Anda di halaman 1dari 26

PERENCANAAN PROYEK SOUTHGATE TANJUNG BARAT DENGAN

METODE DUAL SYSTEM

1. LATAR BELAKANG

Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat mengakibatkan

jumlah kebutuhan sehari-hari semakin meningkat juga. Peningkatan tersebut

berdampak pada berbagai sektor. Salah satu sektor tersebut yaitu kebutuhan

tempat transaksi jual-beli barang seperti pasar. Pasar yang dibangun haruslah

mudah diakses oleh beberapa orang yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan

sehari-hari. Zaman era teknologi ini, pasar mengalami perkembangan yang

sangat pesat. Pasar yang mengalami perkembangan tersebut memberikan rasa

nyaman, sejuk, dan kententraman. Hal tersebut bisa didapatkan di pasar modern

seperti mall.

Mall adalah sarana yang berfungsi sebagai pusat perbelanjaan dan

hiburan yang didesain dengan estetika arsitektur. Bangunan mall biasanya

melebar (luas) dikarenakan menunjang toko-toko kecil yang berhadapan dan

beberapa tempat hiburan. Mall biasanya dibangun di dekat perumahan dan pusat

kota yang mementingkan akses cepat dalam transaksi jual-beli. Banyaknya

kegiatan orang di mall mengharuskan sebuah mall didirikan dengan desain yang

kuat, estetika, dan aman. Maka dari itu, proyek mall harus direncanakan dengan

teliti, cermat, dan sesuai dengan SNI perencanaan bangunan tinggi yang ada.

2. TUJUAN TUGAS AKHIR

Tujuan dari penulisan tugas akhir ini, sebagai berikut :


1. Mendapatkan hasil perencanaan proyek sesuai dengan SNI

perencanaan yang dipakai.

2. Mendapatkan perbandingan hasil perhitungan dengan data proyek yang

didapat.

3. RUANG LINGKUP TUGAS AKHIR

Ruang lingkup yang dibahas dalam tugas akhir ini, sebagai berikut :

1. Perencanaan hanya dilakukan pada elemen struktur, tidak pada

perencanaan arsitektur.

2. Perencanaan menggunakan bantuan aplikasi ETABS dan PCA

Coloumn.

3. Gambar yang dihasilkan dalam tugas akhir berupa gambar teknik

elemen struktur tanpa menghasilkan gambar arsitektur.

4. LOKASI
Proyek Pembangunan Southgate terletak di Jl. Tanjung Barat Raya,
Jakarta Selatan (terlampir peta lokasi). Dengan batas-batas wilayah sebagai
berikut :
Sisi Utara : PT. Wilson Walton Indonesia
Sisi Selatan : Bank BNI Tanjung Barat
Sisi Barat : Stasiun Tanjung Barat
Sisi Timur : Perumahan Tanjung Mas
2/02/2018

Gambar 4.1 Lokasi Proyek Southgate, Tanjung Barat


Sumber : www.google.com, 2018

5. LANDASAN TEORI

5.1 Konsep Bangunan Tahan Gempa

Bangunan tahan gempa adalah bangunan yang mampu bertahan dan

tidak runtuh jika terjadi gempa. Bangunan tahan gempa bukan berarti tidak boleh

mengalami kerusakan sama sekali namun bangunan tahan gempa boleh

mengalami kerusakan asalkan masih memenuhi persyaratan yang berlaku.

Menurut Widodo (2012) filosofi bangunan tahan gempa adalah sebagai

berikut:

1. Pada gempa kecil (light, atau minor earthquake) yang sering terjadi,

maka struktur utama bangunan harus tidak rusak dan berfungsi dengan

baik. Kerusakan kecil yang masih dapat ditoleransi pada elemen non

struktur masih dibolehkan.


2. Pada gempa menengah (moderate earthquake) yang relatif jarang

terjadi, maka struktur utama bangunan boleh rusak/retak ringan tapi

masih dapat diperbaiki. Elemen non struktur dapat saja rusak tetapi

masih dapat diganti yang baru.

3. Pada gempa kuat (strong earthquake) yang jarang terjadi, maka

bangunan boleh rusak tetapi tidak boleh runtuh total (totally collapse).

Kondisi seperti ini juga diharapkan pada gempa besar (great

earthquake), yang tujuannya adalah melindungi manusia/penghuni

bangunan secara maksimum. Level-level kerusakan bangunan diatas

dapat diilustrasikan pada Gambar 4.1 di bawah ini.

Gambar 5.1 Level-Level Kerusakan Bangunan

5.2 Beton Bertulang

Menurut SNI 2847-2012, beton bertulang adalah beton struktural pada

bangunan yang diberikan baja tulangan dengan jumlah tulangan baja tidak

kurang dari batas minimum yang ditetapkan.


5.3 Pembebanan

Pembebanan yang digunakan dalam mendesain gedung mall 10 lantai

adalah beban vertikal dan beban horisontal berdasarkan ketentuan yang

tercantum pada SNI 1727-2013 dengan menggunakan bantuan aplikasi ETABS.

1. Beban Hidup

Menurut SNI 1727-2013 beban hidup adalah beban yang diakibatkan

oleh penghuni gedung selain beban konstruksi dan beban lingkungan, seperti

beban angin, beban hujan, beban banjir serta beban mati.

Tabel 5.1 Beban Hidup Terdistribusi Merata Minimum, Lo

dan Beban Hidup Terpusat Minimum


Tabel 5.2 Beban Hidup Terdistribusi Merata Minimum, Lo dan Beban
Hidup Terpusat Minimum
Sumber: SNI 1727-2013 Beban Minimum untuk Perencanaan Bangunan Gedung dan
Struktur Lain

2. Beban Mati

Menurut SNI 1727-2013 beban mati adalah beban seluruh bahan

konstruksi bangunan gedung termasuk dinding, lantai, atap, plafon, tangga,

dinding partisi tetap, finishing, klading gedung dan komponen arsitektural dan

struktural lainnya serta peralatan layan terpasang lain seperti keran. Beban mati

untuk perancangan harus digunakan berat bahan konstruksi sebenarnya.


Tabel 5.3 Berat Sendiri Bahan Bangunan

Sumber: Peraturan Pembebanan Indonesia 1983


Tabel 5.4 Berat Sendiri Kompenen Gedung

Sumber: Peraturan Pembebanan Indonesia 1983


3. Beban Gempa

Tata cara yang digunakan dalam perhitungan pembebanan gempa pada

tugas akhir mengacu pada SNI 1726-2012 dengan beberapa hal yang harus

diperhitungkan, sebagai berikut:

1. Kategori Resiko Bangunan

2. Faktor Keutamaan Gempa

3. Parameter Percepatan Terpetakan

4. Kelas Situs

5. Koefisien Situs, Fa dan Fv

6. Parameter Respons Spektral Percepatan Gempa

7. Parameter Percepatan Spektral Desain

8. Spektrum Respons Desain

9. Kategori Desain Seismik

10. Sistem Penahan Gaya Gempa

11. Perioda Fundamental Struktur

12. Geser Dasar Seismik

4. Kombinasi Beban

Menurut SNI 1726-2012, komponen elemen struktur harus direncakan

sedemikian rupa agar dapat menahan pengaruh beban yang bekerja dengan

kombinasi beban, sebagai berikut:

1. 1,4D

2. 1,2D + 1,6L + 0,5(Lr atau R)

3. 1,2D + 1,6(Lr atau R) + (L atau 0,5W)

4. 1,2D + 1,0W + L + 0,5(Lr atau R)


5. 1,2D + 1,0E + L

6. 0,9D + 1,0W

7. 0,9D + 1,0E

5.4 Pondasi

Pondasi bored pile adalah suatu pondasi yang dibangun dengan cara

mengebor tanah terlebih dahulu, baru kemudian diisi dengan tulangan dan dicor.

Bored pile dipakai apabila tanah dasar yang kokoh yang mempunyai daya

dukung besar terletak sangat dalam, yaitu kurang lebih 15 m serta keadaan

sekitar tanah bangunan sudah banyak berdiri bangunan–bangunan besar seperti

gedung-gedung bertingkat sehingga dikhawatirkan dapat menimbulkan retak–

retak pada bangunan yang sudah ada akibat getaran–getaran yang ditimbulkan

oleh kegiatan pemancangan apabila dipakai pondasi tiang pancang.

Kuat dukung bored pile diperoleh dari kuat dukung ujung (end bearing

capacity), yang diperoleh dari tekanan ujung tiang dan kuat dukung geser atau

selimut (friction bearing capacity) yang diperoleh dari kuat dukung gesek atau

gaya adhesi antara bored pile dan tanah disekelilingnya. Bored pile berinteraksi

dengan tanah untuk menghasilkan kuat dukung yang mampu memikul dan

memberikan keamanan pada struktur atas.

Berdasarkan data hasil pengujian tanah, perencanaan pondasi bore pile

dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

1. Kuat dukung ultimit

a. Metode Aoki dan De Alencar

Kuat dukung ultimit pondasi bored pile dinyatakan dengan rumus :

Qu =q a× A
b
dimana :

Qult : Kapasitas daya dukung bored pile (kN)

qb : Tahanan ujung sondir (kN/m2)

Ab : Luas penampang tiang (m2)

b. Metode Schmertmann dan Nottingham

Kuat dukung ultimit neto (Qu), dihitung dengan persamaan :

Qu =A b ×f b + A s×f s atau

Qu =A b ×ω×q ca + A s×K f ×qf

dimana :

Ab : Luas penampang tiang (cm2)

As : Luas selimut tiang (cm2)

fb : Tahanan ujung satuan (kg/cm2)

fs : Tahanan gesek satuan (kg/cm2)

qca : Tahanan konus rata-rata (kg/cm2)

qf : Tahanan gesek sisi konus (kg/cm2)

Kf : Koefisien tak berdimensi

 : Koefisien korelasi

2. Tahanan gesek satuan

f s =K f ×q f

dimana :

fs : Tahanan gesek satuan (kg/cm2), nilainya dibatasi sampai 1,2 kg/cm2


(120 kPa)

qf : Tahanan gesek sisi konus (sleeve friction) (kg/cm2)

Kf : Koefisien tak berdimensi

3. Tahanan ujung

f b =ω1 ×ω2×qca

dimana :

fb : Tahanan ujung satuan, untuk tiang bor diambil 70% atau 50%-nya

qca : qc rata-rata (kN/m2)

1 : [(d + 0,5) /2d]n ; koefisien modifikasi pengaruh skala, jika d > 0,5 m

ω1 = 1

1 : L/10d ; koefisien modifikasi untuk penetrasi tiang dalam lapisan pasir

padat saat L < 10d, Jika L > 10d, ω2 = 1

d : Diameter tiang (m)

L : Kedalaman penetrasi tiang di dalam lapisan pasir padat (m)

n : Nilai eksponensial [(1 untuk pasir longgar (qc< 5 Mpa), (2 untuk pasir

kepadatan sedang (5 Mpa <qc<12 Mpa), (3 untuk pasir padat

(qc >12 Mpa)]

5.5 Kolom

Berdasarkan SNI 2847 2013, kolom adalah komponen struktur

bangunan yang tugas utamanya menyangga beban aksial tekan vertikal dengan

bagian tinggi yang tidak ditopang paling tidak tiga kali dimensi lateral terkecil.

Fungsi kolom adalah sebagai penerus beban seluruh bangunan ke pondasi.


Menurut SNI 2847-2013 ada empat ketentuan terkait perhitungan kolom,

sebagai berikut :

1. Kolom harus direncanakan untuk memikul beban aksial terfaktor yang

bekerja pada semua lantai atau atap dan momen maksimum yang berasal

dari beban terfaktor pada satu bentang terdekat dari lantai atau atap yang

ditinjau. Kombinasi pembebanan yang menghasilkan rasio maksimum dari

momen terhadap beban aksial juga harus diperhitungkan.

2. Pada konstruksi rangka atau struktur menerus pengaruh dari adanya

beban tak seimbang pada lantai atau atap terhadap kolom luar atau dalam

harus diperhitungkan. Demilkian pula pengaruh dari beban eksentris.

3. Dalam menghitung momen akibat beban gravitasi yang bekerja pada

kolom, ujung-ujung terjauh kolom dapat dianggap jepit, selama ujung-ujung

tersebut menyatu (monolite) dengan komponen struktur lainnya.

4. Momen-momen yang bekerja pada setiap level lantai atau atap harus

didistribusikan pada kolom di atas dan di bawah lantai tersebut berdasarkan

kekakuan relative kolom dengan juga memperhatikan kondisi kekekangan

pada ujung kolom.

Asumsi perencanaan dapat dirumuskan berdasarkan diagram interaksi

kolom berikut ini:


Gambar 5.2. Tegangan Regangan Kolom Beton Bertulang

Berdasarkan Gambar 4. Tegangan Regangan Kolom Beton Bertulang,

maka perhitungan dapat asumsi sebagai berikut:

C1 =0 , 85×f 'c ×( A g− A st )

C2 =f y ×A s

C3 =f y × A s '

Berdasarkan resultan gaya pada kolom, maka perhitungan kekuatan

aksial nominal dapat dijelaskan sebagai berikut :

∑V = 0

P0=C 1 +C2 '+C 3

P0=0,85×f ' c×( A g−A st ) +f y×A st

φPn maks=0,85φ×[ 0 ,85×f ' c×( A g−A st ) +f y×A st ]


untuk tulangan spiral
φPn maks=0,85φ×[ 0 ,85×f ' c×( A g−A st ) +f y×A st ]
untuk tulangan

sengkang

dimana:

f’c : Kuat tekan beton

Ag : Luas penampang beton

Ast : Luas total tulangan longitudinal

C : Resultan gaya

Pn : Kekuatan aksial nominal penampang

b : Lebar muka tekan komponen struktur

d : Jarak dari serat tekan ke pusat tulangan tarik

d’ : Jarak dari serat tekan ke pusat tulangan tekan

As’ : Luas tulangan tekan

As : Luas tulangan tarik

f’c : Kuat tekan beton

fy : Kuat leleh tulangan baja

Xb : Jarak serat atas ke garis netral

a : Tinggi balok persegi ekivalen

5.6 Balok

Balok adalah bagian dari struktur yang berfungsi sebagai penyalur

momen menuju struktur kolom. Balok dikenal sebagai elemen lentur, yaitu

elemen struktur yang dominan mememikul gaya dalam berupa momen lentur dan

gaya geser. Beton memiliki sifat rangka yang terjadi pada balok yang dibebani
secara tetap dalam jangka waktu yang lama. Oleh karena itu pada balok beton

dikenal istilah shortterm (immediate) deflection dan long-term deflection yang

membuat lendutan.

Tahapan perhitungan tulangan pada balok, sebagai berikut :

1. Hitung rasio tulangan minimum, balance, dan maksimum pada balok

1,4
ρmin =
fy

0,85×f ' c×β1 600


ρ b= ×
fy 600+f y

ρmaks =0 ,75 ρ b

2. Hitung rasio tulangan ( ρ )

0,85×f ' c 2×R n


ρ=
fy (√
× 1− 1−
0 ,85×f 'c )
3. Menghitung momen tahanan nominal (Mn), koefisien tahanan (Rn)

A s×f y
a=
0,85×f ' c×b
a
M n=φ× A s×f y × d− ( 2 ) M u=M n×φ
Mn
Rn=
d 2×b

4. Menghitung luas tulangan yang dibutuhkan (As)


A s =ρ×b×d
Dimana :

ρb : Kondisi rasio regangan tulangan seimbang

ρ max : Kondisi rasio regangan tulangan maksimal

ρ min : Kondisi rasio regangan tulangan minimal

fy : Kekuatan leleh tulangan yang disyaratkan, MPa

fc’ : Kekuatan tekan beton yang disyaratkan, MPa

Mn : Kekuatan lentur nominal pada penampang

Mu : Momen terfaktor pada penampang

As : Luas tulangan

Rn : Koefisien tahanan

φ : Faktor reduksi momen

5.7 Pelat Lantai

Pelat lantai adalah lantai yang tidak terletak di atas tanah langsung,

merupakan lantai tingkat pembatas antara tingkat yang satu dengan tingkat yang

lain. Pelat lantai didukung oleh balok-balok yang bertumpu pada kolom-kolom

bangunan. Pelat lantai harus direncanakan kaku, rata, lurus dan waterpass

(mempunyai ketinggian yang sama dan tidak miring), pelat lantai dapat diberi

sedikit kemiringan untuk kepentingan aliran air. Ketebalan pelat lantai ditentukan

oleh beban yang harus didukung, besar lendutan yang diijinkan, lebar bentangan

atau jarak antara balok-balok pendukung, bahan konstruksi dari pelat lantai.

Pelat lantai dapat menahan beban yang bekerja di atasnya dikarenakan

adanya tulangan yang membantu menyalurkan distribusi beban. Banyaknya


tulangan ditentukan oleh beberapa hal. Berikut ini tahapan yang digunakan

dalam menentukan tulangan pelat lantai, sebagai berikut:

1. Menentukan data-data d, fy, fc’, dan Mu

2. Menentukan batasan harga tulangan dengan menggunakan rasio

tulangan yang disyaratkan sebagai berikut :

0.85 β 1fc ' 600


ρb=
fy (
600+fy )
ρ max=0.75 ρb

0,25 √ f ' c
ρmin=
fy
Untuk fc’ antara 17 dan 28 MPa, β 1 harus diambil sebesar 0,85.

Untuk fc’ diatas 28 MPa, maka menggunakan rumus

β1 = 0,85 – 0,05
( fc '−28
7 ) tetapi
β
1 tidak boleh diambil kurang dari

0,65.

3. Hitung rasio tulangan yang dibutuhkan :

1 2×m×Rn fy
ρ=
m( √
1− 1−
fy ) m=
0.85 fc '

4. Hitung momen pada pelat lantai pada arah X dan arah Y


Gambar 4. Tabel Momen Tiap Tipe Lantai
a. Momen arah X

Mu
Mnx = φ

Mn
2
Rn = b×dx

b. Momen arah Y

Mu
Mny = φ

Mn
2
Rn = b×dy

6. Menentukan luas tulangan (AS) dari ρ yang didapat dan jarak antar

tulangan

As
ρ=
bxd

Dimana :

ρb : Kondisi rasio regangan tulangan seimbang

ρ max : Kondisi rasio regangan tulangan maksimal

ρ min : Kondisi rasio regangan tulangan minimal

fy : Kekuatan leleh tulangan yang disyaratkan, MPa


fc’ : Kekuatan tekan beton yang disyaratkan, MPa
Mn : Kekuatan lentur nominal pada penampang
Mu : Momen terfaktor pada penampang
As : Luas tulangan
Rn : Koefisien tahanan
φ : Faktor reduksi momen
6. METODE PENELITIAN

6.1 Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam perencanaan Proyek Southgate

Tanjung Barat, sebagai berikut :

1. Data Primer

Data Primer adalah data yang diperoleh secara langsung di lapangan

dengan cara pengumpulan data gambar struktur berbasis autocad pada

kontraktor proyek tersebut.

2. Data Sekunder

Data Sekunder diperoleh dari pihak lain atau dari laporan‐laporan dan

penelitian yang telah ada yang berupa dokumen atau arsip‐arsip dan hasil

pengukuran di lapangan yang ada relevansinya dengan masalah yang

dibahas diantaranya data dari diagram interaksi kolom dan model bangunan

gedung berbasis autocad dan ETABS.

Mulai

Studi Literatur

Pengumpulan Data

Data Primer : Data Sekunder :


Data struktur Diagram Interaksi
Gambar potongan Kolom
Model Bangunan
Gedung

Analisis Data

Mengaplikasikan Data pada ETABS


Perhitungan Struktur Gedung

Hasil dan Kesimpulan

Selesai

Gambar 6.1 Diagram Alir Penulisan Tugas Akhir


Mulai

Studi Literatur dan


Pengumpulan Data

Pemilihan Kriteria
Desain

Preliminari Desain

Struktur Sekunder
Not Ok
Pembebanan

Analisa Struktur dengan


Menggunakan ETABS

Syarat Not Ok
Ok
Output Gaya Dalam
Perhitungan Struktur Atas:
Balok
Kolom
Dinding Geser

Perhitungan Struktur Bawah

Syarat

Ok
Perhitungan Struktur Bawah

Gambar Detail Hasil Perancangan

Perhitungan Rancangan Anggaran Biaya

Selesai

Gambar 6.1 Diagram Alir Perencanaan Gedung Mall Southgate


7. SISTEMATIKA PENULISAN

Susunan dari sistematika yang ada pada tugas akhir adalah, sebagai

berikut:

BAB 1 PENDAHULUAN

Bab yang berisikan latar belakang tugas akhir, tujuan tugas akhir,

batasan masalah yang akan dibahas, data lokasi yang digunakan pada

tugas akhir, susunan sistematika penulisan, dan jadwal penyelesaian

tugas akhir.

BAB 2 LANDASAN TEORI

Berisi tentang uraian referensi yang digunakan dari hasil-hasil tugas

akhir atau tulisan-tulisan yang berhubungan dengan tugas akhir yang

akan dilakukan.

BAB 3 METODE PENELITIAN

Berisi tentang urutan metode-metode yang digunakan dalam pengerjaan

tugas akhir.

BAB 4 DATA PENELITIAN

Berisi tentang data yang diperlukan dan digunakan dalam proses

pengerjaan tugas akhir.

BAB 5 PERHITUNGAN DAN ANALISIS DATA

Berisi tentang perhitungan-perhitungan dan analisis yang dilakukan

terhadap data dalam pengerjaan tugas akhir.

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

Berisi tentang kesimpulan dan saran yang didapatkan dari hasil

perhitungan dan analisis pada bab sebelumnya secara singkat dan

sistematis agar mudah dipahami.


8. JADWAL PELAKSANAAN TUGAS AKHIR

Perencanaan jadwal yang dibuat untuk melaksanakan tugas akhir adalah,

sebagai berikut:

Waktu
Nama Kegiatan
Mei Juni Juli Agustus September
Penyusunan
Proposal          
Seminar Proposal          
Pencarian Data          
Analisis Data          
Penyusunan Tugas
Akhir          
Seminar Isi          
Perbaikan-perbaikan          
Sidang Akhir          

9. DAFTAR PUSTAKA

1. Badan Standarisasi Nasional, 2012, SNI – 1726 2013 Tata Cara


Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung dan
Non Gedung, Jakarta
2. Badan Standarisasi Nasional, 2013, SNI – 1727 2013 Beban Minimum
untuk Perancangan Bangunan, Jakarta
3. Badan Standarisasi Nasional, 2013, SNI – 2487 2013 Persyaratan
Beton Struktural untuk Bangunan Gedung, Jakarta
4. Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan, 1981, Peraturan
Pembebanan Indonesia untuk Gedung, Yayasan Lembaga Penyelidikan
Masalah Bangunan, Bandung

Anda mungkin juga menyukai