Sebagai gejala sosial, konflik hanya akan hilang bersama hilangnya masyarakat itu sendiri. Oleh karena
itu, yang dapat kita lakukan adalah mengendalikan agar konflik tersebut tidak berkembang semakin
parah menjadi kekerasan.
Pada umumnya masyarakat memiliki sistem atau mekanisme untuk mengendalikan konflik di dalam
masyarakat itu sendiri. Beberapa sosiolog menyebutnya sebagai katup penyelamat (safety valve),
yaitu mekanisme khusus yang dipakai untuk mempertahankan kelompok dari kemungkinan konflik.
Pakar sosiologi Lewis A. Coser melihat katup penyelemat sebagai solusi yang dapat meredakan
permusuhan antara dua pihak yang berlawanan dalam suatu masyarakat.
Secara umum, ada tiga macam bentuk pengendalian konflik sosial, yaitu konsiliasi, mediasi, dan
arbitrasi.
Konsiliasi disini didefinisikan sebagai bentuk pengendalian konflik yang dilakukan melalui lembaga-
lembaga tertentu untuk memungkinkan diskusi dan pengambilan keputusan yang adil di antara pihak-
pihak yang bertikai.
Kemudian, pengendalian konflik dengan cara mediasi dilakukan apabila kedua pihak yang berkonflik
sepakat untuk menunjuk pihak ketiga sebagai mediator. Pihak ketiga ini akan memberikan
pendapatnya mengenai cara terbaik dalam menyelesaikan konflik mereka.
Terakhir, arbitrasi umumnya dilakukan apabila kedua belah pihak yang berkonflik sepakat untuk
menerima atau terpaksa menerima hadirnya pihak ketiga yang akan memberikan keputusan terbaik
untuk menyelesaikan konflik.
Georg Simmel menyatakan bahwa ada cara lain yang dapat digunakan dalam upaya menyelesaikan
konflik, yakni:
2. Kompromi atau perundingan di antara pihak-pihak yang bertikai, sehingga tidak ada pihak yang
sepenuhnya menang dan tidak ada pihak yang merasa kalah. Contohnya, perundingan di Helsinki,
Finlandia yang menyelesaikan masalah GAM (Gerakan Aceh Merdeka) dengan Republik Indonesia. Di
perundingan tersebut, mencapai kesepatakan bahwa Nangroe Aceh Darussalam masih menjadi
bagian dari Republik Indonesia.
3. Rekonsiliasi antara pihak-pihak yang bertikai. Hal ini akan mengembalikan rasa saling percaya di
antara pihak-pihak yang bertikai tersebut. Contohnya dalam penyelesaian konfrontasi antara
Indonesia dengan Malaysia mengenai kepulauan Sipadan dan Ligitan.
1. INTEGRASI SOSIAL Menurut KBBI, Integrasi diartikan sebagai pembauran hingga menjadi kesatuan,
sedangkan Sosial mengindikasikan bahwa proses integrasi ditujukan pada masyarakat / kelompok
yang sifatnya luas, bukan pada individu. Mengingat integrasi merupakan sebuah proses, jika proses
yang ditujukan untuk menciptakan integrasi sosial berhasil maka dapat dikatakan masyarakat
terintegrasi dengan baik. Untuk itu, dibutuhkan faktor, syarat, dan aktor yang mendukung terciptanya
integrasi sosial.
A). Syarat Terbentuknya Integrasi Sosial - anggota masyarakat sadar bahwa mereka saling memenuhi
kebutuhan mereka. - masyarakat menciptakan kesepakatan (konsensus) mengenai norma dan nilai
sosial. - norma dan nilai sosial berlaku lama, tidak mudah berubah, dijalankan secara konsisten.
B). Proses Terwujudnya Integrasi Sosial - Konflik Menuju Akomodasi Usaha manusia untuk meredakan
pertikaian atau konflik dalam mencapai kestabilan - Akomodasi Menuju Kerja Sama Akomodasi
mencerminkan upaya kerja sama untuk menyelesaikan masalah baik internal (antarpihak yang terlibat
konflik) maupun eksternal (melibatkan pihak lain untuk melakukan akomodasi). Kerja sama terbentuk
karena adanya kesadaran bersama dengan membuat kesepakatan untuk mencapai tujuan yang
diinginkan. - Kerja Sama Menuju Koordinasi
Adanya kesadaran dalam kerja sama dapat menumbuhkan koordinasi. Pelaksanaan koordinasi
hendaknya mengedepankan kerja sama supaya terarah dan sejalan tujuan yang ingin dicapai. Pada
tahap ini, baik antarpihak yang terlibat konflik maupun pihak ketiga yang membantu penyelesaian
konflik sadar melakukan proses integrasi. - Koordinasi Menuju Asimilasi Proses asimilasi merupakan
proses mengurangi perbedaan antarindividu atau kelompok untuk memperkuat kesatuan dan
memperhatikan kepentingan ataupun tujuan bersama. Asimilasi terjadi melalui dua tahapan, yaitu
pertama, adanya perubahan nilai budaya pada tiap-tiap kelompok dan kedua, terjadi penerimaan cara
hidup yang baru.
C). Sifat Integrasi Sosial - Integrasi normatif Yaitu integrasi yang terbentuk karena terdapat
kesepakatan nilai, norma, cita-cita bersama, dan rasa solidaritas antaranggota. - Integrasi fungsional
Yaitu integrasi yang terbentuk karena adanya ketergantungan antarkelompok masyarakat. - Integrasi
koersif Yaitu integrasi yang terbentuk karen adanya paksaan dari pihak-pihak yang memiliki
kekuasaan dengan menggunakan lembaga sosial. Adapun makna dari pemaksaan memiliki tiga sifat
berikut. a. Legitimate, yaitu pemaksaan yang masyarakat. b. Legal, yaitu pemaksaan yang disahkan
oleh hukum. c. Naked power, yaitu pemaksaan secara tidak resmi.
D). Faktor Pendorong Integrasi Sosial - besar kecilnya kelompok - homogenitas kelompok - aktivitas
komunikasi - mobilitas geografis
E). Pihak yang Terlibat dalam Proses Integrasi Sosial Proses integrasi dapat dilakukan oleh pihak yang
berkonflik itu sendiri atau melibatkan pihak lain. Pihak-pihak yang terlibat ini disebut sebagai
pemangku kepentingan (stakeholder).
Stakeholder merupakan pihak yang terlibat dalam suatu kegiatan atau program pembangunan dan
pihak yang nantinya berfungsi sebagai mediator, edukator, fasilitator, atau dinamisator. Stakeholder
sendiri dapat dikelompokkan menjadi dua sebagai berikut. –
Pihak dari Dalam Pihak dari dalam yang terlibat proses integrasi sosial adalah pihak yang berasal dari
komunitas yang mengalami konflik dan kekerasan. - Pihak dari Luar Pihak dari luar yang terlibat dari
proses integrasi adalah pihak yang tidak terlibat konflik. Pihak tersebut dilibatkan untuk membantu
menyelesaikan konflik dan kekerasan.
Adapun pihak luar yang terlibat proses integrasi sebagai berikut. a. Polri dan Militer Polri sebagai alat
negara bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum. Polri
dapat dilibatkan dalam upaya mewujudkan integrasi pasca-konflik. Selain polri, terdapat pihak militer
yang dapat dilibatkan yaitu
a.TNI. Keterlibatan TNI diperlukan apabila terjadi skala besar sehingga integrasi sosial sulit dicapai.
b. LSM Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) turut memiliki andil dalam pelaksanaan penanganan
konflik dan kekerasan. Tindakan yang dapat dilakukan LSM sebagai berikut.
1). Membangun kepercayaan 2). Memodifikasi isu 3). Mendorong komunikasi antar pihak yang
terlibat masalah.
2. REINTEGRASI SOSIAL Reintegrasi Sosial adalah sebagian upaya untuk membangun kembali
kepercayaan, modal sosial, dan kohesi sosial akibat adanya disintegrasi dan disorganisasi sosial,
walaupun bukanlah sebuah proses yang mudah, cukup sulit, dan memakan waktu yang lama dalam
perwujudannya.
A). Faktor Pendorong Reintegrasi Sosial - konflik & kekerasan. - pembangun hubungan masyarakat
yang tercerai berai. - menciptakan keamanan, tentram, serta harmonis.
B). Proses Pelaksanaan Reintegrasi Konflik Reintegrasi sosial merupakan tujuan. Hasil akhir dari proses
penyelesaian konflik dan kekerasan tidak hanya berhenti pada tahap perdamaian konflik , tetapi
hingga tahap terjalinnya kembali integrasi yang rusak antarpihak seperti sediakala. Sebelum
dilaksanakan upaya reintegrasi sosial, konflik dan kekerasan yang kembali muncul perlu direndam
terlebih dahulu. Upaya merendam konflik dapat dilakukan dengan cara menerapkan proses
akomodasi konflik seperti bab yang sebelumnya. Apabila konflik telah redam, dapat dilanjutkan
dengan melaksanakan proses reintegrasi. Upaya melaksanakan reintegrasi sosial bersifat fleksibel.
Artinya, pelaksanaan upaya tersebut disesuaikan dengan kebutuhan, situasi, dan kondisi. Adapun
upaya reintegrasi sosial sebagai berikut. - membangun kepercayaan (trust building) antarpihak yang
terlibat konflik. - penguatan identitas bersama. - penguatan melalui kegiatan bersama. - pembuatan
kebijakan pemerintah yang proreintegrasi.
1. Badan Khusus Reintegrasi memiliki fungsi sebagai berikut. - menjadi pihak yang menyediakan
mekanisme penyelesai masalah - pihak yang memberi informasi terkait reintegrasi kepada
pemerintah - pihak yang menjaga MoU atau nota ke sepahaman antarpihak konflik, serta pihak yang
melakukan koordinasi dalam proses reintegrasi.
2. NGO Luar Negeri 3. Organisasi Internasional
3.KONFLIK DAN KEKERASAN YANG MEMBUTUHKAN PROSES INTEGRASI DAN REINTEGRASI SOSIAL
A). Konflik dan Kekerasan Tingkat Lokal, merupakan konflik dan kekerasan yang terjadi antar individu
atau antar kelompok dalam lingkup atau skala wilayah relatif sempit. Misal, satu kelompok, satu desa,
dan satu kecamatan.
B). Konflik dan Kekerasan Tingat Nasional, merupakan konflik yang terjadi antar kelompok masyarakat
yang berada dalam satu negara.
C). Konflik dan Kekerasan Tingkat Internasional, merupakan konflik dan kekerasan yang melibatkan
dua negara atau lebih. Terdapat 6 faktor yang melatarbelakangi terjadinya konflik internasional
sebagai berikut.
1. Campur tangan negara lain dalam membantu masyarakat yang ingin bebas dari suatu negara
2. Upaya suatu negara mempertahankan hak previlage atas teritorial negara lain.
Penelitian sosial dapat diartikan sebagai upaya ilmiah yang dilakukan untuk mengungkap suatu
fenomena berlandaskan teori tertentu. Secara teknis peran penelitian sosial terhadap upaya
penyelesaian konflik dan kekerasan sebagai berikut. -Hasil penelitian dapat dijadikan acuan dalam
menyusun program atau langkah yang mampu menumbuhkan perdamaian berdasarkan karakter
masyarakat. -Hasil penelitian konflik dapat menjadi referensi kepustakaan baru di bidang keilmuan
tentang konflik.
2. TAHAP TAHAP PENELITIAN SOSIAL BERORIENTASI PADA PEMECAHAN KONFLIK DAN KEKERASAN
A). Menentukan Topik dan Objek Penelitian Terdapat beberapa syarat bagi konflik untuk dapat diteliti
dan dikaji. Menurut Muri Yusuf, syarat konflik agar dapat diteliti sebagai berikut. - faktual (konflik
yang dipilih benar benar terjadi dalam masyarakat) - aktual (konflik yang dipilih hangat
diperbincangkan publik atau konflik) - bermanfaat (konflik yang dipilih memerlukan pemecahan dan
bermanfaat) - terjangkau (konflik yang diteliti pada batas kemampuan peneliti) - korelatif
(berhubungan dengan pendekatan penelitian)
B). Menentukan Latar Belakang, Penelitian, Rumusan Masalah, dan Tujuan Penelitian Sebelum
menentukan latar belakang penelitian, peneliti hendaknya mengetahui topik konflik yang akan diteliti.
Peneliti dapat menggunakan beragam media dan standar baku penyusunan latar belakang ditulis
sistematis dan jelas. Dengan demikian, tujuan dan garis besar penelitian dapat ditangkap oleh
pembaca laporan.
Dalam penelitian terdapat dua jenis pertanyaan.
Pertama pertanyaan empiris, yaitu pertanyaan yang dijawab melalu observasi atau pengamatan
langsung di lapangan.
Kedua pertanyaan teoretis, yaitu pertanyaan yang dapat dijawab melalui rekayasa lingkungan.
Menurut Bordens dan Abbot ada 3 karakteristik yang harus dipenuhi rumusan masalah agar dapat
dikatakan baik sebagai berikut.
- Asking the right question (menanyakan pertanyaan yang benar) - Asking the important question
(menanyakan sesuatu yang penting)
C). Melakukan Kajian Pustaka dan Membaca Penelitian yang Relevan Kajian pustaka adalah suatu
upaya yang harus dilakukan peneliti sebelum terjun ke lapangan. Kajian pustaka secara ringkas dapat
diartikan sebagai aktivitas membaca dan memahami dokumen-dokumen tertulis yang berhubungan
dengan topik penelitian.
Menurut Gay dan Diehl bahwa kajian pustaka memiliki beberapa manfaat bagi peneliti sebagai
berikut.
5. memberikan informasi aspek yang sudah dan belum diselesaikan peneliti lain
Kedua menguji data. Pada penelitian kuantitatif pengujian data disebut verifikasi data, sedangkan
pada penelitian kualitatif disebut validasi data.
3. mengevaluasi kegiatan
2. Dalam pembuatan peta konflik, bayangkan diri anda terlibat dalam konflik tersebut.
Tiga bagian utama pohon konflik yaitu akar, batang, dan cabang. Akar menggambarkan penyebab
konflik, batang menggambarkan masalah utama, dan cabang menggambarkan dampak konflik.
Penggunaan pohon konflik sebagai alat bantu analisis konflik memiliki beberapa tujuan sebagai
berikut.
2. Memudahkan menganalisis pengaruh masalah utama terhadap pihak yang terlibat konflik.
4. Memudahkan suatu kelompok atau komunitas dalam mengambil keputusan untuk menangani
konflik. Langkah-langkah penggunaan pohon konflik dalam menganalisis konflik sebagai berikut.
1. Gambarlah sebuah pohon yang terdiri atas akar, batang, dan cabang.
Segitiga SPS dapat digunakan untuk memperoleh pemahaman yang lebih luas tentang motivasi pihak
yang terlibat konflik. Segitiga SPS dapat digunakan setelah membuat daftar isu pada setiap
komponen, usulan kebutuhan, atau ketakutan.
Terdapat tiga komponen utama yaitu sikap (attitude), perilaku (behaviour), dan situasi (context).
Tujuan penggunaan segitiga SPS sebagai beriku.
Adapun langkah-langkah penggunaan alat segitiga SPS secara lebih terperinci sebagai berikut.
2. Buatlah daftar isu (permasalahan) yang berhubungan dengan sikap, perilaku, dan situasi.
3. Menyediakan cara mengidentifikasi kekuatan positif dan negatif. 4. Membuat keputusan pemecah
masalah.
A). Menentukan Topik dan Objek Penelitian Mencari informasi melalui berbagai sumber media
elektronik, media massa, media sosial serta orang terdekat.
C). Proses Pengumpulan Data - observasi (mengunjungi tempat terjadinya konflik) - wawancara
(menjadikan tokoh sebagai sumber informasi)
D). Pengolahan Data - mendeskripsikan konsep konflik - dinamika konflik (tahap prakonflik, tahap
konfrontasi, tahap krisis, dan tahap pascakonflik) - analisis konflik
E). Penarikan Kesimpulan Adapun kesimpulan penelitian sosial konflik - konflik dipicu oleh dua hal,
yaitu perusakan gerbang desa oleh warga dan provokasi dari warga desa rukma. Sementara itu,
penyebab konflik adalah mental warga desa yang mudah terprovokasi - konflik berakibat pada
tergantungnya hubungan sosial antara dua desa, kerusakan fisik berupa rumah warga dan aula desa,
serta adanya korban jiwa dari dua belah pihak - konflik dapat diselesaikan melalui sikap warga dari
kedua desa yang kooperatif dan terbuka. Konflik diselesaikan dengan melibatkan pihak keamanan dan
upaya strategis seperti peace keeping, peace making, dan peace building.