PEMBAHASAN
A. Perkembangan Pengetahuan Modern
1. Pengetahuan Modern
Manusia mampu mencapai ketinggian ilmu dan teknologi dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya dan mampu mengungkap dan menguasai rahasia dan hukum-
hukum alam. Di sisi lain trend ini telah mengakibatkan benturan kebudayaan dan
krisis dalam perbuatan manusia dan keyakinan keagamaan. Munculnya berbagai
sikap tersebut dibutuhkan suatu kajian dan bahasan terhadap subjektivisme yang lahir
dari gerakan sujektivitas modern yang telah memberikan dampak terhadap
perkembangan ilmu dan moral (Syukri).
Zaman modern merupakan zaman tegaknya corak pemikiran filsafat yang
berorientasi antroposentrisme, sebab manusia menjadi pusat perhatian. Pada masa
Yunani dan abad pertengahan filsafat selalu mencari substansi prinsip induk seluruh
kenyataan. Para filsuf Yunani menemukan unsur-unsur kosmologi sebagai prinsip
induk segala sesuatu yang ada. Sementara para tokoh abad pertengahan, Tuhan
menjadi prinsip bagi segala yang ada, namun pada zaman modern, peranan substansi
diambil alih oleh manusia sebagai subjek yang terletak di bawah seluruh kenyataan,
dan memikul seluruh kenyataan yang melingkupinya (Yunus).
Zaman modern sering disebut sebagai zaman pembentukan subjektivitas,
karena seluruh sejarah filsafat zaman modern dapat dilihat sebagai satu mata rantai
perkembangan pemikiran mengenai subjektivitas. Semua filsuf zaman modern
menyelidiki segi-segi subjek manusiawi (Yunus). Subjektivisme modern telah
mengakar dan menjadi hegemoni dalam kecenderungan pemikiran umat manusia
pada era dewasa ini. Sehingga dapat dikatakan hal itu telah mempengaruhi penilaian,
sikap dan perbuatan manusia. Semua itu tidak hanya menjadi trendnya orang Eropa
atau Barat tetapi juga mempengaruhi suku, bangsa, negara dan agama lainnya di
dunia. Trend ini telah menjadi suatu gerakan global yang pada satu sisi telah
menggerakkan kemajuan manusia tanpa batas dan bebas nilai dan di sisi lain telah
memunculkan kekhawatiran akan kehancuran (Syukri).
Subjektivitas modern pada dasarnya mencoba meletakkan manusia dalam
subjektivitasnya, dalam artian bahwa manusia, dalam memandang alam, sesama dan
Tuhan, mengacu pada dirinya sendiri. Manusia dalam subjektivitasnya, dengan
kesadarannya, dalam keunikannya menjadi titik acuan pengertian realitas. Jadi
subjektivitas di sini bukan suatu yang negatif, melainkan keunggulan. Bahwa
manusia adalah subjek mau mengatakan bahwa manusia tidak sekedar hadir dalam
dunia, melainkan hadir dengan sadar, dengan berfikir, dengan berefleksi, dengan
mengambil jarak, secara karitis, dengan bebas (Syukri).
Dalam pengetahuan modern terdapat dua hal penting yang menandai sejarah
modern, yakni runtuhnya otoritas gereja dan menguatnya otoritas sains, penolakan
terhadap otoritas gereja, yang merupakan ciri negatif dari abad modern ini mucul
lebih awal dari pada penerimaaan terhadap otoritas sains, karena otoritas sains
bersifat intelektual berbeda dengan otoritas gereja, ciri sain ini melahirkan cara
berpikir yang sangat berbeda dengan dogma abad pertengahan (Russell, 2007).