namun dengan catatan seluruh gerak pemerintah tersebut harus bertujuan untuk mencapai
kemakmuran. Konsekuensinya, negara mendegelasikan sebagian kewenangannya untuk
membentuk undang-undang kepada pemerintah. Dengan ketentuan ini, maka pemerintah dan
negara (baca: kekuasaan legislatif) mempunyai kedudukan yang sama dalam percaturan
kehidupan bernegara karena kedua lembaga ini mempunyai kewenangan untuk membentuk
undang-undang. Hal inilah kemudian yang menyebabkan dalam rechtmatigheid van het bestuur
posisi pemerintah dan rakyat (yang diwakili oleh lembaga legislatif) menjadi sejajar dalam rangka
mewujudkan kesejahteraan.
Bagi para penganut paham negara golongan, konsep negara hukum yang
mereka terima sedikit berbeda dengan konsep negara hukum bagi mereka yang
menganut paham individualistik. Para penganut paham negara golongan lebih
mengutamakan socialist legality. Yang artinya, negara men-sakral-kan
kepentingan umum. Hal ini pernah diterapkan pada Uni Soviet (USSR). Dalam
UUD USSR juga terdapat Freedom of Press, equality before the law, rule of law,
dsb, tetapi kesemua ketentuan itu tidak diutamakan untuk perlindungan individu,
melainkan ditujukan untuk mencapai negara sosialis.
Kedua konsep Negara hukum itu, dari paham individualistik dan golongan,
kemudian digabungkan untuk meminimalisir dampak negatif dari masing-masing
konsep negara hukum tsb. Konsep gabungan ini yang kemudian dilakukan oleh
penganut paham integralistik. Semua unsur negara hukum yang berasal dari
paham individualistik dan golongan terdapat didalamnya. Yang membedakannya
d. Indonesia:
Ashary (Negara Hukum Indonesia) (sebelum amandemen):
1. Hukum bersumber pada Pancasila (dan Pembukaan UUD
1945 harus dilihat sebagai Ide bernegara) ,
2. Kedaulatan Rakyat (Pasal 1 ayat (2) UUD 1945),
3. Pemerintahan berdasarkan konstitusi (Pasal 1 ayat (2)
UUD 1945),
4. Persamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan
(Pasal 27 ayat (1) UUD 1945),
5. Kekuasaan kehakiman yang bebas dari kekuasaan lainnya
(Pasal 24 ayat (1) UUD 1945),
6. Pembentukan undang-undang adalah presiden bersama-
sama dengan DPR( Lihat Pasal 20 ayat (1) dan Pasal 5
ayat (1) UUD 1945),
7. Sistem MPR (lihat Pasal 1-3 UUD 1945).
Note:
Setelah proses amandemen, sistem pembagian
kekuasaan yang digunakan bukan lagi sistem MPR
melainkan sistem constitutional (Pasal 1 ayat (2)
UUD 1945).
Pada prinsipnya Indonesia menggunakan prinsip
separation of powers dan check and balance
system (terdapat kewenangan untuk mengawasi
dan mengontrol lembaga negara yang lain
sehingga dapat tercapai keseimbangan) namun
terdapat beberapa pengecualian, salah satunya the
executive in the parliament (presiden ikut serta
dalam pembuatan Undang-undang).
Issue: Apakah Republik Indonesia setelah proses amandemen UUD 1945 tetap
memenuhi unsur-unsur negara hukum?
Literatures:
1. Indonesia Negara Berdasarkan Atas Hukum, Pengarang Padmo Wahyono
2. Hukum Administrasi Negara, Pengarang Ridwan H.R.
3. Negara Hukum Indonesia: Analisis Yuridis Normatif tentang Unsur-Unsurnya,
Pengarang Azhary.
4. Seri Ilmu Hukum Tata Negara: “Negara Hukum”, Pengarang Joeniarto
5. Kedaulatan Rakyat, Negara Hukum, dan Konstitusi, Pengarang Dahlan Thaib.
6. Tiga UUD Indonesia, Penerbit PT Sinar Harapan.
7. UUD 1945 dan Perubahannya, Penerbit Sekretariat Jenderal MPR RI.