Anda di halaman 1dari 18

INDONESIAN TREASURY REVIEW

JURNAL PERBENDAHARAAN, KEUANGAN NEGARA DAN KEBIJAKAN PUBLIK

TINJAU ULANG KONSEP DAN PRAKTIK KJPM:


PENDEKATAN BIBLIOGRAFI

Windraty Ariane Siallagan


Direktorat Jenderal Perbendaharaan
Alamat Korespondensi: windraty.siallagan@kemenkeu.go.id

ABSTRACT
Medium-term Expenditure Framework (MTEF) has been implemented more than two decades in a number of countries since
its gained prominence in public management reforms in 1990s. Assessment and research on policy and implementation of
MTEF has been conducted. Utilizing a wide range of literature such as books and research papers concerning MTEF since 2000
to 2018, this paper aims at reviewing current state of literature on conceptual and practical aspects of MTEF, investigating
gaps in the literature and analyzing future research agenda. The literature on MTEF paid attention to policy implementation
and policy evaluation, but there has been no significant progress of MTEF policy design. While MTEF has been a widespread
trend across the globe, literature on Southeastern Asia especially Indonesia remains limited. In addition, research on MTEF is
dominated by qualitative methodology with a meager of quantitative research. This finding calls for future agenda of research
to focus on developing countries especially in Southeastern Asia and Indonesia, to support the utilization of quantitative and
mixed research methods, and to employs an in-depth research on the design focusing on costing.

KATA KUNCI:
Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah, Perencanaan, Anggaran

ABSTRAK
Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) telah dilaksanakan lebih dari dua dekade di berbagai negara sejak tren
dimaksud mengemuka dalam reformasi manajemen publik 1990-an. Penilaian dan penelitian terkait kebijakan dan
implementasi KPJM juga telah banyak dilakukan. Dengan menggunakan literatur atau kepustakaan seperti buku dan jurnal
ilmiah terkait KPJM periode 2000 s.d. 2018, tulisan ini bertujuan untuk melakukan reviu atas status terkini literatur
mengenai KPJM, menginvestigasi kesenjangan dalam literatur dan menganalisis agenda riset di masa yang akan datang.
Penelitian ini berargumen bahwa berbagai kajian KPJM memberikan perhatian terhadap implementasi dan evaluasi
kebijakan KPJM, namun isu bagaimana KPJM didesain khususnya terkait analisis biaya belum memiliki progress yang
signifikan Walaupun KPJM telah diimplementasikan di berbagai negara, literatur KPJM di Asia Tenggara khususnya
Indonesia masih terbatas. Di samping itu, literatur atas penilaian KPJM di berbagai negara didominasi oleh metodologi
penelitian kualitatif, dengan penelitian kuantitatif dan pendekatan gabungan yang terbatas. Selanjutnya, penulis
berargumen dan menawarkan suatu agenda riset di masa yang akan datang antara lain perluasan cakupan penelitian pada
negara-negara Asia Tenggara dan Indonesia, penggunaan metodologi penelitian kuantitatif atau penelitian gabungan
dalam kajian KPJM dan melakukan kajian yang mendalam mengenai desain dan analisis biaya KPJM.

KLASIFIKASI JEL:
H61, H68

CARA MENGUTIP:
Siallagan, W. A. (2019). Tinjau ulang konsep dan praktik KPJM: Pendekatan bibliografi. Indonesian Treasury Review, 4(2),
177-194.

177
TINJAU ULANG KONSEP DAN PRAKTIK KJPM: Indonesian Treasury Review Vol.4, No.2, (2019), Hal. 177-194
PENDEKATAN BIBLIOGRAFI
178

1. PENDAHULUAN memberikan implikasi baik secara konseptual


1.1. Latar Belakang maupun praktik. Implikasi konsepsi dari penelitian
ini adalah memberikan fondasi (groundwork) bagi
Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah pengembangan konsep KPJM termasuk paradigma
(KPJM) semakin mengemuka dalam diskursus baru dan bukan sekedar mengulang ulasan
penganggaran dan keuangan publik di berbagai mengenai kesuksesan atau kegagalan dari
negara. KPJM mulai dikenal sejak tahun 1980-an implementasi KPJM. Dengan demikian, kajian ini
sejak Australia menerapkan ‘forward estimates’ diharapkan dapat memberikan rekomendasi bagi
dalam penganggarannya. Namun demikian, KPJM agenda riset KPJM khususnya di negara
mulai mendapat perhatian di tahun 1990-an berkembang seperti di Indonesia. Adapun
(World Bank, 2013). implikasi praktis melalui ringkasan hasil evaluasi
World Bank (2013) melaporkan sampai atas penerapan KPJM dalam kajian ini diharapkan
dengan tahun 2008, dua pertiga dari seluruh dapat memberikan masukan bagi pengembangan
negara atau setidaknya 132 negara telah dan implementasi KPJM yang tengah berlangsung
mengimplementasikan KPJM. Adapun OECD di Indonesia saat ini.
(2012) melaporkan bahwa 90 persen negara maju 1.2. Tujuan Penelitian
(advanced economy) telah menerapkan KPJM. Data
tersebut di atas merefleksikan luasnya penerapan Penelitian ini bermaksud untuk memberikan
KPJM di berbagai negara seluruh dunia. nilai tambah bagi pengetahuan dan implementasi
KPJM melalui analisis dalam rangka meninjau
Di Indonesia, KPJM adalah salah satu pilar ulang perkembangan konsep dan praktik KPJM di
penganggaran disamping penganggaran terpadu berbagai negara. Di samping itu penelitian ini
dan penganggaran berbasis kinerja. Namun diharapkan dapat membantu peneliti lain untuk
demikian, implementasi KPJM belum selesai dan melakukan riset KPJM pertama kali atau
sukses, terbukti dari berbagai tahapan memperluas penelitian KPJM yang sudah ada.
implementasi yang ditetapkan Pemerintah. Penelitian ini akan mengidentifikasi
Walaupun KPJM diperkenalkan pertama kali dalam perkembangan literatur dari sisi konsep maupun
Undang-Undang No. 17 tahun 2003 tentang pengalaman empiris terkait KPJM. Berdasarkan hal
Keuangan Negara, KPJM secara rinci baru mulai dimaksud, diharapkan dapat dipetakan suatu
diimplementasikan sejak tahun 2011 (World Bank, struktur mengenai status konsepsi dan praktik
2016) dan mengalami berbagai penyesuaian dalam terkini KPJM.
implementasinya (DJA, 2016).
Tujuan utama penelitian ini adalah:
Diskusi mengenai KPJM cenderung terbatas
dibandingkan dengan isu penganggaran lainnya (1) melakukan reviu atas status perkembangan
seperti model penganggaran berbasis hasil atau terkini konsepsi dan praktik KPJM;
kinerja, antara lain seperti yang dilaporkan oleh (2) mengidentifikasi kesenjangan (gap) dalam
World Bank (2016) mengenai progres reformasi literatur KPJM; dan
penganggaran berbasis kinerja. Di samping itu,
analisis komparatif atas implementasi KPJM di (3) memberikan rekomendasi atas riset di masa
negara-negara berkembang masih terbatas (Yimer, yang akan datang.
2015) dan belum terdapat analisis komprehensif
atas dampak KPJM (Filc & Scarcastini, 2010).
Berbagai literatur menyajikan pengalaman
2. LANDASAN TEORI
2.1. Definisi KPJM
empiris KPJM di negara maju dan berkembang dan
menyoroti fakta bahwa KPJM paling aktif World Bank (1998) sebagai pengusung ide
diterapkan di Afrika, Eropa dan Asia Tengah KPJM dan peneliti yang memiliki laboratorium
(World Bank, 2013). Adapun ulasan komprehensif implementasi KPJM dalam bukunya yang banyak
tentang KPJM Indonesia pada jurnal ilmiah relatif dikutip Public Expenditure Management Handbook
terbatas, dengan pengecualian jurnal OECD menyatakan bahwa KPJM adalah elemen sentral
tentang penganggaran secara umum dengan KPJM dari reformasi manajemen pengeluaran publik
secara ringkas di Indonesia yang ditulis oleh untuk mengatasi tidak adanya kaitan antara
Blöndal (2009). kebijakan, perencanaan dan implementasi yang
menjadi penyebab utama hasil atau dampak
Mencermati hal tersebut, perlu kiranya
anggaran yang lemah (World Bank, 1998).
dilakukan suatu kajian yang dapat Definisi World Bank sejalan dengan OECD
menggambarkan perkembangan konsep dan (2012) yang menyebutkan KPJM sebagai kerangka
empiris KPJM, dan dengan demikian dapat
untuk mengintegrasikan kebijakan fiskal dan
memberikan rekomendasi lebih lanjut. anggaran jangka menengah yang dilakukan dengan
Gambaran sistematis mengenai status mengaitkan peramalan fiskal agregat ke proses
perkembangan KPJM diharapkan dapat untuk mempertahankan estimasi anggaran jangka
TINJAU ULANG KONSEP DAN PRAKTIK KJPM: Indonesian Treasury Review Vol.4, No.2, (2019), Hal. 177-194
PENDEKATAN BIBLIOGRAFI
179

menengah yang terinci. Pengertian sederhana (Medium-Term Budget Framework). Sedetil apa
KPJM adalah instrumen kebijakan institusional perkiraan atau estimasi (berdasarkan program,
yang memungkinkan perpanjangan horizon fungi dan seterusnya) menjadi dasar penentuan
pengambilan keputusan fiskal melebihi satu tahun apakah itu MTFF, MTBF atau MTEF (European
anggaran (European Commission, 2007). Commission, 2007). MTFF kurang terinci
Pendekatan jangka pendek untuk dapat melihat ke dibandingkan dengan MTBF; MTBF kurang terinci
depan tidak memadai untuk manajemen kebijakan dibandingkan dengan MTEF. Oxford Policy
fiskal. Management (2000) berargumen bahwa MTFF
Pestana (2014) mendefinisikan KPJM adalah tahapan pertama yang diperlukan utuk
sebagai suatu metodologi yang dapat membantu menuju MTEF, MTBF dikembangkan dari MTFF,
pemerintah untuk mengembangkan perencanaan dan MTEF disusun dengan menambahkan elemen
jangka menengah dan jangka panjang yang aktivitas dan output berdasarkan kinerja pada
berfungsi sebagai pedoman instrumen kerangka MTBF.
pengambilan keputusan manajerial yang
2.2. Tujuan dan Manfaat KPJM
berdampak pada kesehatan finansial negara.
Selanjutnya Pestana (2014) menyebutkan bahwa Tujuan KPJM yang komprehensif
KPJM menyediakan alasan yang lebih kuat bagi dikemukakan oleh World Bank (2013) yaitu
negara untuk mengambil kebijakan, tindakan dan menerjemahkan tujuan makrofiskal dan kendala-
memaksimalkan sumber daya terbaik untuk kendala ke dalam suatu penganggaran dan rencana
pembangunan dan KPJM dapat dipandang sebagai pengeluaran, mencapai tujuan manajemen
kebijakan strategis suatu negara dalam kerangka pengeluaran publik (disiplin fiskal agregat,
pengeluaran dan pengambilan keputusan secara efisiensi alokatif, dan efisiensi teknis),
terpadu. menghubungkan tujuan kebijakan fiskal dengan
Pemahaman konsep KPJM di atas serupa penganggaran, fokus pada tantangan
dengan penelitian lainnya yang menyatakan KPJM mikroekonomi, menciptakan celah fiskal dan
sebagai salah satu upaya mengaitkan antara meningkatkan kualitas penganggaran dan
kebijakan, perencanaan dan penganggaran kredibilitas anggaran.
(Holmes & Evans, 2003; World Bank, 2013;
Selain itu, tujuan KPJM adalah memperbaiki
Houerou & Taliercio, 2002).
proses anggaran tahunan. Sebagaimana yang
KPJM bukan hanya terbatas pada
dijelaskan oleh World Bank:
penyusunan anggaran multi-tahun, namun KPJM
secara lebih luas merupakan instrumen untuk Anggaran tahunan biasanya dimulai
memperkuat kualitas anggaran tahunan, dimana dengan anggaran tahun lalu dan dimodifikasi
anggaran berisi informasi mengenai estimasi secara incremental, sehingga menyulitkan
perkembangan dalam dua tahun setelah tahun untuk melakukan prioritasi ulang kebijakan
anggaran berjalan (Schiavo-Campo, 2007; dan belanja. Akibatnya, anggaran menjadi
Ljungman, 2007). Pendapat Ljungman (2017) kaku, bahkan apabila perubahan dibutuhkan.
mengenai KPJM sebagai upaya mengatasi KPJM mengambil pendekatan strategis yang
kelemahan anggaran tahunan didukung oleh Filcs mengarah ke depan untuk menetapkan
& Scarcastini (2010) yang memberikan contoh prioritas dan mengalokasikan sumber daya,
beberapa fakta dimana anggaran tahunan tidak yang memungkinkan tingkatan dan komposisi
sepenuhnya terintegrasi dengan perencanaan belanja publik ditentukan berdasarkan
kebijakan publik, sehingga KPJM menjadi alat kebutuhan yang muncul (World Bank, 2013: 7).
penting untuk mengatasi kelemahan anggaran
Berbagai manfaat yang ditawarkan KPJM
tahunan tersebut. Kasus-kasus dimaksud dalam
telah terdokumentasi dalam berbagai literatur.
program publik terlihat antara lain dari proses
Sejalan dengan World Bank (2013), Holmes &
administrasi pelelangan yang melebihi akhir tahun,
Evans (2003) berargumen bahwa KPJM akan
proyek infrastruktur yang membutuhkan
mendisipinkan pengambilan keputusan dalam
beberapa tahun untuk penyelesaiannya, investasi
rangka mendukung tujuan ekonomi seperti
modal yang mengakibatkan biaya operasi di masa
stabilisasi makroekonomi, memperbaiki
yang akan datang.
pengambilan keputusan dan perencanaan serta
Dalam mencapai tujuan strategis di setiap
peningkatan efisiensi dan efektifvitas pelayanan
negara, hampir semua program publik
publik. Pengelolaan anggaran yang efektif
mensyaratkan pendanaan dan memperoleh
merupakan hasil dari penerapan KPJM
manfaat dalam beberapa tahun ke depan, sehingga
dikarenakan KPJM memperluas horizon
perencanaan anggaran melebihi satu tahun
pengambilan keputusan terkait fiskal melebihi satu
anggaran diperlukan (World Bank, 2013).
tahun sehingga mendukung perencanaan dan
Istilah KPJM dalam berbagai literatur KPJM
penganggaran strategis (Sherwood, 2005).
atau MTEF kerap dibedakan dengan MTFF
(Medium-Term Fiscal Framework), atau MTBF
TINJAU ULANG KONSEP DAN PRAKTIK KJPM: Indonesian Treasury Review Vol.4, No.2, (2019), Hal. 177-194
PENDEKATAN BIBLIOGRAFI
180

Lebih spesifik lagi, dalam reviu implementasi makroekonomi yang dapat mengindikasikan target
KPJM terhadap program pengentasan kemiskinan fiskal dan estimasi pendapatan dan belanja,
di Afrika, Holmes & Evans (2003) menyatakan termasuk kewajiban keuangan. Adapun tahapan
bahwa tujuan KPJM bukan hanya terkait bottom-up adalah mengevaluasi kebijakan dan
menghubungkan kebijakan makroekonomi jangka aktivitas sektoral dengan fokus pada optimalisasi
menengah dan jangka panjang dan mendorong alokasi intra-sektoral.
efisiensi dan efektifitas pelayanan pemerintah,
Tahapan yang lebih rinci dan komprehensif
melainkan pengentasan kemiskinan dan
disajikan oleh World Bank (1998) yakni: (1)
pencapaian Millenium Development Goals dan
pengembangan kerangka makroekonomi/fiskal
mempermudah penarikan dana dari negara-
yakni penyusunan model makroekonomi yang
negara donor atas kesinambungan program
memproyeksi penerimaan dan pengeluaran dalam
pendanaan pengentasan kemiskinan. World Bank
jangka menengah, (2) pengembangan program
(2013) menggarisbawahi manfaat KPJM dengan
sektoral yakni kesepakatan atas tujuan, output
menyebutkan bahwa KPJM mensyaratkan
kegiatan sektor dan melakukan reviu atas program
pengambil kebijakan (policy makers) turut
dan subprogram termasuk mengestimasi biaya
mempertimbangkan anggaran antarsektor,
program, (3) pengembangan kerangka
antarprogram dan antarproyek untuk melihat
pengeluaran sektoral, yakni melakukan analisis
bagaimana belanja dapat direstrukturisasi dengan
trade-off antara inter-sektoral dan intra-sektoral
cara terbaik untuk mencapai tujuannya. Dengan
dan menyepakati alokasi sumber daya strategis,
demikian, kesempatan untuk menguntungkan
(4) pendefinisian alokasi sumber sektor, yakni
satuan kerja dan penerima manfaat (opportunistic
menentukan batasan anggaran sektor jangka
interest) yang menjadi karakteristik utama
menengah dengan persetujuan kabinet, (5)
anggaran tahunan dapat dimitigasi.
penyiapan anggaran sektoral, yaitu program
Dalam konteks implementasi KPJM di negara- sektoral jangka menengah berdasarkan pagu
negara Eropa, European Commission (2007) anggaran, dan (6) persetujuan politik berupa
mengindentifikasi manfaat utama KPJM yang dapat penyajian estimasi anggaran kepada kabinet dan
diperoleh suatu negara dalam pengelolaan fiskal: parlemen untuk persetujuan.
(1) meningkatkan transparansi tujuan jangka
Perspektif yang berbeda dikemukakan oleh
menengah dan menyediakan informasi tentang
Sherwood (2015) yang menyatakan bahwa
tren di keuangan publik; (2) meningkatkan
terdapat dua pendekatan dalam implementasi
konsistensi kebijakan fiskal; (3) mengatasi
KPJM. Pertama, pendekatan yang lebih
permasalahan distribusi sumber daya publik,
komprehensif yang disebut dengan pendekatan
misalnya terdapat kelompok yang mengambil
prosedural. Pendekatan prosedural
manfaat dari jenis belanja tertentu; dan (4) sebagai
mempertimbangkan KPJM sebagai serangkaian
alat perencanaan yang lebih baik untuk
struktur dan prosedur yang dilakukan sebelum
meningkatkan kualitas dan stabilitas pengambilan
ditetapkannya angka-angka dalam anggaran
keputusan.
tahunan. Kedua, pendekatan kuantitatif yang
Benang merah yang disarikan dari berbagai menginterpretasikan KPJM sebagai serangkaian
penelitian terdahulu terkait tujuan dan manfaat angka-angka itu sendiri, yang berupa ‘anggaran
KPJM menggarisbawahi bahwa KPJM pada multi-tahun’ atau rencana anggaran. Sherwood
akhirnya bermuara pada perbaikan kondisi fiskal (2015) selanjutnya menyatakan pendapat bahwa
dengan penekanan pada perbaikan anggaran secara prosedural, implementasi KPJM terdiri dari
tahunan, peningkatan tata kelola anggaran dan tahapan-tahapan, yaitu: (1) penetapan tujuan
kesinambungan fiskal. penganggaran jangka menengah, (2) proyeksi
belanja dan penerimaan, (3) penjelasan atas
2.3. Karakteristik dan Tahapan KPJM
kebijakan jangka menengah yang berdampak pada
Karakteristik utama KPJM adalah keuangan negara, dan (4) penilaian anggaran
perencanaan anggaran melebihi satu tahun jangka panjang atas penganggaran kepada
anggaran. World Bank (2013, 1998) keuangan pemerintah.
menggarisbawahi tiga tahapan dalam proses
Di Eropa, menurut Tita et al (2014),
perencanaan KPJM yakni: (1) top-down dengan
pendekatan implementasi KPJM yang paling efektif
menentukan resource envelope jangka menengah,
terdapat di Inggris yang mengusung kebijakan
(2) bottom-up, dengan menentukan sumber daya
penyusunan golden rules untuk mendorong
jangka menengah yang dibutuhkan oleh pengguna
kebijakan investasi yang berkelanjutan. Golden
anggaran (spending agencies), dan (3) menyepakati
rules adalah suatu kebijakan Inggris di bidang
alokasi pengeluaran dan finalisasi penyusunan
ekonomi dimana pemerintah akan melakukan
anggaran tahunan.
pinjaman hanya untuk kebutuhan investasi dan
Tahapan top-down disebut dengan top-down bukan untuk mebiayai kekurangan pengeluaran
resource envelope yang merupakan model saat ini. Golden rules dan kebijakan investasi
TINJAU ULANG KONSEP DAN PRAKTIK KJPM: Indonesian Treasury Review Vol.4, No.2, (2019), Hal. 177-194
PENDEKATAN BIBLIOGRAFI
181

adalah pilar perencanaan belanja publik dengan (2) Pelaksanaan penelurusan (searching) dengan
horizon waktu selama tiga tahun. menggunakan search engine Google Scholars
dan Google, dan dengan menggunakan kata
Kesuksesan suatu negara dalam
kunci KPJM dan kombinasinya (lihat tabel 2);
mengimplementasikan KPJM, seperti Inggris
menurut Holmes & Evans (2003), diperoleh (3) Melakukan penyimpanan dan pengelolaan
dengan melakukan beberapa rekomendasi informasi yang diperoleh;
tahapan berdasarkan pengalaman beberapa
(4) Pemilihan atau seleksi atas informasi yang
negara Afrika, yaitu: (1) disiplin penganggaran
diperoleh. Berdasarkan hasil pemilihan
dibangun; (2) KPJM diimplementasikan secara
informasi yang relevan, penulis memperoleh
komprehensif dalam tahapan penganggaran; (3)
30 jurnal ilmiah dan kajian akademik terkait
badan terpusat dibentuk untuk mengendalikan
KPJM dalam Bahasa Inggris periode 2000-
semua pengeluaran; (4) melakukan estimasi
2018. Pemilihan informasi yang dilakukan
penerimaan dan pengeluaran secara realistis; (5)
dalam penelitian ini sejalan dengan Van Wee
plafon anggaran ditetapkan secara top down (6)
and Banister (2016) yang menyebutkan
dokumen kebijakan strategis disusun sebagai
bahwa makalah reviu literatur tidak memiliki
bagian dari dokumen penganggaran; (7)
patokan jumlah literatur, namun hampir
membentuk tim sektoral yang menangani berbagai
semua makalah reviu literatur memiliki
program program strategis pemerintah (8)
minimum 30 makalah yang dikutip, dan
penganggaran berbasis kinerja diterapkan; (9)
cenderung tidak lebih dari 100 makalah.
konsep efisiensi dan efektivitas diterapkan dalam
Berdasarkan literatur yang dikumpulkan,
menyusun penganggaran; dan (10) pembagian
penelitian ini fokus pada 30 literatur ilmiah
tugas yang jelas antar insitusi pemerintah dan
periode 2010-2018;
antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
(5) Perluasan penelusuran, antara lain terkait
Berbeda dengan Holmes & Evans (2003),
penerapan KPJM berdasarkan wilayah
Houerou dan Taliercio (2002) berargumen bahwa
geografis;
keberhasilan KPJM dalam mengintegrasikan
kebijakan, penganggaran, dan perencanaan, (6) Analisis dan sintesis atas informasi: dengan
diperoleh melalui enam tahapan yang dilalui yaitu: menggunakan annotated bibliography sebagai
(1) pengembangan kerangka makroekonomi yang kertas kerja, kajian ini menghasilkan uraian
ditetapkan melalui berbagai target-target sistematis atas hasil dan melakukan asesmen
indikator yang disepakati; (2) pengembangan atas kontribusi penelitian terdahulu; dan
program sektoral dengan memperhatikan prioritas
(7) Pelaporan yakni tahapan dimana penulis
kegiatan pemerintah jangka menengah dan jangka
melaporkan hasil kajian yang dilakukan serta
panjang; (3) pengembangan kerangka pengeluaran
merekomendasikan agenda riset KPJM yang
sektoral sesuai dengan prioritas kegiatan
perlu dilakukan di masa yang akan datang.
pemerintah; (4) penetapan alokasi sumber daya
sektoral dengan memperhatikan prioritasisasi; (5) 3.1. Teknik Pengumpulan Data
persiapan penyusunan anggaran sektoral secara
Data yang digunakan dalam penelitian ini
keseluruhan baik penerimaan maupun
adalah data sekunder berupa literatur atau
pengeluaran; dan (6) persetujuan politik dengan
kepustakaan. Data dikumpulkan berupa buku,
diperolehnya dukungan dari legislatif atas
jurnal ilmiah dan dokumen akademik lainnya.
kerangka makroekonomi, kerangka kegiatan
Literatur yang menjadi objek penelitian ini adalah
prioritas, dan anggaran penerimaan dan
literatur penganggaran dan KPJM yang diperoleh
pengeluaran yang telah disusun per sektoral.
melalui penelusuran melalui search engine Google
Scholar dan Google.

3. METODOLOGI PENELITIAN 3.2. Metode Analisis

Penelitian ini menggunakan pendekatan Unit analisis dalam kajian ini adalah hasil
bibliografi yang mengutilisasi data sekunder penelusuran dan seleksi informasi berupa 30
berupa makalah atau publikasi ilmiah KPJM. makalah atau publikasi ilmiah terkait
Dengan reviu sistematik literatur sebagai metode, penganggaran dan KPJM yang dilakukan oleh
kajian ini mengacu pada model-tujuh tahapan individu maupun organisasi seperti World Bank,
(seven-step model) yang dibangun oleh Paré & IMF dan Uni Eropa pada periode 2000-2018 (lihat
Kitsiou (2016). Adapun model-tujuh tahapan tabel 1).
dimaksud adalah sebagai berikut: Proses analisis dilakukan berulang (iterasi)
(1) Eskplorasi topik yakni topik penelitian terkait dengan dengan melakukan ekstraksi makalah
konsep dan praktik KPJM di berbagai negara; mengenai konsep dan implementasi KPJM di
berbagai negara, melakukan sintesis berdasarkan
TINJAU ULANG KONSEP DAN PRAKTIK KJPM: Indonesian Treasury Review Vol.4, No.2, (2019), Hal. 177-194
PENDEKATAN BIBLIOGRAFI
182

tema utama konsep dan praktik KPJM. Selanjutnya Dari berbagai studi, penelitian ini
tema utama dimaksud disajikan untuk dianalisis menunjukkan studi KPJM di negara-negara Asia
lebih lanjut dalam rangka mengidentifikasi masih terbatas, khususnya Asia Tenggara seperti
kesenjangan yang ada pada literatur serta Indonesia, Malaysia, Vietnam dan Singapura. Di
memberikan rekomendasi atas arah riset KPJM di negara-negara tersebut, fokus pembahasan
masa yang akan datang. literatur adalah Penganggaran Berbasis Kinerja
Tabel 1. Unit Analisis
(PBB) yang secara sekilas dikaitkan dengan KPJM
yang menekankan perspektif melewati batasan
Pengarang
satu tahun anggaran yang ketat (lihat: World Bank,
Makalah 2018; Blöndal, 2009, 2006; 2003). World Bank
Individu Organisasi (2013) menegaskan hal tersebut dengan
pernyataan bahwa KPJM banyak diterapkan di
30 22 8 negara Anglo-Saxon lebih banyak dari pada
Franco-phone, sedangkan di wilayah lain seperti di
Asia, studi KPJM masih terbatas pada Asia Tengah
dan Timur kecuali adanya perkembangan MTFF di
4. HASIL PENELITIAN Kamboja, Thailand dan Vanuatu. Kajian di negara-
negara Asia Tenggara khususnya, pembahasan
Berdasarkan studi dan kajian atas dinamika KPJM tidak menjadi fokus dan diintegrasikan
konsep dan implementasi KPJM di berbagai negara, dalam pembahasan penganggaran secara umum di
penelitian ini memetakan status terkini konsep masing-masing negara.
dan empiris KPJM yang dikelompokkan dalam lima
tema yakni: (1) Cakupan studi mengenai Di Indonesia, belum banyak literatur
pelaksanaan KPJM di berbagai negara; (2) khususnya jurnal akademik yang membahas
Konsepsi KPJM; (3) Metodologi dalam asesmen dan implementasi KPJM. Blöndal (2009) mengulas
kajian KPJM; (4) Pemicu penerapan KPJM; (5) KPJM Indonesia dengan sangat ringkas. Blöndal
Variasi Implementasi KPJM; dan (6) Faktor hanya memberikan informasi mengenai fakta
Penentu Kesuksesan KPJM. bahwa Indonesia sedang dalam proses
4.1. Cakupan Studi Mengenai KPJM mengadopsi KPJM, yang memperpanjang kerangka
waktu penganggaran dan melakukan peramalan
Kajian mengenai KPJM didominasi oleh studi atas biaya program saat ini di masa yang akan
empiris berupa pengalaman negara-negara dalam datang. Studi dimaksud tidak menjelaskan
melaksanakan KPJM. Dari asesmen yang dilakukan, bagaimana proses implementasi KPJM di
kajian ini memberikan bukti bahwa hampir Indonesia, tantangan dan masalah yang dihadapi
seluruh negara telah menerapkan KPJM. Sebagai termasuk alternatif solusi. Dikarenakan
contoh studi empiris KPJM di berbagai negara implementasi KPJM di Indonesia belum usai,
anggota Uni Eropa (Sherwood, 2015), di negara- diperlukan kajian implementasi KPJM yang lebih
negara Afrika (Holmes & Evans, 2003; Houerou & mendalam (in-depth) untuk dapat membantu
Taliercio, 2002), di negara-negara Amerika Latin pengambil keputusan dalam mendesain dan
seperti Argentina, Kolombia dan Peru (Filc & mengimplementasikan KPJM.
Scartascini, 2010), dan juga implementasi KPJM di
suatu negara tertentu seperti di Rumania (Tita, Temuan lain yang mendukung hasil
2014), di Swedia (Ljungman, 2009), di Nigeria penelitian ini dan cukup menarik adalah hit yang
(Federal Republic of Nigeria, 2015), di Etiopia dihasilkan dari search engine Google Scholar dan
(Yimer, 2015), di India (Jena, 2018; 2017) dan di Google. Penulis menemukan bahwa penelitian
Brasil (Pestana, 2014). KPJM didominasi oleh kajian di wilayah Eropa
diikuti Afrika dan Asia (lihat tabel 2). Dengan
Studi implementasi KPJM yang lebih demikian, hasil penelitian ini merupakan dasar
komprehensif didokumentasikan oleh World Bank bagi perluasan kajian KPJM di wilayah-wilayah
(2013) dalam laporan bertajuk ‘Beyond the Annual utamanya Asia Tenggara dan khususnya Indonesia
Budget: Global Experience with Medium Term yang dapat mendorong perumusan kebijakan dan
Expenditure Framework’, yang mengulas kesuksesan implementasi KPJM. Di samping itu,
implementasi KPJM dari tahun 1980 sampai kajian di negara berkembang di wilayah tersebut
dengan 2008 di berbagai negara di Afrika, Amerika perlu menjadi perhatian khusus bagi penelitian
Latin dan Karibia, Eropa dan Asia Tengah, Asia KPJM di masa yang akan datang, seperti yang
Timur dan Australia, Timur Tengah dan Afrika disoroti Yimer (2015) bahwa di negara-negara
Utara dan Asia Selatan. Dari wilayah global, studi yang sedang berkembang dan membangun,
mengenai KPJM banyak dilakukan di negara Afrika kompleksitas pengelolaan belanja publik
sebagai ‘laboratorium’ World Bank atas KPJM meningkat sehingga meningkatkan signifikansi
(Yimer, 2015). KPJM.
TINJAU ULANG KONSEP DAN PRAKTIK KJPM: Indonesian Treasury Review Vol.4, No.2, (2019), Hal. 177-194
PENDEKATAN BIBLIOGRAFI
183

Tabel 2. Ringkasan Kata Kunci dan Kanada dan Belanda) tidak sejalan dengan costing
Hits KPJM pada Search Engine dalam konsep KPJM itu sendiri. Salah satu
ketidaksinkronan antara praktik dan konsep
Kata Kunci Jumlah Hit costing adalah di negara-negara tersebut costing
Hasil Google Hasil Google
dilakukan tidak untuk keseluruhan jenis belanja
Scholar
sebagaimana tujuan KPJM, namun hanya untuk
Medium Term 276,000 143,000
Expenditure belanja yang sifatnya program atau inisiatif baru.
Framework .pdf Untuk itu, hasil penelitian ini mendorong
Kata Kunci dengan penelitian selanjutnya untuk memperluas fokus
Kombinasi kajian KPJM pada aspek costing dalam rangka
academic journal 125,000 417,000 menjawab lebih lanjut bagaimana praktik costing
.pdf bisa sejalan dengan niatan atau maksud KPJM.
Asia .pdf 78,900 176,000
Europe .pdf 133,000 197,000 Berdasarkan hasil penelitian ini yang
Africa .pdf 83,300 163,000 merefleksikan adanya kesenjangan penelitian di
Indonesia .pdf 37,000 76,000 wilayah-wilayah tertentu, agenda kajian KPJM di
Kata Kunci masa yang akan datang perlu diarahkan pada
Kerangka 2,780 14,400 kajian implementasi KPJM di wilayah Asia dan
Pengeluaran Jangka Timur Tengah, khususnya Asia Tenggara termasuk
Menengah.pdf di dalamnya Indonesia. Perluasan kajian di
Kata Kunci dengan Indonesia khususnya menjadi penting mencermati
Kombinasi keterbatasan sumber daya di negara berkembang
jurnal .pdf 2,290 12,100 dan upaya implementasi KPJM yang belum terbukti
Asia .pdf 1,250 8,790
sukses.
Eropa .pdf 643 6,340
Afrika .pdf 533 3,570 4.2. Konsepsi KPJM
Indonesia .pdf 2,710 13,400
Hasil kajian ini menunjukkan tidak terdapat
Selain temuan terkait cakupan wilayah studi, kontroversi dalam pendefinisian mengenai KPJM.
penelitian ini juga menemukan keterbatasan Dari berbagai literatur dapat dilihat benang merah
dalam cakupan substansi penelitian KPJM. atas studi KPJM yakni sebagai upaya mengaitkan
Literatur mengenai KPJM pada umumnya perencanaan dan penganggaran. Penelitian ini
mengulas manfaat, tujuan, mekanisme dan membuktikan bahwa terdapat konsensus atas
prosedur dan hasil dari KPJM (World Bank, 2013; definisi KPJM (lihat tabel 3 untuk ringkasan
Sherwood, 2015; Holmes & Evans, 2003; Filc & definisi).
Scartascini, 2010). Literatur yang membahas KPJM
Definisi World Bank (1998) secara khusus
secara tematik belum memadai, dengan
paling banyak diacu, dimana hampir seluruh
pengecualian studi KPJM yang dilakukan oleh
penelitian yang membahas KPJM mengutip definisi
Francesco & Barosso (2015) dengan fokus pada
dan konsepsi yang diusung dalam buku World
metode costing.
Bank Public Expenditure Management Handbook
Temuan penelitian merefleksikan bahwa (lihat: Yimer, 2015; Okpala; Holmes & Evans, 2003;
dari berbagai studi KPJM yang ada, cakupan Houerou & Taliercio, 2002; Francesco & Baross,
substansi yang dibahas pada umumnya antara lain 2015). Hasil penelitian ini menunjukkan literatur
konsep, desain dan mekanisme, tata kelola didominasi dengan pembahasan yang mengacu
implementasi dan faktor-faktor penentu pada konsepsi KPJM yang pertama kali
kesuksesan KPJM, namun kajian yang fokus pada diperkenalkan World Bank (1998) sebagai upaya
mekanisme costing sebagai elemen penting KPJM mengaitkan kebijakan perencanaan, dan
masih belum memadai. Analisis atas biaya (costing) penganggaran di seluruh level pemerintahan dan
dalam KPJM adalah keahlian yang diperlukan sektoral.
dalam proses top-down oleh kementerian
Walaupun sejak pertama kali diperkenalkan
keuangan dan dalam pelaksanaan pendekatan
tentang ‘forward estimates’ di Australia pada tahun
bottom-up oleh kementerian teknis.
1980-an dan berkembang pesat di tahun 1990-an
Hasil penelitian ini mendukung penelitian dengan tren reformasi manajemen pengeluaran
terdahulu yang dilakukan oleh Franscesco & publik, penelitian KPJM terus berkembang dan
Barosso, 2015) mengenai kesenjangan literatur analisis diperluas dari analisis spesifik atas suatu
bagaimana costing and informasi atas biaya negara ke analisis cross-country studies dari
diimplementasikan dalam KPJM. Franscesco & negara-negara Afrika, Amerika Latin, Eropa, Asia
Barosso (2015) mencoba mengisi kesenjangan ini Timur, Asia Tengah. Bukti penelitian ini
namun menyimpulkan bahwa costing dalam mengonfirmasi penelitan lain terkait fakta bahwa
konteks KPJM bahkan di negara-negara yang cukup KPJM telah menjadi pola normal di hampir seluruh
maju dalam penerapan KPJM (Australia, Austria, negara dalam proses penganggaran.
TINJAU ULANG KONSEP DAN PRAKTIK KJPM: Indonesian Treasury Review Vol.4, No.2, (2019), Hal. 177-194
PENDEKATAN BIBLIOGRAFI
184

Walaupun KPJM telah diperkenalkan dan (1) pendekatan prosedural dan (2)
diimplementasikan di berbagai negara, penelitian pendekatan pendekatan kuantitatif.
ini membuktikan bahwa pengertian konsepsi KPJM Allen et al Suatu alat perencanaan pemerintah
masih belum mengalami perkembangan atau (2017) yang ditujukan untuk melakukan
prioritisasi, penyediaan, dan
pergeseran paradigma setelah lebih dari dua
pengelolaan penerimaan dan
dekade mengemuka dalam praktik reformasi pengeluaran dalam suatu periode
penganggaran di berbagai negara. Hampir seluruh tertentu yaitu tiga sampai lima tahun.
literatur yang menjadi objek penelitian ini World Bank Kerangka kerja pemerintah dalam
menunjukkan bahwa konsep KPJM dipahami (2013) pengelolaan keuangan yang terdiri
serupa oleh berbagai peneliti, dimana KPJM pada dari tiga kerangka kerja (1) Medium-
hakikatnya adalah subsistem dari teori Term Fiscal Framework (MTFF) yang
pengganggaran yang bertujuan untuk meperbaiki meliputi penetapan plafon anggaran
kondisi fiskal. Hasil penelitian ini sejalan dengan secara top-down dan alokasi sumber
argumen Oxford Policy Management (2000) yang daya untuk kementerian (2) MTBF
yang meliputi usulan kebutuhan
menyatakan walaupun terdapat popularitas KPJM,
sumber daya untuk kementerian dan
kerangka KPJM yang mapan masih sangat terbatas. rekonsiliasi kebutuhan dengan
Penelitian ini juga memberikan bukti penetapan plafon anggaran (3)
walaupun terdapat benang merah dalam tataran Medium-Term Performance
Framework (MTPF) yang
konsepsi, pada praktiknya terdapat berbagai
menekankan pengukuran dan
variasi di berbagai negara yang menerapkan KPJM. evaluasi terhadap output dan outcome
Seperti yang dikemukakan Evans & Holmes (2003) pada seluruh program pemerintah.
bahwa walaupun terdapat kesepakatan dan Blöndal OECD mendefinisikan KPJM/MTEF
konsensus terkait konsepsi KPJM, dalam (2003) sebagai MTBF (Medium-Term
praktiknya di level operasional terdapat Budgeting Framework) yaitu suatu
perbedaan desain reformasi di masing-masing alat yang digunakan pemerintah
negara. Oxford Policy Management (2000) menciptakan dasar pencapaian
menyebutkan fenomena dimaksud dengan tidak konsolidasi fiskal, melalui kejelasan
tujuan fiskal pemerintah dalam
terdapat ‘one-size-fits-all’ model dari KPJM.
jangka menengah dalam level agregat
Berbagai literatur menunjukkan bahwa atas penerimaan, pengeluaran,
kerap pembahasan KPJM tidak dapat dipisahkan deficit/surplus, dan pembiayaan,
dengan penganggaran berbasis kinerja (PBB). sehingga akan tercipta stabilitas dan
kredibilitas tujuan fiskal secara
Holmes & Evans (2003) berargumen bahwa
keseluruhan.
negara-negara yang terbukti matang dalam Pestana Suatu metodologi yang dapat
penerapan KPJM mengaplikasikan KPJM tanpa (2014) membantu pemerintah untuk
mengabaikan proses kunci siklus anggaran mengembangkan perencanaan jangka
lainnya, termasuk PBB. Bahkan Franscesco & menengah dan jangka panjang yang
Barosso (2015) menginformasikan bahwa jika berfungsi sebagai pedoman
KPJM dikombinasikan dengan program informasi instrumen pengambilan keputusan
terkait kinerja program akan membuat anggaran manajerial yang berdampak pada
tahunan menjadi strategis. Kajian KPJM menjadi kesehatan finansial negara,
menyediakan alasan yang lebih kuat
lebih komprehensif jika dikaitkan dengan PBB di
bagi negara untuk mengambil
suatu negara. tindakan dan memaksimalkan
Tabel 3. Ringkasan Definisi KPJM sumber daya terbaik untuk
pembangunan. KPJM/MTEF
Literatur/P Definisi KPJM merupakan kebijakan strategis suatu
engarang negara dalam kerangka pengeluaran
World Bank Elemen sentral dari reformasi dan kebijakan yang terpadu.
(1998) manajemen pengeluaran publik untuk
mengatasi tidak adanya kaitan antara Temuan penelitian juga menunjukkan bahwa
kebijakan, perencanaan dan konsep KPJM yang serupa, dalam implementasinya
penganggaran yang menjadi ternyata bervariasi. Disamping itu, penelitian KPJM
penyebab utama hasil atau dampak didominasi utamanya oleh World Bank, disamping
anggaran yang lemah. OECD, dan IMF. Penelitian World Bank khususnya
Holmes & Integrasi kebijakan, perencanaan dan banyak memengaruhi peneliti lain dalam
Evans (2003) penganggaran dalam perspektif melakukan evaluasi dan asesmen serta kajian
jangka menengah.
KPJM. Diharapkan di masa yang akan datang.
Sherwood Alat institusional yang ditujukan
penguatan lembaga-lembaga pemerintah maupun
(2015) untuk memperluas periode waktu
dari suatu kebijakan publik di luar NGO termasuk universitas perlu didorong untuk
penganggaran tahunan, yang melakukan penelitian-penelitian serupa dan
pendekatannya terdiri dari dua yaitu:
TINJAU ULANG KONSEP DAN PRAKTIK KJPM: Indonesian Treasury Review Vol.4, No.2, (2019), Hal. 177-194
PENDEKATAN BIBLIOGRAFI
185

dengan demikian meningkatkan validitas hasil Tanzania,


kajian KPJM. Uganda, dan
Zambia.
4.3. Metodologi yang Digunakan dalam World Bank Studi empiris di Kualitatif dan
Asesmen dan Kajian KPJM (2013) 10 negara Kuantitatif (mixed-
Afrika, Amerika method)
Pembahasan mengenai KPJM banyak Latin & Karibia,
menggunakan metodologi kualitatif dengan fokus Eropa & Asia
pada studi kasus (Tita et al, 2014; Holmes & Evans, Tengah, Asia
2003; Fransesco & Barosso, 2015). Sedangkan Timur &
pendekatan kuantitiatif cukup terbatas antara lain Australia,
penelitian yang dilakukan oleh World Bank (2013) Timur Tengah
yang mengaplikasikan ekonometrika untuk & Afrika Utara
mengidentifikasi keterkaitan KPJM dengan kinerja dan Asia
Selatan.
fiskal, disamping multiple analytical techniques
Franscesco & Australia, Kualitatif (studi
seperti event studies dan penelitian KPJM di Nigeria Barosso Austrai, Kanada kasus)
oleh Okpala (2014) yang menemukan bukti adanya (2015) dan Belanda
hubungan antara KPJM dan efektivitas Yimer Etiopia Kualitatif
penganggaran (lihat tabel 4). (2015)
Pestana Brasil Kualitatif
Penelitian kualitatif banyak menggunakan
(2014)
metode studi kasus yang menggali konteks secara
Tita et al Rumania Kualitatif
kaya untuk memberikan solusi atas fenomena yang (2014)
ada dan bermanfaat untuk menjawab tantangan Okpala Nigeria Kuantitatif (Cross-
implementasi dalam kasus-kasus spesifik (2014) sectional survey
(Creswell, 2014; de Graaf, 2008). Walaupun studi design)
kasus kaya akan informasi mengenai konteks yang Ljungman Swedia Kualitatif
bermanfaat untuk memberikan solusi atas (2007)
fenomena yang ada, studi kasus terbatas dalam hal
Meskipun studi empiris dan studi kasus atas
generalisasi. Menurut Bryman (2008), isu
implementasi KPJM telah dilakukan, namun karena
generalisasi adalah salah satu kritik terhadap riset
didominasi oleh metode kualitatif, maka agenda ke
kualitatif, disamping isu subjektivitas dan
depan perlu pengembangan metodologi dengan
kesulitan mereplikasi. Penelitian kuantitatif
mengutilisasi metodologi kuantitatif atau
memiliki keunggulan atas keandalan analisis,
metodologi gabungan (mixed-research). Dengan
namun tidak dapat memotret konteks tertentu atas
demikian, studi KPJM dapat menambah nilai
suatu kondisi spesifik dari fenomena yang ada
tambah baik untuk pengembangan konsep dan
(Choi, 2014).
implementasinya.
Hal tersebut merefleksikan terbatasnya
4.4. Pemicu Penerapan KPJM
insight penelitian KPJM yang dapat diterapkan dan
mengindikasikan perlunya agenda riset untuk Literatur memberikan bukti bahwa
memberikan rekomendasi yang lebih efektif dalam walaupun KPJM pada hakikatnya bertujuan untuk
kebijakan penganggaran dan keuangan publik memperbaiki proses anggaran tahunan yang
melalui penguatan kajian dengan metodologi mengabaikan biaya dan manfaat di masa yang akan
kuantitatif, maupun pendekatan campuran (mixed- datang (World Bank, 2013), pemicu (trigger) atau
method) yang dapat saling melengkapi kelemahan motif serta alasan penerapan KPJM tidak selalu
kualitatif dan kuantitatif. sama di berbagai negara. Literatur
menggarisbawahi perbedaan pemicu
Tabel 4. Selektif Objek dan diimplementasikannya KPJM di negara maju dan
Metodologi Studi KPJM negara berkembang. Di negara-negara maju yang
Literatur/ Objek Studi Metodologi berpendapatan tinggi, alasan utama penerapan
Pengarang KPJM KPJM adalah dalam rangka mendukung penerapan
Holmes & Studi empiris di Kualitatif (studi target penganggaran, memperbaiki prioritas
Evans (2003) 8 negara Afrika komparasi) belanja dan memperbaiki kinerja pemerintahan;
Sherwood Studi empiris di Kualitatif (studi sedangkan di negara-negara berkembang
(2015) negara-negara kasus) khususnya negara-negara Afrika, penerapan KPJM
anggota Uni banyak terkait dengan lembaga pemberi donor
Eropa
seperti World Bank dan International Monetary
Allen et al Studi empiris di Kualitatif (studi
Fund (IMF) yang mensyaratkan penerapan KPJM
(2017) 6 negara Sub– kasus)
Sahara Afrika, sehubungan dengan poverty reduction strategy
Kenya, Namibia, papers (PRSP) yang mulai muncul pada tahun
Afrika Selatan, 1990-an dengan pengecualian Afrika Selatan
TINJAU ULANG KONSEP DAN PRAKTIK KJPM: Indonesian Treasury Review Vol.4, No.2, (2019), Hal. 177-194
PENDEKATAN BIBLIOGRAFI
186

(World Bank, 2013; Houerou & Taliercio, 2002; KPJM terkait erat dengan Stability & Growth Pact
Holmes & Evans, 2003). World Bank (1998) yang merupakan prasyarat yang harus dipenuhi
menyebutkan bahwa alasan untuk mengadopsi untuk menjadi anggota Uni Eropa dan sebagai
KPJM di Afrika Selatan adalah untuk membantu kerangka untuk mencapai keuangan publik yang
pengambilan keputusan politik, mengembangkan berkualitas, yang direfleksikan dalam tata kelola
tata kelola yang baik, meningkatkan efisiensi dan fiskal yakni: (1) regulasi kebijakan fiskal, (2)
menciptakan lingkungan yang dapat diprediksi implementasi KPJM dan (3) dibentuknya Dewan
dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan Fiskal yang independen.
publik. Setidaknya terdapat lebih dari enam belas
Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan
negara Afrika telah menerapkan KPJM (Okpala,
berbagai pemicu dan motivasi serta penerapan
2014). Adapun hubungan antara berbagai program
pada umumnya terkait dengan upaya memperbaiki
ambisius untuk mengentaskan kemiskinan dan
perekonomian, keuangan dan penganggaran. Di
prioritas anggaran tahunan pemerintah terdapat
samping itu, diimplementasikannya KPJM
pada hasil atas identifikasi apa yang diinginkan
dipengaruhi dari latar belakang dan konteks
(what desirable) dengan apa yang dapat dibiayai
spesifik suatu negara. Untuk dapat memberikan
(what is affordable) (Holmes & Evans, 2003).
nilai tambah bagi pengetahuan dan praktik, agenda
Dengan mengaitkan kedua hal tersebut di atas,
studi KPJM ke depan perlu menggali secara spesifik
KPJM meningkatkan kepastian sumber daya yang
konteks yang kondusif yang dibutuhkan dalam
diperlukan dalam melaksanakan program dan
memengaruhi kesuksesan implementasi KPJM.
kegiatan khususnya di negara-negara yang
mengalami keterbatasan anggaran. 4.5. Variasi Implementasi KPJM
Disamping dalam konteks dukungan Hasil penelitian ini membuktikan bahwa
pengentasan kemiskinan, alasan menerapkan terdapat perbedaan di berbagai negara dalam
KPJM di Afrika banyak dikaitkan dengan upaya mendesain dan menerapkan KPJM, yang dapat
untuk menyediakan kerangka makro dan dilihat dari lima perspektif utama, yakni: (1)
keuangan yang kredibel untuk keperluan periode mulai diterapkannya KPJM, (2) model
penganggaran berbasis tahunan (Holmes & Evans, KPJM, (3) horizon waktu perencanaan, (4) cakupan
2003). Sebagai ilustrasi, Pemerintah Federal penerapan, dan (5) hasil akhir berupa pengalaman
Nigera pada dokumen KPJM 2016-2018 kesuksesan dan kegagalan berbagai negara dalam
menyebutkan bahwa penyusunan KPJM di menerapkan KPJM.
negaranya merupakan respon atas kondisi
a. Periode KPJM mulai diterapkan
makroekonomi seperti penurunan harga minyak,
pergerakan nilai tukar mata uang yang signifikan, Terdapat negara-negara terdepan dan
penurunan produk domestik akibat investasi yang progresif dan menerapkan KPJM (the vanguards)
menurun, dan kondisi ekonomi dan politik di dan ada negara-negara yang lambat (the laggards)
belahan negara lain yang mempengaruhi seperti dalam menginisiasi penerapan KPJM. Australia
utang Yunani, melemahnya ekonomi Brasil, dan yang menginisiasi ‘forward estimates’ pada tahun
perjanjian nuklir Iran. 1980-an yang berhasil mengendalikan
pengeluaran merupakan salah satu contoh pionir
Tita et al (2014) mengulas bagaimana
dan berhasil (World Bank, 2013). Forward
kondisi Rumania dalam berbagai kelemahan
estimates adalah proyeksi baseline bergulir untuk
manajemen yang terlibat dalam pengelolaan fiskal,
seluruh penerimaan dan pengeluaran selama tiga
seperti tidak berfungsinya organisasi, tidak adanya
tahun setelah tahun anggaran berjalan (Blöndal et
dukungan administratif dan politik. Hal ini serupa
al, 2008). Sedangkan pionir lain termasuk Austria,
dengan pengalaman Nigeria (2015), dimana
Kanada dan Belanda (Francesco & Barosso, 2015).
implementasi KPJM dilatarbelakangi oleh berbagai
respon terhadap perkembangan makroeonomi di Di Afrika, negara yang cukup maju dalam
dunia. implementasi KPJM adalah Afrika Selatan dan
Uganda (Holmes & Evans, 2003). Di Eropa, secara
Dalam konteks Uni Eropa, Stability and
umum periode dimulainya penerapan KPJM
Growth Pact 2005 telah mensyaratkan kepatuhan
bervariasi, namun sejak Uni Eropa
bagi seluruh negara anggota Uni Eropa untuk
memperkenalkan konsep kualitas manajemen
menjamin keuangan publik yang
keuangan dengan Stability and Growth Pact,
berkesinambungan, antara lain keuangan
horizon jangka menengah menjadi persyaratan
pemerintah harus mendekati seimbang atau
negara-negara untuk masuk sebagai anggota Uni
surplus, rasio utang terhadap PDB tidak melebihi
Eropa. Sebagai contoh di Rumania yang bergabung
60%, rasio defisit tidak melebihi 3% PDB dan
ke Uni Eropa tahun 2007 mulai memperkenalkan
menyajikan penilaian keuangan publik termasuk
persepektif jangka menengah dalam
tujuan jangka menengah (Ljungman, 2007;
penganggarannya sejak tahun 2007 (Tita et al,
Sherwood, 2015). Hal ini sejalan dengan Titaa et al
2014). Di Inggris berbagai bentuk perencanaan
(2014) yang menyatakan bahwa di Eropa konteks
TINJAU ULANG KONSEP DAN PRAKTIK KJPM: Indonesian Treasury Review Vol.4, No.2, (2019), Hal. 177-194
PENDEKATAN BIBLIOGRAFI
187

perspektif jangka menengah sudah diperkenalkan Model KPJM lain adalah kategorisasi KPJM
sejak tahun 1960-an, di Finlandia, Belanda dan berdasarkan sifatnya yakni indicative atau binding
Swedia KPJM diperkenalkan sejak 1990-an, seperti yang dikemukakan oleh Allen & Tommasi
sedangkan Italia melegislasi anggaran yang (2001); Francesco & Barosso (2015); dan Haris et
berpektif jangka menengah pada tahun 1988 al (2013). Kategorisasi ini berdasarkan sejauh
(Sherwood, 2015). mana pagu (ceiling) itu fleksibel. Dalam KPJM
indicative, perkiraan jangka menengah atas
Dalam penerapannya secara universal, KPJM
pendapatan dan belanja direvisi setiap tahun tanpa
pertama kali diperkenalkan oleh World Bank
mengacu pada perkiraan tahun sebelumnya.
dalam kerangka pemberian donor bagi negara-
Sedangkan KPJM binding, proyeksi jangka
negara berkembang, khususnya di negara-negara
menengah didesain untuk meramalkan sekaligus
Afrika dimana KPJM mulai diperkenalkan sekitar
membatasi biaya yang muncul di masa yang akan
tahun 2000-an. Hampir seluruh negara Amerika
datang.
latin menerapkan KPJM sejak tahun 2000-an (Filcs
& Scarscatini, 2010). Perbedaan model KPJM ini ditegaskan oleh
Sherwood (2015) terkait karakteristik mengikat
Di jurisdiksi yang lain periode penerapan
(binding nature) yakni sejauh mana perencanaan
KPJM termasuk baru (recent), seperti di India yang
disusun berdasarkan batasan-batasan anggaran.
merupakan salah satu laggards dalam
Dengan kata lain, binding nature adalah tentang
implementasi KPJM. Di negara tersebut adopsi
sejauh mana kekakuan perencanaan dimaksud.
formal KPJM pada proses penganggaran dilakukan
pada tahun 2012 (Jena, 2018). Penerapan KPJM di Hasil reviu atas model KPJM ini mengonfirmasi
Indonesia dengan dasar hukum tahun 2004 relatif hasil penelitian terkait konsepsi KPJM, walaupun
baru dibandingkan dengan negara-negara di terdapat model-model utama, dalam
Afrika, Eropa dan Amerika Latin. penerapannya KPJM berbeda-beda. Disamping itu,
penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya
Implikasi dari kapan KPJM diterapkan adalah
dimana tidak terdapat model baru dalam KPJM
tingkat kematangan KPJM itu sendiri. Ini juga yang
sejak KPJM diperkenalkan, namun bagaimana
mengakibatkan evaluasi atas KPJM yang relatif
implementasinya dalam tataran operasional
baru sulit dilakukan. Di negara-negara yang relatif
bervariasi dalam pemilihan dua model di atas.
baru menerapkan KPJM, hasil atau dampak KPJM
masih belum jelas terukur (Francesco & Barosso, Penelitian ini tidak menemukan informasi
2015). dalam kajian terdahulu mengenai model yang fit
untuk konteks tertentu. Hal ini tentunya
Meskipun penelitian ini menunjukkan bahwa
mengakibatkan kesulitan bagi negara-negara yang
secara umum konsep KPJM memiliki kesamaan,
akan mulai menerapkan KPJM untuk mencari
namun hasil dari penelitian ini menunjukkan fakta
model yang lebih sesuai. Untuk itu agenda riset ke
bahwa KPJM diterapkan pada periode yang
depan kiranya perlu dikaji model yang cenderung
berbeda-beda di setiap negara sehingga proses
lebih sesuai pada konteks-konteks tertentu.
reformasi keuangan publik memiliki tahapan
berbeda antar negara termasuk tantangan yang c. Horizon Waktu KPJM
dihadapi. Perluasan penelitian KPJM yang lebih
Hampir seluruh negara menerapkan horizon
spesifik di level operasional akan membantu
waktu KPJM selama tiga sampai empat tahun
berbagai negara di berbagai tahapan penerapan
(World Bank, 2013). Di Swedia, perspektif KPJM
dalam mengimplementasikan KPJM.
adalah tiga tahun (Ljungman, 2007), sedangkan di
b. Model KPJM Australia, Austria dan Belanda, jangka menengah
didefinisikan selama empat tahun, negara yang
Francesco & Barosso (2015) menegaskan tidak
menerapkan jangka menengah hanya mencakup
ada model yang serupa terkait kerangka KPJM di
dua tahun antara lain Kanada (Francesco &
berbagai negara. Selanjutnya mereka membedakan
Barosso, 2015) dan Slovenia (Sherwood, 2015).
beberapa model utama dari KPJM yakni KPJM
peramalan (forecasting) dan KPJM pemograman Sherwood (2015) berpendapat bahwa tiga
(programming). KPJM forecasting bersifat top- tahun adalah waktu minimum yang cukup rasional.
down yakni peramalan jangka menengah disusun Hal dimaksud sejalan Budgetary Framework
oleh kementerian keuangan. Peramalan dimaksud Directive atau Arahan Kerangka Penganggaran
terkait pengeluaran agregat dan alokasi antar yang diterapkan di negara-negara anggota Uni
sektor dan kementerian teknis yang mengelola Eropa. Selanjutnya Sherwood berargumen, apakah
pagu anggaran dimaksud. Adapun KPJM tiga tahun itu akan diperpanjang sangat tergantung
programming bersifat bottom-up dimana pada konteks nasional dan durasi siklus elektoral
peramalan jangka menengah yang disusun di suatu negara. Dalam kaitannya dengan siklus
kementerian keuangan didasarkan pada costing elektoral, penting juga di berbagai peraturan
yang dilakukan oleh kementerian teknis. ditetapkan hak dari pemerintahan yang baru untuk
TINJAU ULANG KONSEP DAN PRAKTIK KJPM: Indonesian Treasury Review Vol.4, No.2, (2019), Hal. 177-194
PENDEKATAN BIBLIOGRAFI
188

merevisi KPJM yang dihasilkan dari pemerintahan yang dianggap sebagai ‘leader’ KPJM, membuktikan
periode sebelumya. bahwa KPJM pada umumnya diterapkan untuk
belanja yang tidak mengalami perubahan
Literatur menunjukkan bahwa perspektif
kebijakan (no policy change) atau baseline, dan
jangka menengah pada praktiknya adalah dua
tidak pada program-program baru atau new
sampai dengan empat tahun. Terdapat variasi
initiatives. World Bank (2013) menggarisbawahi
dalam penerapan horizon waktu, namun rentang
pentingnya melakukan perhitungan (costing) biaya
waktu tidak melebihi empat tahun. Dikarenakan
program yang meliputi baik program baru maupun
efektivitas horizon waktu juga dipengaruhi oleh
program yang berulang. Francesco & Barosso
faktor politik suatu negara khususnya siklus
(2015) dalam penelitannya mengenai KPJM fokus
electoral untuk menjamin kesuksesan KPJM, kajian
pada mekanisme costing dan menemukan bahwa
KPJM yang dikaitkan erat dengan konteks politik
jika secara ideal costing seyogyanya diterapkan
(siklus sektoral) dan konteks tradisi politik dan
atas keseluruhan belanja, berbagai negara masih
administrasi suatu negara perlu didorong untuk
melakukan costing pada belanja yang merupakan
membantu penerapan KPJM termasuk horizon
program baru (new initiatives).
waktu KPJM yang efektif.
Penelitian ini menunjukkan terdapat
d. Cakupan Penerapan
kesenjangan penelitian untuk cakupan belanja
KPJM di berbagai negara mencakup utamanya program-program baru yang merupakan dampak
sebagian tingkatan pemerintahan saja, terutama dari perubahan kebijakan. Kesenjangan literatur
Pemerintah Pusat. European Commission (2007) juga ditemui di tingkatan pemerintahan di bawah
menyusun tipologi KPJM berdasarkan cakupan pemerintahan nasional. Perlu kiranya
KPJM untuk keseluruhan tingkatan pemerintahan mengarahkan fokus kajian KPJM yang cakupannya
atau sebagian tingkatan pemerintahan. Sejalan komprehensif di semua tingkatan pemerintahan
dengan itu, World Bank (2013) menyebutkan dan bukan hanya pemerintah pusat saja, termasuk
bahwa desain KPJM dapat dilihat dari cakupannya kajian yang fokus penerapan KPJM pada
yakni apakah hanya mencakup Pemerintah Pusat keseluruhan jenis belanja termasuk belanja
(national government) atau termasuk juga tingkat sebagai akibat dilaksanakannya program baru.
pemerintahan di bawahnya (subnational
e. Hasil Penerapan KPJM
government).
Literatur menemukan bahwa terdapat negara-
Beberapa penelitian menemukan bahwa
negara yang berhasil menerapkan KPJM atau
cakupan yang komprehensif menentukan
setidaknya mengalami kemajuan walaupun
keberhasilan KPJM. Penelitian dimaksud antara
dengan tingkat kemajuan yang berbeda dan
lain dikemukakan oleh Ljungman (2007) yang
negara-negara yang tidak berhasil atau gagal
mengindikasikan bahwa agar efektif, KPJM perlu
menerapkan KPJM adalah Rumania (Tita et al,
diintegrasikan kepada keseluruhan proses
2014; World Bank, 2013; Holmes & Evans, 2003).
anggaran. Penelitian dimaksud dikonfirmasi oleh
World Bank (2013) yang mengindikasikan bahwa Houerou & Taliercio (2002)
semakin luas cakupan dalam berbagai tingakat mengelompokkan tingkat kemajuan penerapan
pemerintahan, semakin baik karena semakin besar KPJM menjadi tiga yakni negara yang gagal, negara
kesempatan untuk mencapai disiplin fiskal dan yang berada pada tahapan intermediate dan negara
memperoleh efisiensi. Akan tetapi World Bank yang berada pada tahapan penerapan KPJM yang
(2013) juga menekankan perlunya memberikan komprehensif. Sedangkan Holmes & Evans (2003)
perhatian bahwa cakupan sampai ke tingkatan membagi tingkatan implementasi KPJM di Afrika
pemerintahan di bawah Pemerintah Pusat akan menjadi tiga: (1) matang seperti di Afrika Selatan
cenderung sulit terutama jika otonomi cukup luas. dan Uganda, (2) berkembang seperti di Albania,
Sherwood (2015) bahkan berargumen bahwa Benin, Rwanda dan Tanzania, dan (3) tidak
semakin luas cakupan KPJM akan semakin baik. berkembang seperti Burkina Faso, Kamerun dan
Gana. Negara-negara yang mengimplementasikan
Cakupan penerapan selain dilihat dari
secara matang menjadikan KPJM sebagai dasar
perspektif tingkatan pemerintahan, juga dapat
penyusunan proyeksi anggaran penerimaan dan
dilihat dari jenis belanja. Terdapat debat dalam
pengeluaran. Di negara yang KPJM masih dalam
literatur apakah cakupan memadai untuk belanja
tahapan berkembang, KPJM memerlukan kondisi
wajib (mandatory atau nondiscretionary spending)
pengembangan insitusi dan konsep yang menyatu
atau juga termasuk belanja tidak wajib
dengan sistem pengeluaran negara. Sedangkan
(discretionary spending). Australia adalah salah
KPJM yang tidak berkembang dibuktikan dengan
satu contoh negara yang menerapkan KPJM di
belum adanya keterkaitan antara KPJM dengan
seluruh jenis belanja.
penganggaran.
Francesco & Barosso (2015) dalam studinya
World Bank (2013) dalam penelitiannya
terhadap implementasi KPJM di negara-negara
terhadap pengalaman global dalam menerapkan
TINJAU ULANG KONSEP DAN PRAKTIK KJPM: Indonesian Treasury Review Vol.4, No.2, (2019), Hal. 177-194
PENDEKATAN BIBLIOGRAFI
189

KPJM menyimpulkan bahwa alasan kegagalan target-target pendapatan dan belanja jangka
penerapan KPJM adalah tidak terpenuhinya aspek menengah di parlemen karena kualitas angka-
dasar dari pengganggaran dan kondisi politik dan angka target dimaksud akan meningkatkan
institusi reformasi penganggaran yang tidak komitmen politik yang berimplikasi pada
tertangani dengan baik, seperti yang diungkapkan: kesuksesan penerapan KPJM di suatu negara.
“Studi ini yang fokus utamanya adalah negara- Penelitian tersebut sejalan dengan Holmes &
negara dengan pendapatan rendah [low income Evans (2003) dalam studi kasus mereka mengenai
countries], menyimpulkan bahwa reformasi tidak implementasi KPJM di delapan negara Afrika yang
memberikan perhatian memadai pada aspek-aspek
menemukan keterkaitan antara keberhasilan KPJM
dasar manajemen anggaran atau tidak memadai
dalam mengatasi realita politik dan institusi dari
dengan komitmen politik dan peran yang kuat dari
reformasi penganggaran. Kelemahan ini kementerian keuangan. Di negara-negara dimana
menimbulkan keraguan atas kelayakan penerapan kementerian keuangan memiliki kesadaran
penuh KPJM [full-fledged MTEF] di negara-negara pentingnya perspektif jangka menengah dalam
berkembang.” (World Bank, 2013: 3). memperbaiki proses penganggaran dan konsisten
dalam rekomendasinya kepada Parlemen
Temuan World Bank terkit pemenuhan
mengenai hal dimaksud, kualitas sistem, proses
aspek dasar penganggaran mengonfirmasi IMF
dan dampak penganggaran secara signfikan
(1999) yang terlebih dahulu mengindentifikasi
meningkat. Sebaliknya dimana kondisi politik tidak
perlunya pemenuhan persyaratan-persyaratan
kondusif maka tingkat kemajuan KPJM juga relatif
ketat sebelum manfaat KPJM dapat terealisasi dan
terbatas.
mendukung temuan Holmes & Evans (2003)
tentang pentingnya membangun dasar Pentingnya konsistensi komitmen politik
penganggaran sebelum melangkah kepada juga ditemui di jurisdiksi lain seperti Rumania,
penerapan KPJM. Aspek dasar penganggaran dimana gagalnya penerapan KPJM diakibatkan
antara lain meliputi memadainya kerangka atau karena inkonsistensi penerapan kebijakan fiskal
dasar hukum penganggaran, optimalnya kapasitas akibat tidak stabilnya situasi politik (Tita et al,
manajemen fiskal, prosedur penyiapan anggaran 2014).
dan berfungsinya sistem perbendaharaaan.
Penelitian ini menemukan konsensus dalam
Disamping itu, observasi World Bank sejalan
kajian KPJM bahwa komitmen politik menjadi
dengan Oxford Policy Management (2000) yang
faktor penentu utama kesuksesan KPJM. Isu
mengonfirmasi kegagalan implementasi KPJM di
komitmen kerap dikaitkan dengan reformasi
negara berkembang seperti Malawi yang mulai
dalam berbagai aspek. Namun demikian, dalam
mengimplementasikan 1995 namun lima tahun
kajian KPJM isu komitmen tidak dibahas secara
sejak implementasinya masih belum
spesifik misalnya komitmen konkrit apa yang
komprehensif. Observasi serupa juga meliputi
dibutuhkan dalam penerapan KPJM. Sebagai key
Rwanda dan Nepal.
success factor, kajian KPJM di masa yang akan
Penelitian ini menemukan bahwa evaluasi datang perlu lebih menggali isu komitmen lebih
terhadap hasil penerapan termasuk dampak KPJM rinci lagi dan bukan secara umum sebagai
di negara-negara yang terlebih dahulu pendorong reformasi. Elaborasi topik komitmen
menerapkan KPJM banyak dilakukan. Namun dalam desain dan implementasi KPJM dalam
demikian, belum terdapat evaluasi atas hasil menjadi masukan bagi negara-negara yang
penerapan KPJM di negara-negara yang relatif baru mengalami kegagalan dalam menerapkan KPJM
menerapkan. Studi penelitian selanjutnya dapat akibat lemahnya komitmen.
dikembangkan pada negara-negara yang relatif
b. Kapasitas Institusi
baru menerapkan KPJM sebagai bagian dari
reformasi pengelolaan keuangannya sehingga Disamping cerita sukses implementasi KPJM,
berbagai pengalaman kegagalan implementasi penelitian ini menyajikan bukti bahwa isu
KPJM bisa menjadi early warning system. kapasitas menjadi salah satu penyebab berbagai
pengalaman gagal khususnya di negara-negara
4.6. Faktor Penentu Kesuksesan KPJM
berkembang seperti Rumania, Kolombia,
a. Komitmen Politik Argentina, Peru dan Vietnam yang diakibatkan
oleh lemahnya kapasitas dan partisipasi aktor
Salah satu faktor penentu kesuksesan KPJM
kunci dan tidak adanya penguatan kelembagaan
adalah komitmen politik, baik dari pemerintah
(Titaa et al, 2004; Filc & Scarcastini, 2010; Lan
maupun parlemen (Sherwood, 2015; Tita, 2004;
2012). Di Etiopia, Yimer (2015) menyebutkan
Lan, 2012). Sebagai contoh implementasi KPJM di
kapasitas dan kelemahan institusi adalah faktor
Provinsi Sonla Vietnam mendemonstrasikan faktor
yang mengakibatkan Etiopia sulit
penentu kesuksesan yakni komitmen
mengimplementasikan KPJM. Kelemahan ini
kepemimpinan provinsi. Sherwood (2005)
ditemui antara lain saat kementerian teknis
berargumen mengenai pentingnya pembahasan
mengembangkan program prioritas. Tidak hanya
TINJAU ULANG KONSEP DAN PRAKTIK KJPM: Indonesian Treasury Review Vol.4, No.2, (2019), Hal. 177-194
PENDEKATAN BIBLIOGRAFI
190

itu, kapasitas pegawai Kementerian Keuangan kelemahan koordinasi institusi manajemen yang
Etiopia juga kurang memadai dalam rangka terlibat dalam mengelola kebijakan fiskal (Tita et al
menyetujui program yang paling efektif. 2014). Isu koordinasi diperburuk dengan
organisasi yang tidak berfungsi optimal dan
Yang juga menarik adalah bahwa isu
minimnya dukungan administratif di bidang
kapasitas juga ditemukan di negara maju seperti
perpajakan. Rumania memiliki isu koordinasi
Swedia yang menerapkan KPJM sejak tahun 1997
dengan institusi perpajakan sehingga sangat sulit
(Ljungman, 2007). Di Swedia, kapasitas untuk
bagi pemerintah dalam memprediksikan kondisi
menyusun peramalan yang realistis dan dapat
makroekonomi. Isu koordinasi di Rumania juga
diandalkan untuk pengembangan pendapatan dan
terkait tidak adanya dukungan legislatif, yaitu
belanja serta parameter makroekonomi menjadi
kegagalan memproyeksi anggaran secara akurat,
penting untuk menghasilkan peramalan yang
tanpa regulasi fiskal dan penganggaran yang akan
berkualitas dan dengan demikian memperoleh
memperkokoh sistem perpajakan nasional.
dukungan politik dari parlemen.
Minimnya koordinasi dengan parlemen sehingga
Pentingnya perhatian atas isu institusi dan menciptakan ketidakstabilan politik dan
kapasitas di negara berkembang dalam meniadakan kesinambungan kebijakan fiskal.
implementasi KPJM telah lama diprediksi oleh
Isu koordinasi lainnya ditemui di negara-
Schiavo-Campo (2009:1) yang menyatakan bahwa
negara Uni Eropa. Implementasi KPJM di negara-
dengan mengabaikan pertimbangan institusi dan
negara Eropa beragam, yang ditandai dengan
kapasitas, implementasi KPJM di hampir seluruh
berfluktuasinya koordinasi dalam bentuk
negara berkembang hanya menghasilkan biaya
komitmen politik. Idealnya, keterlibatan aktif
transaksi tinggi reformasi tanpa memperbaiki
parlemen memberikan bobot tersendiri pada
dampak dari penganggaran. Kapasitas spesifik
rencana yang ditetapkan dalam KPJM melalui
yang dibutuhkan antara lain kapasitas untuk
penekanan pada undang-undang dimana
menyusun peramalan atas target pendapatan dan
memberikan penekanan khusus pada pembuat
belanja termasuk menjalankan model-model yang
kebijakan untuk mematuhi batasan dan target yang
dibangun (Houerou & Taliercio, 2002). Temuan
telah disepakati (Sherwood. 2015)
penelitian di atas mendukung argumen IMF (2007)
yang menyatakan bahwa pengembangan KPJM Tidak efektifnya implementasi KPJM juga
dari model awal ke model yang semakin dibuktikan dengan kelemahan koordinasi di
berkembang dan maju harus diimbangi dengan negara-negara Afrika. Keberadaan koordinasi
kapasitas suatu negara. dalam penetapan KPJM pada kementerian yang
ditargetkan berbeda pada setiap negara. Sebagian
Tidak terdapat kontroversi mengenai
mekanisme koordinasi antar lembaga pemerintah
pentingnya kapasitas dalam mendorong
hanya diberlakukan pada beberapa sub sektor
penerapan KPJM di berbagai negara, baik di negara
namun belum menyeluruh. Akibat lemahnya
maju maupun berkembang. Terbatasnya
koordinasi ini, implementasi KPJM juga tidak
pembahasan mengenai kapasitas spesifik apa yang
seragam sesuai dengan kebijakan fiskal yang
dibutuhkan dalam penerapan KPJM menjadi salah
diarahkan oleh European Commission baik dari
satu temuan penelitian ini. Kapasitas estimasi
sisi formak maupun materiil (Sherwood, 2015)
kerap ditemui dalam literatur sebagai kapasitas
yang penting, namun kapasitas estimasi dimaksud Menurut Holmes & Evans (2003), dari
belum terelaborasi. Di masa yang akan datang delapan negara di Afrika yang
perlu dielaborasi mengenai kapasitas spesifik mengimplementasikan KPJM, kondisi tingkat
terkait KPJM yakni mengenai kompetensi, kematangannya dibagi menjadi tiga yaitu: (1)
pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan matang (2) berkembang dan (3) maju. Hal yang
oleh kementerian keuangan dan kementerian membedakan antar ketiga kategori itu yaitu
teknis dalam meingimplementasikan KPJM. koordinasi untuk mengintegrasikan berbagai
tahapan penganggaran, perhatian terhadap
c. Koordinasi
kestabilan fiskal, kondisi politik, dan komitmen
Koordinasi antar area dan antara tingkatan lembaga pemerintah yang belum optimal.
pemerintahan juga dianggap sebagai faktor
Houerou & Taliercio (2002) mengungkapkan
penentu kesuksesan KPJM di negara-negara
hasil penelitiannya terhadap implementasi KPJM di
Amerika Latin (Filc & Scarcastini, 2010), negara-
13 Negara-negara Afrika bahwa implementasi
negara di Afrika (Houerou & Taliercio (2002)
KPJM yang didukung oleh koordinasi yang baik
termasuk negara-negara di Eropa (Sherwood,
antara pemerintah dan parlemen yaitu hanya 4
2015).
negara. Kondisi ini menyebabkan pengembangan
Sebagai contoh, kasus kegagalan Rumania implementasi KPJM pada level tingkat tinggi
dalam mengadopsi dan mengimplementasikan pemerintahan kurang mendapatkan kesempatan
tahapan-tahapan KPJM disebabkan oleh berbagai untuk perubahan ke arah perbaikan. Dalam
TINJAU ULANG KONSEP DAN PRAKTIK KJPM: Indonesian Treasury Review Vol.4, No.2, (2019), Hal. 177-194
PENDEKATAN BIBLIOGRAFI
191

beberapa kasus, Kementerian Keuangan kredibel, dan pendekatan konservatif perlu


menghasilkan dokumen KPJM yang tidak menjadi pertimbangan (Holmes & Evans, 2003).
dimintakan persetujuan kepada parlemen
Dari ulasan literatur di atas, penelitian ini
sehingga KPJM tersebut hanya terbatas pada
mengindikasikan bahwa kapasitas kerap dianggap
dokumen teknis penganggaran dan bukan
sebagai ‘culprit’ atas permasalahan dalam
dokumen yang mendeskripsikan suatu kerangka
penerapan KPJM. Namun demikian, literatur tidak
pengeluaran jangka menengah dengan target dan
secara spesifik mengindentifikasi kapasitas yang
batasan-batasan yang disepakati.
seperti apa yang dibutuhkan secara khusus untuk
Signifikansi koordinasi sesungguhnya bukan membantu keberhasilan penerapan KPJM. Penulis
hanya ditemui dalam implementasi KPJM dan berargumen bahwa terdapat indikasi kapasitas
elemen reformasi penganggaran lainnya, namun terkait costing menjadi penting. Dengan
juga daam konteks reformasi manajemen secara terbatasnya literatur yang membahas mengenai
umum (Lundin, 2017). Menurut Lundin (2017) teknik costing atau pembiayaan, maka penelitian
dalam melakukan koordinasi terdapat dua hal yang ini menyimpulkan bahwa kajian terkait teknik
harus diperhatikan yaitu: (1) mekanisme costing belum memadai.
koordinasi formal dan (2) praktik-praktik yang
Penelitian ini mendukung hasil kajian
memengaruhi koordinasi. Mekanisme koordinasi
tentang costing yang dilakukan oleh Francesco &
formal dan praktik-praktik yang memengaruhi
Barosso (2015). Mereka berargumen bahwa teknik
koordinasi dibedakan ke dalam tiga kondisi yaitu:
relevan yang dibutuhkan adalah terkait analisis
(1) mekanisme dan praktik koordinasi yang
biaya yang mampu mengidentifikasi dan
dibangun untuk seluruh elemen pemerintahan, (2)
menentukan program dan perkiraan biaya
mekanisme dan praktik kerja sama antar lembaga
program. Namun demikian, literatur tidak
baik bilateral maupun multilateral, dan (3)
memadai dalam memberikan panduan bagaimana
mekanisme dan praktik koordinasi dengan
melakukan ‘bottom-up costing’ dimaksud
pemerintah di daerah.
(Francesco & Barosso, 2015). Kajian di masa yang
Kesimpulan penelitian ini adalah literatur akan datang diharapkan dapat memberikan
kerap hanya menyoroti bahwa koordinasi menjadi masukan bukan hanya sebatas apa atau ‘what’ yang
permasalahan dalam implementasi KPJM, namun mengakibatkan implementasi KPJM terhambat,
tidak secara spesifik memberikan panduan namun juga memberikan paradigma baru
bagaimana memperbaiki hal dimaksud dan mengenai bagaimana atau ‘how’ hal itu disolusikan.
strategi koordinasi yang perlu ditempuh dalam Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan
menerapkan KPJM. Implikasinya adalah bahwa di perhatian terhadap topik costing dalam penelitian
masa yang akan datang, studi mengenai KPJM tidak terkait KPJM.
terbatas pada desain dan implementasi secara
Temuan penelitian ini juga menyajikan
umum, namun perlu diarahkan pada strategi dan
informasi bahwa diskursus KPJM saat ini
upaya melakukan koordinasi efektif dalam
didominasi oleh implementasi KPJM dengan
implementasi KPJM.
relevansinya terhadap konsep manajemen
d. Kualitas Estimasi Proyeksi keuangan pemerintah, kebijakan fiskal, dan
makroekonomi serta faktor-faktor kesuksesan
Berbagai literatur yang diteliti dalam
implementasi KPJM. Agenda riset selanjutnya
penelitian ini mengarah pada satu kesimpulan
adalah pengembangan studi yang diarahkan pada
terkait pentingnya kualitas estimasi proyeksi
pengembangan paradigma baru KPJM.
target pendapatan dan belanja dalam
mengimplementasikan KPJM. Tidak memadainya
kapasitas institusi mengakibatkan tidak
optimalnya kualitas estimasi proyeksi yang 5. KESIMPULAN DAN SARAN
diperlukan dalam implementasi KPJM yang sukses a. Hasil temuan empiris kajian ini
ditemukan di berbagai hasil penelitian (antara lain menemukan konsepsi dan praktik terkini
Filc & Scarcastini, 2010; Ljungman, 2007). KPJM. Teori dan konsep KPJM
Overestimation atau underestimation didiskusikan berdasarkan cakupan studi
mengakibatkan permasalahan dalam anggaran KPJM, konsepsi KPJM dan metodologi
tahunan seperti munculnya berbagai diskresi yang asesmen dan kajian KPJM. Sedangkan
menghambat kredibilitas anggaran tahunan. Isu hasil temuan mengenai praktik KPJM
kualitas peramalan yang kredibel hampir ditemui diulas berdasarkan pemicu
di semua negara seperti di Amerika Latin dan diimplementasikannya KPJM, variasi
Swedia. dalam implementasi KPJM dan faktor
Alasan pentingnya estimasi yang realistis penentu kesuksesan KPJM.
dan akurat untuk pendapatan dan belanja adalah b. Penelitian ini menyajikan bukti mengenai
dalam rangka memastikan batasan sumber daya kesenjangan (gap) dalam literatur, yakni:
TINJAU ULANG KONSEP DAN PRAKTIK KJPM: Indonesian Treasury Review Vol.4, No.2, (2019), Hal. 177-194
PENDEKATAN BIBLIOGRAFI
192

1) Studi KPJM banyak dilakukan oleh sehingga bisa mengambil berbagai


organisasi seperti World Bank, IMF lesson learned dari kegagalan
dan OECD. Studi World Bank implementasi KPJM dan sekaligus
khususnya banyak memengaruhi menjadi menjadi early warning
studi KPJM selanjutnya. Studi yang system.
dilakukan organisasi lain seperti
7) Penajaman studi KPJM yang
pemerintah, NGO dan universitas
menguraikan mengenai teknis
masih terbatas.
pembiayaan atau costing untuk
2) KPJM telah banyak diterapkan bukan mendukung implementasi KPJM.
hanya di negara-negara maju namun
8) Pembahasan substansi lebih
juga di negara berkembang. Namun
mendalam yang diarahkan pada
penelitian ini menemukan bahwa
model KPJM yang sesuai pada
diskursus KPJM di Indonesia dan
konteks tertentu dan konteks politik
negara berkembang di Asia Tenggara
dan administratif yang mendorong
relatif terbatas.
efektivitas implementasi KPJM.
3) Sejak mulai berkembangnya
9) Penajaman studi implementasi KPJM
penerapan KPJM di berbagai negara
yang diarahkan pada upaya
di tahun 1990-an, tidak terdapat
penguatan komitmen, panduan
perkembangan paradigma baru
melakukan koordinasi efektif dalam
terkait KPJM, terbukti ulasan konsep
implementasi KPJM, strategi
KPJM yang tidak banyak berkembang.
kapasitas yang mendukung akurasi
Disamping itu, diskusi mengenai
estimasi proyeksi KPJM.
aspek costing dalam KPJM masih
terbatas.
4) Kajian KPJM masih banyak 6. IMPLIKASI DAN KETERBATASAN
menggunakan metodologi penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif, sedangkan penelitian kualitatif berupa sintesis dan analisis atas data
kuantitatif masih terbatas termasuk sekunder yakni literatur akademik mengenai
metode campuran (mixed-method). KPJM. Reviu atas literatur memiliki orisinalitas
c. Mengikuti arah dari hasil penelitian ini, yang relatif rendah dibandingkan penelitian
rekomendasi atas agenda penelitian di tradisional yang menggunakan sumber data yang
masa yang akan datang adalah : lebih luas berupa data primer. Disamping itu, reviu
atas literatur dilakukan atas 30 jurnal ilmiah dan
1) Pengembangan kajian yang dokumen akademik, dan di masa yang akan datang
menggunakan metodologi kuantitatif riset ini dapat diperluas ke unit analisis yang lebih
dan mixed methodology. banyak.
2) Perluasan fokus geografis kajian Namun demikian, penelitian memiliki
implementasi KPJM di wilayah Asia implikasi yang cukup signifikan. Pertama,
dan Timur Tengah, khususnya Asia penelitian ini menyediakan nilai tambah yang
Tenggara termasuk di dalamnya menyediakan ringkasan terstruktur mengenai
Indonesia. KPJM, termasuk ulasan dan evaluasi KPJM di
berbagai negara. Kedua, implikasi praktis
3) Penguatan penyelenggaraan penelitian ini adalah hasil evaluasi KPJM yang
penelitian oleh lembaga-lembaga menemukan key success factor perlu menjadi
pemerintah maupun NGO termasuk perhatian bagi kesinambungan implementasi
universitas perlu didorong untuk KPJM di Indonesia. Faktor penentu kesuksesan
melakukan penelitian-penelitian dimaksud antara lain adalah kuatnya komitmen
serupa. politik, kapasitas yang memadai yang
4) Perluasan substansi studi KPJM pada memberdayakan implementer KPJM dalam
level operasional sesuai dengan melakukan estimasi proyeksi target pendapatan
periode implementasi. dan belanja serta pentingnya mendorong
terjadinya koordinasi dalam penerapan KPJM.
5) Pengembangan substansi kebutuhan Kedua, penelitian ini memberikan landasan
akan KPJM selain kebutuhan bagi agenda riset di masa yang akan datang.
makroekonomi, keuangan, dan Melalui identifikasi atas gap yang ada dalam
penganggaran. literatur, penelitian ini membantu peneliti untuk
6) Perluasan studi penelitian di negara- melakukan penelitian selanjutnya (expanding
negara yang baru menerapkan KPJM research) mengenai KPJM.
TINJAU ULANG KONSEP DAN PRAKTIK KJPM: Indonesian Treasury Review Vol.4, No.2, (2019), Hal. 177-194
PENDEKATAN BIBLIOGRAFI
193

REFERENSI Harris, J., Hughes, R., Ljungman, G., Sateriale, C.


(2013). Medium-term budget frameworks in
Allen, R., & Tommasi, D. (2010). Managing public advanced economies: Objectives, design and
expenditure: A reference book for transition performance. In. M. Cangiano, T. Curristine and
countries. OECD: Paris. M. Lazare, eds. Public Financial Management
Allen, R., Chaponda, T., Fisher, L., & Ray, R. (2017). and Its Emerging Architecture. Washington
Medium-term budget frameworks in selected D.C: IMF, 137-173.
sub-Saharan African countries. IMF Working Houerou, P., Taliercio, R. (2002). Medium term
Paper, WP/17/203. expenditure network: From concept to practice
Blöndal, J.R. (2009). Budgeting in Indonesia, OECD preliminary lesson from Africa. The World
Journal on Budgeting, 2009(2), 1-31. Bank.
Blöndal, J. R. (2006). Budgeting in Singapore, OECD International Monetary Fund (IMF). (2007).
Journal on Budgeting, 6(1), 45-86. Manual on Fiscal Transparency.
Blöndal, J. R. (2003). Budget Reform in OECD International Monetary Fund (IMF). (1999).
Member Countries: Common Trends. OECD Manual on Fiscal Transparency.
Journal on Budgeting, 2(4), 7-25. Jena, P. R. (2018). Adopting MTEF through fiscal
Blöndal, J.R., Bergvall, D., Hawskesworth, I., rules: Experiences of multi-year budget
Deighton-Smith, R. (2008), Budgeting in planning in India, International Journal on
Australia, OECD Journal on Budgeting, 8(2), 1- Governmental Financial Management, XVIII
63. (2), 2018.
Bryman, A,. (2008). Social research method. Italy: Jena, P.R. (2017). Indian Variant of MTEF: The
Oxford University Press. scope and opportunities to develop an
Choi, L.T., (2014). The strength and weaknesses of effective budget planning process, National
research methodology: Comparison and Institute of Public Finance and Policy (NIPFP)
complimentary between qualitative and working paper series, Working paper No. 185.
quantitative approaches. Journal of Humanities Lan, Nguyen T N. (2012). The application of
and Social Sciences, 19(4), 99-104. medium-term framework for budgeting in Sonla
Creswell, J. W. (2014), Research design: Qualitative, province Vietnam, University of Tampere.
quantitative and mixed method approach Lundin, N. (2017). Transforming Sweden: Agenda
(fourth-edition). Sage Publication: California. 2030 from perspective of the governance and
De Graaf, G & Huberts, L.W.J.C. (2008). Potraying implementation, dalam Improving Public
the nature of corruption using an explorative Sector Performance through Innovation and
case study design. Public Adminisration Review, Inter-Agency Coordination. Word Bank Group.
July/August Ljungman, Gösta. (2007). The medium-term fiscal
Direktorat Jenderal Anggaran (DJA). (2016). Tahun framework in Sweden, OECD Journal on
2016, DJA Lakukan Penyempurnaan KPJM Budgeting, 6(3), 1-17.
Cukup Signifikan, diakses pada OECD. (2012). International Database of Budget
http://www.anggaran.kemenkeu.go.id/dja/e Practices and Procedures.
def-konten-view.asp?id=1221 pada tanggal 21 Okpala, K.E. (2014). Medium term expenditure
Agustus 2019. framework and budget effectiveness in
European Commission. (2007). Public Finances in Nigeria. International Journal of Innovation and
EMU 2007. Belgium: European Commission. Scientific Research, 4 (1), 26-32.
Filc, G., & Scartascini, C. (2010), Is Latin America on Oxford Policy Management. (2000). OPM Review:
the right track?: An analysis of medium-term Supporting Strategies for Economic and Social
frameworkors and the budget process. IDB Reform, Paper 2.
Working Paper Series, No. IDB-WP-160. Paré, G.,, Kitsiou, S., (2016). Methods for
Francesco, M. D. & Barosso, R. (2015), Review of literatature reviews. dalam Handbook of e
international practices for determining health evaluation: An evidence-based approach.
medium-term resource needs of spending edited by Francis Lau and Craig Kuziemsky.
agencies. Policy Research Paper, World Bank. Canada: University of Victoria
Holmes, M., & Evans, A. (2003), A review of Pestana, L.D.M,. (2014). Improving fiscal
experience in implementing medium term management in Brazil: Introducing the
expenditure frameworks in PRSP context: medium-term expenditure framework (MTEF).
synthesis of eight country studies. United The George Washington University, The
Kingdom: Department for International Institute of Brazilian Issues. School of Business
Development (DFID), and Public Management.
TINJAU ULANG KONSEP DAN PRAKTIK KJPM: Indonesian Treasury Review Vol.4, No.2, (2019), Hal. 177-194
PENDEKATAN BIBLIOGRAFI
194

Rowe, F. (2014). What literature review is not: in Romania. Procedia Economics and Finance,
diversity, boundaries and recommendations?. 16, 270-274.
European Journal of Information System, 23, World Bank. (2013). Beyond the annual budget:
241-255. Global experiences with medium term
Van Wee, B,. Banister, D,. How to write a literature expenditure framework. Washington. D.C:
review paper. Transport Reviews, 36(2), 278- The World Bank.
288. World Bank. (2016). Toward next-generation
Schawarz A., Menta M., Johnson, N., and Chin, W. performance budgeting: Lessons from
(2006). Understanding frameworks and experience of seven reforming Countries.
reviews: a commentary to assist us in moving Washington D.C: The World Bank.
our field forward by analyzing our past. World Bank. (2016). Public expenditure financial
Database, 38(3), 29-50. analysis (PEFA). Fiscal and Expenditure
Sherwood, M. (2015). Medium term budgetary Management Program, Sub Program 1.
frameworks in the EU member states. World Bank. (2018). Budgeting for performance in
European Economy Discussion Paper 021. Malaysia: A review of the design,
Luxembourg: European Commission. Implemetation, and application of
Schiavo-Campo, S. (2009). Potemkin villages: The Malaysia’s outcome-based budgeting.
medium-term expenditure framework in Knowledge and Research Report.
developing countries. Public Budgeting and World Bank. (1998). Public Expenditure
Finance, 29(2): 1-26. Management Handbook. Washington D.C:
Schiavo-Campo, S. (2007). Toward a medium term The World Bank.
expenditure framework. slide presentation. Yimer, M,. (2015). Medium term expenditure and
Diakses 18 Agustus 2019 pada budgetary practices in Ethiopia. Academic
http://siteresources.worldbank.org/PSGLP/R Research Journal, 3(4)23-28.
esources/MTEFsSchiavoCampo.pdf
Tita, C., Otetea, A., Banu, I. (2014). The importance
of a medium term budgetary framework in
enhancing the sustainability of public finance

Anda mungkin juga menyukai