Anda di halaman 1dari 2

Sengketa Biodesel dengan UniEropa, Indonesia

Akhirnya Menang
ACHMAD FAUZI, Kompas.com - 26/01/2018, 15:14 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Perdagangan Enggartiasto (Mendaga) Lukita menyatakan


bahwa Indonesia berhasil memenangkan sengketa biodiesel dengan Uni Eropa (UE).
Pernyataan tersebut setelah adanya hasil akhir putusan Panel Badan Penyelesaian Sengketa
(DSB) WTO yang memenangkan enam gugatan Indonesia atas UE. "Hal ini merupakan
bentuk kemenangan telak untuk Indonesia yang tentunya akan membuka lebar akses pasar
dan memacu kembali kinerja ekspor biodiesel ke UE bagi produsen Indonesia, setelah
sebelumnya sempat mengalami kelesuan akibat adanya pengenaan bea masuk anti dumping
(BMAD) atas produk tersebut," kata Mendag Enggartiasto dalam keterangannya, Jumat
(26/1/2018). UE mengenakan BMAD atas produk biodiesel Indonesia sejak tahun 2013
dengan margin dumping sebesar 8,8 persen -23,3 persen. Sejak saat itu, ekspor biodiesel
Indonesia ke UE mengalami penurunan.

Berdasarkan data statistik BPS, pada periode 2013–2016 ekspor biodiesel Indonesia ke UE
turun sebesar 42,84 persen, dari 649 juta dollar AS atau Rp 8,8 triliun (Kurs Rp 13.500) pada
tahun 2013 turun menjadi 150 juta dollar AS atau Rp 2,02 triliun pada tahun 2016. Nilai
ekspor biodiesel Indonesia ke UE paling rendah terjadi di tahun 2015 yaitu hanya sebesar 68
juta dollar AS atau Rp 877,5 miliar. Kemenangan Indonesia atas sengketa ini memberikan
harapan kepada eksportir atau produsen biodiesel Indonesia. Tren ekspor biodiesel
Indonesia ke UE pada periode sejak pengenaan BMAD sampai dengan dikeluarkannya
putusan akhir Badan Penyelesaian Sengketa WTO (2013-2016) diestimasikan sebesar 7
persen. "Jika peningkatan tersebut dapat dipertahankan dalam dua tahun ke depan, maka
nilai ekspor biodiesel Indonesia ke Uni Eropa pada tahun 2019 diperkirakan akan mencapai
386 juta dollar AS atau Rp 5,2 trliun dan pada tahun 2022 akan mencapai 1,7 miliar dollar AS
atau Rp 22,9 triliun," jelas dia. Panel Badan Penyelesaian Sengketa WTO telah melihat
bahwa UE tidak konsisten dengan peraturan Perjanjian Anti Dumping WTO selama proses
penyelidikan dumping hingga penetapan BMAD atas impor biodiesel dari Indonesia.
Ketentuan Perjanjian Anti Dumping WTO yang dilanggar UE dalam sengketa Indonesia dan
UE untuk biodiesel (DS480), yaitu pertama, UE tidak menggunakan data yang telah
disampaikan oleh eksportir Indonesia dalam menghitung biaya produksi. Kedua, UE tidak
menggunakan data biaya-biaya yang terjadi di Indonesia pada penentuan nilai normal untuk
dasar penghitungan margin dumping. Ketiga, UE menentukan batas keuntungan yang terlalu
tinggi untuk industri biodiesel di Indonesia. Keempat, metode penentuan harga ekspor
untuk salah satu eksportir Indonesia tidak sejalan dengan ketentuan. Kelima, UE
menerapkan pajak yang lebih tinggi dari margin dumping. Keenam, UE tidak dapat
membuktikan bahwa impor biodiesel asal Indonesia mempunyai efek merugikan terhadap
harga biodiesel yang dijual oleh industri domestik UE. Sementara, Dirjen Perdagangan Luar
Negeri Oke Nurwan, di Jakarta menuturkan bahwa hasil putusan Badan Penyelesaian
Sengketa WTO dapat menjadi acuan bagi semua otoritas penyelidikan anti dumping agar
konsisten dengan peraturan WTO, terutama selama proses investigasi. "Komitmen kami
dalam mengamankan pasar ekspor adalah mengawal ekspor Indonesia agar kembali dapat
bersaing di pasar negara tujuan ekspor, seperti UE. Sedangkan bagi otoritas penyelidikan
negara lain, tentunya kasus ini dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi agar berhati-hati saat
menuduh Indonesia melakukan praktik dumping," sebut dia. Dalam penyelesaian sengketa
ini, Indonesia memutuskan untuk menempuh jalur hukum, baik melalui pengadilan di UE
maupun penyelesaian sengketa melalui DSB WTO. Indonesia mengajukan sebanyak tujuh
klaim gugatan utama kepada UE. Pembelaan Indonesia juga disampaikan dalam sidang First
Substantive Meeting (FSM) pada 29-30 Maret 2017 dan dilanjutkan dalam sidang Second
Substantive Meeting (SSM) pada 4-5 Juli 2017.

Komentar :

Indonesia bergerak cepat dalam menyelesaikan sengketa dengan Uni Eropa dalam bidang
perdagangan biodesel yang dimana Uni Eropa melanggar Perjanjian Anti Dumping WTO.
Apabila tadinya pemerintah Indonesia tidak bergerak cepat, itu akan mengakibatkan
kerugian terhadap eksportir dan produsen biodesel Indonesia. Dari kasus ini sebaiknya
dijadikan bagi semua otoritas penyelidikan anti dumping agar konsisten dengan peraturan
WTO dan tidak menuduh Indonesia yang melakukan praktik dumping.

Anda mungkin juga menyukai