Anda di halaman 1dari 4

Pesona indo

Kelanjutan cerita tentang Destinasi wisata Batu BelimbingToboali

Pengikisan batu oleh curah hujan selama ratusan tahun membuat batu tersebut tampak seperti
buah belimbing. Hal inilah yang kemudian menjadi dasar penamaan Batu Belimbing, karena
pengikisan membuat sisi bebatuan ini penuh guratan laiknya buah belimbing. 

Suatu masa, hiduplah dua orang sahabat di sebuah kampung di tepi pantai sebelah barat kota
Toboali. Dua sahabat itu adalah Bang Belim dari Suku Melayu dan Ko Abing seorang dari Suku
Tionghoa. Mereka tumbuh bersama dan memiliki ikatan selayaknya saudara. Kebiasaan mereka
berdua yang dilakukan sejak kecil adalah menikmati turunnya sang surya bersama setiap sore di
sebuah batu besar yang menghadap langsung ke arah matahari terbenam. Batu itu seolah
menjadi saksi persahabatan Bang Belim dan ko Abing.

Pada suatu ketika, terjadi wabah penyakit di kampung mereka. Semua ramuan obat belum ada
yang dapat menyembuhkan wabah itu. Korban jiwa mulai berjatuhan terutama orang tua dan
anak-anak. Keadaan sangat memprihatinkan. Bang Belim dan Ko Abing pun tak luput dari
serangan penyakit aneh tersebut. Suatu malam, keduanya mendapat mimpi yang sama bahwa
ada seorang tabib sakti di seberang lautan yang dapat menyembuhkan penyakit yang sudah
merajarela di kampung mereka itu. Tanpa berpikir panjang, kedua sahabat itu pun langsung
berlayar dengan perahu milik Bang Belim untuk mencari tabib sakti yang hadir dalam mimpi
mereka itu.

Setelah berlayar seharian mereka berhasil menemukan tabib sakti iu. Sang tabib memberikan
mereka obat berupa sejenis buah berbentuk unik. Buah tersebut bergurat-gurat, harum baunya
dan kalau dilihat dari sisi atas tampak seperti bentuk bintang. Sang tabib mengizinkan Bang
Belim dan Ko Abing membawa sebanyak yang mereka mampu untuk menyembuhkan
penduduk desa mereka. Satu butir buah dapat menyembuhkan hanya satu orang saja.

Sekembalinya mereka di kampung, Bang Belim dan Ko Abing segera membagikan buah unik
tersebut ke seluruh warga kampung. Sungguh ajaib! Penyakit itu langsung sembuh seketika
setelah memakan buah ajaib itu. Buah itu hampir habis dibagikan, hanya tersisa dua buah saja.
Cukup untuk menyembuhkan kedua sahabat tersebut. Namun ternyata masih ada warga yang
belum mendapatkannya. Akhirnya, Bang Belim dan Ko Abing merelakan dua buah terakhir itu
untuk seorang ibu dan anaknya. Bang Belim dan Ko Abing pun tidak tertolong. Keduanya wafat
pada hari yang sama dan ditangisi seluruh warga kampung yang telah mereka selamatkan.
Sebelum meninggal kedua sahabat itu meminta agar dimakamkan bersama di tempat mereka
berdua selalu menikmati indahnya matahari terbenam setiap sore. Warga kampung pun
memenuhi permintaan terakhir kedua pahlawan mereka itu.
Tujuh hari setelah kedua sahabat itu dimakamkan, terjadi fenomena alam yang aneh. Ribuan
burung walet tiba-tiba terbang dan bermain di atas langit kampung mereka, seolah-olah
memberitahukan sebuah kabar gembira. Burung-burung itu bernyanyi dan menari memenuhi
langit. Sebuah atraksi yang tak pernah terjadi sebelumnya. Tiba-tiba seseorang berteriak “Ada
batu besar di makam Bang Belim dan Ko Abing!!”

Maka, seluruh warga kampung berbondong-bondong menuju tempat kedua sahabat itu
dimakamkan. Aneh bin ajaib! Entah dari mana bisa muncul sebuah batu raksasa di sebuah
makan Bang Belim dan Ko Abing. Yang lebih ajaibnya lagi, batu besar itu berbentuk menyerupai
buah ajaib yang menyembuhkan wabah penyakit seluruh warga kampung itu. Oleh warga
kampung, buah ajaib itu diberi nama sebagai buah belimbing (gabungan nama kedua sahabat
sejati itu). Dan batu raksasa yang muncul secara ajaib itu pula diberi nama yang sama : Batu
Belimbing. Batu itu berdampingan dengan batu besar yang merupakan tempat terbaik Bang
Belim dan Ko Abing menikmati indahnya matahari terbenam sepanjang masa.

NB : Perahu yang dipakai oleh Bang Belim dan Ko Abing pergi mencari tabib sakti juga berubah
menjadi batu yang dikenal sebagai batu perahu.

**

Destinasi Wisata Batu Belimbing Toboali (Akhir)

Ini kelanjutan tulisan saya tentang destinasi wisata Batu Belimbing Toboali sebelumnya tentang
batu belimbing yang dikarenakan pengikisan batu oleh curah hujan selama ratusan tahun yang
membuat batu tersebut tampak seperti buah belimbing,tapi warna batu ini hitam dengan
lekukan agak sedikit kebiruan, sedangkan belimbing berwana hijau kekuningan. Pengikisan
tersebut membuat sisi-sisi batuan ini membentuk lekukan mirip buah belimbing. Sehingga
dinamakan Batu Belimbing. Fenomena batu granit seperti Batu Belimbing di dunia tidaklah
banyak,karena fenomena ini tergolong langka. Tumpukan batuan ini dulunya tidak terawat,
semenjak dikelola anak muda daerah setempat, lokasi ini lebih tertata. Sentuhan warna- warni
di sekeliling pagar kayu membuat lokasi ini berubah menjadi daerah wisata.

Untuk kali ini saya ingin berbagi cerita tentang legenda asal mula munculnya Batu Belimbing.
Legenda ini saya dapat dari tulisan yang memang tersedia di awal jalan masuk arah kanan
menuju kawasan tersebut. Lalu saya foto dengan tujuan tadinya untuk dibaca lagi di rumah.

Legenda penduduk setempat bermula dengan munculnya batuan granit berukuran besar
dengan lekukan yang sangat mirip dengan buah belimbing. Batuan ini muncul setelah dua orang
yang mereka sebut sebagai pahlawan desa meninggal dan disemayamkan di tempat tersebut.
Adapun legendanya sebagai berikut :
Masa itu, hiduplah dua orang sahabat di sebuah kampung di tepi pantai sebelah barat kota
Toboali. Dua sahabat itu adalah Bang Belim dari Suku Melayu dan Ko Abing seorang dari Suku
Tionghoa. Mereka tumbuh bersama dan memiliki ikatan selayaknya saudara. Kebiasaan mereka
berdua yang dilakukan sejak kecil adalah menikmati turunnya sang surya bersama setiap sore di
sebuah batu besar yang menghadap langsung ke arah matahari terbenam. Batu itu seolah
menjadi saksi persahabatan Bang Belim dan ko Abing.

Mereka tumbuh bersama layaknya saudara. Kebiasaan mereka sejak kecil adalah menikmati
matahari terbenam, setiap sore di sebuah batu besar yang menghadap langsung ke arah
matahari terbenam. Batu itu seolah menjadi saksi persahabatan mereka.

Pada suatu ketika, terjadi wabah penyakit di kampung mereka. Korban jiwa terus berjatuhan
dan keadaan semakin memprihatinkan. Bang Belim dan Ko Abing pun tak luput dari serangan
penyakit aneh tersebut.

Suatu malam, keduanya bermimpi bahwa ada seorang tabib sakti di seberang lautan yang dapat
menyembuhkan penyakit mereka. Tanpa berpikir panjang, kedua sahabat itu pun berlayar
dengan perahu untuk mencari tabib sakti tersebut.

Setelah berlayar seharian, mereka menemukan tabib sakti itu. Sang tabib memberikan mereka
obat berupa sejenis buah berbentuk unik. Buah tersebut bergurat-gurat, harum dan jika dilihat
dari atas tampak seperti bentuk bintang.

Sang tabib mengizinkan Bang Belim dan Ko Abing membawa sebanyak yang mereka mampu
untuk menyembuhkan penduduk desa. Satu butir buah tersebut dapat menyembuhkan hanya
satu orang saja.

Sekembalinya di kampung, Bang Belim dan Ko Abing membagikan buah unik tersebut ke
seluruh warga kampung. Ajaib! Penyakit itu langsung sembuh seketika.

Buah itu hampir habis dibagikan, hanya tersisa dua buah saja. Cukup untuk menyembuhkan
kedua sahabat tersebut. Namun ternyata masih ada warga yang belum mendapatkannya.

Akhirnya, Bang Belim dan Ko Abing merelakan dua buah terakhir itu untuk seorang ibu dan
anaknya. Bang Belim dan Ko Abing pun tidak tertolong. Keduanya wafat pada hari yang sama
dan ditangisi seluruh warga kampung.

Sebelum meninggal kedua sahabat itu meminta agar dimakamkan bersama di tempat mereka
berdua menikmati indahnya matahari terbenam. Warga kampung pun memenuhi permintaan
terakhir kedua pahlawan itu.
Tujuh hari setelah pemakaman, ribuan burung walet tiba-tiba terbang dan bermain di atas
langit, seolah-olah memberitahukan kabar gembira. Tiba-tiba seseorang berteriak “Ada batu
besar di makam Bang Belim dan Ko Abing!”

Warga kampung pun berbondong-bondong menuju tempat kedua sahabat dimakamkan. Aneh
bin ajaib! Entah dari mana, tiba-tiba muncul sebuah batu raksasa di makam Bang Belim dan Ko
Abing.

Ajaibnya lagi, batu itu berbentuk menyerupai buah ajaib yang menyembuhkan wabah penyakit
di kampung itu. Oleh warga kampung, buah ajaib itu akhirnya diberi nama Belimbing dari
gabungan nama kedua sahabat sejati itu.

Hingga kini, batu – batu besar itu berdampingan dengan batu besar yang merupakan tempat
Bang Belim dan Ko Abing menikmati indahnya matahari terbenam sepanjang masa.

#tantanganmenulisharike-25

#KontesFotoGurusiana

#MediaGuru

#DiRumahAja

Pangkalpinang. 03052020

mengisahkan dua orang sahabat di sebuah kampung di tepi pantai sebelah barat kota Toboali.
Dua sahabat itu adalah Bang Belim dari Suku Melayu dan Ko Abing dari Suku Tionghoa.

Anda mungkin juga menyukai