Anda di halaman 1dari 7

UJIAN PRAKTIK BAHASA INDONESIA

ARTIKEL TENTANG PEMBELAJARAN DALAM MASA COVID-19

Disusun untuk Ujian Praktik Bahasa Indonesia


Tahun Pelajaran 2020/2021

Oleh:

Khofifah Handariyanti /15/XII-10

SMA NEGERI 15 SURABAYA


SURABAYA
2021
PEMBELAJARAN DALAM MASA COVID-19

Pada tanggal 2 Maret 2019 kasus pertama Covid-19 di Indonesia pertama kali
diumumkan. Sejak itu warga Indonesia dihimbau untuk melakukan perlindungan
kepada diri sendiri, mulai dari menjaga jarak, mencuci tangan, dan menggunakan
masker. Pemerintah berupaya untuk memutus rantai penyebaran virus ini mulai
dari menerapkan peraturan work from home dan Pembatasan Sosial Berskala
Besar (PSBB). Penyebaran virus ini tentunya berdampak pada semua factor, mulai
dari perekonomian, politik, dan bahkan Pendidikan.

Kementrian Pendidikan sepertinya tak mempunyai rencana lain untuk memutus


rantai penyebaran virus ini selain dengan meliburkan para peserta didik untuk
beberapa minggu hingga virus ini mereda dan dapat melakukan aktivitas seperti
semula. Namun, rencana meliburkan para peserta didik untuk beberapa waktu
sambil menunggu virus ini mereda sepertinya memang rencana yang terbaik.
Terbukti sampai dengan akhir Maret 2020 virus ini tak menunjukkan grafik angka
penurunan pada jumlah kasus yang terkonfirmasi positif. Penyebaran kasus positif
Covid-19 justru kian hari semakin bertambah.

Pembelajaran via Daring (Dalam Jaringan) merupakan alternatif yang dipakai


oleh sekolah dan pemerintah untuk tetap melaksanakan sekolah tanpa harus tatap
muka. Pembelajan model ini dinilai efektif bagi kedua belah pihak baik guru
maupun Peserta didik.

SEBERAPA EFEKTIF KAH METODE PEMBELAJARAN DARING?

Sebagai upaya untuk mencegah wabah Covid-19, Pemerintah mengeluarkan


kebijakan agar siswanya belajar di rumah. Mulai 16 Maret 2020 sekolah
menerapkan mtode pembelajaran siswa secara daring. Lalu, efektifkah
pembelajaran jarak jauh ini?

Dilansir dari inibaru.id pembelajaran secara daring menuai kontroversi. Bagi


tenaga pengajar, sistem pembelajaran daring hanya efektif untuk penugasan.
Sedangkan untuk penyampaian materi dan pemahaman materi bagi peserta didik,
cara daring dinilai sulit.
Pengakuan Mas Menteri Nadiem bahwa PJJ atau pembelajaran jarak jauh selama
masa pandemi kurang efektif bukanlah hal yang mengada-ada. Di berbagai
wilayah terutama di di daerah terpencil banyak murid yang tidak memiliki
smartphone dan akses internet. Tidak sedikit pula guru yang belum siap mengajar
dari jarak jauh.

Pandemi COVID-19 memang telah memperlihatkan lagi betapa timpangnya


infrastruktur Indonesia. Sebelumnya, OECD atau Organization for Economic
Cooperation and Development pernah melansir data bahwa hanya 34 persen
penduduk Indonesia yang terkoneksi dengan internet. Survey Asosiasi Penyedia
Jasa Internet Indonesia pada tahun 2018 juga mengungkap hasil yang serupa. Di
Jawa, lebih dari 55,7% penduduk dapat mengakses internet. Sementara itu di
Kalimantan baru 6,6% saja yang terhubung ke internet. Namun semua fakta
tersebut tidak menjadi alasan untuk memperlonggar izin pembukaan sekolah.

Ketidak efektifan ini juga didukung dengan berbagai keluhan peserta didik dalam
mengikuti pelajaran daring setiap hari. Selain masalah dengan gawai. Kuota
internet juga tak jarang menjadi pokok masalah yang mengikuti keterbatasan
siswa dalam mengikuti daring. Hal ini terbukti Ketika peserta didik di survey
sekitar 60% siswa mengatakan bahwa kuota internet adalah masalah lain yan
menjadi penghambat kelancaran proses daring.

SURVEI YANG DILAKUKAN UNTUK MENINDAKLANJUTI PROSES


PEMBELAJARAN DARING

Beberapa Lembaga melakukan survei mengenai proses pembelajaran daring


kepada peserta didik. Mulai dari KPAI hingga UNICEF melakukan survei dan
menunjukkan angka presentase yang cukup tinggi dan kebanyakan diantaranya
dalah keluhan yang disampaikan para peserta didik.

Dilansir dari unicef.org menybut bahwa dari 4000 tanggapan yang masuk dari
siswa di 34 provinsi, Hasil survei mengatakan bahwa sekitar dua pertiga (66%)
mengatakan mereka merasa tidak nyaman belajar dari rumah dan mayoritas (87%)
mengatakan mereka ingin segera kembali bersekolah.
Ketika ditanya tentang tantangan utama yang mereka alami saat belajar dari
rumah, 38% siswa mengatakan mereka kekurangan bimbingan dari guru
sementara 35% menyebutkan akses internet yang buruk. Jika pembelajaran jarak
jauh berlanjut, lebih dari setengah (62%) mengatakan mereka membutuhkan
bantuan untuk kuota internet.

"Ketika negara ini mulai mengurangi pembatasan, sangat penting untuk


memprioritaskan pembelajaran anak-anak baik di sekolah atau jarak jauh," kata
Perwakilan UNICEF Debora Comini. “Anak-anak yang paling rentan adalah yang
paling terpukul oleh penutupan sekolah, dan kita tahu dari krisis sebelumnya
bahwa semakin lama mereka tidak bersekolah, semakin kecil kemungkinan
mereka untuk kembali.”

Sementara itu, KPAI juga tak lupa melakukan survey kepada para peserta didik
tentang proses daring yang dijalaninya. Dikutip dari liputan6.com ada 6 poin
penting yang ditanggapi oleh KPAI terkait pembelajaran online siswa saat
pandemi Covid-19

1. Terima banyak keluhan

Retno menyebut, dalam seminggu pihaknya menerima 250 aduan pembelajaran


jarak jauh.

“KPAI juga melakukan survei kepada 1.700 siswa dan 62 guru terkait metode
pembelajaran jarak jauh. Sebanyak 76,6 persen pernah pakai platform, yang
terbanyak adalah platform gratis yang disiapkan seperti Ruangguru, rumah
belajar yang milik Kemendikbud," ujar Retno di Komisi X, Kamis (25/6/2020).

2. Kuota Internet Jadi Masalah

Retno menyatakan, kuota internet menjadi salah satu masalah yang sering
dikeluhkan, apalagi bagi orangtua siswa yang ekonominya terdampak pandemi.
"Kuota kemudian jadi masalah karena banyak anak tidak terlayani. Kalau berdasar
data kami tidak hanya di Papua yang 54 persen tidak bisa tertangani daring dari
608 siswa, tapi Kota Bogor yang sangat dekat dengan Jakarta pun masih ada 11
persen tidak terlayani secara daring," ucap dia.

Bahkan, Retno menyebut, masih banyak keluarga yang kesulitan makan, sehingga
pembelian kuota internet dan pembelajaran jarak jauh terbengkalai.

"Penggunaan kuota ini, jadi masalah karena para orangtua terdampak Covid-19
secara ekonomi. Punya tiga anak, tiga-tiganya gunakan kuota mereka, kemudian
jadi sulit untuk membeli kuota, karena makan aja sulit. Akhirnya semakin hari itu
semakin banyak anak tidak terlayani pembelajaran daring karena bermasalah
kepada pembelian kuota," terang dia.

3.  Beban Tugas Anak Berat

Selain itu, menurut Retno, masalah lain adalah sebanyak 79,9 siswa mengeluhkan
minimnya interaksi dengan guru dalam pembelajaran daring.

"Anak-anak juga merasa beban tugas untuk mereka terlalu berat," tandas Retno.

4. Beri Masukan Pada Pemerintah

Retno mengatakan, pihaknya telah memberikan beberapa masukan kepada


pemerintah terkait kendalam belajar di masa pandemi Covid-19 ini.

Retno menyatakkan, KPAI telah melakukan rapat koordinasi bersama


Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan Kementerian
Agama (Kemenag) terkait evaluasi pelaksanaan pembelajaran jarak jauh.

"Kami juga kirim surat, KPAI bersurat ke Presiden terkait bagaimana evaluasi
PJJ dan perbaikan PJJ ketika kondisi sekolah belum dibuka dan PJJ akan
diperpanjang," ujar Retno.
5. Minta Gratiskan Internet

KPAI, lanjut Retno, memberikan sejumlah rekomendasi dalam pelaksanaan


belajar daring. Salah satunya agar internet digratiskan di jam belajar siswa.

"Menggratiskan internet. Ini kepada pemerintah pusat, dalam hal ini


Kemkominfo, itu juga dengan Pak Presiden tentunya dalam rapat terbatas.
Karena kami mendukungnya karena ini jadi masalah juga. Dan penggratisan
internet ini kami dorong adalah pada jam-jam PJJ saja, yaitu Senin sampai
Jumat. Mungkin jamnya bisa 5-6 jam sehari," ujar dia.

6. Minta Jam Belajar Dikurangi

Selain itu, KPAI juga meminta agar jam belajar daring di rumah diperpendek.

"Jam belajar kami dorong untuk diperpendek. PJJ bukan memindahkan sekolah
ke rumah, tapi sebaiknya menyusun jam belajar jadi efektif," tandas Retno.

Maka dapat ditarik kesimpulan dari pernyataan diatas mengenai keefektifan


pembelajaran daring di masa pandemi ini, Pro dan kontra akan keputusan daring
memang selalu akan bergulir, tentu saja seperti yang telah di sebutkan di atas
bahwa metode ini memiliki kelebihan dan juga kekurangan. Mulai dari kurang
merata nya akses internet yang ada di Indonesia, sampai dengan daring yang
dinilai sebagai satu-satunya penyambung antara guru dan peserta didik.

Survei-survei yang telah dilakukan para Lembaga juga harus diapresiasi dengan
adanya survei yang menyeluruh di berbagai daerah Indonesia membuat para
peserta didik dapat menyampaikan keluhan di wadah yang tepat.

Tentunya upaya untuk memaksimalkan proses daring akan terus berjalan. Penulis
berharap ke depannya pemerintah akan mengoptimalkan proses pembelajaran
daring dan berupaya untung mengurangi adanya keluhan-keluhan baik dari guru
maupun peserta didik.

Anda mungkin juga menyukai