Anda di halaman 1dari 6

C.

Kewajiban Pajak Tahunan dan Angsuran Pajak Badan

1. Kewajiban Pajak Tahunan

Kewajiban tahunan pajak perusahaan yaitu menghitung, menyetorkan, dan


melaporkan SPT Tahunan PPh Badan. Definisi SPT Tahunan dapat ditemukan dalam
pasal 1 ayat (13) UU No.6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU No.16 Tahun
2009, dalam aturan tersebut disebutkan bahwa SPT Tahunan merupakan surat
pemberitahuan untuk suatu tahun pajak atau bagian tahun pajak.
Melalui SPT ini wajiib pajak akan melaporkan sekaligus
mempertanggungjawabkan kewajiban perpajakan perusahaan dalam 1 tahun. Selain
itu, SPT Tahunan PPh Badan juga akan melaporkan beberapa hal berikut:
- Penghasilan yang merupakan objek pajak, penghasilan yang dikenakan PPh
Final dan penghasilan yang bukan objek pajak.
- Harta, Kewajiban dan Modal Perusahaan.
- Pembayaran atau pelunasan pajak baik yang dilakukan sendiri dan/atau
melalui pemotongan atau pungutan pihak lain dalam 1 tahun pajak.

A. Kewajiban Pelaporan Perpajakan

Pelaporan perpajakan merupakan elemen dalam setiap entitas di dalam


melaksanakan kewajiban perpajakan terhadap pemerintah. Pelaporan pajak khususnya
bagi perusahaan yang berbadan hukum dengan pendekatan penghasilan, yang
seharusnya dapat memproyeksikan sisi profit yang diterima. Wajib pajak badan
sendiri diharapkan dapat melaporkan peredaran usahanya dan juga total penghasilan-
penghasilan lain di luar usahanya dalam SPT Tahunan. Dan data secara kualitas
mengenai peredaran usaha dan penghasilan lain secara real.

B. Ketentuan mengenai SPT Tahunan PPh Badan:

1. Bagi perusahaan yang menggunakan PP No.23 Tahun 2018 dan telah melakukan
penyetoran PPh Final PP 23 Tahun 2018 pada setiap bulannya, maka pada saat
pelaporan SPT Tahunan PPh Badan tidak ada lagi pajak yang harus dibayar. Jadi
cukup melaporkan saja.
2. Bagi perusahaan yang tidak menggunakan PP No.23/2018 akan dikenakan tariff
PPh Badan sesuai dengan ketentuan UU PPh yaitu sebesar 25%. Namun
pemerintah memberikan fasilitas pengurangan tarif PPh Badan sebesar 50% bai
wajib pajak badan dengan Rp50 miliar dengan beberapa ketentuan.

Untuk dapat menghitung PPh Badan suatu perusahaan , yang harus dilakukan
pertama kali adalah membuat Laporan Keuangan Komersial untuk menetukan laba
bersih perusahaan. Dari laporan keuangan komersial tersebut dilakukan Penyesuaian
Fiskal yaitu menyesuaikan biaya-biaya usaha perusahaan dengan ketentuan mengenai
biaya usaha yang boleh menjadi pengurangan biaya usaha (Pasal 6 UU PPh) dan tidak
boleh menjadi pengurangan biaya usaha (Pasal 9 UU PPh) dalam mementukan
Penghasilan Kena Pajak.

Setelah dapat Penghasilan Kena Pajak, kemudian hasilnya dikalikan dngan


tarif PPh Badan untuk menentukan besarnya PPh Badan terutang. Atas PPh Badan
yang terutang tersebut dapat dikurangi dengan kredit pajak yang berupa bukti
pemotongan PPh Pasal 23 dan Pembayaran PPh Pasal 25 untuk masa Januri s/d
Desember, dan selisihnya merupakan PPh Badan terutang yang wajib dibayar oleh
perusahaan (PPh Pasal 29). Sesudah perusahaan melakukan penyetoran PPh Pasal 29
dan melaporkan SPT Tahunan PPh Badan, perusahaan juga memiliki kewajiban untuk
melakukan penyetoran PPh Pasal 25 setiap bulannya yang merupakan angsuran pajak
tahun yang berjalan yang harus dibayar oleh perusahaan.

Besaran PPh Pasal 25 setiap bulan yang dibayar oleh perusahan didapat dari
PPh Badan dikurangi kredit pajak dan dibagi 12. Untuk dapat melakukan penyetoran
pajak perusahaan terutang, perusahaan harus terlebih dahulu membuat Kode
Pembayaran atau Kode Biling yang dapat dilakukan melalui beberapa website
contohnya; sse3.pajak.go.id, djponline,pajak.go.id dan Kantor Pelayanan Pajak. Batas
waktu penyetoran pajak terutang berbeda tergantung jenisnya. Adapun waktu yang
diminta oleh pemerintah untuk jenis SPT Tahunan bagi perusahaan adalah paling
lambat tanggal 30 April setelah akhir tahun pajak. Apabila tanggal jatuh tempo
penyetoran pajak dapat hari libur, maka penyetoran pajak dapat dilakukan paling
lambat hari kerja berikutnya. Pelaksanaan kewajiban perpajakan secara tepat waktu
akan menghindarkan perusahaan dari sanksi-sanksi yang akan membebankan
perusahaan secara material dan juga waktu.
Penyetoran pajak terutang setelah tanggal jatuh tempo akan dikenakan sanksi
administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan yang dihitung dari tanggal jatuh
tempo penyetoran pajak sampai dengan tanggal penyetoran pajak dan bagian dari
bulan dihitung penuh 1 bulan. Keterlambatan pelaporan SPT Tahunan setelah tanggal
jatuh tempo akan dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebanyak Rp1.000.000
untuk SPT Tahunan PPh Badan untuk setiap tahun pajak.

SPT Tahunan wajib disampaikan dalam bentuk dokumen elektronik oleh Wajib Pajak
yang :

1. Terdaftar di KPP Madya, KPP di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat


Jenderal Pajak Jakarta Khusus, dan KPP di lingkungan Kantor Wilayah
Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar.
2. Sudah pernah menyampaikan SPT Tahunan dalalm bentuk dokumen
elektronik;
3. Menggunakan jasa konsultan pajak dalam pemenuhan kewajiban pengisian
SPT Tahunan Pajak Penghasilan; dan/atau
4. Laporan keungannya diaudit oleh Akuntan Publik.

2. Angsuran Pajak Badan


Wajib pajak badan pada umumnya melakukan pembayaran pajak penghasilan
(PPh) dalam tahun berjalan yang akan menjadi pengurangan atau kredit pajak di akhir
tahun atau disebut dengan PPh Pasal 25. Besarnya angsuran PPh Pasal 25 dalam tahun
pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak Badan untuk setiap bulan
dihitung berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam :
- Pasal 25 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang PPh sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008
(UU PPh).
- Peraturan Menteri Keuangan mengenai perhitungan angusarn PPh dalam tahun
pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh WP Baru, BUMN, BUMD, WP
lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat LK berkala dean Wajib
Pajak Orang Pribadi tertentu (PMK-215/PMK.03/2018) dan
- Keputusan dan/atau Peraturan Direktur Jenderal Pajak mengenai perhitungan
besarnya angsuran PPh Pasal 25 dalam tahun pajak berjalan dalam hal-hal
tertentu.
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 secara umum ialah, penghasilan neto
dikalikan dengan tarif pajak, kemudian dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam bagian
tahun pajak. Dalam hal wajib pajak pribadi, penghasilan neto terlebih dahulu
dikurangkan dengan penghasilan tidak kena pajak sebelum dikalikan dengan tarif
pajak.

Penghasilan Neto adalah :

1. Dalam hal wajib pajak orang pribadi yang menyelenggarakan pembukuan dan
dari pembukuannya dapat dihitung besarnya penghasilan neto setiap bulan,
penghasilan neto fiskal dihitung berdasarkan pembukuannya;
2. Dalam hal wajib pajak orang pribadi hanya menyelenggarakan pencatatan
dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto atau
menyelenggarakan pembukuan tetapi dari pembukuanya tidak dapat dihitung
besarnya penghasilan neto setiap bulan, penghasilan neto fiskal dihitung
berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto atas peredaran atau
penerimaan bruto.
3. Dalam hal wajib pajak badan, penghasilan neto fiskal dihitung dari hasil
perhitungan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan,
menangih, dan memelihara penghasilan.

Besarnya angsuran PPh Pasal 25 harus dihitung sesuai dengan ketentuan. Pada
umumnya, cara menghitung PPh Pasal 25 didasarkan kepada data SPT Tahunan tahun
sebelumnya. Asumsinya jika penghasilan tahun ini sama dengan penghasilan tahun
sebelumnya maka selisih tersebutlah yang kita bayar sebagai kekurangan pajak akhir
tahun. Kekurangan bayar akhir tahun ini dinamakan PPh Pasal 29. Apabila selisihnya
menunjukan lebih bayar, maka kondisi ini dinamakan restitusi atau Wajib Pajak
meminta kelebihan pembayaran pajak yang telah dilakukan. Besarnya angsuran pajak
dalam tahunan berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap
bulan (PPh Pasal 25 ayat 1) adalah sebesar PPh yang terutang menurut SPT Tahunan
PPh Tahun Pajak yang lalu dikurangi dengan :

a. PPh yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 23 serta
b. PPh yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam PPh Pasal 22; dan
c. PPh yang dibayar/terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana
dimaksud.
Pasal 25 harus dibayar paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya
setelah Masa Pajak berakhir. Wajib Pajak yang melakukan pembayaran PPh Pasal 25
dan telah mendapat validasi dengan nomor transaksi penerimaan Negara dianggap
telah menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25 sesuai dengan tanggal validasi.

WP Badan tetap harus membuat laporan SPT Tahunan Pajak. Namun sejak
diterbitkannya PMK No. 9/PMK.03/2014 tentang Surat Pemberitahuan (SPT),
kewajiban tersebut tidak lagi berlaku. WP Badan mendapatkan keringanan dalam
pelaporan SPT Masa Nihil untuk jenis SPT PPh berikut:
a. WP Badan yang tidak melakukan pemotongan PPh 21/26.
b. Melakukan angsuran PPh 25, yaitu:

Wajib Pajak Badan tetap memiliki kewajiban untuk melaporkan SPT Masa 21/26
untuk masa pajak Desember. Besaran angsuran PPh Pasal 25 untuk wajib pajak orang
pribadi yang baru terdaftar, dan wajib pajak badan yang baru terdaftar yang bukan
merupakan hasil merger/likuidas/perusahaan bentuk badan usaha dari wajib pajak
badan yang sebelumnya sudah ada, adalah nihil.

Tarif Pajak

1. Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu


 PPh 25 yang sudah dilunasi = 0.75 x jumlah penghasilan / omzet
per bulan.
 PPh 29 yang harus dilunasi = PPh yang masih terutang – PPh 25
yang sudah dilunasi.
2. Wajib Pajak Badan (WPB)
 Angsuran PPh 25 = PPh terutang tahun lalu x 12.
 PPh 29 yang harus dilunasi = PPh yang terutang – angsuran PPh
25.

PPh pasal 29 berdasarkan UU No.36 Tahun 2008 adalah pajak penghasilan


kurang bayar yang tercantum dalam SPT Tahunan PPh. Atau bias dikatakan bahwa
PPh Pasal 29 adalah sisa dari pajak penghasilan yang terutang dalam tahun pajak.
Dimana pajak penghasilan terutang yang bersangkutan akan dikurangi dengan kredit
PPh seperti pasal 21, 22, 23, 24, dan 25. Pajak Penghasilan pasal 25 dan pasal 29 akan
dibebankan atas laba yang diperoleh perusahaan dari kegiatan usaha yang
dilakukannya. Jelasnya, PPh pasal 25 merupakan pajak yang dikenakan untuk wajib
pajak atas penghasilan yang didapatkan dan dibayarkan secara angsuran. Sedangkan,
PPh Pasal 29 adalah pajak penghasilan yang kurang bayar dan tercantum dalam SPT
Tahunan PPh dimana bias terjadi pada saat pajak yang terutang untuk satu tahun pajak
ternyata memiliki jumlah yang lebih besar daripada kredit pajaknya. Untuk itu,
kekurangan dari pajak yang terutang tersebut harus dilunasi sebelum penyampaian
Surat Pemberitahuan Tahunan.

SUMBER :

DDTCNews, R. (2019, Agustus 13). Pajak Penghasilan Badan (9). Retrieved Februari 25, 2021, from
NEWS.DDTC.CO.ID: https://news.ddtc.co.id/perhitungan-angsuran-pph-untuk-wajib-pajak-
baru-16731?page_y=825

https://pajak.go.id/id/penghitungan-angsuran-pph-pasal-25

https://news.ddtc.co.id/angsuran-pph-pasal-25-nihil-perusahaan-konstruksi-wajib-
lapor-spt-24564

nusatax.com/tarif-pph-badan-terbaru/

Anda mungkin juga menyukai