Anda di halaman 1dari 6

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam beberapa tahun terakhir ini, sektor informal di daerah perkotaan

Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang pesat. Menurut para ahli,

membengkaknya sektor informal mempunyai kaitan dengan menurunnya

kemampuan sektor formal dalam menyerap pertambahan angkatan kerja di kota.

Sedangkan pertambahan angkatan kerja di kota yaitu sebagai akibat imigrasi

desa-kota lebih pesat daripada pertumbuhan kesempatan kerja. Akibatnya, terjadi

pengangguran terutama di kalangan penduduk usia muda dan terdidik dengan

membengkaknya sektor informal di kota.

Di daerah perkotaan, sektor informal dianggap mengundang banyak

masalah terutama mereka yang beroperasi di tempat strategis di kota. Dimana hal

tersebut akan mengurangi keindahan kota dan menjadi penyebab kemacetan lalu

lintas serta menurunnya lingkungan hidup kota. Oleh karena itu, pemerintah

kota (Pemkot) telah mengambil kebijaksanaan membatasi ruang gerak sektor

informal.

Terlepas dari permasalahan tersebut, sesungguhnya sektor informal

mempunyai andil yang cukup berarti dalam mengurangi jumlah pengangguran

yang berada di kota besar. Hal itu dikarenakan mereka menciptakan lapangan

kerja sendiri yang kemudian akan menghasilkan pendapatan yang cukup bagi

mereka untuk hidup di kota besar dan bukan menjadi pengangguran yang tidak

mempunyai penghasilan.

Berdasarkan survei yang dilakukan di kota-kota Negara Sedang Berkembang


2

(NSB) termasuk Indonesia, didapatkan bahwa kira-kira 20-70% kesempatan

kerja terdapat dalam kegiatan kecil-kecilan yang disebut sektor informal. Yang

dimaksud dengan sektor informal adalah kegiatan ekonomi yang tidak

terorganisasikan dan belum terjangkau oleh kebijakan pemerintah. Sektor

informal di bidang ekonomi berperan serta dalam menyediakan barang dan jasa

bagi sektor formal. Termasuk sektor informal misalnya Pedagang Kaki Lima

(PKL). (Sumber : Redaksi24.com)

Pemerintah menganggap PKL adalah sampah masyarakat yang harus

dibersihkan. Hal itu biasanya dilakukan dengan penggusuran. Alasan pemerintah

melakukan penggusuran biasanya untuk ketertiban dan kebersihan. Bahkan di

beberapa kota besar sampai terjadi penganiayaan dan tindakan yang kurang

pantas dari pihak pemerintah terhadap PKL.

Hal itu memperlihatkan bahwa pemerintah Indonesia terlalu meniru gaya

ekonomi dari negara-negara maju dan lupa meniru esensi cara negara maju

mengatur ekonominya. Maksudnya adalah pemerintah kita hanya peduli

terhadap penampilan ekonomi secara kasat mata (banyaknya gedung-gedung

pencakar langit, mall di mana-mana, perumahan-perumahan elit dan gaya hidup

bangsanya yang konsumtif). Akan tetapi, tidak tanggap terhadap kualitas

kesejahteraan bangsa dan negaranya.

Pemerintah lupa bahwa Ia telah membuat rakyatnya sengsara tanpa

penghidupan yang layak dengan cara menggusur para PKL. Padahal dengan

melakukan penggusuran terhadap PKL malah membuat bangsa ini terpuruk

secara ekonomi dan pengangguran semakin meningkat. Kalaupun alasannya

untuk kebersihan dan ketertiban, pemerintah seharusnya berupaya untuk

merapikan bangunan kayu-kayu itu dengan bangunan yang pantas serta para
3

PKL diwajibkan untuk menjaga kebersihan lingkungan.

Kejadian-kejadian tersebut merupakan suatu bukti bahwa keberadaan

PKL di negeri ini selalu menjadi masalah. Permasalahan itu muncul karena

meningkatnya jumlah PKL yang tidak diimbangi dengan penataan lokasi yang

baik. Keberadaan PKL dapat menimbulkan dampak negatif, salah satunya

membuat ketidaksesuaian tataruang yang tidak semestinya sehingga terkesan

kumuh dan mengganggu kenyamanan publik.

Seperti halnya yang terjadi di sejumlah kabupaten di Indonesia,

Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten, juga memiliki permasalahan tersendiri

dengan adanya PKL. Pemerintah Kabupaten Pandeglang melakukan penertiban

terhadap puluhan Pedagang Kaki Lima (PKL) yang melakukan aktivitas di

kawasan Alun – alun Pandeglang. Penertiban dilakukan karena aktivitas PKL

dianggap telah melanggar Perda K3, ketertiban, kebersihan dan kenyamanan.

Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten Pandeglang menjadikan penataan

PKL sebagai permasalahan serius yang perlu dilakukan dengan pendekatan

tersendiri secara lebih intensif. Pemerintah Kabupaten Pandeglang juga telah

melakukan pendekatan kepada kalangan PKL yang belum tertata tersebut yaitu

dengan pendekatan memanusiakan PKL. Pendekatan itu dilakukan dengan

diskusi tentang idealnya sebuah penataan PKL yang dilakukan sambil makan

bersama dengan kalangan PKL. Petugas Satpol PP mendatangi para PKL yang

ada di sekitaran Alun - Alun Pandeglang. Para petugas itu memberikan

peringatan kepada pelaku PKL untuk tidak berjualan di sekitaran Alun-alun

tersebut.

Adapun penataan PKL selalu menimbulkan pro dan kontra. Pihak yang
4

setuju, melihat PKL sebagai penggerak perekonomian kota dan sebagai upaya

untuk menyerap lapangan pekerjaan serta menyediakan barang atau makanan

murah dan mudah dijangkau masyarakat. Di sisi lain, PKL dipandang sebagai

penyakit kota. Keberadaan mereka di fasilitas umum dan fasilitas sosial dinilai

merusak estetika kota.

Kesan semrawut yang ditimbulkan memang tidak sedap dipandang.

Apalagi mereka menempati lahan-lahan kosong di sekeliling Alun-alun secara

ilegal. PKL seringkali juga mengganggu ketertiban, karena pembeli berkendaraan

yang datang biasanya memarkirkan kendaraannya di badan jalan akibat

keterbatasan tempat. Kondisi ini akan berpotensi menimbulkan kemacetan lalu

lintas.

Saat ini, ada sejumlah PKL yang berjualan di pelataran Gedung Joeang

yang merupakan tanah milik Pemkab. Akan tetapi lokasi tersebut diakui tidak

representatif untuk berjualan. Sedangkan PKL yang berjualan di lahan

Perhutani, juga tidak cukup menampung seluruh pedagang. Relokasi PKL

tersebut direncanakan untuk sekitar 100-an PKL.

Masalah lain yang terjadi adalah Bangunan yang disediakan untuk PKL

belum dimanfaatkan secara efektif. Tidak semua PKL menempati tempat baru

yang sudah disediakan. Penurunan pendapatan tersebut mengakibatkan banyak

dari PKL mencoba kembali ke wilayah Alun-Alun Pandeglang.

Berangkat dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka melalui

penelitian ini mencoba mengetahui bagaimanakah efektivitasnya dengan judul

penelitian “Efektivitas Kebijakan Relokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) di

Kabupaten Pandeglang Tahun 2020 (Studi Wilayah Alun-Alun Pandeglang)”.


5

B. Identifikasi dan Pembatasan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Pada penelitian ini Penulis mengidentifikasi masalah yaitu :

a. Bangunan yang disediakan pemerintah untuk Pedagang kaki lima (PKL)

belum dimanfaatkan dengan efektif

b. Menimbilkan kemacetan di jalan utama kota

c. Merusak estetika kota

d. melanggar Perda K3, ketertiban, kebersihan dan kenyamanan

2. Batasan Masalah

Dalam penelitian ini penulis membatasi permasalahan tersebut hanya

seputar Efektivitas Kebijakan Relokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) di

Kabupaten Pandeglang Tahun 2020 (Studi Wilayah Alun-Alun Pandeglang.

C. Perumusan Masalah

Dari latar belakang permasalahan yang telah disampaikan maka

perumusan masalahnya yaitu:

1. Bagaimanakah efektivitas kebijakan relokasi Pedagang Kaki Lima (PKL)

di Alun-alun pandeglang?

2. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi efektivitas kebijakan

relokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) di di Alun-alun pandeglang?


6

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tujuan dan kegunaan sebagai berikut :

1. Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman dan

memperkaya wawasan mengenai Efektivitas Kebijakan Relokasi Pedagang Kaki

Lima (PKL) di Kabupaten Pandeglang Tahun 2020 (Studi Wilayah Alun-Alun

Pandeglang. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan

perbandingan bagi penelitian sejenis di masa yang akan datang.

2. Kegunaan Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi Dinas

Perindustrian, Perdagangan, dan ESDM (Disperindag ESDM) Kabupaten Pandeglang

dan Perangkat Pemerintah Daerah lainnya untuk memberikan sarana dan

prasarana guna meningkatkan kinerja pegawai dan juga kualitas pelayanan.

Anda mungkin juga menyukai