Anda di halaman 1dari 26

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Partisipasi Masyarakat

Partisipasi masyarakat menekankan pada “partisipasi” langsung warga dalam

pengambilan keputusan pada lembaga dan proses kepemerintahan. Gaventa dan

Valderma dalam Siti Irene Astuti D. (2009) menegaskan bahwa partisipasi

masyarakat telah mengalihkan konsep partisipasi menuju suatu kepedulian dengan

berbagai bentuk keikut sertaan warga dalam pembuatan kebijaksanaan dan

pengambilan keputusan di berbagai gelanggang kunci yang mempengaruhi kehidupan

warga masyarakat.

Partisipasi masyarakat merupakan keterlibatan anggota masyarakat dalam

pembangunan dan pelaksanaan (implementasi) program atau proyek pembangunan

yang dilakukan dalam masyarakat lokal. Partisipasi masyarakat memiliki ciri-ciri

bersifat proaktif dan bahkan reaktif (artinya masyarakat ikut menalar baru bertindak),

ada kesepakatan yang dilakukan oleh semua yang terlibat, ada tindakan yang mengisi

kesepakatan tersebut, ada pembagian kewenangan dan tanggung jawab dalam

kedudukan yang setara.

Partisipasi berarti peran serta seseorang atau kelompok masyarakat dalam

proses pembangunan baik dalam bentuk pernyataan maupun dalam bentuk kegiatan

dengan memberi masukan pikiran, tenaga, waktu, keahlian, modal dan atau materi,

6
7

serta ikut memanfaatkan dan menikmati hasil -hasil pembangunan (I Nyoman

Sumaryadi, 2010: 46).

Menurut Sundariningrum dalam Sugiyah (2001) mengklasifikasikan

partisipasi menjadi 2 (dua) berdasarkan cara keterlibatannya, yaitu :

 Partisipasi Langsung Partisipasi yang terjadi apabila individu menampilkan

kegiatan tertentu dalam proses partisipasi. Partisipasi ini terjadi apabila setiap

orang dapat mengajukan pandangan, membahas pokok permasalahan,

mengajukan keberatan terhadap keinginan orang lain atau terhadap

ucapannya.

 Partisipasi tidak langsung Partisipasi yang terjadi apabila individu

mendelegasikan hak partisipasinya.

1. Bentuk Partisipasi Masyarakat

Bentuk partisipasi menurut Effendi yang dikutip oleh Siti Irene Astuti D

(2011), terbagi atas:

 Partisipasi Vertikal Partisipasi vertikal terjadi dalam bentuk kondisi tertentu

masyarakat terlibat atau mengambil bagian dalam suatu program pihak lain,

dalam hubungan dimana masyarakat berada sebagai status bawahan, pengikut,

atau klien.

 Partisipasi horizontal Partisipasi horizontal, masyarakat mempunyai prakarsa

dimana setiap anggota atau kelompok masyarakat berpartisipasi horizontal

satu dengan yang lainnya.


8

Menurut Basrowi yang dikutip Siti Irene Astuti D (2011), partisipasi

masyarakat dilihat dari bentuknya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

 Partisipasi fisik adalah partisipasi masyarakat (orang tua) dalam bentuk

menyelenggarakan usaha-usaha pendidikan, seperti mendirikan dan

menyelenggarakan usaha sekolah.

 Partisipasi non fisik adalah partisipasi keikutsertaan masyarakat dalam

menentukan arah dan pendidikan nasional dan meratanya animo masyarakat

untuk menuntut ilmu pengetahuan melalui pendidikan, sehingga pemerintah

tidak ada kesulitan mengarahkan rakyat untuk bersekolah.

2. Faktor yang mempengaruhi Partisipasi

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam

suatu program, sifat faktor-faktor tersebut dapat mendukung suatu keberhasilan

program namun ada juga yang sifatnya dapat menghambat keberhasilan program.

Misalnya saja faktor usia, terbatasnya harta benda, pendidikan, pekerjaan dan

penghasilan.

Angell (1967) seperti dikutip oleh Saca Firmansyah (2009) menyatakan

bahwa partisipasi yang tumbuh dalam masyarakat dipengaruhi oleh banyak faktor.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan seseorang dalam berpartisipasi,

yaitu:
9

a. Usia, Faktor usia merupakan faktor yang mempengaruhi sikap seseorang

terhadap kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang ada. Mereka dari kelompok

usia menengah ke atas dengan keterikatan moral kepada nilai dan norma

masyarakat yang lebih mantap, cenderung lebih banyak yang berpartisipasi

daripada mereka yang dari kelompok usia lainnya.

b. Jenis kelamin, Nilai yang cukup lama dominan dalam kultur berbagai bangsa

menyatakan bahwa pada dasarnya tempat perempuan adalah “di dapur” yang

berarti bahwa dalam banyak masyarakat peranan perempuan yang terutama

adalah mengurus rumah tangga, akan tetapi semakin lama nilai peran

perempuan tersebut telah bergeser dengan adanya gerakan emansipasi dan

pendidikan perempuan yang semakin baik.

c. Pendidikan, Dikatakan sebagai salah satu syarat mutlak untuk berpartisipasi.

Pendidikan dianggap dapat mempengaruhi sikap hidup seseorang terhadap

lingkungannya, suatu sikap yang diperlukan bagi peningkatan kesejahteraan

seluruh masyarakat.

d. Pekerjaan dan penghasilan, Hal ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain

karena pekerjaan seseorang akan menentukan berapa penghasilan yang akan

diperolehnya. Pekerjaan dan penghasilan yang baik dan mencukupi 27

kebutuhan sehari-hari dapat mendorong seseorang untuk berpartisipasi dalam

kegiatan-kegiatan masyarakat. Pengertiannya bahwa untuk berpartisipasi

dalam suatu kegiatan, harus didukung oleh perekonomian yang mapan.


10

e. Lamanya tinggal, Lamanya seseorang tinggal dalam lingkungan tertentu dan

pengalamannya berinteraksi dengan lingkungan tersebut akan berpengaruh

pada partisipasi seseorang. Semakin lama ia tinggal dalam lingkungan

tertentu, maka rasa memiliki terhadap lingkungan cenderung lebih terlihat

dalam partisipasinya yang besar dalam setiap kegiatan lingkungan tersebut.

Sedangkan menurut Holil (1980) seperti dikutip oleh Saca Firmansyah (2009)

unsur-unsur dasar partisipasi sosial yang juga dapat mempengaruhi partisipasi

masyarakat adalah:

1. Kepercayaan diri masyarakat;

2. Solidaritas dan integritas sosial masyarakat;

3. Tanggungjawab sosial dan komitmen masyarakat;

4. Kemauan dan kemampuan untuk mengubah atau memperbaiki keadaan dan

membangun atas kekuatan sendiri;

5. Prakarsa masyarakat atau prakarsa perseorangan yang diterima dan diakui

sebagai/menjadi milik masyarakat;

6. Kepentingan umum murni, setidak-tidaknya umum dalam lingkungan

masyarakat yang bersangkutan, dalam pengertian bukan kepentinganumum

yang semu karena pencampuran kepentingan perseorangan atau sebagian kecil

dari masyarakat;

7. Organisasi, keputusan rasional dan efisiensi usaha;

8. Musyawarah untuk mufakat dalam pengambilan keputusan;


11

9. Kepekaan dan daya tanggap masyarakat terhadap masalah, kebutuhan-

kebutuhan dan kepentingan-kepentingan umum masyarakat. Faktor yang

mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam suatu program juga dapat berasal

dari unsur luar/lingkungan.

Menurut Holil (1980)ada 4 poin yang dapat mempengaruhi partisipasi

masyarakat yang berasal dari luar/lingkungan, yaitu:

a. Komunikasi yang intensif antara sesama warga masyarakat, antara warga

masyarakat dengan pimpinannya serta antara sistem sosial di dalam

masyarakat dengan sistem di luarnya;

b. Iklim sosial, ekonomi, politik dan budaya, baik dalam kehidupan keluarga,

pergaulan, permainan, sekolah maupun masyarakat dan bangsayang

mendorong tumbuh dan berkembangnya partisipasi masyarakat;

c. Kesempatan untuk berpartisipasi. Keadaan lingkungan serta proses dan

struktur sosial, sistem nilai dan norma-norma yang memungkinkan dan

mendorong terjadinya partisipasi sosial;

d. Kebebasan untuk berprakarsa dan berkreasi. Lingkungan di dalam keluarga,

masyarakat atau lingkungan politik, sosial, budaya yang memungkinkan dan

mendorong timbul dan berkembangnya prakarsa, gagasan, perseorangan atau

kelompok.

3. Macam-macam partisipasi dalam masyarakat

Cohen dan Uphoff dalam Siti Irine Astuti D. (2009) membedakan partisipasi

menjadi empat jenis, yaitu pertama, partisipasi dalam pengambilan keputusan. Kedua,
12

partisipasi dalam pelaksanaan. Ketiga, partisipasi dalam pengambilan kemanfaatan.

Dan keempat, partisipasi dalam evaluasi. Keempat jenis partisipasi tersebut bila

dilakukan bersama-sama akan memunculkan aktivitas pembangunan yang terintegrasi

secara potensial.

Pertama, partisipasi dalam pengambilan keputusan.Partisipasi masyarakat

dalam pengambilan keputusan ini terutama berkaitan dengan penentuan alternatif

dengan masyarakat untuk menuju kata sepakat tentang berbagai gagasan yang

menyangkut kepentingan bersama.Partisipasi dalam hal pengambilan keputusan ini

sangat penting, karena masyarakat menuntut untuk ikut menentukan arah dan

orientasi pembangunan. Wujud dari partisipasi masyarakat dalam pengambilan

keputusan ini bermacam-macam, seperti kehadiran rapat, diskusi, sumbangan

pemikiran, tanggapan atau penolakan terhadap program yang ditawarkan (Cohen dan

Uphoff dalam Siti Irene Astuti D., 2009). Dengan demikian partisipasi masyarakat

dalam pengambilan keputusan ini merupakan suatu proses pemilihan alternatif

berdasarkan pertimbangan yang menyeluruh dan rasional.

Kedua, partisipasi dalam pelaksanaan. Partisipasi masyarakat dalam

pelaksanaan program merupakan lanjutan dari rencana yang telah disepakati

sebelumnya, baik yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, maupun tujuan.

Di dalam pelaksanaan program, sangat dibutuhkan keterlibatan berbagai unsur,

khususnya pemerintah dalam kedudukannya sebagai fokus atau sumber utama

pembangunan. Menurut Ndraha dan Cohen dan Hoff dalam Siti Irene Astuti D.

(2009), ruang lingkup partisipasi dalam pelaksanaan suatu program meliputi:


13

pertama, menggerakkan sumber daya dan dana. Kedua, kegiatan administrasi dan

koordinasi dan ketiga penjabaran program.Dari uraian di atas dapat disimpulkan

bahwa partisipasi masyarakat dalam partisipasi pelaksanaan program merupakan satu

unsur penentu keberhasilan program itu sendiri.

Ketiga, partisipasi dalam pengambilan manfaat. Partisipasi ini tidak terlepas

dari kualitas maupun kuantitas dari hasil pelaksanaan program yang bisa dicapai. Dari

segi kualitas, keberhasilan suatu program akan ditandai dengan adanya peningkatan

output, sedangkan dari segi kualitas dapat dilihat seberapa besar persentase

keberhasilan program yang dilaksanakan, apakah sesuai dengan target yang telah

ditetapkan.

Keempat, partisipasi dalam evaluasi. Partisipasi masyarakat dalam evaluasi ini

berkaitan dengan masalah pelaksanaan program secara menyeluruh. Partisipasi ini

bertujuan untuk mengetahui apakah pelaksanaan program telah sesuai dengan rencana

yang ditetapkan atau ada penyimpangan. Secara singkat partisipasi menurut Cohen

dan Uphoffdalam Siti Irene Astuti D. (2009) dijelaskan dalam tahap-tahap sebagai

berikut : Tahap pelaksanaan program partisipasi antara lain;

a. Pengambilan keputusan, yaitu penentuan alternatif dengan masyarakat untuk

menuju kesepakatan dari berbagai gagasan yang menyangkut kepentingan

bersama.

b. Pelaksanaan, yaitu penggerakan sumber daya dan dana. Dalam pelaksanaan

merupakan penentu keberhasilan program yang dilaksanakan.


14

c. Pengambilan manfaat, yaitu partisipasi berkaitan dengan kualitas hasil

pelaksanaan program yang bisa dicapai.

d. Evaluasi, yaitu berkaitan dengan pelaksanaan program secara menyeluruh.

Partisipasi ini bertujuan mengetahui bagaimana pelaksanaan program

berjalan.

B. Hutan Mangrove

Istilah ‘mangrove’ tidak diketahui secara pasti asal usulnya. Ada yang

mengatakan bahwa istilah tersebut kemungkinan merupakan kombinasi dari bahasa

Portugis dan Inggris. Bangsa Portugis menyebut salah satu jenis pohon mangrove

sebagai ‘mangue’ dan istilah Inggris ‘Grove’, bila disatukan akan menjadi

‘Mangrove’ atau ‘Mangrave’. Ada kemungkinan pula berasal dari bahasa Malay,

yang menyebut jenis tanaman ini dengan ‘mangi-mangi’ atau ‘ mangin’. Mangrove

adalah tanaman pepohonan atau komunitas tanaman yang hidup di antara laut dan

daratan yang dipengaruhi oleh pasang surut. Habitat mangrove sering kali ditemukan

di tempat pertemuan antara muara sungai dan air laut yang kemudian menjadi

pelindung daratan dari gelombang laut yang besar.Sungai mengalirkan air tawar

untuk mangrove dan pada saat pasang, pohon mangrove dikelilingi oleh air garam

atau air payau (Irwanto, 2006).

Hutan bakau atau mangal adalah sebutan umum yang digunakan untuk

menggambarkan suatu varietas komunitas pantai tropik yang di dominasi oleh

beberapa spesies pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai

kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin (Nybakken, 1988).


15

Mangrove juga disebut sebagai hutan pantai, hutan payau atau hutan bakau.

Pengertian mangrove sebagai hutan pantai adalah pohon-pohon yang tumbuh di

daerah pantai (pesisir), baik daerah yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut

maupun wilayah daratan pantai yang dipengaruhi oleh ekosistem pesisir. Sedangkan

pengertian mangrove sebagai hutan payau atau hutan bakau adalah pohon-pohonan

yang tumbuh di daerah payau pada tanah alluvial atau pertemuan air laut dan air

tawar di sekitar muara sungai.Pada umumnya formasi tanaman ini didominasi oleh

tanaman bakau. Oleh karena itu istilah bakau digunakan hanya untuk jenis-jenis

tumbuhan dari genus Rhizophora. Sedangvkan istilah mangrove digunakan untuk

segala tumbuhan yang hidup di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi

pasang surut air laut. Dengan demikian pada suatu kawasan hutan yang terdiri dari

berbagai ragam tumbuhan atau hutan tersebut bukan hanya jenis bakau yang ada,

maka istilah hutan mangrove lebih tepat digunakan (Harahap, 2010).

Mangrove merupakan pohon yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut

(intertidal trees), ditemukan di sepanjang pantai tropis di seluruh dunia.Pohon

mangrove memiliki adaptasi fisiologis secara khusus untuk menyesuaikan diri dengan

garam yang ada di dalam jaringannya. Mangrove juga memiliki adaptasi melalui

sistem perakaran untuk menyokong dirinya di sedimen lumpur yang halus dan

mentransportasikan oksigen dari atmosfer ke akar. Sebagian besar mangrove

memiliki benih terapung yang diproduksi setiap tahun dalam jumlah besar dan

terapung hingga berpindah ke tempat baru untuk berkelompok (Kusmana, 1997).

1. Jenis-jenis Mangrove
16

Menurut Dahuri (2003), kawasan Asia Selatan dan Asia Tenggara merupakan

pusat penyebaran hutan mangrove dunia. Kawasan ini mewakili 25% dari luas

mangrove dunia, dan 75% dari luas mangrove di Asia Tenggara. Sampai saat ini

wilayah Indonesia masih diakui sebagai wilayah yang memiliki habitat mangrove

terluas di duina. Purnobasuki (2005) menjelaskan, luas hutan mangrove di Indonesia

berdasarkan penafsiran potret udara dan citra satelit serta inventarisasi yang telah

dilakukan mencapai ±4.251 juta hektar dengan daerah penyebaran utama adalah

pantai timur Pulau Sumatra (Aceh, Riau, Sumatra Utara, Jambi, Sumatera Selatan,

dan Lampung), muara-muara sungai di Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, pantai

Timur dan Tenggara Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Maluku, dan Papua. Luas

hutan mangrove yang telah ditunjuk sebagai kawasan konservasi adalah seluas

738.175 hektar atau hanya 17,3% dari luas seluruh hutan mangrove di Indonesia.

Sejauh ini Indonesia tercatat setidaknya 202 jenis tumbuhan mangrove,

meliputi 89 jenis pohon, 5 jenis palma, 19 jenis pemanjat, 44 jenis herba tanah, 44

jenis epifit dan 1 jenis paku. Dari 202 jenis tersebut, 43 jenis (diantaranya 33 jenis

pohon dan beberapa jenis perdu) ditemukan sebagai mangrove sejati (True

Mangrove), sementara jenis lain ditemukan disekitar mangrove dan dikenal sebagai

jenis mangrove ikutan (associate associate) (Noor dkk, 2006).

Bakau (Mangrove) merupakan suatu komponen ekosistem yang terdiri atas

komponen mayor dan komponen minor. Komponen mayor merupakan komponen

yang terdiri atas mangrove sejati, yakni mangrove yang hanya dapat hidup di

lingkungan mangrove (pasang surut).Komponen minor merupakan komponen


17

mangrove yang dapat hidup diluar lingkungan mangrove (tidak langsung kena pasang

surut air laut). Mangrove yang merupakan komponen mayor disebut juga dengan

mangrove sejati, sedangkan mangrove yang termasuk komponen minor disebut juga

dengan mangrove ikutan (Erlin, 2011).

Yang termasuk mangrove sejati menurut Noor dkk (2006),

meliputi :Acanthaceae, Pteridaceae, Plumbaginaceae, Myrsinaceae, Loranthaceae,

Avicenniaceae, Rhizophoraceae, Bombacaceae, Arecaceae, Myrtaceae, Lythaceae,

Rubiaceae, Sonneratiaceae, Meliaceae. Sedangkan yang termasuk mangrove tiruan

meliputi :Lecythidaceae, Guttiferae, Apocynaceae, Verbenaceae, Leguminosae,

Malvaceae, Convolvulaceae, Melastomataceae.

Dari sekian banyak jenis mangrove di Indonesia, jenis mangrove yang banyak

ditemukan antara lain adalah jenis api-api (Avicennia sp.), bakau (Rhizophora sp.),

tancang (Bruguiera sp.), dan bogem atau pedada (Sonneratia sp.), merupakan

tumbuhan mangrove utama yang banyak dijumpai. Jenis-jenis mangrove tersebut

adalah kelompok mangrove yang menangkap, menahan endapan dan menstabilkan

tanah habitatnya (Irwanto, 2006).

2. Fungsi dan Manfaat Mangrove

Mangrove memiliki peran penting dalam melindungi pantai dari gelombang,

angin dan badai. Tegakan dapat melindungi pemukiman, bangunan dan pertanian dari

angin kecang atau instruisi air laut. Mangrove mempunyai peranan penting dalam

melindungi pesisir dari gempuran badai. Kemampuan mangrove untuk

mengembangkan wilayahnya ke arah laut merupakan salah satu peran penting


18

mangrove dalam pembentukan lahan baru. Akar mangrove mampu mengikat dan

menstabilkan substrat lumpur, pohonnya mengurangi energi gelombang dan

memperlambat arus, sementara vegetasi secara keseluruhan dapat memerangkap

sedimen (Othman 1994 dalam Noor dkk. 2006).

Pada awalnya, proses pengikatan sedimen oleh mangrove dianggap sebagai

suatu proses yang aktif, jika terdapat mangrove otomatis akan terdapat tanah timbul

(Steup 1941 dalam Noor dkk. 2006). Berbagai penelitian menyatakan bahwa proses

pengikatan dan penstabilan hanya terjadi pada pantai yang telah berkembang. Satu

hal yang penting adalah vegetasi mangrovemempunyai peranan yang besar dalam

mempertahankan lahan yang telah dikolonisasi, terutama dari ombak dan arus laut.

Pulau-pulau di daerah delta yang berlumpur halus ditumbuhi mangrove, peranan

mangrove sangat besar untuk mempertahankan pulau tersebut. Sebaliknya, pada

pulau yang hilang mangrovenya, pulau tersebut mudah disapu ombak dan arus

musiman (Chamber dalam Noor dkk. 2006).

Peranan hutan mangrove dalam menunjang kegiatan perikanan pantai dapat

dibagi dua. Pertama, mangrove berperan penting dalam siklus hidup berbagai jenis

ikan, udang dan moluska (Davies dan Claridge 1993 dalam Noor dkk. 2006), karena

lingkungan mangrove menyediakan perlindungan dan makanan berupa bahan-bahan

organik yang masuk ke dalam rantai makanan. Ke dua, mangrove merupakan

pemasok bahan organik, sehingga dapat menyediakan makanan untuk organisme

yang hidup pada perairan sekitarnya (Mann 1982 dalam Noor dkk. 2006).Produksi

serasah mangrove berperan penting dalam kesuburan perairan pesisir dan hutan
19

mangrove dianggap yang paling produktif diantara ekosistem pesisir (Odum 1993).

Di Indonesia, produksi serasah mangrove berkisar antara 7 – 8 ton/ha/tahun (Nontji

1987).

Fungsi hutan mangrove sangat penting dan relevan bagi negara Indonesia

yang merupakan negara kepulauan. Pertama, yaitu untuk melindungi daratan dari

tekanan gelombang ombak yang terjadi selama 24 jam terus menerus baik di saat

cuaca yang tenang maupun pada saat cuaca ekstrim seperti badai yang bisa membuat

gelombang ombak lebih tinggi. Jika kawasan hutan mangrove ini mempunyai lebar

200 meter dengan kerapatan yang sesuai dengan ketentuan dapat meredam kekuatan

gelombang pasang bahkan gelombang tsunami yang mempunyai tinggi kurang lebih

30 meter hingga 50 meter. Kedua, hutan mangrove mempunyai fungsi sebagai habitat

dan tempat pemijahan bagi ikan dan biota laut.Salah satu tempat di Indonesia yang

merupakan pusat penangkapan udang terbesar berada di perairan Laut Arafuru,

Papua, karena kontribusi hutan mangrove yang masih baik di pesisir selatan Pulau

Papua dan Kepulauan Maluku.

Secara garis besar, menurut Arief (2003), mangrove mempunyai beberapa

hubungan dalam pemenuhan kebutuhan manusia sebagai penyedia bahan papan,

pangan, dan lingkungan kesehatan yang dibedakan menjadi lima, yaitu fungsi fisik,

fungsi kimia, fungsi biologi, fungsi ekonomi, dan fungsi lain-lain (wanawisata)

sebagai berikut:
20

a. Fungsi Fisik

Fungsi fisik hutan mangrove yaitu untuk menjaga garis pantai agar tetap

stabil, untuk melindungi pantai dan tebing sungai dari proses pengikisan tanah secara

erosi atau abrasi serta menahan tiupan angin kencang dari laut ke darat pada siang

hari, menahan pengendapan tanah (sedimentasi) secara periodik hingga terbentuk

lahan baru, dan sebagai kawasan penyangga proses intrusi atau rembesan air laut ke

daratan, atau sebagai filter air asin menjadi air tawar.

b. Fungsi Kimia

Adapun fungsi kimia yaitu sebagai tempat berlangsungnya proses siklus ulang

(recycle) yang menghasilkan oksigen dan penyerapan karbondioksida yang biasa

disebut fotosintesis, dan sebagai pengolah bahan-bahan limbah hasil pencemaran

industri dan kapal-kapal di lautan.

c. Fungsi Biologi

Fungsi biologi hutan mangrove ialah menjadi penghasil bahan pelapukan

(dekomposit) yang merupakan sumber makanan penting bagi makhluk-makhluk kecil

tak bertulang belakang (invertebrata) pemakan bahan pelapukan (detritus) kemudian

berperan sebagai sumber utama makanan bagi hewan yang lebih besar, sebagai

kawasan pemijah atau asuhan (nursery ground) bagi udang, ikan, kerang, kepiting,

dan sebagainya, yang setelah dewasa akan kembali ke lepas pantai, sebagai kawasan

untuk berlindung, bersarang, serta berkembang biak bagi burung dan satwa lain,

sebagai sumber plasma nutfah dan sumber genetika, dan sebagai habitat alami bagi

berbagai jenis biota darat dan melindungi biodiversitas hewan laut.


21

d. Fungsi Ekonomi

Secara ekonomi, kawasan mangrove merupakan sumber devisa (pendapatan)

bagi masyarakat, industri, bahkan bagi negara. Adapun fungsi ekonomi sebagai

sumber devisa adalah sebagai berikut:

 Penghasil kayu, untuk kayu bakar, arang, serta kayu perabotan rumah tangga

dan bahan bangunan.

 Penghasil bahan baku industri, yaitu pulp, kertas, makanan, tekstil, medikal

(obat-obatan), alkohol, kosmetika, zat pewarna, dan penyemak kulit.

 Penghasil bibit komunitas laut seperti ikan, udang, kerang, kepiting, lebah

madu, dan telur bukung.

e. Fungsi lain-lain (wanawisata)

Fungsi lain-lain atau wanawisata adalah menjadi kawasan wisata alam pantai

dengan variasi keindahan vegetasi dan satwa, serta berperahu di sekitar hutan

mangrove, sebagai tempat konservasi, pendidikan, dan penelitian.

Nilai Ekonomi sumberdaya dapat diukur dengan menggunakan konsep Nilai

Ekonomi Total (Total Economic Value-TEV). Barton (1994) dalam Dinlutan (2011)

berpendapat bahwa Nilai Ekonomi Total (TEV) dari lingkungan sebagai asset

merupakan jumlah dari nilai guna (use value) dan bukan nilai guna (non use value).

Nilai manfaat adalah suatu nilai yang timbul dari pemanfaatan sebenarnya fungsi atau

sumberdaya yang terdapat dalam suatu ekosistem. Nilai guna terdiri dari nilai guna
22

secara langsung (direct value), nilai manfaat secara tidak langsung (indirect value)

dan nilai pilihan (option value). Nilai non-manfaat biasanya terdiri dari nilai

eksistensi (existence value) dan nilai masa depan/warisan (bequest value).:

1. Manfaat Langsung

Nilai manfaat secara langsung dari sumberdaya alam biasanya digunakan

untuk menunjuk pada pemanfaatan manusia berkaitan dengan konsumsi dan produksi

contohnya menangkap udang, menangkap ikan, menangkap kepiting, dan sebagainya.

2. Manfaat Tidak Langsung

Manfaat tidak langsung yaitu manfaat yang diperoleh dari ekosistem secara

tidak langsung. Manfaat tidak langsung dari ekosistem hutan mangrove adalah

sebagai penahan abrasi pantai, pencegah intrusi air laut, dan sebagai penyedia unsur

hara.

3. Manfaat Pilihan

Manfaat pilihan yaitu menandakan kesediaan seseorang untuk membayar

kelestarian lingkungan sumber daya sebagai pemanfaatan di masa yang akan datang.

4. Manfaat Eksistensi

Manfaat eksistensi adalah manfaat yang dapat dirasakan oleh masyarakat dari

adanya eksistensi hutan mangrove setelah manfaat lainnya.

C. Pengertian Wisata Alam

Secara etimologis “pariwisata” berasal dari bahasa sansekerta yang terdiri dari

dua suku kata yaitu “pari” yang berarti banyak, berkali -kali, berputar-putar, dan

lengkap, dan “wisata” yang berarti perjalanan atau bepergian. Dengan demikian
23

pengertian kata pariwisata dapat disimpulkan sebagai suatu perjalanan yang

dilakukan secara berkali -kali atau berputar-putar dari suatu tempat ke tempat lain.

Menurut definisi yang luas, pariwisata adalah perjalanan dari suatu tempa ketempat

lain, yang bersifat sementara dan dilakukan perorangan atau kelompok sebagai usaha

mencari keseimbangan atau keserasian dan kebahagiaan dengan lingkungan hidup

dalam dimensi sosial, budaya, alam dan ilmu (Spillane, 1987).

Menurut Pendit (1990), pariwisata adalah salah satu jenis industri baru yang

mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam penyediaan lapangan

kerja, peningkatan penghasilan, standar hidup serta menstimulasi sektor-sektor

produktivitas lainnya. Selanjutnya sebagai sektor yang komplek juga meliputi

industri-industri klasik yang sebenarnya seperti industri kerajinan dan cinderamata,

penginapan dan transportasi, secara ekonomis juga dipandang sebagai industri

Menurut Undang-undang Kepariwisataan No. 10 tahun 2009 bahwa

pariwisata merupakan berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai

fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan

pemerintah daerah. Kepariwisataan merupakan keseluruhan kegiatan yang berkaitan

dengan pariwisata yang bersifat multidimensi dan multidisiplin yang muncul sebagai

wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan

masyarakat setempat, sesama wisatawan, pemerintah, pemerintah daerah, dan

pengusaha.

Menurut pendapat yang dikemukakan oleh Youti, (1991). Pariwisata berasal

dari dua kata yaitu Pari dan Wisata. Pari dapat diartikan sebagai banyak, berkali-
24

kali,berputar-putar atau lengkap. Sedangkan Wisata dapat diartikan sebagi perjalanan

atau bepergian yang dalam hal ini sinonim dengan kata “reavel” dalam bahasa

Inggris. Atas dasar itu maka kata “pariwisata” dapat juga diartikan sebagai perjalanan

yang dilakukan berkali-kali atau berputar-putar dari suatun tempat ketempat yang lain

yang dalam bahsa Inggris didebut juga dengan istilah “Tour”

Menurut Mill dan Morisson (1985). Ada beberapa variabel sosioekonomi

yang mempengaruhi permintaan pariwisata, yaitu :

a. Umur

Hubungan antara pariwisata dan juga umur mempunyai dua komponen yaitu :

besarnya waktu luang dan aktifitas yang berhubungan dengan tingkatan umur

tersebut. Terdapat juga beberapa perbedaan pola konsumsi antara kelompok yang

lebih tua dengan kelompok yang lebih muda.

b. Pendapatan

Pendapatan merupakan faktor terpenting dalam membentuk permintaan untuk

mengadakan sebuah perjalanan wisata. Bukan hanya perjalanan itu sendiri yang

memakan biaya, wistawan juga harus mengeluarkan uang untuk jasa yang terdapat

pada tujuan wisata dan juga di semua aktifitas selama mengadakan perjalanan.

c. Pendidikan

Tingkat pendidikan mempengaruhi tipe dari waktu yang luang untuk

digunakan dalam perjalanan yang dipilih. Selain itu juga pendidikan merupakan suatu

motivasi untuk melakukan perjalanan wisata. Dapat juga disimpulkan bahwa tingkat
25

pendidikan mempengaruhi pandangan seseorang dan memberikan lebih banyak

pilihan yang bisa diambil oleh seseorang.

1. Wisata Alam Hutan Mangrove

Wisata dalam bahasa Inggris disebut tour yang secara etimologi berasal dari

kata torah (ibrani) yang berarti belajar, tornus (bahasa latin) yang berarti alat untuk

membuat lingkaran, dan dalam bahasa Perancis kuno disebut tour yang berarti

mengelilingi sirkuit. Pada umumnya orang memberi padanan kata wisata dengan

rekreasi, wisata adalah sebuah perjalanan, namun tidak semua perjalanan dapat

dikatakan wisata (Suyitno,2001).

Wisata memiliki karakteristik - karakteristik antara lain :

a. Bersifat sementara, bahwa dalam jangka waktu pendek pelaku wisata akan

kembali ke tempat asalnya.

b. Melibatkan komponen - komponen wisata, misalnya sarana transportasi,

akomodasi, restoran, objek wisata, toko cinderamata dan lain-lain.

c. Umumnya dilakukan dengan mengunjungi objek wisata dan atraksi wisata.

d. Memiliki tujuan tertentu yang intinya untuk mendapatkan kesenangan.

e. Tidak untuk mencari nafkah ditempat tujuan, bahkan keberadaannya dapat

memberikan kontribusi pendapatan bagi masyarakat atau daerah yang

dikunjungi (Suyitno, 2001).

Menurut Fandeli (2001), wisata adalah perjalanan atau sebagai dari kegiatan

tersebut dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati objek

dan daya tarik wisata.


26

Wisata alam adalah bentuk kegiatan rekreasi dan pariwisata yang

memanfaatkan potensi sumberdaya alam, baik keadaan alami maupun setelah ada

usaha budidaya, sehingga memungkinkan wisatawan memperoleh kesegaran

jasmaniah dan rohaniah, mendapatkan pengetahuan dan pengalaman serta

menumbuhkan inspirasi dan cinta terhadap alam (Saragih, 1993).

Wisata alam merupakan kegiatan rekreasi dan pariwisata yang memanfaatkan

potensi alam untuk menikmati keindahan alam baik yang masih alami atau sudah ada

usaha budidaya, agar ada daya tarik wisata ke tempat tersebut. Wisata alam

digunakan sebagai penyeimbang hidup setelah melakukan aktivitas yang sangat

padat, dan suasana keramaian kota. Sehingga dengan melakukan wisata alam tubuh

dan pikiran kita menjadi segar kembali dan bisa bekerja dengan lebih kreatif lagi

karena dengan wisata alam memungkinkan kita memperoleh kesenangan jasmani dan

rohani. Dalam melakukan wisata alam kita harus melestarikan area yang masih alami,

memberi manfaat secara ekonomi dan mempertahankan keutuhan budaya masyarakat

setempat sehingga bisa menjadi Desa wisata, agar desa tersebut memiliki potensi

wisata yang dilengkapi dengan fasilitas pendukung seperti alat transportasi atau

penginapan (anonymous, 2013).

Potensi pariwisata dapat dikembangkan pada ekosistem mangrove yang

terjaga dengan baik. Kegiatan ekowisata memiliki manfaat pelestarian alam dan

lingkungan sekaligus dapat meningkatkan sosial ekonomi masyarakat sekitar

kawasan mangrove. Beberapa alternatif upaya pemanfaatan hutan mangrove yang

tidak merusak kelestarian ekosistem hutan mangrove antara lain berupa lokasi
27

penelitian ilmiah, pendidikan dan rekreasi terbatas atau dikenal sebagai kegiatan

ekowisata (Dahuri, 2003).

D. Manfaat Ekonomis Wisata Alam Hutan Mangrove Bagi Masyarakat

Menurut Cohen (dalam Hirawan 2008) dampak sosial pariwisata dapat

dikelompokkan ke dalam sepuluh kelompok besar, antara lain : (1) dampak terhadap

keterkaitan dan keterlibatan antara masyarakat setempat dengan masyarakat yang

lebih luas, termasuk tingkat otonomi dan ketergantungan; (2) dampak terhadap

hubungan interpersonal antar anggota masyarakat; (3) dampak terhadap dasar-dasar

organisasi kelembagaan sosial; (4) dampak terhadap migrasi dari dan ke daerah

pariwisata; (5) dampak terhadap ritme kehidupan sosial masyarakat; (6) dampak

terhadap pola pembagian kerja; (7) dampak terhadap statifikasi dan mobilisasi sosial;

(8) dampak terhadap distribusi pengaruh dan kekuasaan; (9) dampak terhadap

meningkatnya penyimpangan-penyimpangan sosial; (10) dampak terhadap bidang

kesenian dan adat istiadat. Cohen juga mengelompokkan dampak ekonomi

pariwisata, meliputi ; (1) dampak terhadap penerimaan devisa; (2) dampak terhadap

pendapatan masyarakat; (3) dampak terhadap kesempatan kerja; (4) dampak terhadap

harga-harga; (5) dampak terhadap distribusi manfaat/keuntungan; (6) dampak

terhadap kepemilikan dan kontrol; (7) dampak terhadap pembangunan pada

umumnya; (8) dampak terhadap pendapatan pemerintah.

Menurut Australian National Ecotourism Strategy, ekowisata adalah wisata

berbasis alam dan pemahaman lingkungan alam dan dikelola dengan prinsip

keberlanjutan. Sedangkan menurut Oka O. Yatie, ekowisata adalah suatu jenis


28

pariwisata yang berwawasan lingkungan dengan aktifitas melihat, menyaksikan,

mempelajari, mengagumi alam, flora dan fauna, sosia-budaya etnis setempat, dan

wisatawan yang melakukannya ikut membina kelestarian lingkungan alam

disekitarnya dengan melibatkan penduduk lokal. Senada dengan Oka O. Yatie dan

Australian National Ecotourism Strategy, Masyarakat Ekowisata Internasional dalam

bukunya Gamal Suwantoro juga mengartikan ekowista sebagai Perjalanan wisata

alam yang berkelanjutan yang bertanggungjawab dengan cara mengkonservasi

lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal ( responsible travel to

natural areas that conservers the environment and improves the well-being of local

people).

Berdasarkan definisi di atas, dalam buku Janiaton Damanik dan Helmut F.

Weber, ekowisata dilihat dari 3 perspektif, yakni : pertama, sebagai produk ekowisata

merupakan semua atraksi yang berbasis sumber daya alam. Kedua, sebagai pasar

ekowisata merupakan perjalanan yang diarahkan pada upaya-upaya pelestarian

lingkungan. Ketiga, sebagai pendekatan pengembangan ekowisata merupakan

pengembangan sumberdaya pariwisata secara ramah lingkungan. Kegiatan wisata

yang bertanggung jawab terhadap kesejahteraan masyarakat lokal dan pelestarian

lingkungan sangat ditekankan dan merupakan ciri khas ekowisata. Sebegitu

beragamnya definisi Ekowisata, Etin Suprihatin memberi batasan tentang Ekowisata

sebagai berikut :”Purposef'ul travel to natural area to understand the culture and

natural history of the environment, taking care not to alter the integrity of the
29

ecosystem, while producing economic opportunities that make the conservation of

natural resources beneficial to local people”.

Hakikatnya ekowisata yang melestarikan dan memanfaatkan alam dan budaya

masyarakat, jauh lebih ketat dibanding dengan hanya keberlanjutan. Pembangunan

ekowisata berwawasan lingkungan jauh lebih terjamin hasilnya dalam melestarikan

alam dibanding dengan keberlanjutan pembangunan. Sebab ekowisata tidak

melakukan eksploitasi alam, tetapi hanya menggunakan jasa alam dan masyarakat

untuk memenuhi kebutuhan pengetahuan, fisik/ dan psikologis wisatawan. Suatu

perjalanan wisata yang sifatnya kembali kealam, yang menggabungkan antara

kepentingan ekologi, ekonomi dan sosial. Tak seperti wisata alam yang lain, yang

cenderung menekankan pelayanan pada pengunjung sebagai konsumen dan kurang

memperhatikan kepentingan ekologi maupun penduduk lokal, ekowisata memberi

penekanan yang sama pada pelestarian ekologi dan pemberian manfaat sosial

ekonomi pada penduduk lokal. Meskipun demikian, ada sisi negatif dari kegiatan

ekowisata seperti yang dikutip dalam skripsi Abdul Azis, Oka O.Yatie

mengungkapkan dampak negatif yang terjadi akibat pengembangan ekowisata,

yakni : 1. Sumber-sumber hayati menjadi rusak, yang menyebabkan Indonesia

kehilangan daya tariknya untuk jangka panjang 2. Pembuangan sampah sembarangan

selain menyebabkan bau tidak sedap, juga membuat tanaman di sekitarnya mati 3.

Sering terjadi komersialisasi senibudaya 4. Terjadi demonstration effect, kepribadian

anak-anak muda rusak. Cara berpakaian anak-anak sudah mendunia berkaos oblong

dan bercelana kedodoran.


30

Dewasa ini kegiatan wisata banyak digandrungi masyarakat khususnya

Indonesia. Destinasi alam menjadi incaran para wisatawan untuk memenuhi

kebutuhan rekreasi secara massa. Berdasarkan dampak yang akan terjadi dari

kegiatan ekowisata, maka perlu pengawasan, pengelolaan dan evalusi dampak yang

akan terjadi dari kegiatan wisata tersebut. Banyak destinasi alam yang pada akhirnya

tutup karena salah dan kurangnya perhatian terhadap pengelolaan destinasi yang

berpotensial sehingga tidak dapat dirasakan generasi seterusnya.

E. Hasil Penelitian Yang Relevan

Penelitian yang relevan dan berkaitan dengan judul skripsi peneliti kali ini

berasal dari Sucoko Hadi Santoso pada tahun 2016 dengan judul penelitian Partisipasi

Masyarakat Dalam Pengembangan Konservasi Mangrove Di Dusun Baros, Desa

Tirtohargo, Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul. Dengan menggunakan pendekatan

deskripsi kualitatif penelitian ini bertujuan untuk memahami partisipasi masyarakat

dalam pengembangan konservasi mangrove Di Dusun Baros Desa Tirtohago

Kecamatan Kretek Kabupaten Bantul serta mengetahui faktor-faktor yang

mempengaruhinya.

Hasil penelitian yang relevan kedua berasal dari Mukhlisi pada tahun 2011

dengan judul Penelitian Potensi Pengembangan Ekowisata Mangrove Di Kampung

Tanjung Batu, Kecamatan Pulau Derawan, Kabupaten Berau. Dengan menggunakan

metode penelitian deskripsi kuantitatif, Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis

potensi pengembangan ekowisata mangrove di Kampung Tanjung Batu berdasarkan

penilaian kondisi obyek daya tarik wisata alam, persepsi wisatawan dan masyarakat,
31

serta potensi nilai ekonomi yang dimiliki. Metode penelitian yang digunakan melalui

observasi, wawancara terstruktur, dan studi pustaka. Analisis data obyek daya tarik

wisata alam dilakukan melalui skoring dan pembobotan, persepsi wisatawan dan

masyarakat dilakukan secara deskriptif, sedangkan potensi nilai ekonomi berdasarkan

pada nilai kesediaan membayar (Willingness to Pay/WTP).

Hasil penelitian yang relevan ketiga berasal dari Helina Rahmayani pada

tahun 2014 dengan judul Ekowisata Mangrove Sebagai Kawasan Perlindungan

Sumberdaya. Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dan dengan

pendekatan deskriptif, Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang bagaimana

ekoturisme mangrove sebagai kawasan sumber daya budaya dan perlindungan nilai-

nilai budaya di Dumai.

Dari beberapa hasil penelitian diatas, hal ini hampir berkaitan dengan

penelitian yang akan peneliti lakukan di Desa Tuada Kecamatan Jailolo ini dengan

judul penelitian tentang Partisipasi Masyarakat Dalam Mengembangkan Hutan

Mangrove Sebagai Objek Wisata. Dengan menggunakan metode penelitian deskripsi

kualitatif penelitian ini bertujuan untuk meengetahui tingkat partisipasi masyarakat

dalam mengembangkan hutan mangrove sebagai objek wisata serta kendala apa saja

yang dihadapi masyarakat dalam proses pengembangan tersebut.

Anda mungkin juga menyukai