Anda di halaman 1dari 24

DRAFT

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II

“PRODUKSI BIODIESEL”

GRUP B

1. DIMAS ILHAM AKBAR 18031010135

2. PUTRI TIARA 18031010149

Tanggal Percobaan : 11 Desember 2020

LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA


TIMUR

SURABAYA

2020
LABORATORIUM TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK Nama : Dimas Ilham A
UPN “VETERAN” JAWA TIMUR NPM/Semester : 18031010135/V
Romb./Grup : I/B
Praktikum : OPERASI TEKNIK KIMIA II NPM/Teman Praktek : 18031010149/Putri Tiara
Percobaan : PRODUKSI BIODIESEL

Tanggal : 11 Desember 2020


Pembimbing lllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllll
: Nove Kartika E. ST, MT DRAFT

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Biodiesel adalah bioenergi atau bahan bakar nabati yang dibuat dari minyak
nabati, baik minyak yang belum digunakan maupun minyak bekas dari
penggorengan dan melalui proses transesterifikasi. Biodiesel digunakan sebagai
bahan bakar alternatif pengganti bahan bakar minyak (BBM) untuk motor diesel
dan dapat diaplikasikan baik dalam bentuk 100% (B100) atau campuran dengan
minyak solar pada tingkat konsentrasi tertentu (BBX), seperti 10% biodiesel
dicampur dengan 90% solar yang dikenal dengan nama B10.
Pemanfaatan minyak nabati sebagai bahan baku biodiesel memiliki
beberapa kelebihan, diantaranya sumber minyak nabati mudah diperoleh, proses
pembuatan biodiesel dari minyak nabati mudah dan cepat, serta tingkat konversi
minyak nabati menjadi biodiesel yang tinggi (95%). Minyak nabati memiliki
komposisi asam lemak berbeda-beda tergantung dari jenis tanamannya. Zat-zat
penyusun utama minyak-lemak (nabati maupun hewani) adalah trigliserida, yaitu
triester gliserol dengan asam-asam lemak (C8 – C24). Komposisi asam lemak
dalam minyak nabati menentukan sifat fisik kimia minyak. Salah satu contohnya
pemanfaatan minyak jelantah adalah minyak goreng yang telah digunakan untuk
menggoreng. Bila tak digunakan kembali, minyak jelantah biasanya dibuang begitu
saja ke saluran pembuangan. Limbah yang terbuang ke pipa pembuangan dapat
menyumbat pipa pembuangan karena pada suhu rendah minyak maupun lemak
akan membeku dan mengganggu jalannya air pada saluran pembuangan. Oleh
karena itu dilakukannya praktikum produksi biodiesel untuk memanfaatkan limbah
minyak goreng bekas serta untuk mencari bahan lain untuk dijadikan BBM selain
dari minyak bumi salah satunya adalah pembuatan biodiesel.

I.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui % FFA pada biodiesel
2. Untuk menentukan nilai konversi dan yield dari produksi biodiesel
3. Untuk membandingkan biodiesel hasil praktikum dengan biodiesel SNI.

I.3 Manfaat
1. Agar praktikan dapat mengaplikasikan konsep biodiesel dalam bidang
industri khususnya industri kimia
2. Agar praktikan dapat memahami faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
produksi biodiesel
3. Agar praktikan dapat memahami prinsip dasar kinetika reaksi kimia dalam
reaktor batch melalui reaksi transesterifikasi minyak nabati menjadi
biodiesel
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Secara Umum


Biodiesel adalah bahan bakar alternatif pengganti diesel konvensional.
Bahan bakar ini biasanya terbuat dari minyak nabati, lemak hewan, tallow,
minyak tumbuhan non-edible ataupun minyak bekas pemasakan. Sifatnya yang
tidak beracun, bebas sulfur dan aromatik, serta dapat diperbarui menjadikannya
lebih baik dibandingkan diesel konvensional. Penanganan yang mudah dan
tingkat lubricitas yang tinggi tak membuat diesel jenis ini digunakan secara
maksimal. Hal ini dikarenakan production cost yang tinggi menjadikan diesel
jenis ini harus dicampurkan dengan diesel konvensional. (Gebremariam, 2018).

II.2 Pembuatan Biodiesel


Pembuatan biodiesel dari minyak tanaman memiliki kasus yang berbeda-
beda sesuai dengan kandungan FFA. Pada kasus minyak tanaman dengan
kandungan asm lemak bebas tinggi dilakukan dua jenis proses yaitu esterifikasi
dan transesterifikasi, sedangkan untuk minyak tanaman yang kandungan asam
lemak rendah dilakukan proses transesterifikasi. Proses esterifikasi dan
transesterifikasi bertujuan untuk mengubah asam emak bebas trigliserida dalam
minyak menjadi metil ester(biodiesel) dan gliserol pada asam lemak bebas dapat
dikonversi menjadi biodiesel dengan esterifikasi menggunakan akohol.
a. Esterifikasi
Esterifikasi pada dasarnya adalah reaksi yang bersifat reversibel dari
asam lemak dengan alkil alkohol membentuk ester dan air adalah sebagai
berikut:
(Asam lemak ) (Alkil Alkohol ) (Ester ) (Air )

Reaksi esterifikasi adalah reaksi endotermis. Proses ini berlangsung


dengan katalis asam antara lain H2SO4, H3PO4, dan asam sulfonat. Untuk
mengarahkan reaksi ke arah produk alkil ester, salah satu reaktan, biasanya
alkohol diberikan dalam jumlah yang berlebihan dan air diambil selama
reaksi. Umumnya pengambilan air dilakukan secara kimia, fisika dan
pervorasi. (Kusmiati, 2008)
b. Transesterifikasi
Reaksi antara minyak (trigliserida) dan alkohol adalah merupakan
reaksi transesterifikasi. Transesterifikasi adalah suatu reaksi yang
menghasilkan ester dimana salah satu pereaksinya juga merupakan senyawa
ester. Jadi disini terjadi pemecahan senyawa trigliserida dan migrasi gugus
alkil antara senyawa ester. Ester yang dihasilkan dari reaksi transesterifikasi
ini disebut biodiesel. R’ adalah gugus alkil dan R1 – R3 merupakan gugus
asam lemak jenuh dan tak jenuh rantai panjang.

Reaksi transesterifikasi merupakan reaksi bolak balik yang relatif


lambat. Untuk mempercepat jalannya reaksi dan meningkatkan hasil, proses
dilakukan dengan pengadukan yang baik, penambahan katalis dan
pemberian reaktan berlebih agar reaksi bergeser ke kanan. Pemilihan katalis
dilakukan berdasarkan kemudahan penanganan dan pemisahannya dari
produk. Untuk itu dapat digunakan katalis asam , basa dan penukar ion.
(Aziz, 2011)
II.2.1 Transesterifikasi Dengan Katalis Asam dan Basa
Proses transesterifikasi memerlukan katalis untuk mempercepat laju
pembentukan ester. Biasanya katalis yang digunakan berupa asam (HCl, H2SO4)
atau katalis basa/alkali (NaOCH3, KOH, dan NaOH). (Manurung, 2006)
Proses katalitik basa homogen lebih unggul dari proses katalitik asam
(misalnya asam sulfat, H2SO4) dalam mengkatalisis reaksi transesterifikasi
karena membutuhkan waktu reaksi yang lebih cepat. Meskipun demikian, proses
katalitik basa homogen untuk reaksi transesterifikasi memiliki kelemahan dalam
hal pemisahan yang kompleks, pemurnian produk, dan selektivitasnya yang
bergantung pada kandungan asam lemak bebas (ALB) dari bahan baku. Oleh
karena itu, dibutuhkan tenaga kerja dan air banyak untuk netralisasi, proses
pemisahan produk biodiesel dan pemisahan katalis yang akibatnya menciptakan
masalah ekonomi dan lingkungan. Mekanisme reaksi transesterifikasi minyak
nabati dengan katalis basa melalui empat tahap. Tahap pertama adalah reaksi
katalis basa dengan alkohol menghasilkan alkoksida dan katalis terprotonasi.
Tahap kedua adalah serangan nukleofilik dari alkoksida pada gugus karbonil
trigliserida yang menghasilkan senyawa antara berbentuk tetrahedaral. Tahapan
ketiga melibatkan pembentukan ester alkil dan anion digliserida yang sesuai.
Tahapan terakhir melibatkan deprotonasi katalis, sehingga terjadi regenerasi
kembali spesies aktif katalis. Mekanisme transesterifikasi minyak nabati dengan
katalis asam pada protonasi gugus karbonil menghasilkan zat anatara tetrahedral
pada tahap tiga. Tahap terakhir yaitu menghilangkan gliserol untuk membentuk
ester baru. Mekanisme dapat dilanjutkan untuk di- dan trigliserida.
(Wahyudin , 2018)
Dalam memproduksi biodiesel, pemanfaatan katalis basa untuk bahan
dasar biodiesel dengan kandungan FFA (Free Fatty Acid) yang rendah (dengan
batasan antara kurang dari 0,5 % sampai kurang dari 2%). Sedangkan untuk
minyak dengan kandungan FFA tinggi lebih baik menggunakan katalis asam
atau enzim. (Samik, 2010)
II.2.2 Uji Kualitas Biodiesel
1. Berat Jenis
Jika biodiesel mempunyai massa jenis melebihi ketentuan, akan terjadi reaksi
tidak sempurna pada konversi minyak nabati. Biodiesel dengan mutu seperti ini
seharusnya tidak digunakan untuk mesin diesel karena akan meningkatkan keausan
mesin, emisi, dan menyebabkan kerusakan pada mesin.
2. Viskositas
Viskositas yang tinggi atau fluida yang masih lebih kental akan mengakibatkan
kecepatan aliran akan lebih lambat sehingga proses derajat atomisasi bahan bakar
akan terlambat pada ruang bakar. Pada proses transesterifikasi dimana asam lemak
bereaksi dengan katalis NaOH dan membentuk sabun. Adanya sabun yang
dihasilkan dalam pembuatan biodiesel maka membuat tegangan permukaan
biodiesel menjadi tinggi. Apabila tegangan permukaan biodiesel tinggi maka susah
untuk memecah molekul senyawa tersebut, hal ini berkaitan dengan tingkat
kekentalan senyawa biodiesel.
3. Kadar Air
Semakin kecil kadar air dalam minyak maka mutunya akan semakin baik pula
karena akan memperkecil terjadinya hidrolisis yang dapat menyebabkan kenaikan
kadar asam lemak bebas, kandungan air dalam bahan bakar dapat juga bereaksi
dengan sulfur karena akan membentuk asam.
4. Bilangan Asam
Angka asam yang tinggi merupakan indikator biodiesel masih mengandung
asam lemak bebas.Berarti, biodiesel bersifat korosif dan dapat menimbulkan kerak
pada injektor mesin diesel.
5. Gliserol Bebas
Keberadaan gliserol dan gliserida dapat membahayakan mesin diesel terutama
akibat adanya gugus OH yang secara kimiawi agresif terhadap logam bukan besi
dan campuran krom.
6. Kadar Ester Alkil
Besarnya kadar ester yang dihasilkan dalam penelitian disebabkan minimnya
produk samping yang dihasilkan yaitu gliserol, artinya proses pembuatan biodiesel
yang telah dilakukan sesuai yang diingikan. Selain itu juga disebabkan karena pada
proses reaksi transesterifikasi metanol langsung bereaksi dengan asam lemak bebas
yang terkandung dalam biodiesel.
7. Bilangan Iod
Bilangan iod menunjukkan banyaknya derajat ketidakjenuhan minyak yaitu
banyaknya ikatan rangkap 2 pada ikatan bodiesel.Semakin banyak derajat
ketidakjenuhan maka semakin bagus kualitas biodiesel yang dihasilkan. Nmaun
disisi lain banyaknya senyawa lemak tak jenuh didalam biodiesel memudahkan
senyawa bereaksi dengan oksigen.(Syamsidar, 2010)
II.2.3 Pengukuran Nilai FFA Minyak
𝑚𝑙 𝑁𝑎𝑂𝐻𝑥𝑀 𝑁𝑎𝑂𝐻𝑥 𝐵𝑀 𝑁𝑎𝑂𝐻
%𝐹𝐹𝐴 = ..................................................................(6)
𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 1000

Keterangan :
FFA = Asam lemak bebas
M NaOH = molaritas NaOH
BM NaOH = berat molekul NaOH (g/mol). (Budiono, 2013)
II.2.4 Kinetika Reaksi
Ada dua metode dalam menentukan kinetika reaksi (konstanta laju reaksi
dan orde reaksi) yakni metode integral dan differensial.Metode integral berguna
terutama untuk fitting reaksi sederhana. Ini adalah bentuk dari kinetika
1. Reaksi irreversible orde pertama
𝐴 → 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘
Pada persamaan laju reaksi orde pertama
𝑑𝐶𝐴
−𝑟𝐴 = − = kCA.............................................................................(1)
𝑑𝑡

Pada reaksi ini apabila diintegral menjadi


𝐶 𝑑𝐶𝐴 𝑡
− ∫𝐶 𝐴 = k ∫0 𝑑𝑡...........................................................................(2)
𝐴𝑜 𝐶𝐴

atau
𝐶
−𝑙𝑛 𝐶 𝐴 = 𝑘𝑡.....................................................................................(3)
𝐴𝑜

Pada bentuk konversi, persamaan laju reaksi menjadi


𝑑𝑋𝐴
= 𝑘(1 − 𝑋𝐴 )..............................................................................(4)
𝑑𝑡

Apabila diintegral menjadi


𝑋𝐴 𝑑𝑋𝐴 𝑡
∫0 = 𝑘 ∫0 𝑑𝑡........................................................................(5)
(1−𝑋𝐴)

− ln(1 − 𝑋𝐴 ) = 𝑘𝑡...........................................................................(6)
Apabila diplot ln (1-XA) atau ln (𝐶𝐴 ⁄𝐶𝐴𝑜 ) vs t memberikan garis regresi linier
sehingga parameter kinetika reaksi menjadi

Grafik 2. Fitting data untuk persamaan laju reaksi orde pertama


2. Reaksi Orde 2
A+B →produk
Apabila dengan persamaan laju reaksi menjadi
𝑑𝐶𝐵 𝑑𝐶𝐵
−𝑟𝐴 = − =− = 𝑘 𝐶𝐴 𝐶𝐵 ........................................................................(7)
𝑑𝑡 𝑑𝑡

Berdasarkan jumlah A dan B yang direaksikan pada setiap waktu t yang sama dan
diberikan oleh 𝐶𝐴𝑜 𝑋𝐴 , kita bisa menuliskan menjadi
𝑑𝑋𝐴
−𝑟𝐴 = 𝐶𝐴𝑜 = 𝑘 (𝐶𝐴𝑜 − 𝐶𝐴𝑜 𝑋𝐴) (𝐶𝐵𝑜 − 𝐶𝐴𝑜 𝑋𝐴 )............................................(8)
𝑑𝑡

Pada M = 𝐶𝐵𝑜 ⁄𝐶𝐴𝑜 dengan rasio molar reaktan, dapat diperoleh


𝑑𝑋𝐴
−𝑟𝐴 = 𝐶𝐴𝑜 = 𝑘 𝐶 2 𝐴𝑜 (1 − 𝑋𝐴 )(𝑀 − 𝑋𝐴 )...................................................(9)
𝑑𝑡

Apabila diintegral menjadi


𝑋𝐴 𝑑𝑋𝐴 𝑡
∫0 = 𝐶𝐴𝑜 𝑘 ∫0 𝑑𝑡...........................................................................(10)
(1−𝑋𝐴 )(𝑀−𝑋𝐴 )

Setelah dipisah menjadi fraksi parsial, penggabungan, dan disusun kembali menjadi
bentuk
1−𝑋 𝑀−𝑋 𝐶 𝐶𝐴𝑜 𝐶
Ln 1−𝑋𝐵 = 𝑙𝑛 𝑀(1−𝑋𝐴 ) = ln 𝐶𝐵 = ln 𝑀𝐶𝐵 … … … … … … … … . . … … … … … … . (11)
𝐴 𝐴 𝐵𝑜 𝐶𝐴 𝐴

= 𝐶𝐴𝑜 (𝑀 − 1)𝑘𝑡 = (𝐶𝐵𝑜 − 𝐶𝐴0 )𝑘𝑡, 𝑀 ≠ 1 … … … … . … … … … … … . … (12)


Apabila diplot antara konsentrasi dan waktu pada orde dua menjadi

Grafik 2. Fitting data untuk mekanisme bimolekular 𝐴 + 𝐵 → 𝑅 dengan 𝐶𝐴𝑜 ≠


𝐶𝐵𝑜 atau untuk reaksi orde kedua
3. Reaksi Orde – n
Pada yang mekanisme reaksi yang tidak diketahui, kita sering menyusun data
dengan persamaan laju orde-n dalam bentuk
𝑑𝐶𝐴
−𝑟𝐴 = − = k𝐶𝐴 𝑛.............................................................................................(13)
𝑑𝑡

Pada pemisahan dan integrasi menjadi


𝐶𝐴1−𝑛 − 𝐶𝐴𝑜
1−𝑛
= (𝑛 − 1)𝑘𝑡, 𝑛 ≠ 1.......................................................................(14)
Pada orde n tidak bisa ditemukan, jadi percobaan dan solusi eror harus
dibuat.Ini tidak terlalu sulit. Hanya meletakkan nilai a untuk n dan menghitung k.
Angka dari n dengan memperkecil variasi k dengan angka n. Satu bentuk laju reaksi
dengan orde n>1 bisa tidak diselesaikan dalam waktu yang terbatas. Pada sisi lain,
untuk orde n<1 laju reaksi bisa diprediksi bahwa konsentrasi reaktan akan menjadi
nol dan menjadi negatif pada beberapa waktu yang terbatas. Bentuk persamaan
menjadi :
𝐴𝑜 𝐶 1−𝑛
𝐶𝐴 = 0 pada t≥ (1−𝑛)𝑘 .........................................................................................(15)

Sejak konsentrasi yang sebenarnya tidak bisa menjadi nol kita perlu mengintegrasi
pada waktu n< 1.(Levenspiel, 1999)
II.2.5 Biodiesel yang sesuai SNI
Tabel 1. Standar Biodiesel menurut SNI 04-7182-2006
No Parameter Nilai
1 Massa Jenis 850-890 𝑘𝑔⁄𝑚3
2 Viskositas Kinematik 2,3 − 6 𝑚𝑚2⁄𝑠
3 Bilangan Setana Minimal 51
4 Titik nyala Minimal 100°C
5 Bilangan Asam Maksimal 0,8 mg
𝐾𝑂𝐻⁄𝑔
6 Kadar Ester Alkil Minimal 96,5%
7 Bilangan iodium Maksimal 115
(Kurniawan, 2006)
II.2.6 Aplikasi Produk Samping Biodiesel
1. Produksi Pangan
Padatan yang tersisa setelah ekstraksi minyak dari biji minyak sebagian
besar terdiri dari protein, serat, dan mineral. Tergantung pada metode ekstraksi
minyak, dua dasar jenis produk samping padat dihasilkan. Residu padat tertinggal
setelah sederhana pengepres mekanis, disebut kue minyak dan jika bungkil ini
selanjutnya diekstraksi dengan pelarut,jenis lain, yang dikenal sebagai tepung
minyak diproduksi
2. Aplikasi Air Bio Diesel
Setelah reaksi transesterifikasi, biodiesel mentah dipisahkan dari gliserol
tahap. Fase biodiesel mengandung beberapa pengotor termasuk asilgliserol, bebas
asam lemak, sabun, sisa alkohol, katalis, gliserol bebas, dan garam
3. Aplikasi Gliserol
Gliserol adalah triol yang hadir dalam bentuk esternya (trigliserida) dalam
bahan baku minyak. Itu dihasilkan sekitar 10% berat sebagai produk sampingan
utama selama produksi biodiesel proses.Produksi terus meningkat biodiesel,
menghasilkan gliserol dalam jumlah berlebihan
4. Aplikasi Methanol
Salah satu hambatan utama dalam pengembangan proses produksi biodiesel
adalah kebalikan dari reaksi transesterifikasi ketika konversi penuh diinginkan.
Oleh karena itu, sebagian besar proses komersial dilakukan dengan menggunakan
metanol berlebih. Untuk menurunkan konsumsi metanol keseluruhan dalam proses
daur ulang metanol akan diperlukan. Oleh karena itu, metanol berlebih umumnya
dipisahkan dari fase polar (gliserol mentah) melalui distilasi. Ini kemudian dapat
digunakan kembali di berikutnya siklus proses biodiesel. (Tabatabaei,2019).
II.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
1. Kandungan Asam Lemak Bebas dan Kelembapan
Minyak nabati yang akan ditransesterifikasi harus memiliki angka asam
yang lebih kecil dari 1. Banyak peneliti yang menyarankan agar kandungan
asam lemak bebas lebih kecil dari 0,5%. Selain itu, semua bahan yang akan
digunakan harus bebas dari air. Karena air akan bereaksi dengan katalis,
sehingga jumlah katalis menjadi berkurang. Katalis harus terhindar dari kontak
dengan udara agar tidak mengalami reaksi dengan uap air dan karbondioksida.
2. Perbandingan Molar Alkohol dengan Bahan Mentah
Perbandingan metanol dalam minyak juga sangat berpengaruh.
Perbandingan molar biasanya antara 5:1 sampai 10:1 walaupun menggunakan
metanol berlebih juga dapat mengakibatkan pemisahan gliserin.Secara
stoikiometri, jumlah alkohol yang dibutuhkan untuk reaksi adalah 3 mol alkil
ester dan 1 mol gliserol. Semakin banyak jumlah alkohol yang digunakan,
maka konversi yang diperoleh juga akan semakin bertambah.
3. Suhu Reaksi
Temperatur mempunyai peranan yang penting pada kualitas produk.
Umumnya batasan temperatur yang digunakan dalam proses adalah 50℃-65℃.
Jika temperatur lebih besar dari titik didih metanol akan lebih cepat menguap
sedangkan temperatur dibawah 50℃ menyebabkan viskositas biodiesel yang
tinggi..
4. Waktu Reaksi
Waktu reaksi mempengaruhi konsentrasi dari methyl ester, konsentrasi
biasanya meningkat setelah 5-60 menit sedangkan konsentrasi dari minyak
nabati dan gliserol sedikit menurun.Katalis digunakan untuk menyempurnakan
reaksi dalam waktu yang singkat misalnya 30 menit pada suhu rendah 50℃.
Jika konsentrasi katalis tinggi maka akan kehilangan minyak secara berlebih
sebagai pembentuk sabun dan methyl ester. (Risnoyatiningsih, 2010)
II. 4. Sifat Bahan
II.4.1. Natrium Hidroksida
A. Sifat Fisika
1. Warna : Putih
2. Densitas : 2,13 gr/cm3
3. Titik didih : 1390 ℃
4. Titik leleh : 318, 4℃
B. Sifat Kimia
1. Rumus molekul : NaOH
2. Berat molekul : 40 gr/mol
(Perry, 1999, “Natrium Hydroxide”)
C. Fungsi : sebagai katalis basa
II.4.2. Metanol
A. Sifat Fisika
1. Fase : Cair
2. Densitas : 0,792 gr/cm3
3. Titik leleh : -97℃
4. Titik didih : 64,7℃
B. Sifat Kimia
1. Rumus molekul : CH3OH
2. Berat molekul : 32,04 gr/mol
(Perry, 1999, “Methanol”)
C. Fungsi : sebagai bahan pembuatan biodiesel
II.4.3. Asam Sulfat
A. Sifat Fisika
1. Fase : Cair
2. Densitas : 1,842 gr/cm3
3. Titik leleh : 8,62℃
4. Titik didih : 290℃
B. Sifat Kimia
1. Rumus molekul : H2SO4
2. Berat molekul : 116,09 gr/mol
(Perry, 1999, “Sulphuric Acid”)
C. Fungsi : sebagai katalis asam
II.4.4. Aquadest
A. Sifat Fisika
1. Fase : Cair
2. Densitas : 1 gr/cm3
3. Titik leleh : 0℃
4. Titik didih : 100℃
B. Sifat Kimia
1. Rumus molekul : H2O
2. Rumus molekul : 18,016 gr/mol
(Perry, 1999, “Water”)
C. Fungsi : sebagai pelarut
II.4.5. Phenolphtalein
A. Sifat Fisika
1. Fase : Padat
2. Densitas : 1,299 gr/cm3
3. Titik leleh : 261℃
B. Sifat Kimia
1. Rumus molekul : C20H16N4
2. Rumus molekul : 312,36 gr/mol
(Perry, 1999, “Phenolphtalein”)
C. Fungsi : sebagai bahan untuk titrasi asam basa
II.4.6. Minyak Jelantah
1. Warna minyak gelap
2. Kental dan berbuih
3. Asam lemak bebas (FFA) tinggi
4. Mudah mengalami oksidasi
(Zuliani, 2015)
Fungsi : sebagai bahan pembuatan biodiesel
II.5 Hipotesa
Semakin besar volume minyak jelantah yang digunakan maka viskositas
biodiesel yang dihasilkan akan semakin besar. Dan semakin kecil perbandingan
antara methanol dan minyak jelantah maka viskositas biodiesel yang dihasilkan
akan semakin kecil.
.
II.6 K3 Alat Heat Exchanger pada Skala Industri
Keselamatan keja dalam suatu pabrik merupakan hal yang pokok dan sangat
penting untuk diperhatikan dalam menjalankan sebuah proses produksi. Karena
keamanan dan keselamatan yang terjamin serta minimnya kecelakaan yang terjadi
akan memperlancar proses produksi tersebut sendiri, demikian juga sebaliknya.
Keselamatan dan kesehatan kerja dalam penerapannya secara langsung di lapangan
berhubungan erat dengan adanya kebijakan khusus sistem manajemen K3 yang
berkenaan dengan proses produksi yang digunakan, khususnya yang berhubungan
dengan identifikasi dan pengontrolan terhadap kemungkinan bahaya yang timbul
dan keselamatan para pekerja. Berikut beberapa pelaksanaan kesehatan dan
keselamatan kerja untuk reaktor meliputi reaktor esterifikasi dan transesterifikasi :
 Pada daerah di sekitar reaktor dipasang rambu peringatan tentang
daerah bahaya.
 Pekerja pada bagian reaktor diharuskan menggunakan sarung tangan
dan safety helmet.
 Setelah diadakan pembersihan reaktor harus ditest tekanan dan
temperatur untuk mencegah over stressing.
 Pemasangan tangga dan ada pegangannya untuk mempermudah
dalam pengontrolan. (Indriyani, 2015)
BAB III
PELAKSANAAN PRAKTIKUM

III.1 Bahan yang digunakan


1. Aquadest
2. Minyak jelantah
3. Metanol
4. Natrium hidroksida (NaOH)
5. Indikator PP
6. Asam Sulfat

III.2 Alat yang digunakan


1. Neraca analitik
2. Beaker glass
3. Piknometer
4. Viskositas Ostwald
5. Magnetic Stringer
6. Termometer
7. Spatula
8. Gelas Ukur
9. Kaca Arloji
10. Buret
11. Erlenmeyer
12. Corong kaca
III.3 Gambar Alat

Neraca Analitik Gelas Ukur Corong Kaca

Beaker Glass Erlenmeyer Piknometer

Magnetic Stirer Buret Viscometer Ostwald

Kaca Arloji Spatula Thermometer


III.3.1 Rangkaian Alat

A
B

Keterangan=
A=Beaker Glass
B=Magnetic Stringer
III.4 Prosedur

Mulai

Persiapan bahan baku

Uji FFA (Free Fatty Acid)

Esterifikasi minyak nabati


Kadar FFA<1%
dengan katalis asam pada
wt
reaktor batch

Transesterifikasi minyak dengan


katalis basa pada reaktor batch Pencucian dan pemisahan
produk

Pencucian dan pemisahan


Produk Produk
produk

Analisis densitas dan viskositas


. Hitung kadat biodiesel pada data
sampel produk

Pengolahan data kinetika reaksi


DAFTAR PUSTAKA

Aziz, I, Nurbyati, S & Ulum, B 2011, ‘Pembuatan produk biodiesel dari Minyak
Goreng Bekas dengan Cara Esterifikasi dan Transesterifikasi’, Jurnal
Valensi, vol. 2, no. 3, hh. 443-448.
Budiono, A 2013, ‘Pengaruh Waktu Perendaman Ampas Tebu sebagai Biomaterial
Adsorbent pada Proses Pretreatment terhadap Karakteristik Biodiesel’,
Jurnal Teknik POMITS, no. 2, hh. 264.
Gebremariam, S. N 2018, ‘Economics of biodiesel production’. Journal
Conversion and Management Elsevier, vol 168, no. 2, hh. 74-84.
Indriyani, L & Suryani, D 2015, ‘Pabrik Biodiesel Dari PFAD (Palm Fatty Acid
Distillate) dengan Proses Transesterifikasi Metode Foolproof’, Jurnal
Teknik Kimia, no. 1, hh. 71-78
Kurniawan, Y 2006, ‘Pembuatan Biiodiesel dari Minyak Nyamplung dengan
menggunakan Katalis Berbasis Kalsium’, Jurnal Ilmiah Widya Teknik, Vol.
1, No. 3, hh. 34
Kusmiyati 2008, ‘Reaksi Katalitis Esterifikasi Asam Oleat Dan Metanol Menjadi
Biodiesel Dengan Metode Distilasi Reaktif’, Jurnal Teknik Kimia Fakultas
Teknik, vol. 12, no. 2, hh. 78-82.
Levenspiel, O 1999,Chemical Reaction Engineering, USA, John Wiley
Manurung, R 2006, ‘Transesterifikasi Minyak Nabati’. Jurnal Teknologi Proses,
no. 5, hh. 48
Perry, R, H 1999, Perry’s Chemical Engineers Handbook, New York, Mc Graw
Hill
Risnoyatiningsih, S 2010, ‘Biodiesel From Avocado Seeds by Transesterification
Process’, Jurnal Teknik Kimia, Vol. 5, No.1, hh. 348-349.
Samik, R, E 2010, ‘Pengaruh Kebasaan dan Luas Permukaan Katalis terhadap
Aktivitas Katalis Basa Heterogen untuk Produksi Biodiesel’, Jurnal ITS
Master, no. 1, hh. 2
Syamsidar 2010, ‘Pembuatan dan Uji Kualitas Biodiesel dari Minyak Jelantah’,
Jurnal Teknosains, Vol. 7, No. 1, hh. 216-217.
Tabatabaei, M. & Mortaza, A 2019, Biodiesel, London, Springer.
Wahyudin 2018, ‘Tinjauan Perkembangan Proses Katalitik Heterogen dan Non
Katalitik untuk Produksi Biodiesel’, Jurnal Keteknikan Pertanian, no. 6, hh.
25
Zuliani, Hartini, dan Yustinah 2015, ‘Pengaruh Konsentrasi Aktivator NaOH pada
Proses Pembuatan Arang Aktif terhadap Kualitas Minyak Bekas setelah
Proses Pemurnian’, Jurnal Teknik Kimia Muhammadiyah Jakarta,Vol. 2,
No.25, hh. 2-3.

Anda mungkin juga menyukai