Anda di halaman 1dari 28

TERAPI KONVENSIONAL, KOMPLEMENTER, DAN

TRADISIONAL
PADA PENDERITA OSTEOPOROSIS
D
I
S
U
S
U
N
Oleh :
1.1. Nurwana
1.2. Nurwani
1.3. Peni Umriani
1.4. Putri Mira
1.5. Rantika Juniarti Tarigan
1.6. Ratih Ayu Pertiwi
1.7. Ratih Nurul Rizky
1.8. Rebekha Noveria
DOSEN PENGAMPU : Ns. Siti Marlina, S.Kep., M.Kes

PROGRAM STUDI SARJANA ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA DELI TUA
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas makalah
“Terapi Konvensional, Komplementer, dan Tradisional” dengan baik dan lancar.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas kelompok yang
diberikan oleh dosen pembimbing mata kuliah Keperawatan Komunitas I yaitu Ibu
Ns. Siti Marlina, S.Kep., M.Kes
Makalah ini disajikan dalam konsep dan bahasa yang sederhana sehingga
dapat membantu pembaca dalam memahami makalah ini. Dengan makalah ini
diharapkan pembaca dapat memahami . Ucapan terimakasih penulis ucapkan kepada
dosen pembimbing mata kuliah Keperawatan Komunitas I yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis unuk belajar makalah “Terapi Konvensional,
Komplementer, dan Tradisional”. Tidak lupa penulis sampaikan terimakasih kepada
seluruh pihak yang telah memberikan bantuan berupa konsep, pemikiran dalam
penyusunyan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Dengan segala
kerendahan hati, saran dan kritik yang konstruktif sangat kami harapkan dari
pembaca guna meningkatkan pembuatan makalah pada tugas lain dan pada waktu
mendatang.

Deli Tua, 15 Desember 2020

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1.........................................................................................................................
Latar Belakang.............................................................................................1
1.2.........................................................................................................................
Rumusan Masalah........................................................................................2
1.3.........................................................................................................................Tuju
an ...................................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Terapi Medis.................................................................................................3
2.2 Terapi Komplementer..................................................................................4
2.3 Klasifikasi Terapi Komplementer..............................................................5
2.4 Penggunaan Terapi Komplementer............................................................6
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Pengertian.....................................................................................................12
3.2 Etiologi..........................................................................................................12
3.3 Manifestasi Klinis........................................................................................15
3.4 Penatalaksanaan Medis..............................................................................16
3.5 Teknik Terapi Komplementer...................................................................20
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan...................................................................................................
4.2 Saran..............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Penuaan adalah suatu proses akumulasi dari kerusakan sel somatik yang
diawali oleh adanya disfungsi sel hingga terjadi disfungsi organ dan pada akhirnya
akan meningkatkan risiko kematian bagi seseorang. Apabila dilihat dari sudut
pandang yang lebih luas, proses penuaan merupakan suatu perubahan progresif pada
organisme yang telah mencapai kematangan intrinsik dan bersifat irreversibel serta
menunjukkan adanya kemunduran sejalan dengan waktu.
Pada hakikatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti
seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaiyu : masa kanak-kanak, masa
remaja, dan masa tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologis maupun psikologis.
Memasuki masa tua berarti mengalami kemunduran baik fisik maupun psikis.
Corak perkembangan proses penuaan bersifat lambat namun dinamis dan
bersifat individual baik secara fisiologis maupun patologis, karena banyak
dipengaruhi oleh riwayat maupun pengalaman hidup di masa lalu yang terkait dengan
faktor biologis, psikologis, spiritual, fungsional, lingkungan fisik dan sosial.
Perubahan struktur dan penurunan fungsi sistem tubuh tersebut diyakini memberikan
dampak yang signifikan terhadap gangguan homeostasis sehingga lanjut usia mudah
menderita penyakit yang terkait dengan usia misalnya: stroke, Parkinson, dan
osteoporosis dan berakhir pada kematian.
Penuaan patologis dapat menyebabkan disabilitas pada lanjut usia sebagai
akibat dari trauma, penyakit kronis, atau perubahan degeneratif yang timbul karena
stres yang dialami oleh individu. Stres tersebut dapat mempercepat penuaan dalam
waktu tertentu, selanjutnya dapat terjadi akselerasi proses degenerasi pada lanjut usia
apabila menimbulkan penyakit fisik.

1
Oleh karena itu diperlukannya pelaksanaan program terapi yang diperlukan
suatu instrument atau parameter yang bisa digunakan untuk mengevaluasi kondisi
lansia, sehingga mudah untuk menentukan program terapi selanjutnya. Tetapi
tentunya parameter tersebut harus disesuaikan dengan kondisi lingkungan dimana
lansia itu berada, karena hal ini sangat individual sekali, dan apabila dipaksakan
justru tidak akan memperoleh hasil yang diharapkan. Dalam keadaan ini maka upaya
pencegahan berupa latihan-latihan atau terapi yang sesuai harus dilakukan secara
rutin dan berkesinambungan.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan terapi medis ?
2. Apa yang dimaksud dengan terapi komplementer ?
3. Terapi medic dan komplementer apa yang lazim digunakan pada lansia ?
4. Bagaimana Terapi Komplementer Pada penyakit osteoporosis.?

1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan terapi medis
2. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan terapi komplementer
3. Untuk mengetahui Terapi medic dan komplementer yang lazim digunakan
pada lansia
4. Untuk mengetahui Terapi Komplementer Pada penyakit osteoporosis

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Terapi medis


Rehabilitasi merupakan semua tindakan yang bertujuan untuk mengurangi
dampak disability serta handicap agar individu lansia dapat berintegrasi dalam
masyarakat.
Rehabilitasi adalah aspek yang tidak dapat dipisahkan dalam pelayanan
kesehatan lansia.( British G. Society ).
Terapi medic adalah proses pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk
mengembangkan kemampuan fungsional dan fisikologik dan kalau perlu
mengembangkan mekanisme kompensasinya agar individu dapat mandiri.
Terapi medik adalah suatu bentuk pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk
memulihkan atau mengoptimalkan kemampuan seseorang setelah mengalami
gangguan kesehatan yang berakibat pada penurunan kemampuan fisik.
Reintegrasi adalah rentetan usaha untuk kembali pada kemampuan fungsional
yang pernah dimiliki. Reintegrasi terhadap kehidupan normal adalah hal yang samgat
di dambakan oleh seorang pasien. Harapan inilah yang mewakili kualitas hidup yang
diinginkan . upaya reintegrasi diartikan sebagai reorganisasi kondisi fisik, psikis, dan
social serta spiritual menuju kesatuan yang harmonis sehingga adaptasi terhadap
kehidupan dapat diperoleh, setelah mengalami sakit atau trauma.
Dengan demikian dapat di tarik kesimpulan bahwa inti upaya
mempertahankan dan meningkatkan kualitas hidup seseorang yang menderita sakit
adalah yang melaksanakan upaya berdasarkan konsep rehabilitasi. Konsep rehabilitasi
menyatu dan berkesinambungan dengan proses penyembuhan penyakit, termasuk
berbagai reaksi dan efek samping terapi, khususnya pada penyakit geriatric.

Tujuan Rehabilitasi Medik pada Usia Lanjut: 

3
1. Memberikan pelayanan rehabilitasi medik yang komprehensif.
2. Berperan dalam mempertahankan dan atau meningkatkan kualitas hidup
pasien ( kesehatan, vitalitas, fisik, dan fungsi).
3. Mencegah atau mengurangi keterbatasan (impairment ), hambatan (disability)
dan kecacatan (handicap ). 

2.2 Terapi komplementer


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Terapi adalah usaha untuk
memulihkan kesehatan orang yang sedang sakit; pengobatan penyakit; perawatan
penyakit. Komplementer adalah bersifat melengkapi, bersifat menyempurnakan.
Menurut WHO (World Health Organization),Pengobatan
komplementer adalah pengobatan non-konvensional yang bukan berasal dari negara
yang bersangkutan, sehingga  untuk Indonesia jamu misalnya, bukan termasuk
pengobatan komplementer tetapi merupakan pengobatan tradisional.
Pengobatan tradisional yang dimaksud adalah pengobatan yang sudah dari
zaman dahulu digunakan dan diturunkan secara turun – temurun pada suatu negara.
Tetapi di Philipina misalnya, jamu Indonesia bisa dikategorikan sebagai pengobatan
komplementer
Terapi Komplementer  adalah cara Penanggulangan Penyakit yang dilakukan
sebagai pendukung kepada pengobatan medis konvensional atau sebagai pengobatan
pilihan lain diluar pengobatan medis yang Konvensional.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan definisi pengobatan
Komplementer tradisional-alternatif adalah pengobatan non konvensional yang di
tunjukan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, meliputi upaya
promotiv, preventive, kuratif, dan rehabilitatif yang diperoleh melalui pendidikan
terstruktur dengan kualitas, keamanan, dan evektivitas yang tinggi berandaskan ilmu
pengetahuan biomedik tapi belum diterima dalam kedokteran konvensional.
Dalam penyelenggaraannya harus sinergis dan terintregrasi dengan pelayanan
pengobatan konvensional dengan tenaga pelaksanaanya dokter,dokter gigi, dan
tenaga kesehatan lainnya yang memiliki pendidikan dalam bidang pengobatan

4
komplementer tradisional-alternatif. Jenis pengobatan komplementer tradisional-
alternatif yang daoat diselenggarakan secara sinergis dan terintergrasi harus di
tetapkan oleh menteri kesehatan setelah memalui pengkajian.
Terapi komplementer banyak menggunakan pada efektifitas dari beberapa
terapi (Snyder dan lindquist, 1998). Florence nightingale menggambarkan
penggunaan terapi komplementer, seperti musik, didalam perawatan holistik klien
(nigthingale, 1860/1969).
Surver di afrika mengemukakan bahwa 42% reponden menggunakan 1 atau
lebih terapi komplementer (eisenberg dkk, 1998). Penggunaan terapi komplementer
meningkatkan hampir 10% berdasarkan hasil survei tahun 90 (eisenberg dkk, 1993).
Terapi komplementer lebih populer di Eropa daripada di Amerika Serikat (peletier,
2000). Di jerman penggunaan herbal merupakan bagian dari keperawatan kesehatan.
Hasil penelitian tentang obat herbal menunnjukkan bahwa 70 – 90 % dari terapi
kesehatan diseluruh dunia menggunakan terapi komplementer secara rutin sebagai
bagian perawatan kesehatan ( kraitzer dan jansen, 2000).

2.3 Klasifikasi Terapi komplementer


Terdapat lebih dari 1800 terapi komplementer yang diidentifikasi berdasarkan
sistem perawatan , terapi yang cukup dikenal luas dan digunakan, variasi dari terapi,
praktik budaya asli yang tidak dikenal, dan mekanisme ang mendasari tindakan terapi
yang tidak diketahui.
Kategori terapi konmpkementer menurut NCCAM adalah sebagai berikut :
1. Terapi pikiran, tubuh ( mind – body terapies)
2. Terapi berbasis biologi ( biologokalli based terapies)
3. Terapi manipulatife dan berbasis tubuh(manipulatife and body based
terapies)
4. erapi energi yang termasuk dalam kategori energi hayati bioelektro
magnetik( energi and biofild terapies)

5
Menurut NCCAM terapi komplementer menjadi pengobatan untuk kondisi
tertentu dan merupakan bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan ternasuk
profesi perawat.
Basis filosofi yang mendasari penggunaan terapi komplementer berbeda
dengan modal biomedis konfensional. Biomedis berusaha menghilangkan dan
memperbaiki etiologi atau masalah yang mendasari serta menekankan pada
pengobatan trauma maupun situasi darurat lainya (weil, 1995). Sementara itu tujuan
terapi komplementer  dalam sistem keperawatan adalah untuk mencapai keselarasan
dan keseimbangan dalam diri seseorang.
Zollman dan vickers (1999)menyatakan tujuan dari intervensi  terapeutik
adalah untuk mengembalikan keseimbangan dan memfasilitasi respon tubuh daripada
menyembuhkan proses penyakit atau penghentian gejala. Oleh karena itu, perawat
memberikan perawatan yang mencakup modifikasi gaya hidup, perubahan diet, olah
raga, pengobatan khusus, konseling, latihan, bimbingan, pada pernafasan, relaksasi,
serta resep herbal. Konsep ini menenkan pentingnya sistem perawatan yang
menerapkan pendekatan kepedulian holistik terhadap perawatan klien yang akan
meningkatkan pelayanan kesehatan.

2.4 Penggunaan terapi komplementer


Foktor yang mempengaruhi perkembangan atau penggunaan terapi
komplementer (Astin, 1998:kaptchuk dan eisenberg 1998 : jobs,1998 : mitzdorf
dkk,1999)  antara lain:
1. Adanya kenyakinan bahwa terapi biomedis tidak menyentuh seluruh dominan
yang dimiliki individu.
2. Adanya efek biomedis yang dianggap lebih buruk daripada efek terapi yang
diharapkan;
3. Konsumen menginginkan penyedia layanan kesehatan yang pesuli (carig).
4. Konsumen menginginkan pengakuan dan perlakuan secarautuh atau holistis.
5. Konsumen menginginkan keterlibatandalam pengambilan keputusan  dalam
menangani masalahkesehatan yang di hadapi.

6
6. Faktor lain yang telah meningkatkan penggunaan terapi komplementer adalah
peningkatan pengeseran budaya yang menggunakan pelayanan kesehatan
selain sistem biomedis.
Terapi komplementer sangat penting dalam klien dengan kondisi kesahatan
fonis yang meliputi spiritual, sosial, psikologi, dan masalah fisik (haines, McKibbon
dan Kanani, 1996).

Terapi komplementer keperawatan Nightingale menyerahkan penggunaan


terapi komplementer dalam perawatan klien. Fundamental of nursing menjelaskan
beberapa penggunaan prinsip terapi komplementer seperti pijat (massage), panas dan
dingin, dan gizi. Pada akhir 1950 – an, proses keperawatan diperkenalkan dengan
menggunakan  5 langkah pendekatan pemecahan masalah untuk keperawatan yaitu
pengakajian, diagnosis keperawatan, perencanaan, intervensi, dan evaluasi.
Keterampilan pengakajian sangat penting karena berkaitan dengan langkah
selanjutnya, yaitu intervensi. Perpedaan dalam menyusun intervensi dipengaruhi oleh
pengelompokan yangmeliputi tundakan dependen (dependent), kolaborasi
(interdependent), mandiri (independent).
Perawat memiliki otonomi yang luas  dalam memberikan intervensi, terutama
tindakan mandiri, sebagai tindakan profesi yang ditunjang pendidikan tinggi. Kondisi
ini memberikan kesempatan kepada perawat untuk dapat memberikan praktik
keperawatan komplementer. Menurut Sydner, Bulechek, dan McCloskey (1985),
beberapa intervensi keperawatan mandiri yang termasuk terapi komplementer antara
lain musik, imagery, relaksasi otot progesif, jurnaling, reminis chance, dan pijat.
Indetifikasi dan klasifikasi intervensi keperawatan oleh internasional council of
nurses poject (ICNP) dan national intervention clssification project (NIC) telah
memperluas ruang lingkup intervensi yang mencangkup seluruh kegiatan
keperawatan (ICNP, 1997; McCloskey, dan bulechek. 1996).
Dengan demikian berdasarkan konsep keperawatan, istilah intervensi tidak
membedakan terapi komplementer dengan tindakan keperawatan lainnya sperti
pemantauan status perawatan klien atau koordinasi. Perawat harus menggunakan

7
terapi komplementer yang lebih banyak untuk membantu klien mencapai hasil
ksehatan yang lebih optimal.
klasifiskasi berdasarkan National Center for Complementary/Alternative
Medicine
Jenis Contoh
Terapi pikiran - tubuh Yoga, tah chi, internal qi – gong, meditasi ,
( mind – body) . imagery,hipnosis, biofedback, dukungan kelompok,
Pendekatan prilaku terapi seni , terapi musik, terapi dansa , journaling ,
psikologi, sosial, dan humor, psikoterapi tubuh, dan pengakuan nonlocality,
spiritual untuk soul retrieval, penyembuhan spiritual, holistik nursing,
kesehatan . plasebo sweat lodges.
Terapi sistem pengobatan Pengobatan tradisional cina (akupuntur, formula
alternatif ( alternatif herbal, diet, exterlan dan internal qi-gong, tai chi,
medical sistem ). pijatan dan manipulasi, acupotomy), sistem adat
pengobatan nonmedis tradisional seperti pengobatan asli penduduk amerika,
yang melibatkan teori pengobatan ayuverda, unani-tibbi, pengobatan kampo,
dan praktik dari sistem pengobatan tradisional afrika, pengobatan tradisional
yang komplet. aborigin, curanderismo, sistem pengobatan barat yang
tidak konvensional (hemeopati, radiestasia,, cayce-
based systems, radionics). Naturopati.
Terapi berbasis biologi Herbal, diet khusus (pritkin, omishatki, tinggi serat,
(biological based makrobiotik), pengobatan orthomolecular (gizi),
therapies). intervensi farmakologi/biologis/ instrumental
Terapi yang bersifat (kartilago ozon, cone therapy, sengatan
alami. lebahelektrodiasnostik, iridology
Praktik, intervensi, dan
produknya berbasis
biologis
Terapi manipulatif dan Pengobatan kiropraktik pijatan dan gerakan tubuh atau
berbasis tubuh body work (kranial-sakrum astheopatic manipulative
(manipulative and body treatment. Pijatan swedia, refleksologi metode pilates,

8
sistems) polaritas, gerak tubuh trager, teknik alexander, teknik
Sistem yang berdasarkan feldenkrais. Pijatan chinese tui Na, akupresur, ralfing),
pada kegiatan manipulasi serta terapi fisika nonkonvensional seperti hidroterapi,
dan atau gerakan anggota distermi, terapi, cahaya dan warna, colonic, pernafasan
tubuh. ;ubang hidung secara bergantian
(alternatenostrilbreathing).
Terapi energi (energy Sentuhan terpeutik, sentuhan penyembuhan,
therapies) penyembuhan natural, shen, reiki, huna, qi-gong
Sistem pengobatan yang external dan magnet
menggunakan medan
energi halus di dalam dan
sekitar tubuh

Program Rehabilitasi
Untuk memulai program rehabilitasi pada penderita lansia,sebagai tenaga
professional harus mengetahui kondisi lansia saat itu,baik penyakit yang menyertai
maupun kemampuan fungsional yang mampu dilakukan.salah satunya di kemukakan
oleh Katz, DKK yang telah menetapkan Fungsional Assessment Instrument untuk
menggolongkan kemandian merawat diri pada lansia dengan berbagai macam
penyakit, misal fraktur collum femoris, infark cerebri, arthritis, paraplegia,
keganasan, dll. adapun aktivitas yang dinilai adalah Bathing, Dressing, Toileting,
Transfering, Continence dan Feeding.
1.      Program Fisioterapi
Dalam penanganan terapi latihan untuk lansia dimulai dari aktivitas fisik
yang paling ringan kemudian bertahap hingga maksimal yang bisa dicapai oleh
individu tersebut, misalnya :
1. Aktivitas di tepat tidur
 Positioning, alih baring, latihan pasif & aktif lingkup gerak sendi
2. Mobilisasi

9
 Latihan bangun sendiri, duduk, transfer dari tempat tidur ke kursi, berdiri,
jalan
 Melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari : mandi, makan, berpakaian, dll

2.      Program Okupasi terapi


Latihan ditujukan untuk mendukung aktivitas kehidupan sehari-hari, dengan
memberikan latihan dalam bentuk aktivitas, permainan, atau langsung pada aktiviats
yang diinginkan. Misalnya latihan jongkok-berdiri di WC yang dipunyai adalah harus
jongkok, namun bila tidak memungkinkan maka dibuat modifikasi.

3.      Program Ortotik-prostetik


Bila diperlukan alat bantu dalam mendukung aktivitas pada lansia maka
seorang ortotis-prostetis akan membuat alat penopang, atau alat pengganti bagian
tubuh yang memerlukan sesuai dengan kondisi penderita. Dan untuk lansia hal ini
perlu pertimbangan lebih khusus, misalnya pembuatan alat diusahakan dari bahan
yang ringan, model alat yang lebih sederhana sehingga mudah dipakai, dll.

4.      Program Terapi Wicara


Program ini kadang-kadang tidak selalu ditujukan untuk latihan wicara saja,
tetapi perlu diperlukan untuk memberi latihan pada penderita dengan gangguan
fungsi menelan apabila ditemukan adanya kelemahan pada otot-otot sekitar
tenggorokan. Hal ini sering terjadi pada penderita stroke, dimana terjadi kelumpuhan
saraf vagus, saraf lidah, dll

5.      Program Sosial-Medik


Petugas sosial-medik memerlukan data pribadi maupun keluarga yang tinggal
bersama lansia, melihat bagaimana struktur/kondisi di rumahnya yang berkaitan
dengan aktivitas yang dibutuhkan penderita, tingkat sosial-ekonomi. Hal ini sangat

10
penting sebagai masukan untuk mendukung program lain yang ahrus dilaksanakan,
misalnya seorang lansia yang tinggal dirumahnya banyak trap/anak tangga,
bagaimana bisa dibuat landai atau pindah kamar yang datar dan biasa dekat dengan
kamar mandi, dll

6.      Program Psikologi


Dalam menghadapi lansia sering kali harus memperhatikan keadaan
emosionalnya, yang mempunyai ciri-ciri yang khas pada lansia, misalnya apakah
seorang yang tipe agresif, atau konstruktif, dll. Juga untuk memberikan motivasi agar
lansia mau melakukan latihan, mau berkomunikasi, sosialisasi dan sebgainya. Hal ini
diperlukan pula dalam pelaksanaan program lain sehingga hasilnya bisa lebih baik.

11
BAB III
PEMBAHASAN
(Terapi Komplementer Pada Penyakit osteoporosis)

3.1 Pengertian
Osteoporosis adalah kelainan di mana terjadi penurunan massa tulang total.
Terdapat perubahan pergantian tulang homeostasis normal, kecepatan resorpsi tulang
lebih besar dari kecepatan pembentukan tulang, pengakibatkan penurunan masa
tulang total. Tulang secara progresif menjadi porus, rapuh dan mudah patah; tulang
menjadi mudah fraktur dengan stres yang tidak akan menimbulkan pengaruh pada
tulang normal (Brunner&Suddarth, 2000).
Osteoporosis adalah gangguan metabolisme tulang sehingga masa tulang
berkurang. Resorpsi terjadi lebih cepat dari pada formasi tulang, sehingga tulang
menjadi tipis (Pusdiknakes, 1995). Jadi osteoporosis adalah kelainan atau gangguan
yang terjadi karena penurunan masa tulang total.

3.2 Etiologi
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengurangan massa tulang pada usia lanjut:
a.       Determinan Massa Tulang
1. Faktor genetik
Perbedaan genetik mempunyai pengaruh terhadap derajat kepadatan tulang.
Beberapa orang mempunyai tulang yang cukup besar dan yang lain kecil.
Sebagai contoh, orang kulit hitam pada umumnya mempunyai struktur tulang
lebih kuat/berat dari pacia bangsa Kaukasia. Jacii seseorang yang mempunyai
tulang kuat (terutama kulit Hitam Amerika), relatif imun terhadap fraktur
karena osteoporosis
2. Faktor mekanis
Beban mekanis berpengaruh terhadap massa tulang di samping faktor genetk.
Bertambahnya beban akan menambah massa tulang dan berkurangnya beban
akan mengakibatkan berkurangnya massa tulang. Dengan perkataan lain dapat

12
disebutkan bahwa ada hubungan langsung dan nyata antara massa otot dan
massa tulang. Kedua hal tersebut menunjukkan respons terhadap kerja
mekanik Beban mekanik yang berat akan mengakibatkan massa otot besar dan
juga massa tulang yang besar. Sebagai contoh adalah pemain tenis atau
pengayuh becak, akan dijumpai adanya hipertrofi baik pada otot maupun
tulangnya terutama pada lengan atau tungkainya; sebaliknya atrofi baik pada
otot maupun tulangnya akan dijumpai pada pasien yang harus istrahat di
tempat tidur dalam waktu yang lama, poliomielitis atau pada penerbangan luar
angkasa. Walaupun demikian belum diketahui dengan pasti berapa besar
beban mekanis yang diperlukan dan berapa lama untuk meningkatkan massa
tulang di sampihg faktor genetik

3. Faktor makanan dan hormon


Pada seseorang dengan pertumbuhan hormon dengan nutrisi yang cukup
(protein dan mineral), pertumbuhan tulang akan mencapai maksimal sesuai
dengan pengaruh genetik yang bersangkutan. Pemberian makanan yang
berlebih (misainya kalsium) di atas kebutuhan maksimal selama masa
pertumbuhan, disangsikan dapat menghasilkan massa tulang yang melebihi
kemampuan pertumbuhan tulang yang bersangkutan sesuai dengan
kemampuan genetiknya.

b.      Determinan Penurunan Massa Tulang


1. Faktor genetik
Faktor genetik berpengaruh terhadap risiko terjadinya fraktur. Pada seseorang
dengan tulang yang kecil akan lebih mudah mendapat risiko fraktur dari pada
seseorang dengan tulang yang besar. Sampai saat ini tidak ada ukuran
universal yang dapat dipakai sebagai ukuran tulang normal. Setiap individu
mempunyai ketentuan normal sesuai dengan sitat genetiknya serta beban
mekanis den besar badannya. Apabila individu dengan tulang yang besar,
kemudian terjadi proses penurunan massa tulang (osteoporosis) sehubungan

13
dengan lanjutnya usia, maka individu tersebut relatif masih mempunyai tulang
tobih banyak dari pada individu yang mempunyai tulang kecil pada usia yang
sama

2. Faktor mekanis
Di lain pihak, faktor mekanis mungkin merupakan faktor yang terpenting
dalarn proses penurunan massa tulang schubungan dengan lanjutnya usia.
Walaupun demikian telah terbukti bahwa ada interaksi panting antara faktor
mekanis dengan faktor nutrisi hormonal. Pada umumnya aktivitas fisis akan
menurun dengan bertambahnya usia; dan karena massa tulang merupakan
fungsi beban mekanis, massa tulang tersebut pasti akan menurun dengan
bertambahnya usia.

3. Kalsium
Faktor makanan ternyata memegang peranan penting dalam proses penurunan
massa tulang sehubungan dengan bertambahnya Lisia, terutama pada wanita
post menopause. Kalsium, merupakan nutrisi yang sangat penting. Wanita-
wanita pada masa peri menopause, dengan masukan kalsiumnya rendah dan
absorbsinya tidak bak, akan mengakibatkan keseimbangan kalsiumnya
menjadi negatif, sedang mereka yang masukan kalsiumnya baik dan
absorbsinya juga baik, menunjukkan keseimbangan kalsium positif. Dari
keadaan ini jelas, bahwa pada wanita masa menopause ada hubungan yang
erat antara masukan kalsium dengan keseimbangan kalsium dalam tubuhnya.
Pada wanita dalam masa menopause keseimbangan kalsiumnya akan
terganggu akibat masukan serta absorbsinya kurang serta eksresi melalui urin
yang bertambah. Hasil akhir kekurangan/kehilangan estrogen pada masa
menopause adalah pergeseran keseimbangan kalsium yang negatif, sejumiah
25 mg kalsium sehari.

4. Protein

14
Protein juga merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi penurunan
massa tulang. Makanan yang kaya protein akan mengakibatkan ekskresi asam
amino yang mengandung sulfat melalui urin, hal ini akan meningkatkan
ekskresi kalsium.Pada umumnya protein tidak dimakan secara tersendiri,
tetapi bersama makanan lain. Apabila makanan tersebut mengandung fosfor,
maka fosfor tersebut akan mengurangi ekskresi kalsium melalui urin.
Sayangnya fosfor tersebut akan mengubah pengeluaran kalsium melalui tinja.
Hasil akhir dari makanan yang mengandung protein berlebihan akan
mengakibatkan kecenderungan untuk terjadi keseimbangan kalsium yang
negative.

5. Estrogen.
Berkurangnya/hilangnya estrogen dari dalam tubuh akan mengakibatkan
terjadinya gangguan keseimbangan kalsium. Hal ini disebabkan oleh karena
menurunnya eflsiensi absorbsi kalsium dari makanan dan juga menurunnya
konservasi kalsium di ginjal.

6. Rokok dan kopi


Merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung akan
mengakibatkan penurunan massa tulang, lebih-lebih bila disertai masukan
kalsium yang rendah. Mekanisme pengaruh merokok terhadap penurunan
massa tulang tidak diketahui, akan tetapi kafein dapat memperbanyak ekskresi
kalsium melalui urin maupun tinja.
7. Alkohol
Alkoholisme akhir-akhir ini merupakan masalah yang sering ditemukan.
Individu dengan alkoholisme mempunyai kecenderungan masukan kalsium
rendah, disertai dengan ekskresi lewat urin yang meningkat. Mekanisme yang
jelas belum diketahui dengan pasti .

3.3 Manifestasi Klinik

15
Gejala yang paling sering dan paling mencemaskan pada osteoporosis adalah :
 Nyeri dengan atau tanpa fraktur yang nyata.
 Nyeri timbul mendadak
 Sakit hebat dan terlokalisasi pada vertebra yg terserang
 Nyeri berkurang pada saat istirahat di tempat tidur
 Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan dan akan bertambah oleh karena
melakukan aktivitas
 Deformitas vertebra thorakalis
 Penurunan tinggi badan

3.4 Penatalaksanaan Medis


Adapun penatalaksanaan pada klien dengan osteoporososis meliputi :
a) Pengobatan
Hormon Steroid Gonadal
Termasuk hormon steroid gonadal adalah estrogen, androgen dan progesteion.
Estrogen mempunyai pe.anan yang besar dalam mempertahankan massa
tulang.Efek utamanya adalah menghambat resorpsi tulang dengan cara
menghambat pembentukan dan Jungsi osteoklas Berbeda dengan progesteron
sampai sekarang efek langsung pada tulang belum diketahui secara pasti. Pada
pria teslosteron diubah menladi estrogen di perifer oleh enzim aromatase dan
mekanisme selanjutnya hampir sama dengan wanita, bedanya pada pria tidak
ada osteoporosis fase cepat karena tidak ada menopause dan mempunyai
massa puncak tulang lebih ringgi. Estrogen merupakan terapi hormonal
pengganti utama yang direkomendasikan WHO untuk osteoporosis tipe l.
Digunakan untuk terapi pencegahan osteopenia pada wanita pasca menopause
dan pengobatan wanita pasca menopause bengan osteoporosis selama 20
tahun lebih. Kelebihan terapi estrogen adalah juga memperbaiki profil lipid
dan mengurangi faktor risiko serangan jantung serta meningkatkan massa

16
tulang 5-10% pada penggunaan yang teratur selama 5 tahun. Pada penelitian
terbukti dapal menurunkan risiko {raktur tulang sampai 37%.Derivat
androgen yang dapat diberikan pada penderita osteoporosis pria adalah
anabolik steroid, mempunyai e{ek sintesis protein Yang kuat dan e{ek
androgen ringan. Anabolik steroid yang digunakan adalah nandrolon decanoat
dan stanozolol Anabolik steroid mampu nrenurunkan kecepatan bone loss
pada penderita osteoporosis dengan cara merangsanE pemb'entukan tulang
secara langsung oleh karena adanya reseptor androgen pada tulang Manfaat
pada penderita osteoporosis adalah menambah massa tulang, meningkatkan
absorpsi kalsium di usus, menurunkan ekskresi kalsium dalam urine,
menurunkan massa lemak dan menambah nlassa otot efek samping cenderung
retensi air dan garam serta mengakibatkan perubahan profil
lipid(atherogenik).

Raloxifene
Raloxifene tergolong dalam seleklif estrogen reseptor modulator
{SERM} adalah komponen non sieroid yang berasal dari benzothiophene
yang bersifat anti estrogen, mengadakan kompetitif inhibisi terhadap peran
estrogen pada payuda dan khususnya uterus, selain juga bersifat agones
estrogen pada tulang dan metabolisme lemak. Obat lain yang tergolong dalam
SERM ini adalah tamoxipen Penggunaan raloxifene meningkatkan massa
tulang 20-2,5% pada tulang panjang wanita pasca-menoaouse. Selain itu
menurunkan risiko patah tulang belakang sebesar 50% pada dosis 120 mg/hari
{Ettinger ela 1999) Bila dibandingkan dengan estrogen maka efektivitas
raloxifene menurunkan risiko fraktur l;bih rendah, namun tidak menstinrulasi
payudara dan ulerus dan tidak membuat perdarahan menstruasi. Efek
sampingnya adalah retensi cairan dan nyeri kepala. Dosis yang biasa
dipergunakan adalah 60 mg/hari.

Calcitriol dan Kalsium

17
Calcitriol telah banyak diteliti dan terbukti mencegah hilangnya massa
tulang 0,7-1,3% pertahun pada dosis 0,6 ug/hari pada tulang belakang
penderita osteoporosis akibat kortikosteroid .(sambrook et al , 1993), begitu
pula pada tulang kepala dan lengan alas. Vitamin D ini termasuk obat moderat
dalam meningkatkan massa tulang, sehingga untuk hasil yang lebih
dikombinasikan dengan terapi pengganti hormon atau bisfosfonat Calcitriol
tidak dianjurkan pada penderila batu ginjal atau didapatkan gangguan fungsi
ginjal jantung maupun hepar. Pemberian calcitriol biasanya bersamaan dengan
kalsium karena fungsi utama vitamin D ini adalah menjaga homeostasis
kalsium dengan cara meningkatkan absorpsi kalsium cli usus dan mobilisasi
kalsium dari tulang Kalsium yang cukup dalam serurn akan menekan sekresi
PTH dengan demikian proses resorpsi tulang akan dihambat {Christiansen &
Riis, 1990) Pemberian kalsium yang dianjurkan 1000-1500 mg/harinya.
Pemberian suplemen kalsium saja hanya berdampak kecil

Kalsitonin
Kalsitonin telah disetujui oleh FDA sebagai alternatif terapi untuk
osteoporosis. lndikasinya adalah pada pasien yang tidak dapat menggunakan
estrogen. Pemberiannya lewat semprotan intranasal dengan dosis 2OO u/hari
sebagai dosis tunggal dan parenteral dengan dosis 50-1OO lU secara
intramuskular atau subkutan diberikan 2-3 kali/minggu. Efek samping adatah
pusing, mual, muka panas biasanya berlangsung 30-60 menit. Manfaat
kalsitonin yang lain adalah menambah massa tulang dan mempunyai efek
analgetik. Mekanisme kerjanya adalah mengurangi resorpsi dengan menekan
aktivitas osteoklast atau menghambat cara kerja osteoklast dengan 2 cara yaitu
menghambat transformasi monosit menjadi osteoklast dan mengadakan
translokasi ion kalsium kedalam mitokondria. Dampak yang nyata adalah
penderita mengalami turn over dalam massa tulang yang tinggi (Christiansen
& Riis, 19901. Kelemahan obat ini adalah harus digunakan terus menerus,
sebab bila dihentikan maka akan didapat fenomena lebound bone turn

18
Bisfosfonat
Bisfostonat merupakan obat yang relatil baru yang digunakan untuk
pengobatan osteoporosis, baik sebagai alternatit terapi pengganti hormon pada
wanita maupun penderita osteoporosis pria. Cara kerja bisloslonat adalah
mengurangi resorpsi tulang oleh osteoklast dengan caaa berikatan pada
permukaan tulang dan dengan menghambat kerja osteoklast dengan cara
mengurangi produksi proton dan enzim lisosomal dibawah osteoklast. Selain
itu juga mempengaruhi aktifasi prekusor osteoklast, dilferensiasi prekusor
osteoklsst menjadi osteoklast yang matang. kemotaksis, perlekatan osteoklast
pada permukaan tulang dan apoptosis osteoklast. Bisfosfonat juga memiliki
efek tak langsung terhadap osteoklast dengan cara merangsang osteoblast
menghasilkan substansi yang dapat menghambat osteoklast dan menurunkan
kadar stimulator osteoklast. Beberapa penelitian juga mendapatkan bahwa
bisfosfonat dapat meningkatkan jumlah dan dalerensiasi osteoblast. Dengan
mengurangi aktivitas osteoklast maka pemberian bisfostonat akan
memberikan keseimbangan yang positif pada unit remodelling tulang

b) Pencegahan
Pencegahan sebaiknya dilakukan pada usia pertumbuhan/dewasa muda, hal ini
bertujuan:
1. Mencapai massa tulang dewasa Proses konsolidasi) yang optimal
2. Mengatur makanan dan life style yg menjadi seseorang tetap bugar
seperti:
 Diet mengandung tinggi kalsium (1000 mg/hari)
 Latihan teratur setiap hari
Hindari:
 Makanan tinggi protein
 Minuman beralkohol
 Merokok

19
 Minum kopi

3.5 Teknik terapi komplementer

Mencegah Osteoporosis
Osteoporosis adalah suatu sindroma penurunan densitas tulang (matrix dan
mineral berkurang), terapi rasio matrik dan mineral tetap normal. Osteoporosis terjadi
karena ketidakseimbangan antara resorpsi tulang dan pembentukan tulang. Densitas
mineral tulang berkurang sehingga tulang menjadi keropos dan mudah patah
walaupun dengan trauma minimal.
Contoh latihan yang harus dihindari :
Sit Up
Menyentuh jari kaki pada posisi berdiri
Duduk dengan punggung membungkuk
Mengangkat beban dengan ayunan punggung

Latihan Beban
Latihan beban yang dilakukan secara teratur dan benar gerakannya bermanfaat
bagi penderita osteoporosis. Seorang lanjut usia, sebelum melakukan latihan, baik
sekali apabila memeriksakan diri terlebih dahulu ke dokter. Pemeriksaan kesehatan
serta kesegaran jasmaninya harus dilakukanteliti, dengan memeriksa komponen
kesegaran jasmaninya selengkap mungkin. Dari hasil pemeriksaan ini barulah
ditentukan bentuk program latihan sesuai dengan kemampuannya. Penderita
osteoporosis sebaiknya berlatih didampingi instruktur, dengan beban disesuaikan, dan
tidak perlu berlebihan. Latihan yang sangat keras pada wanita muda dapat
menyebabkan menstruasi terganggu dan berkurangnya jaringan tulang. Salah satu
penelitian yang dilakukan oleh Miriam, Ph.D., bersama teman-temannya di
Universitas Tuft Boston. menunjukkan bahwa ada suatu peningkatan pada daerah
tertentu dengan berolahraga. Penelitian tersebut meneliti wanita post menopause yang

20
berusia 50 sampai 70 tahun, tidak menggunakan estrogen selama satu tahun selama
mengikuti program latihan beban dua hari perminggu dengan waktu 40 menit sekali
berlatih. Kelompok yang mengikuti latihan beban lima macam rata-rata dapat
memelihara kepadatan tulangnya pada daerah pinggul dan punggung, sedangkan yang
tidak mengikuti latihan kepadatan tulangnya menurun (www.indonesia.nl, 2004).
Latihan ini dapat dilakukan dengan posisi berdiri atau duduk. Latihan dengan
menggunakan beban dalam (berat badan sendiri) untuk penderita osteoporosis
bervariasi gerakannya. Sebagai contoh adalah latihan untuk menguatkan otot
punggung. Posisi awal latihan back extension untuk otot punggung, yaitu penderita
berbaring menelungkup. Tahap selanjutnya, kepala dan dada diangkat selama
beberapa detik dengan bantuan matras sebagai penopang. Latihan dilakukan 5 sampai
10 kali dan frekuensinya tiga kali seminggu. Peningkatan latihan dapat dilakukan
setelah penderita merasa terbiasa/ ringan dalam mengangkat bebannya.

Senam Osteoporosis
Senam yang rutin bisa mengurangi depresi melalui 2 cara. Pertama, senam
mengeluarkan endorphin, zat perasaan baik yang berkaitan dengan suasana hati.
Kedua interaksi dalam senam juga dapat mengurangi depresi, dari hasil penelitian
sebagian besar (63,2%) responden mengikuti senam osteoporosis sesuai kaidah, yaitu
1 kali dalam seminggu minimal 40 menit dalam sekali senam. Senam osteoporosis
baik untuk segala usia. Faktor lain yang menmpengaruhi senam adalah pekerjaan,
sebagian besar (56,2%) bekerja sehingga waktu untuk melakukan senam osteoporosis
sangat sedikit, tetapi pekerjaan yang dilakukan dengan cara mengangkat beban,
bersepeda maupun berjalan kaki mempunyai manfaat yang sama dengan melakukan
senam osteoporosis.
Berdiri tegap selama 40 menit akan mempunyai manfaat untuk perbaikan
massa tulang, gabungan olahraga aerobik yang dilakukan dengan berdiri dan program
penguatan otot umum akan mempunyai manfaat untuk meningkatkna kebugaran.
Merekan yang tidak bisa melakukan dengan cara berdiri maka bisa melakukan

21
dengan cara duduk ataupun berbaring, yang juga akan mempunyai manfaat untuk
perbaikan massa tulang Cosman (2013).

22
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Terapi medis adalah meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup pasien.
Optimalisasi terapi medis harus aman, efektif, pemilihan terapi secara bijak dan
pelayanan kesehatan secara akurat serta adanya kesepakatan antara pasien dan
pemberi pelayanan berdasarkan informasi terkini.
Terapi komplementer merupakan terapi holistis atau terapi nonbiomedis. Hasil
penelitian tentang psikoneuroimunologi mengungkapkan bahwa proses interaktif
pada manusia dengantubuh, pikiran, dan interaksi sosial mempengaruhi kesejahteraan
seseorang. NCCAM. Menetapkan bahwa terapi komplementer secara garis besar di
dasarkan sebagai kategori terapi pikiran penghubung tubuh (mind – body terapies)
sementara terapi biomedis lebih banyak mempengaruhi seluruh tubuh dan berfokus
pada dampak terapi terhadap pengibatan.

4.2 Saran
Dengan adanya makalah yang kami buat ini tentang terapi medik dan terapi
komlementer diharapkan pembaca atau teman-teman sejawat dapat memperoleh
manfaat dari makalah yang kami buat. Jika ada pengembangan yang bermanfaat
mohon untuk dilayangkan pada penulis makalah ini karena masukan dari pembaca
atau bapak/ ibu dosen sangat mendukung demi kesempurnaan makalah yang kami
buat.

23
DAFTAR PUSTAKA

Kusumanto, R., Iskandar, Y., 1981. Depresi, Suatu problema Diagnosa dan Terapi pada
praktek umum. Jakarta: Yayasan Dharma Graha
Kartono, Kartini. 2002. Patologi Sosial 3, Gangguan-gangguan Kejiwaan. Jakarta:
Rajawali Pers.
Martono, Hadi dan Kris Pranarka. 2010. Buku Ajar Boedhi-Darmojo Geriatri (Ilmu
Kesehatan Usia Lanjut).Edisi IV. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Mubarak, Wahid Iqbal. 2009. Ilmu Keperawatan Komunitas Konsep dan Aplikasi.J akarta :
Salemba Medika
Maryam, R.Siti. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta : Salemba
Medika
Maslim, Rusdi. 2001. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Jakarta:
Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.
Pudjiastuti, Sri Surini dan Budi Utomo. 2003. Fisioterapi Pada Lansia. Jakarta : EGC
Setyoadi, Kushariyadi. 2011. Terapi Modalitas keperawatan pada klien psikogeriatik.
Jakarta : Salemba medika
Stockslager, Jaime L. 2007. Buku Saku Asuhan Keparawatan Geriatrik. Edisi II. Jakarta :
EGC
Tarigan, C., Julita 2003. Perbedaan Depresi Pada Pasien Dispepsia Fungsional dan
Dispepsia Organik. Diakses dalam http://www.usu.go.id.
Watson, Roger. 2003. Perawatan Pada Lansia. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai