PENDAHULUAN
Karya sastra merupakan sebuah bangunan cerita yang menampilkan kreasi pengarang.
Wujud formal karya sastra itu berupa kata-kata. Karya sastra, dengan demikian, menampilkan
dunia dalam kata, juga menampilkan dunia dalam kemungkinan. Kata merupakan sarana
pengarang. Pengalaman itu oleh pengarang dituliskan dalam wujud fakta-fakta cerita.
Karya sastra diciptakan oleh pengarang sebagai media yang dinikmati, dipahami, dan
dimanfaatkan oleh masyarakat dan pengarang. Komponen-komponen dalam sebuah karya sastra
tidaklah sedikit. Beberapa komponen diwajibkan hadir agar dapat membangun sebuah bangunan
yang nantinya dapat menghasilkan karya yang baik. Komponen-komponen tersebut beberapa di
antaranya adalah fakta-fakta cerita, yang meliputi tokoh, latar, dan alur. Elemen-elemen ini
berfungsi sebagai catatan kejadian imajinatif dari sebuah cerita. Jika dirangkum menjadi satu,
semua elemen ini dinamakan ‘struktur faktual’ atau ‘tingkatan faktual’ cerita. Selain fakta-fakta
cerita, komponen yang penting kehadirannya di dalam sebuah karya sastra adalah sarana-sarana
sastra yang meliputi konflik, sudut pandang, simbolisme, ironi, dan sebagainya (Stanton, 1965:11-
-13).
Perbedaan berbagai macam bentuk dalam karya fiksi itu pada dasarnya hanya terletak pada
kadar panjang pendeknya isi cerita, kompleksitas isi cerita, serta jumlah pelaku yang mendukung
cerita itu (Aminuddin, 2002:66). Noor (2005:26--27) mengatakan bahwa novel adalah cerita
1
rekaan yang panjang, yang menonjolkan tokoh-tokoh dan menampakkan serangkaian peristiwa
secara berstruktur. Wiyatmi (2009:29) mengatakan bahwa novel adalah naratif dalam bentuknya
sebagai novel (roman) dan cerita pendek (cerpen). Panuti-Sudjiman (1984:55) mengatakan bahwa
novel adalah prosa rekaan yang panjang, yang menyuguhkan tokoh-tokoh dan menampilkan
serangkaian peristiwa dan latar secara tersusun. Di dalam penelitian ini, objek material yang
digunakan adalah novel yang memiliki pengertian sebagai totalitas yang bersifat artistik. Novel
sebagai totalitas mempunyai bagian unsur yang saling berkaitan satu dengan yang lain dan saling
menguntungkan. Bagian dari totalitas itu adalah unsur kata, bahasa, dan unsur pembangun yang
merupakan subsistem organisme itu. Hal inilah yang menyebabkan novel menjadi berwujud
(Nurgiyantoro, 2013:23).
Novel Titik Nol bercerita tentang pengalaman petualangan tokoh Agustinus Wibowo yang
sekaligus juga berperan sebagai pengarang. Novel ini berisi catatan harian perjalanan Agustinus
Wibowo ketika melakukan perjalanan di negara-negara Asia Selatan, yaitu di Tibet, Nepal, India,
Pakistan, dan Afghanistan. Karya ini lebih dominan diisi dengan perjalanan yang berunsur
petualangan dan melihat langsung kehidupan masyarakat di suatu negara dengan cara tinggal
bersama dengan penduduk setempat. Agustinus Wibowo adalah salah seorang penulis novel
perjalanan yang terkenal di Indonesia. Tiga buku yang sudah ditulis Agustinus Wibowo dan
kemudian diterbitkan oleh penerbit Gramedia Pustaka Utama adalah Selimut Debu (2010) yang
negara Asia Tengah, dan Titik Nol (2013). Di dalam karya-karyanya, Agustinus Wibowo tidak
hanya menulis tempat-tempat wisata eksotis dunia, tetapi juga menyusuri kehidupan masyarakat
2
Setiap pengarang pada dasarnya memiliki gaya menulis yang berlainan, Agustinus
Wibowo pun memiliki ciri khas dalam novel Titik Nol. Karyanya menekankan pada kedalaman
cerita, bergaya jurnalisme sastrawi. Ia mendapatkan kedalaman cerita dengan cara berkomunikasi
dan menyelami kehidupan masyarakat yang ia temui. Karya-karya novelnya yang berjenis travel
writing pun selalu sukses di pasaran. Publik kemudian mengenalnya sebagai penulis yang
pembaca setelah membaca novel Titik Nol. Qaris Tajudin sebagai salah seorang editor dari Tempo
sekaligus merangkap sebagai penulis novel yang telah membaca novel Titik Nol berkomentar pada
novel tersebut yang tertera pada sampul belakang buku. Tajudin (2013:xii) berkata bahwa novel
Agustinus Wibowo telah menarik cakrawala yang jauh pada penulisan perjalanan di Indonesia.
Penulisan yang dalam, pengalaman yang luar biasa membuat tulisan ini seperti buku kehidupan.
Titik Nol merupakan cara bertutur yang benar-benar baru dalam travel writing di negeri ini
(Wibowo, 2013:xii).
Bagi peneliti, novel Titik Nol karya Agustinus Wibowo menarik untuk diteliti karena
beberapa alasan. Pertama, novel ini termasuk salah satu karya Agustinus Wibowo yang paling
populer dibandingkan dengan dua novel sebelumnya yang setipe, yaitu bergenre novel perjalanan.
Di Indonesia, novel Titik Nol mendapat beberapa penghargaan seperti Anugerah Pembaca
Indonesia Nominee for Penulis dan Buku Nonfiksi Terfavorit dan Shortlist & Sampul Buku
Nonfiksi Terfavorit pada tahun 2013. Selain itu karya-karya Agustinus Wibowo juga telah
Kedua, novel Titik Nol menarik apabila dilihat dari segi latar karena memiliki latar yang
beragam. Salah satu latar yang paling dominan adalah latar tempat dan latar sosial-budayanya.
3
Novel Titik Nol memiliki latar yang beragam karena sejatinya novel ini bergenre perjalanan
Ketiga, selain memiliki latar yang kuat, novel Titik Nol memiliki unsur tokoh dan
penokahan yang baik. Tokoh Agustinus adalah tokoh utama sekaligus tokoh yang paling dominan.
Dominasi tokoh Agustinus terlihat dari pemikiran-pemikirannya yang kuat ketika dihadapkan pada
konflik. Dibandingkan dengan tokoh-tokoh lainnya, tokoh Agustinus berperan sangat penting
terhadap jalan cerita karena pemikiran dan sikapnya yang mendominasi novel. Tokoh-tokoh lain
yang dimunculkan juga jumlahnya tidak sedikit karena tokoh-tokoh bawahan akan terus
dimunculkan seiring dengan perpindahan tempat yang dilakukan oleh tokoh Agustinus. Fungsi
tokoh bawahan ini juga sangat penting karena pemikiran dan tindakan tokoh “aku” dipengaruhi
Keempat, novel Titik Nol menyajikan alur yang berbeda apabila dibandingkan dengan
novel-novel Agustinus Wibowo sebelumnya. Alur yang disajikan dalam novel Titik Nol
mengalami penundaan dari suatu peristiwa menuju ke peristiwa lainnya. Adanya penundaan alur
terhadap suatu peristiwa yang diceritakan pengarang dalam novel ini menjadi daya tarik yang dapat
Kelima, tema bawahan yang dapat ditemukan dalam novel ini beragam. Tema bawahan
tersebut, antara lain, masalah gender, kesenjangan sosial, kemiskinan, globalisasi, dan lain-lain.
Tema bawahan dalam novel Titik Nol sangat beragam karena pengarang mengangkat isu-isu yang
sedang terjadi pada setiap negara yang ia kunjungi ketika melakukan perjalanan.
Keenam, novel Titik Nol merupakan struktur karya sastra yang otonom. Sebagai struktur
yang otonom, unsur tersebut dibangun dari fakta-fakta cerita, tema, dan sarana-sarana sastra. Di
4
antara ketiga unsur tersebut, fakta-fakta cerita dan tema merupakan unsur yang terlihat dominan
pada novel Titik Nol ini. Dengan ditelitinya tokoh, latar, alur, dan tema pembaca dapat mengetahui
hubungan antarunsur sebagai pembangun kesatuan unsur novel. Kemudian, hubungan antarunsur
yang berkaitan tersebut akan memudahkan pembaca dalam mengetahui makna cerita secara
menyeluruh.
Berdasarkan alasan-alasan yang telah diuraikan, novel Titik Nol akan diteliti dengan
menerapkan teori struktur novel Robert Stanton, tepatnya mengerucut pada teori yang
berhubungan dengan fakta-fakta cerita, tema, dan hubungan antarunsur karena teori tersebut dapat
menjawab berbagai permasalahan dari alasan-alasan yang telah dikemukakan. Tidak dianalisisnya
sarana-sarana sastra karena dibatasinya topik penelitian ini. Di samping itu, fakta-fakta cerita dan
tema merupakan unsur novel yang terlihat dominan. Hal ini tidak berarti bahwa sarana-sarana
sastra dapat dikesampingkan begitu saja. Dengan belum dianalisisnya sarana-sarana sastra secara
a. Fakta-fakta cerita dalam novel Titik Nol yang meliputi tokoh, latar, dan alur novel Titik
c. Hubungan antarunsur (fakta-fakta cerita dan tema) dalam novel Titik Nol karya
Agustinus Wibowo.