Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tidak semua pangan aman dan bergizi karena ada beberapa tanaman yang secara
alami memproduksi racun atau toksin sebagai alat pertahanan terhadap serangga dan
hama penyakit lain. Toksin tanaman mempunyai efek negatif pada bioavailabilitas zat
gizi. Apabila racun ini masuk ke dalam tubuh manusia maka dapat menimbulkan
berbagai efek. Akut kronik dan karsionogenik. Senyawa Anti Gizi diklasifikasikan
menjadi 3 yaitu: Anti-Protein, Anti-Mineral, dan Anti-Vitamin.
Menurut peraturan mentri kesehatan R.I. No.329/PER/XII/76, yang dimaksud
dengan aditif makanan adalah bahan yang ditambahkan dan dicampur sewaktu
pengolahan makanan untuk meningkatkan mutu. Termasuk ke dalamnya adalah
pewarnaan, penyedap rasa dan aroma, pemantap, antioksidan, pengawet, pengemulsi,
antigumpal, pemucat, dan pengental. Pada umumnya bahan tambahan dapat dibagi
menjadi dua bagian besar yaitu :
1. Aditif sengaja, yaitu aditif yang diberikan dengan sengaja dengan maksud dan
tujuan tertentu, misalnya untuk meningkatkan konsistensi,nilai gizi, cita rasa,
mengendalikan keasaman atau kebasaan, memantapkan bentuk dan rupa, dan lain
sebagainnya.
2. Aditif tidak sengaja, yaitu aditif yang terdapat dalam makanan dalam jumlah
sangat kecil sebagai akibat dari proses pengolahan.
Berdasarkan fungsinya, baik alami maupun sintetik, zat aditif dapat
dikelompokkan sebagai zat pewarna, pemanis, pengawet, dan penyedap rasa. Dalam
bahan makanan yang kita konsumsi sehari-hari kita perlu mengetahui keuntungan dan
kerugian/dampak negative dari makanan yang kita konsumsi. Oleh karena itu, perlu
diketahui apa saja zat aditif yang sering dicampurkan pada makanan, yang sehat
dikonsumsi dan apa saja yang merugikan kita atau yang mengancam kesehatan tubuh
manusia.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apakah pengertian dari senyawa undesirable atau senyawa anti gizi?
1.2.2 Bagaimanakah Analisis senyawa aditif dalam bahan pangan?
1.2.3 Bagaimanakah prinsip dan metode analisis senyawa aditif dalam bahan
pangan?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian dari senyawa anti gizi
1.3.2 Untuk mengetahui analisis senyawa aditif dalam bahan pangan
1.3.3 Untuk mengetahui prinsip dan metode analisis senyawa aditif dalam bahan
pangan
1.3.4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Senyawa Anti Gizi


Golongan senyawa ini dimasukkan dalam golongan “Zat Toksik Alami”, hanya
saja effeknya secara tidak langsung, yaitu menyebabkan deffisiensi zat gizi atau
dengan cara berinteraksi dengan Zat Gizi lainnya. Senyawa Anti Gizi dapat
berinteraksi dengan komponen bahan pangan pada saat sebelum dikonsumsi, selama
pencernaan dalam sesudah absorbsi dalam tubuh.
Senyawa Anti Gizi terutama terdapat pada Bahan Tanaman. Meskipun senyawa
Obat-obatan, Antibiotika dan Pestisida dilaporkan mampu berperan sebagai Anti Gizi,
akan tetapi tidak masuk dalam konteks ini. Yang dibicarakan hanya SAG dari alami.
SAG diklasifikasikan menjadi 3 yaitu:
1. SAG type A = Anti-Protein
Antiprotein adalah zat antigizi yang dapat menghambat penyerapan
protein dalam tubuh, diantaranya:
a. Antitripsin adalah suatu protein dan merupakan inhibitor
(penghambat) aktivitas enzim protease. Jenis bahan pangan yang
sering mengandung antitrypsin adalah kacang kedelai,kacang jogo,
biji bunga matahari. Enzim yang dihambat aktivitasnya oleh senyawa
ini Antara lain tripsin dan khimotripsin yang dapat menyebabkan
daya cerna protein menurun. Efek ini terjadi bila bahan pangan yang
mengandung antitrypsin tidak dimasak dengan pemanasan yang
cukup. Hal ini akan membawa akibat terhambatnya pertumbuhan dan
pembengkakan pancreas. enzim yang menghambat proteolisis,
mampu membentuk tripsin-antitripsin kompleks, Enzim ini terdapat
pada polong-polongan seperti kacang kedelai.
b. Tanin, Polifenol dengan protein membentuk senyawa kompleks tanin
yang mampu mengikat dan mengendapkan protein sehingga
fungsinya terganggu. Akibatnya akan menurunkan bioavailabilitas
zat gizi dan akan menghambat pertumbuhan. Antiproteinase dapat
menghambat kerja enzim pemecah protein seperti kimotripsin dan
elastase. Enzim ini terdapat pada kentang.

2. SAG type B = Anti-Mineral


Antimineral adalah zat anti gizi yang dapat menghambat penyerapan protein
dalam tubuh, diantaranya:
a. Fitat dapat mengikat zat besi dan mampu mengganggu ketersediaan
kalsium, selenium, tembaga, dan zink. Selain mengikat mineral, fitat juga
dapat berikatan dengan protein sehingga menurunkan nilai cerna protein.
Zat ini banyak terdapat dalam padi-padian, kacang polongan, terutama
kedelai dan kacang koro. Fitat dapat dihidrolisis dengan bantuan asam atau
enzim (indigenous atau eksogenous), itulah sebabnya mengapa proses
perkecambahan dan fermentasi (seperti pembuatan tempe) dapat
menurunkan kadar fitat. Asam fitat bersifat larut air sehingga perendaman
juga dapat menurunkan kadar fitat. Sedangkan pemanasan tidak merusak
asam fitat (karena sifatnya tahan panas), tetapi merusak struktur bahan
sehingga fitat lebih mudah terekstrak ke air.
b. Oksalat banyak terdapat pada sayuran hijau (seledri, peterseli, bayam). Zat
ini dapat menyebabkan beberapa masalah kesehatan seperti batu ginjal dan
rasa nyeri pada sendi. Tanaman tertentu seperti bayan dan talas
mengandung asam oksalat yang cukup tinggi. Oksalat dapat mengikat
senyawa kalsium dan membentuk senyawa kompleks yang tidak
larut.konsumsi pangan yang mengandung oksalat dapat mengurangi
metabolism kalsium. Akan tetapi, risiko terjadinya defisiensi kalsium
akibat mengkonsumsi bahan pangan tersebut sangatlah rendah karena
tubuh kita sangat efisien menggunakan senyawa kalsium.
c. Tanin mengikat mineral sehingga dapat menurunkan ketersediaan mineral
bagi tubuh. Tanin bersifat stabil terhadap pemanasan, tetapi sangat larut
dalam air, sehingga dapat dihilangkan dengan cara pencucian. senyawa
polifenol yang mampu melekat zat besi, banyak terdapat pada teh hijau,
teh hitam, sagu, kacang, kunyit.
3. SAG type C = Anti-Vitamin
Antivitamin adalah zat antigizi yang dapat menghambat penyerapan
vitamin atau menghancurkan molekul vitamin sehingga tidak dapat berfungsi
atau tidak bermanfaat untuk tubuh lagi. Jenis antivitamin diantaranya:
a. Avidin (Antibiotin) terdapat pada telur yang dapat menghambat
penyerapan biotin dan tiamin. Meskipun demikian, hal ini tidak
menyebabkan kekurangan vitamin biotin pada manusia karena biotin
banyak terdapat pada makanan biasa. Dengan proses pemanasan,
avidin akan hilang.
b. Antipiridoksin, Antipiridoksin dapat mengganggu ketersediaan
vitamin B6 dan banyak terdapat pada biji-bijian mentah.
c. Niasinogen, Niasinogen dapat mengganggu ketersediaan niasin karena
terjadinya suatu reaksi kompleks dengan niasinogen. Niasinogen
bannyak terkandung pada jagung.
d. Askorbase, Askorbase atau asam askorbat oksidase merupakan enzim
yang hanya mengkatalisis reaksi oksidasi asam askorbat saja.
Askorbase dapat mengakibatkan defisiensi vitamin C dan banyak
terdapat dalam bahan makanan seperti labu, ketimun, apel, selada, kol,
kacang hijau, kacang kapri, wortel, kentang, pisang dan tomat.
e. Tiaminase, Tiaminase merupakan enzim yang merusak tiamin. Zat ini
terdapat dalam ikan mentah. Pada manusia, tiaminase dapat
menyebabkan defisiensi vitamin B1 yang efeknya dapat
membahayakan bagi tubuh, seperti convulsion (uncontrollable
movement of body’s muscle).
f. Lipoksidase, Lipoksidase merupakan zat antivitamin A yang
mengoksidasi karoten. Zat ini terdapat dalam kacang-kacangan.
g. Anti Vitamin D, banyak terdapat pada bungkil kedelai.
h. Anti Vitamin E, terdapat dalam polong-polongan seperti kacang kapri
dan kacang merah.
2.2 Analisis Senyawa Aditif dalam Bahan Pangan
2.3.1 Pengertian Zat Aditif
Zat Aditif makanan adalah zat atau campuran dari beberapa zat yang
ditambahkan ke dalam makanan baik pada saat produksi, pemrosesan, pengemasan
atau penyimpanan dan bukan sebagai bahan baku dari makanan tertentu. Pada
umumnya, zat aditif atau produk degradasinya akan tetap berada dalam makanan,
akan tetapi dalam beberapa kasus zat aditif dapat hilang selama pemrosesan (Belitz,
2009).
Sedangkan menurut Undang-undang RI nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan
Bahan Tambahan Pangan adalah bahan atau campuran bahan yang secara alami
bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan kedalam
pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan, antara lain pewarna,
pengawet, penyedap rasa, anti gumpal, pemucat dan pengental.

Beberapa sumber lain mengatakan zat aditif makanan atau bahan tambahan


makanan adalah bahan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan dalam
jumlah kecil, dengan tujuan untuk memperbaiki penampakan, cita rasa, tekstur,
flavor dan memperpanjang daya simpan. Selain itu dapat meningkatka nilai gizi
seperti protein, mineral dan vitamin.
Dari sumbernya, zat aditif dibagi menjadi dua yaitu zat aditif alam dan buatan
atau hasil sintesis. Pada awalnya zat-zat aditif tersebut berasal dari bahan tumbuh-
tumbuhan yang selanjutnya disebut zat aditif alami. Umumnya zat aditif alami tidak
menimbulkan efek samping yang membahayakan kesehatan manusia. Zat aditif
alami adalah merupakan zat tambahan yang diperoleh dari alam, tanpa disintesis
atau dibuat terlebih dulu. Sedangkan zat adiktif buatan atau sintesis adalah zat
tambahan makanan yang diperoleh melalui sintesis (pembuatan), baik di
laboratorium maupun industri, dari bahan-bahan kimia yang sifatnya hampir sama
dengan bahan alami yang sejenis, keunggulan zat adiktif sintesis adalah dapat
diproduksi dalam jumlah besar, lebih stabil, takaran penggunaannya lebih sedikit,
dan biasanya tahan lebih lama, sedangkan kelemahan zat adiktif sintesis adalah
dapat menimbulkan risiko penyakit kanker atau bersifat karsiogenetik.
2.3.2 Jenis-Jenis Bahan Aditif
a. Bahan Pengawet
Zat pengawet pada makanan dimaksudkan agar makanan menjadi tahan
lama dan tetap segar, bau dan rasanya tidak berubah atau melindungi makanan
dari proses pembusukan oleh bakteri. Bahan pengawet bersifat karsinogen,
untuk itu batasan penggunaan bahan pengawet sebaiknya sesuai dengan
Peraturan Menteri Kesesehatan No. 722/ menkes/per/IX/ 88.
Pengawetan dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu penggunaan suhu
rendah, suhu tinggi, iradiasi atau dengan penambahan bahan pengawet.
Produk-produk pangan dalam kemasan yang diproses dengan panas atau
disebut sterilisasi komersil seperti kornet dalam kaleng atau susu steril dalam
kemasan tetrapak tidak menggunakan bahan pengawet karena proses termal
sudah cukup untuk memusnahkan mikroba pembusuk dan pathogen. Produk-
produk ini akan awet lebih dari setahun meskipun disimpan pada suhu kamar.
Namun, beberapa produk pangan dalam kemasan misalnya sambal dan selai
dalam botol, kedua jenis produk ini biasanya tidak segera habis, sehingga
supaya awet terus pada suhu kamar maka untuk mempertahankan keadaan
suatu makanan agar tetap dalam kwalitas yang baik maka penambahan bahan
pengawet adalah salah satu cara yang baik dalam pengupayaannya. Pengawet
digunakan agar makanan lebih tahan lama dan tidak cepat busuk bila disimpan
karena bahan pengawet dapat menghambat atau mematikan pertumbuhan
mikroba atau mikroorganisme yang dapat merusak dan membusukkan
makanan. Bahan pengawet yang ditambahkan dapat berupa bahan alami
maupun hasil sintesis. Berikut adalah beberapa bahan pengawet alami:
Menurut FDA (Food and Drug Administrasion), keamanan suatu
pengawet makanan harus mempertimbangkan jumlah yang mungkin
dikonsumsi dalam produk makanan atau jumlah zat yang akan terbentuk
dalam makanan dari penggunaan pengawet, efek akumulasi dari pengawet
dalam makanan dan potensi toksisitas yang dapat terjadi (termasuk
menyebabkan kanker) dari pengawet jika dicerna oleh manusia atau hewan.
Secara garis besar zat pengawet dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:
1) GRAS (Generally Recognized as Safe) yang umumnya bersifat alami,
sehingga aman dan tidak berefek racun sama sekali. Berikut ini adalah
contoh-contoh pengawet alami :
a) Gula tebu, memberi rasa manis dan bersifat mengawetkan. Gula pasir,
dihasilkan dari tebu dan digunakan sebagai pengawet, karena gula dapat
menyerap kandungan air (bersifat higroskopis). Dengan tidak adanya
air, maka mikroorganisme di dalam makanan tidak dapat berkembang
dan mati.
b) Gula merah, Selain sebagai pemanis gula merah juga bersifat
mengawetkan seperti halnya gula tebu.
c) Garam, merupakan pengawet alami yang banyak dihasilkan dari
penguapan air laut. Garam dapur (NaCl), digunakan sebagai pengawet
makanan karena dapat menghambat dan membunuh pertumbuhan
bakteri dalam makanan. Hal itu disebabkan karena garam dapur bersifat
hidroskopis (menyerap kandungan air dalam makanan) seperti halnya
gula pasir.

Beberapa pengawet alami

d) Kunyit, selain sebagai pewarna, juga berfungsi sebagai pengawet.


Dengan penggunaan kunyit, tahu atau nasi kuning menjadi tidak cepat
basi.
e) Kulit kayu manis, merupakan kulit kayu yang berfungsi sebagai
pengawet. Selain itu, kayu manis juga berfungsi sebagai pemanis dan
pemberi aroma.
f) Cengkih, merupakan pengawet alami yang dihasilkan dari bunga
tanaman cengkih. Selain sebagai pengawet, cengkih juga berfungsi
sebagai penambah aroma.
g) Bawang putih, yang diiris akan mengeluarkan alisin, yaitu suatu zat
yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri, sehingga bawang putih
dapat dipakai sebagai bahan pengawet.
h) Jeruk (asam sitrat), digunakan untuk menghambat pertumbuhan
mikroba pada ikan mentah atau juga daging biasanya ditambahkan
bersama dengan garam.
2) ADI (Acceptable Daily Intake), yang selalu ditetapkan batas penggunaan
hariannya (daily intake) guna melindungi kesehatan konsumen. Bahan-
bahan pengawet tersebut, antara lain sebagai berikut :
a) Asam asetat, dikenal di kalangan masyarakat sebagai asam cuka.
Bahan ini menghasilkan rasa asam dan jika jumlahnya terlalu banyak
akan mengganggu selera karena bahan ini sama dengan sebagian isi
dari air keringat kita. Asam asetat sering dipakai sebagai pelengkap
ketika makan acar, mi ayam, bakso, atau soto. Asam asetat mempunyai
sifat antimikroba. Makanan yang memakai pengawet asam cuka antara
lain acar, saos tomat, dan saus cabai.
b) Benzoat, banyak ditemukan dalam bentuk asam benzoat maupun
natrium benzoat (garamnya). Berbagai jenis soft drink (minuman
ringan), sari buah, nata de coco, kecap, saus, selai, dan agar-agar
diawetkan dengan menggunakan bahan jenis ini.
c) Sulfit, Bahan ini biasa dijumpai dalam bentuk garam kalium atau
natrium bisulfit. Potongan kentang, sari nanas dan udang beku biasa
diawetkan dengan menggunakan bahan ini.
d) Propil galat, Digunakan dalam produk makanan yang mengandung
minyak atau lemak dan permen karet serta untuk memperlambat
ketengikan pada sosis. Propil galat juga dapat digunakan sebagai
antioksidan.
e) Propianat, Jenis bahan pengawet propianat yang sering digunakan
adalah asam propianat dan garam kalium atau natrium propianat.
Propianat selain menghambat kapang juga dapat menghambat
pertumbuhan bacillus mesentericus yang menyebabkan kerusakan
bahan makanan. Bahan pengawetan produk roti dan keju biasanya
menggunakan bahan ini. Penggunaan yang berlebihan bisa
menyebabkan migren, kelelahan, dan kesulitan tidur.
f) Garam nitrit, biasanya dalam bentuk kalium atau natrium nitrit. Kalium
nitrit berwarna putih atau kuning dan kelarutannya tinggi dalam air.
Bahan ini terutama sekali digunakan sebagai bahan pengawet keju,
ikan, daging, dan juga daging olahan seperti sosis, atau kornet, serta
makanan kering seperti kue kering. Perkembangan mikroba dapat
dihambat dengan adanya nitrit ini. Misalnya, pertumbuhan clostridia di
dalam daging yang dapat membusukkan daging. Penggunaan yang
berlebihan, bisa menyebabkan keracunan. Selain memengaruhi
kemampuan sel darah membawa oksigen ke berbagai organ tubuh, juga
menyebabkan kesulitan bernapas, sakit kepala, anemia, radang ginjal,
dan muntah-muntah.
g) Sorbat, yang terdapat di pasar ada dalam bentuk asam atau garam
sorbat. Sorbat sering digunakan dalam pengawetan margarin, sari
buah, keju, anggur, dan acar. Asam sorbat sangat efektif dalam
menekan pertumbuhan kapang dan tidak memengaruhi cita rasa
makanan pada tingkat yang diperbolehkan. Meskipun aman dalam
konsentrasi tinggi, asam ini bisa membuat luka di kulit.
3) Penyedap Rasa
Bahan penyedap rasa merupakan bahan tambahan makanan yang
berguna untuk melezatkan bahan makanan. Penyedap berfungsi menambah
rasa nikmat dan menekan rasa yang tidak diinginkan dari suatu bahan
makanan. Bahan penyedap ini terdapat dalam bentuk alami dan buatan.
4) Penyedap Alami
Bahan penyedap dari bahan alami selalu terdapat di dalam setiap
makanan. Biasanya bahan-bahan ini dicampurkan bersama-sama sebagai
bumbu makanan, beberapa di antaranya:
a. Bawang merupakan pemberi rasa sedap alami yang paling banyak
digunakan.
b. Merica memberi aroma segar dan rasa pedas yang khas.
c. Terasi merupakan zat cita rasa alami yang dihasilkan dari bubuk ikan
dan udang kecil yang dibumbui sedemikian rupa sehingga memberi
rasa sedap yang khas.
d. Daun salam memberi rasa sedap pada makanan.
e. Jahe memberi aroma harum dan rasa pedas khas jahe.
f. Cabai memberi rasa sedap dan pedas pada setiap masakan.
g. Daun pandan memberi rasa dan aroma sedap dan wangi pada makanan.
h. Kayu manis, selain memberi rasa manis dan mengawetkan juga
memberi aroma harum khas kayu manis.
i. Rempah-rempah daun lainnya seperti kemangi, serai, daun jeruk
j. Rempah-rempah kering seperti cengkeh, pala, kemiri, ketumbar dan
lainnya.
5) Penyedap Buatan
Makanan yang kita konsumsi sehari-hari tak lepas dari penyedap atau
bumbu masak, karena memang zat tersebut menambah sedap dan
menimbulkan selera makan. Penyedap yang paling kita kenal adalah vetsin
atau MSG (monosodium glutamat) yang dikenal dengan merk dagang
seperti Ajinomoto, Miwon, Royco, Sasa, Maggie, dan lain-lain.

(MSG)
Penyedap buatan yang paling banyak digunakan dalam makanan
adalah vetsin atau monosodium glutamat (MSG) yang sering juga disebut
sebagai micin. MSG merupakan garam natrium dari asam glutamat yang
secara alami terdapat dalam protein nabati maupun hewani. Daging, susu,
ikan, dan kacang-kacangan mengandung sekitar 20% asam glutamat. MSG
tidak berbau dan rasanya merupakan campuran rasa manis dan asin yang
gurih.
Mengonsumsi MSG secara berlebihan akan menyebabkan timbulnya
gejala-gejala yang dikenal sebagai Chinese Restaurant Syndrome (CRS).
Tanda-tandanya antara lain berupa munculnya berbagai keluhan seperti
pusing kepala, sesak napas, wajah berkeringat, kesemutan pada bagian
leher, rahang, dan punggung.
Penyedap sintetis selain MSG antara lain adalah nukleotida seperti
guanosin monofosfat (GMP) dan inosin monofosfat (IMP). Keduanya
memberi rasa gurih pada makanan.
6) Pengemulsi
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/1988
tentang bahan tambahan makanan, pengemulsi adalah bahan tambahan
makanan yang dapat membantu terbentuknya atau memantapkan sistem
dispersi yang homogeny pada makanan. Emulsi adalah suatu sistem yang
terdiri dari dua fase cairan yang tidak saling melarut, di mana salah satu
cairan terdispersi dalam bentuk globula-globula di dalam cairan lainnya.
Cairan yang terpecah menjadi globula-globula dinamakan fase terdispersi,
sedangkan cairan yang mengelilingi globula-globula dinamakan fase
kontinyu atau medium dispersi.
2.3 Prinsip dan Metode Analisis Senyawa Aditif dalam Bahan Pangan
2.2.1 Analisis Kualitatif Pemanis Sintetis secara Umum
Analisis pemanis sintetis dalam pangan, minuman maupun dalam obat-obatan.
agak sulit dilakukan, karena biasanya bahan tambahan yang ditambahkan kedalam
pangan/minuman tersebut tidak hanya pemanis saja, tetapi banyak bahan tambahan
lainnya, seperti pengawet, pewarna dan lain-lain. Hal itu menyulitkan dalam analisis
karena berbagai bahan tambahan dalam produk pangan/minuman tersebut saling
mengganggu dalam analisis, sampel biasanya mendapat perlakuan pendahuluan,
seperti  ekstraksi dengan pelarut organik atau direaksikan dengan pereaksi tertentu.
Secara umum analisis bahan pemanis sintetis sakarin, siklamat, dulsin, aspartame, dan
sorbitol yang terdapat dalam minuman secara kualitatif dapat dilakukan dengan
kromotografi lapisan tipis (thin layer chromathography/TLC). Sedangkan penentuan
kadar bahan pemanis dapat dilakukan dengan cara spektrofotodensitometri atau
spektrofotometri UV/tampak.
2.2.2 Prinsip Analisis Kromatografi Lapis Tipis (TLC)
TLC adalah metode pemisahan secara fisikokimia yang berdasarkan sifat
perbedaan afinitas zat (analit terhadap fase diam dan fase geraknya). Fase diam
biasanya berupa zat padat (adsorben) uang ditempatkan pada suatu penyangga berupa
lempeng gelas atau logam. Sedangkan fase geraknya adalah cairan yang terdiri dari
campuran beberapa pelarut. Sampel yang telah melalui  perlakuan pendahuluan
dipekatkan, kemudian ditotolkan pada lapisan tipis. Lempeng/lapisan tipis tersebut
diletakkan pada bejana tertutup yang berisi larutan yang cocok (fase gerak). Adsorben
yang biasa digunakan adalah silika gel aluminium oksida,kieselgur,selulosa, dan
turunannya atau poliamida.
Untuk mendeteksi senyawa yang telah terpisah dapat dilakukan dengan beberapa cara,
yaitu:
1. Cara fisika dilakukan jika senyawa tidak berwarna dan untuk senyawa yang
dapat menunjukkan penyerapan di daerah panjang gelombang 254 nm.
2. Cara kimia, senyawa yang akan dipisahkan disemprot dengan pereaksi kimia
tertentu.
3. Cara biologi dilakukan untuk senyawa yang mempunyai aktifitas fisiologi.
2.2.3 Prinsip Kerja Spektrofotodensitometri
Spektrofotodensitometri adalah pengukuran noda pada kromatogram dengan
cara melewatkan cahaya yang intensitasnya diukur dengan detector sinar UV.
Penentuan kadar dilakukan dengan cara menghitung luas noda atau dengan
menggunakan  kurva kalibrasi.
2.2.4 Prinsip Analisis Kuantitatif dengan Spektrofotometri UV/Sinar Tampak
Absorpsi molekul pada daerah UV/sinar tampak berhubungan erat dengan
strukturnya. Dalam penentuan kadar suatu larutan sampel secara spektrofotometri
didasarkan atas hubungan antara absorban dengan konsentrasi.
BAB III
PENUTUP
3.1 SIMPULAN
Tidak semua pangan aman dan bergizi karena ada beberapa tanaman yang secara
alami memproduksi racun atau toksin sebagai alat pertahanan terhadap serangga dan
hama penyakit lain. Toksin tanaman mempunyai efek negatif pada bioavailabilitas zat
gizi. Apabila racun ini masuk ke dalam tubuh manusia maka dapat menimbulkan
berbagai efek. Akut kronik dan karsionogenik. Senyawa Anti Gizi diklasifikasikan
menjadi 3 yaitu: Anti-Protein, Anti-Mineral, dan Anti-Vitamin.
Secara umum zat aditif adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai
makanan dan biasanya bukan merupakan komponen has makanan, mempunyai atau
tidak mempunyai nilai, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk
maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan,
pengemesan, dan penyimpanan.
Jenis-jenis zat aditif terbagi atas dua golongan yaitu golongan zat aditif alami
dengan golongan zat aditif buatan (sintetis). Selain itu, penggunaan dari zat aditif ada
yang diizinkan penggunaannya oleh MENKES dan ada juga yang dilarang.
Efek dari penggunaan zat aditif khususnya zat pewarna yaitu efek kronis
senyawa azo mengakibatkan kanker, sedangkan pada zat pengawet menimbulkan
iritasi pada kulit dan mulut. 
3.2 SARAN
Penggunaan zat aditif makanan haruslah hati-hati terutama zat aditif sintetis,
karena zat sintetis ini merupakan zat asin bagi tubuh yang dapat menyebabkan
penyakit. Penggunaan sebaiknya dengan dosis dibawah ambang batas yang telah
ditentukan demi menjaga atau melindungi kesehatan tubuh.
DAFTAR ISI

JUDUL…………………………………………………………………...
…………….i
KATA PENGANTAR………………………………………………..………………ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………...………….iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................................1
1.3 Tujuan...........................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Senyawa Anti Gizi.....................................................................................2
2.2 Analisis Senyawa Aditif dalam Bahan Pangan............................................................4
2.3 Prinsip dan Metode Analisis Senyawa Aditif dalam Bahan Pangan..........................10
BAB III PENUTUP
3.1 Simpulan.....................................................................................................................12
3.2 Saran...........................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA………………………………………..………………………iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa)
karena berkat rahmatnya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “SENYAWA
ANTI GIZI”
Kami mengucapkan terimakasih kepada dosen pembina kami, karena telah
memberikan tugas makalah ini kepada kami, dan kepada anggota kelompok yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermaanfaat bagi kita
semua.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ini.

Denpasar, 12 Februari 2019

Penulis,
MAKALAH ILMU KIMIA PANGAN
SENYAWA ANTI GIZI DALAM BAHAN PANGAN

Oleh:
Kelompok VIII B

Putu Essa Kana Putri (P07131218055)


Ni Komang Dita Pratiwi (P07131218058)
NI Putu Tasya Lioni Ulandari (P07131218080)

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN DIV GIZI
2018/2019
DAFTAR PUSTAKA

Ali Khomsan, Budi Setiawan, dkk. 2004. Pengantar Pangan dan Zat Gizi.
Jakarta: Penebar Swadaya.
Winarno. F. G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
https://www.academia.edu/20465127/Makalah_Kimia_Pangan_tentang_Zat_Ad
itif_dalam_Makanan diakses pada tanggal 12 Februari 2019.

Anda mungkin juga menyukai