Anda di halaman 1dari 29

9 772301 849015

‘Ž—‡ʹǡ‘‘” ǡ
ƒ—ƒ”‹Ǧ —‹ʹͲͳͷ
Jurnal Ilmu Sosial Mamangan
Volume 2, Nomor 1, Januari-Juni 2015

Mitra Bestari
Prof. Dr. Afrizal, MA. (FISIP, Unand Padang)
Prof. Dr. Badaruddin, M. Si. (FISIP, USU Medan)
Dr. A. Latief Wiyata, M. Si. (Universitas Jember, Jember)
Dr. Fikarwin Zuska, M. Si. (FISIP, USU Medan)
Nurus Shalihin, M. Si., Ph.D. (Fak. Ushuluddin IAIN Imam Bonjol Padang)
Dr. Semiarto A. Purwanto, M. Si. (FISIP, UI Jakarta)
Dr. Wahyu Wibowo, M. Si. (Universitas Nasional, Jakarta)

Dewan Redaksi
Dr. Zusmelia, M. Si.
Dr. Maihasni, M. Si.
Firdaus, S. Sos., M. Si.

Pemimpin Redaksi/Editor
Firdaus, S. Sos., M. Si.

Anggota Redaksi
Ariesta, M. Si.
Dian Kurnia Anggreta, S. Sos., M. Si.
Faishal Yasin, S. Sos., M. Pd.
Ikhsan Muharma Putra, M. Si.
Rio Tutri, M. Si.
Sri Rahayu, M. Pd.
Yuhelna, MA.

ISSN: 2301-8496
viii + 109 halaman, 21 x 29 cm

Alamat Redaksi:
Laboratorium Program Studi Pendidikan Sosiologi, STKIP PGRI Sumbar
Kampus STKIP PGRI, Jl. Gunung Pangilun, Padang, Sumatera Barat
Email: redaksimamangan@gmail.com & daus_gila@yahoo.com

Penerbit:
Laboratorium Program Studi Pendidikan Sosiologi, STKIP PGRI Sumbar
PENGANTAR REDAKSI

K
ebudayaan merupakan produk yang dihasilkan oleh manusia, baik dalam bentuk ide,
tindakan maupun karya. Yang terakhir disebut merupakan produk kebudayaan yang
paling kongkrit dan termati dalam masyarakat. Kebudayaan terus diproduksi oleh
manusia sesuai dengan zaman dan tantangannya untuk memenhi kebutuhan hidup mereka saat
itu. Oleh karena kebudayaan terus diprosukdi oleh manusia, maka kebudyaan terus berdinamika
sesuai dengan ruang dan waktu. Proses dinamika tersebut kadang berjalan dengan lambat dan
kadang berjalan dengan cepat.
Respon terhadap dinamika kebudayaan juga berbeda berdasarkan kelompok. Paling tidak
terdapat tiga kelompok berbeda menurut redaksi dalam menanggapi dinamika kebudayaan.
Kelompok pertama adalah kelompok yang resah dengan dinamika kebudayaan, kedua kelompok
yang senang dengan dinamika dan ketiga kelompok yang berada pada titik keseimbangan dalam
melihat dinamika kebudayaan. Terlepas dari tiga kelompok yang ada, redaksi menyadari bahwa
dinamika kebudayaan pasti akan berlangsung kapan saja dan dimana saja. Oleh karenanya,
banyak bentuk kebudayaan baru yang dihasilkan dan banyak kebudayaan lama ditinggalkan.
Menyadari bahwa proses dinamika kebudayaan akan menghasilkan bentuk kebudayaan
yang baru dan kebudayaan lama ditinggalkan, pada edisi ini redaksi mengambil tema-tema
tulisan menyangkut kebudayaan. Tulisan-tulisan yang ada bicara dalam tema kebudayaan dengan
berbagai perspektif dan pendekatan. Pendekatan itu mulai dari sejarah, hingga perlawanan,
sehingga tulisan-tulisan dalam edisi ini disumbangkan oleh mereka dengan latar belakang yang
berbeda.
Tulisan pertama disumbangkan oleh Prof. Heddy Shri Ahimsa-Putra, Guru Besar UGM.
Dalam tulisannya Ahimsa-Putra menguraikan seni tradisi di Indonesia. Menurutnya terdapat
tiga seni tradisi di Indonesia, yaitu seni tradisi Ageng, seni tradisi Alit dan seni tradisi suku.
Seni-seni tradisi tersebut memiliki fungsi sebagai atraksi wisata, sebagai jati diri komunitas dan
sebagai sumber inspirasi untuk penciptaan dan pengembangan seni-seni baru. oleh karenanya,
Pengantar Redaksi

seni tradisi tersebut perlu dilestarikan dan dikembangkan. Pelestarian dan pengembangan
seni tradisi di Indonesia saat ini terkendala oleh banyak hal. Dalam tulisannya, Ahimsa-Putra
menawarkan beberapa alternatif yang dapat dilakukan untuk pelestarian dan pengembangan
seni tradisi.
Tulisan kedua ditulis oleh Silvia Delvi, Peneliti Balai Kajian Sejarah Sumatera Barat. Devi
dalam artikelnya membahas tentang songket sebagai produk kebudayaan di nagari Pandai Sikek
Sumatera Barat. Dalam tulisannya, Delvi lebih menekan pada aspek sejarah dan nilai songket di
Pandai Sikek. Menurutnya, Songket Pandai Sikek sudah ada sejak pertengahan abad ke-19. Proses
produksi songket Pandai Sikek sangat eksklusif untuk warga Pandai Sikek dan tidak ditransfer
kepada orang lain. Hal ini karena terdapat rahasia pembuatan dan nilai pada masing-masing
motif yang diproduksi. Jika ingin pandai menenun songket Pandai Sikek, satu-satunya cara adalah
dengan menjalin hubungan keluarga dengan orang Pandai Sikek.
Tulisan berikutnya ditulis oleh Meri Erawati, Dosen Sejarah STKIP PGRI Sumbar. Erawati
menulis cerita nonton bioskop pada tempo dulu di Kota Padang. Dalam tulisannya, Erawati
membahas tentang perkembangan bioskop dan jenis ilm yang ditayangkan di Kota Padang pada
era 1970-2000. Yang menarik dari uraian Erawati adalah cerita tentang bagaimana simbol-simbol
muncul di seputaran bioskop dan kecenderungan style orang-orang menonton bioskop pada
masa itu. Tidak terkecuali itu, temuan Erawati tentang kejahilan-kejahilan penonton terhadap
penonton lainnya memperkaya tulisan Erawati.
Tulisan keempat ditulis oleh Sil ia Hanani, dosen Sosiologi IAIN Bukittinggi. Hanani
menulis tentang batu akik yang sangat popular dan booming beberapa waktu belakangan.
Dalam tulisannya, Hanani menguraikan bagaimana nalar individu dipengaruhi oleh nalar
kolektif tentang batu akik, dampaknya semua orang –minimal- memperbincangkan batu akik.
Lebih dalam, Hanani juga membahas pemaknaan orang terhadap batu akik yang mengalami
pergeseran dari pemaknaan yang sakral ke pemaknaan keindahan dan seni. Masing-masing
jenis batu kemudian menjadi identitas bagi penanda bagi daerah asal dimana batu akik
ditemukan. Di bagian lain, Hanani juga mendiskusikan paradoks batu akik dengan persoalan
kehidupan dan lingkungan.
Tulisan kelima ditulis oleh Faishal Yasin, Dosen Sosiologi STKIP PGRI Sumbar.
Tulisan Yasin membahas tentang gaya yang diampilkan oleh remaja di hiburan malam
seperti café, bilyar dan diskotik. Secara detail Yasin menguraikan bagaimana para remaja
berpakaian, memilih makanan dan musik di masing-masing lokasi hiburan. Yasin kemudian
menghubungkan gaya tersebut dengan kultur induk –Minangkabau- dimana remaja tersebut
hidup dan berkembang. Dalam analisisnya, Yasin menyebutkan bahwa gaya tersebut
merupakan penyimpangan dari kultur induk mereka.
Tulisan keenam ditulis oleh Yusar, dosen Sosiologi Universitas Padjajaran. Yusar
menulis perlawawan anak muda terhadap hegemoni radikalisme anak muda di tiga kota di
Indonesia. Temuan Yusar, perkembangan tekhnologi dimanfaatkan oleh anak muda secara
kreatif dalam melakukan perlawanan terhadap radikalisme agama di tiga kota tersebut. Anak
muda menggunakan berbagai media berbasis tekhnologi untuk mengekspresikan perlawanan

iv
Jurnal Ilmu Sosial Mamangan, Volume 2, Nomor 1, Januari-Juni 2015
Pengantar Redaksi

mereka. Ekspresi tersebut anatara lain mereka representasikan melalui meme, pelesetan
kata dan lain sebagainya. Dengan baik Yusar kemudian menampilkan berbagai meme dan
plesetan kata serta maknanya dalam artikelnya yang cukup panjang.
Tulisan terakhir ditulisn oleh Darmairal Rahmad, dosen sosiologi STKIP PGRI Sumatera
Barat. Rahmad menulis integrasi dan interaksi anak muda rantau (kasus mahasiswa) di
kawasan kost-kostan kota Padang. Dengan mengambil setting di kawasan Air Tawar Barat,
Rahmad menemukan berbagai model dan tipologi interaksi dan ientegrasi anak muda dengan
masyarakat di sekitarnya berdasarkan empat pola. Yang menarik dari tulisan Rahmad selain
data yang kaya adalah pola penyajian data kualitatif dalam bentuk matrik probabilitas.
Sebuah pola yang unik dalam penyajian tulisan kualitatif secara dalam bentuk matrik. Bisa
jadi, ini akan menjadi model baru dalam metode penelitian yang kini sedang berkembang,
yaitu mixed method.
Demikianlah para penulis telah menymbangkan buah ikiran mereka dalam edisi ini
yang tentu saja dapat dibaca secara lebih mendalam pada setiap judul tulisan. Redaksi hanya
mengantarkan pembaca pada kulit dari apa yang ditulis oleh para penulisn. Untuk lebih
mendalam pada bagian isi, redaksi mengucapkan selamat membaca.

Redaksi

v
Jurnal Ilmu Sosial Mamangan, Volume 2, Nomor 1, Januari-Juni 2015
DAFTAR ISI

Pengantar Redaksi ............................................................................................................................................... iii


Daftar isi ...................................................................................................................................................................... vii

Seni Tradisi, Jatidiri dan Strategi Kebudayaan


Heddy Shri Ahimsa-Putra ............................................................................................................................................ 1
Sejarah dan Nilai Songket Pandai Sikek
Silvia Devi ......................................................................................................................................................................... 17
Budaya dalam Lintasan Sejarah: Booming Nonton Bioskop di Padang
Tempo Dulu
Meri Erawati ................................................................................................................................................................... 29
Paradoksal Gaya Sosial Global; Kajian Budaya dalam Memahami Kesadaran
Kolektif di Tengah Booming Batu Akik
Silfia Hanani .................................................................................................................................................................... 45
Gaya Kehidupan Malam Remaja di Kota Padang; Suatu Kajian Subkultur di
Tempat Hiburan Malam Kota Padang
Faishal Yasin .................................................................................................................................................................... 59
Perlawanan Kaum Muda terhadap Hegemoni Radikalisme Agama dalam
Bentuk-Bentuk Budaya Populer
Yusar .................................................................................................................................................................................. 73
Gaya Interaksi & Integrasi Sosial Anak Muda Rantau: Kasus Mahasiswa Kost di
Air Tawar Barat, Kota Padang
Darmairal Rahmad ....................................................................................................................................................... 89

Profil Penulis ............................................................................................................................................................ 105


Panduan Penulisan ............................................................................................................................................. 107
SENI TRADISI, JATIDIRI DAN STRATEGI KEBUDAYAAN 1
Heddy Shri Ahimsa-Putra
ahimsa_putra@yahoo.com
(Guru Besar Antropologi Budaya, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada)

Abstract

In this article the author identiϔies and describes three kinds of traditional arts in Indonesia:
the arts of the Great Tradition, of the Little Tradition and of the Tribal Tradition. These kinds of
tra-ditional arts need to be preserved and developed since they have a number of functions for
the so-cieties, namely: as tourist attractions; identities of their communities/societies; source of
inspira-tions for the creation and development of new arts. In Indonesia, the efforts are hindered by
several problems, such as the decline of the popularity of the traditional arts, lack of regeneration,
lack of institutional support, and lack of grand design for the development. These problems need
to be solved to develop the Indonesian traditional arts.

Key Words: traditional art; great tradition, little tradition; tribal tradition and fungtion of art

Dalam artikel ini penulis menengarai dan memaparkan tiga macam seni tradisi di Indonesia, yaitu
seni tradisi Ageng, seni tradisi Alit dan seni tradisi suku. Seni-seni tradisi ini perlu dilestarikan dan
dikembangkan lebih lanjut karena memiliki beberapa fungsi dalam masyarakat, yaitu sebagai
atrak-si wisata, sebagai jatidiri komunitas dan sebagai sumber inspirasi untuk penciptaan
dan pengembangan seni-seni baru. Di Indonesia, upaya untuk mengembangkan seni tradisi ini
menghadapi beberapa kendala, diantaranya adalah: kurang populernya seni tradisi, lemahnya
regenerasi, kurangnya dukungan dari pemerintah, tidak adanya rencana induk pengembangan
seni tradisi, dan rendahnya kualitas seni tradisi. Berbagai masalah ini harus diatasi untuk
mengembangkan seni tradisi di Indonesia.

Kata Kunci : seni tradisi; tradisi ageng; tradisi alit; tradisi suku; fungsi seni

1. Artikel ini merupakan versi yang telah diperbaiki dari makalah saya dengan judul ”Seni Tradisi, Jatidiri dan Politik Kebudayaan” yang
disampaikan dalam seminar nasional Seni Tradisi yang diselenggarakan oleh Fakultas Seni Rupa dan Desain, Universitas Trisakti, di
Jakarta, 16-17 Desember 2014
Heddy Shri Ahimsa-Putra, Seni Tradisi, Jatidiri dan Strategi Kebudayaan

PENGANTAR satu ciri pokok dari sebuah seni tradisi. Sebagai


milik atau hasil karya kolektif seni tradisi
Seni tradisi merupakan salah satu jenis
biasanya bersifat terbuka. Artinya, siapapun
kesenian yang akhir-akhir ini mem-peroleh
dapat menambahkan atau mengurangi unsur-
perhatian yang semakin besar dari masyarakat
unsur yang terdapat di dalamnya. Tidak
luas. Sebenarnya telah banyak digelar seminar
ada seorangpun yang dapat melarang orang
mengenai seni tradisi di Indonesia, tetapi
melakukannya. Meskipun demikian, tidak
setahu saya belum ada satu kesepakatan
jarang pula sebuah seni tradisi masih diketahui
umum mengenai makna dari seni tradisi itu
siapa individu pemula atau penciptanya, tetapi
sendiri. Untuk menghindari kesimpangsiuran
ini biasanya tidak banyak (Ahimsa-Putra, 2009)
wacana, saya mende inisikan seni tradisi di sini
se-bagai setiap ekspresi dari rasa, karsa dan Selain itu, seni tradisi biasanya juga tidak
gagasan suatu masyarakat atau komuni-tas mengenal standardisasi atau patokan-patokan
dalam bentuk simbol-simbol yang dianggap yang jelas, yang dapat digunakan untuk menilai
baik dan indah, yang telah diwaris-kan dari baik buruknya seni yang dihasilkan. Oleh
generasi ke generasi. Suatu perangkat simbolik karena itu seni tradisi biasanya sangat lambat
dikatakan sebagai tradisi bilamana perangkat perkembangannya, jika tidak mengalami
tersebut telah diwarisi dari nenek-moyang kemandegan sama sekali. Kalau toh ada
secara turun-temurun, tidak terputus. Nenek- perkembangan, maka perkembangan tersebut
moyang adalah mereka yang berasal dari biasanya lebih merupakan akibat dari sebuah
generasi di atas nenek. Jika sebuah generasi kreativitas yang tidak disengaja, yang spontan
baru muncul setelah 25 tahun, maka generasi muncul dan bukan merupakan hasil dari
nenek moyang seorang Ego berasal dari masa sebuah perencanaan pengembangan yang
75 tahun sebelum kelahiran Ego tersebut. Jadi, dilakukan dengan sadar, teliti dan sistematis
sebuah seni tradisi minimal harus telah berusia (Ahimsa-Putra, 2009).
75 tahun. Jika tahun ini adalah tahun 2015, Di Indonesia seni tradisi merupakan
maka berdasarkan kriteria tersebut sebuah salah satu kekayaan budaya yang sampai
seni tradisi harus berasal dari tahun 1940 atau saat ini belum semuanya memperoleh
sebelumnya. perhatian yang sama dalam hal pelestarian dan
Seni tradisi merupakan eskpresi dari pengembangannya. Sebagian jenis kesenian
rasa, karsa dan gagasan sebuah kolek-tivitas, ini dapat bertahan dengan baik karena masih
-baik itu berupa masyarakat, komunitas, digemari masyarakat, sebagian lagi dalam
atau kelompok- yang lahir melalui individu- keadaan “hidup segan, mati tak hendak”, karena
individu tertentu dalam kolektivitas tersebut masyarakat tidak lagi begitu menggemarinya,
dan kemudian dikembangkan bersama oleh sebagian lagi mungkin memang telah punah,
individu-individu yang lain sedemikian seiring dengan kepunahan individu-individu
rupa sehingga tidak ada individu yang dapat pendukungnya, karena dianggap tidak ada lagi
mengaku seni tersebut sebagai karyanya. arti dan manfaatnya (Ahimsa-Putra, 2009).
Sebaliknya, seni tersebut biasanya lantas Seni tradisi yang masih hidup belum tentu
diakukan sebagai seni milik suatu masyarakat, digemari oleh banyak orang, karena jumlah
komunitas atau kelompok. Tidak diketahuinya penggemar bukanlah faktor utama lestari
nama penggagas atau penciptanya adalah salah tidaknya sebuah jenis kesenian. Keberadaan

2
Jurnal Ilmu Sosial Mamangan, Volume 2, Nomor 1, Januari-Juni 2015
Heddy Shri Ahimsa-Putra, Seni Tradisi, Jatidiri dan Strategi Kebudayaan

seni tradisi lebih ditentukan oleh ada tidaknya berbagai peristiwa politik yang melibatkan
pendukung atau pelaku dari seni tersebut, seniman-seniman tradisi itu sendiri. Di masa
baik itu berupa pelaku kesenian tersebut atau pemerintahan Orde Lama di Indonesia, para
sejumlah individu yang membentuk sebuah pengikut atau anggota partai politik –termasuk
komunitas untuk mendukung keberadaan seni para senimannya- umumnya sangat sadar
tersebut. akan ideologi partai masing-masing. Bagi para
Berkenaan dengan tradisi, Robert seniman ini seni dan kesenian harus dapat
Red ield (1962-63) -ahli antropologi dari menjadi sarana untuk mengekspresikan dan
Amerika Serikat- membedakannya menjadi mengembangkan ideologi partai, karena seni
Tradisi Ageng (Great Tradition) dan Tradisi juga tidak selalu dapat bertahan hidup hanya
Alit (Little Tradition). Tradisi Ageng adalah atas dasar semboyan ”seni untuk seni”. Bagi
adat-istiadat yang tumbuh, dipelihara dan mereka seni tetap harus selalu berakar dalam
dikembangkan kalangan elite suatu masyarakat, kehidupan masyarakat dan mendatangkan
yang biasanya berasal dari lingkungan kraton manfaat pada masyarakat. Oleh karena itu seni
atau istana para raja, sedang Tradisi Alit tidak dapat lepas sepenuhnya dari dinamika
adalah adat-istiadat yang tumbuh, dipelihara dan perubahan politik dalam masyarakat
dan dikembangkan oleh warga masyarakat pendukungnya.
biasa yang berada di luar tembok kraton. Pada Dalam tulisan ini saya mencoba
masyarakat Jawa misalnya, Tradisi Ageng memetakan dan memaparkan keadaan seni
adalah tradisi yang dikembangkan oleh para tradisi di Indonesia masa kini, fungsinya dalam
priyayi, sedang Tradisi Alit dikembangkan oleh masyarakat, beberapa masalah yang dihadapi
kalangan wong cilik. Perbedaan pada organisasi serta beberapa cara untuk mengatasi masalah
sosial dan basis ekonomi masing-masing tradisi tersebut. Saya berharap melalui wacana ini
ini membuat tradisi yang mereka kembangkan akan ada perhatian yang lebih besar dari
kemudian juga memiliki corak yang berbeda. masyarakat luas ataupun dari pemerintah
Tradisi tersebut mencakup juga di terhadap kondisi seni tradisi Indonesia yang
dalamnya bentuk-bentuk kesenian, se-hingga masih cukup memrihatinkan.
seni dalam suatu masyarakat yang mengenal
Tradisi Ageng dan Tradisi Alit juga dapat SENI TRADISI DI INDONESIA
dibedakan menjadi Seni Tradisi Ageng yang
Di Indonesia, model masyarakat dengan
tumbuh dan berkembang dalam kraton dan
dua tradisi di atas -Tradisi Ageng dan Tradisi
Seni Tradisi Alit yang berkembang di luarnya.
Alit- tidak selalu dapat ditemukan di setiap
Walaupun kadang-kadang terdapat kesamaan
daerah, propinsi atau kabupaten. Di daerah-
pada dua jenis seni ini, tetapi di situ juga
daerah yang tidak mengenal adanya kraton
terdapat banyak perbedaan, karena masing-
dan sistem politiknya Tradisi Ageng dan Tradisi
masing dikembangkan dengan cara yang
Alit dengan sendirinya juga tidak dikenal.
berbeda, dengan tujuan yang kadang-kadang
Dalam khasanah pengetahuan antropologi
berbeda pula.
misalnya, masyarakat yang tidak mengenal
Sebagai bagian dari kehidupan kraton Tradisi Ageng dan Tradisi Alit ini biasanya
dan kehidupan wong cilik maka dengan merupakan masyarakat tribal (tribal societies)
sendirinya seni tradisi tidak pernah lepas dari

3
Jurnal Ilmu Sosial Mamangan, Volume 2, Nomor 1, Januari-Juni 2015
Heddy Shri Ahimsa-Putra, Seni Tradisi, Jatidiri dan Strategi Kebudayaan

atau masyarakat kesukuan. Tradisi yang di Indonesia masa kini hadir dalam wujud tiga
mereka miliki dapat kita sebut Tradisi Suku bentuk seni tradisi.
(Tribal Tradition). Di Indonesia tiga jenis
tradisi ini terlihat cukup jelas kehadirannya a. Seni Tradisi Ageng
di masa penjajahan dan tidak lama setelah
Seni tradisi Ageng di Indonesia
kemerdekaan. Kini, setelah lebih dari lima puluh
dilestarikan dan dikembangkan secara
tahun merdeka, tidak semua elemen tradisi-
serius di kalangan para bangsawan, yaitu
tradisi ini dapat berta-han. Sebagian telah
para kerabat raja dan para pengikutnya, di
punah, tidak diketahui lagi oleh masyarakat
lingkungan kraton atau kerajaan. Kualitas
atau komunitas yang pernah mendukungnya.
unsur-unsur dalam kesenian ini, seperti
Di era kemerdekaan, sebagian Tradisi misalnya tari, ukiran, musik, dan sebagainya,
Ageng Indonesia kemudian menyurut, karena sangat diperhatikan. Para pelakunya
kraton dengan sistem politik kerajaannya biasanya melakukan latihan-latihan secara
dianggap tidak lagi sesuai dengan zaman yang berkala dan teratur, sehingga seni tradisi
baru, yang memiliki nilai, norma dan aturan- Ageng ini selalu dapat ditingkatkan kualitas
aturan sosial yang berbeda. Pola kehidupan di dan jumlahnya dari waktu ke waktu. Tidak
lingkungan kraton-kraton di berbagai tempat mengherankan jika seni tradisi Ageng ini
di Indonesia menyurut dengan cepat di masa juga digemari oleh masyarakat luas.
kemerdekaan. Kerajaan-kerajaan Melayu,
Seni tradisi ini berkembang dan
Aceh, Jawa, Bali dengan cepat menghilang dari
baik ketika institusi utama pendukungnya,
percaturan politik lokal. Tradisi Ageng yang
yaitu kraton atau kerajaan, mempunyai
pernah tumbuh subur di lingkungan kraton
kedudukan penting dalam masyarakat,
pelan-pelan menghilang. Meskipun demikian,
sehingga kraton memiliki sumberdaya
tidak semua unsur tradisi pembentuknya juga
ekonomi yang kuat, yang dapat digunakan
lantas menghilang. Salah satu elemen tradisi
untuk membiayai kegiatan kesenian dan
Ageng yang relatif masih dapat bertahan di
kehidupan senimannya. Ketika terjadi
tengah kehidupan masyarakat kini adalah seni
perubahan politik yang mengubah
tradisi yang berasal dari tradisi tersebut.
kedudukan kerajaan tersebut, kelestarian
Menyurutnya Tradisi Ageng ini juga telah seni tradisi Ageng juga terpengaruh,
menyurutkan Tradisi Alit yang kebanyakan sebagaimana yang terlihat pada kerajaan-
merupakan copy Tradisi Ageng dalam wujud kerajaan tradisional di Indonesia. Surutnya
yang lebih sederhana. Meskipun demikian kedudukan dan peran politik kerajaan-
kalangan Wong Alit (orang kecil; orang kerajaan Melayu di pantai Timur Sumatra,
kebanyakan) yang merupakan pendukung dan kraton-kraton di Jawa serta Bali, telah
utama tradisi tersebut, tidak pernah surut dari membuat seni tradisi Ageng yang semula
panggung sosial. Sementara itu, tidak semua tumbuh dengan baik di dalamnya juga
Tradisi Ageng di Indonesia telah mengalami turut mengalami kemerosotan dalam
kemunduran atau kemerosotan. Sebagian perkembangannya dan bahkan terancam
elemen tradisi tersebut masih terus bertahan kelestariannya2.
hingga sekarang, dan bahkan sebagian berhasil
tumbuh lebih baik. Oleh karena itu, seni tradisi 2. Mengenai perubahan pada kerajaan-kerajaan Melayu di pantai
Timur Sumatera dan pengaruhnya terhadap kesenian dapat

4
Jurnal Ilmu Sosial Mamangan, Volume 2, Nomor 1, Januari-Juni 2015
Heddy Shri Ahimsa-Putra, Seni Tradisi, Jatidiri dan Strategi Kebudayaan

Ketika institusi utama pendukung b. Seni Tradisi Alit


seni tradisi ini mulai surut, karena terja-
Seni tradisi Alit tumbuh dan
dinya perubahan besar dalam sistem
berkembang di tengah kehidupan Wong
politik yang berlaku, kehidupan seni
Alit (orang kebanyakan), yang kadang-
tradisi Ageng juga terancam. Namun,
kadang mengambil inspirasi untuk kreasi
karena seni tradisi ini umumnya digemari
atau pemikirannya dari Tradisi Ageng dan
banyak warga masyarakat, seni tradisi ini
kemudian mengembangkannya dengan
mampu bertahan dan bahkan berkembang
cara dan kemampuannya sendiri. Meskipun
terus, sebagaimana terlihat pada seni
ada juga jenis kesenian tertentu yang bera-
tradisi Ageng dari tradisi kraton Jawa
sal dari tradisi Alit yang kemudian diadopsi
dan Melayu. Seni tradisi Ageng Jawa
oleh seni tradisi Ageng, tetapi jumlah-nya
masih terus bertahan, meskipun kraton-
tidak banyak. Seni tradisi Alit ini tumbuh
kraton Jawa tidak lagi menjadi patron
dan berkembang di perkotaan mau-pun
utama seni tersebut, sedang seni tradisi
pedesaan. Oleh karena seni tradisi ini
Melayu juga masih te-rus hadir di tengah
tidak mempunyai pendukung atau pelin-
masyarakat, kendati kraton-kraton Melayu
dung yang jelas dan kuat secara politik
sekarang sudah ti-dak ada lagi. Mereka
dan ekonomi, maka dengan sendirinya
yang melestarikan dan menyebarkan seni
per-kembangan jenis seni tradisi ini tidak
tradisi Ageng ini sebagian berasal dari
secepat dan sebaik seni tradisi Ageng.
kalangan kraton, sebagian lagi adalah
warga masyarakat bi-asa. Seni tradisi Alit ini biasanya didukung
oleh sebuah komunitas atau sekum-pulan
Lebih dari itu, oleh karena seni
individu yang tergabung dalam sebuah
tradisi Ageng adalah seni tradisi yang dige-
kelompok kesenian, seperti misalnya
mari masyarakat luas dan dianggap bernilai,
kelompok ketoprak di bawah pimpinan
maka upaya-upaya untuk menjaga ke-
seorang individu tertentu yang dipandang
lestarian dan bahkan mengembangkannya
paling menguasai kesenian tersebut atau
kemudian diambil alih oleh negara. Ke-
bersedia mendanai kegiatan berkesenian
lestarian seni tradisi Ageng di Indonesia
kelompok tersebut. Perkumpulan yang
kini lebih banyak didukung oleh patron
dipimpin oleh seorang individu biasanya
yang baru, yaitu negara, melalui institusi
dapat berkembang dengan baik jika
pendidikan kesenian yang didirikan dan
pemimpinnya memiliki kedudukan ekonomi
didanai oleh negara, seperti Institut Seni
yang cukup kuat, dan kelompoknya dapat
Indonesia di Yogyakarta, Surakarta, dan
melakukan latihan rutin untuk meningkatkan
Bandung. Institut seni di luar Jawa juga
kualitas kesenian mereka, sedang kelompok
telah melestarikan seni tradisi Ageng di da-
yang didukung oleh komunitas biasanya
erah masing-masing, sebagaimana terlihat
tidak begitu berkembang kecuali dipimpin
pada institut seni di Bali dan Sumatera
oleh seorang individu yang mempunyai
Barat, yang melestarikan seni tradisi Ageng
dedikasi untuk mengembangkannya.
Bali, Melayu dan Minangkabau.
Berbeda nasibnya dengan seni
tradisi Ageng, seni tradisi Alit tidak selalu
dilihat tulisan T.L. Sinar (2007) dan T.S. Syaritsa (2007), sedang
untuk di Jawa dapat dilihat Soedarsono (1984; 2002).

5
Jurnal Ilmu Sosial Mamangan, Volume 2, Nomor 1, Januari-Juni 2015
Heddy Shri Ahimsa-Putra, Seni Tradisi, Jatidiri dan Strategi Kebudayaan

mendapat perhatian dari negara, jika tidak seni tradisi ludruk. Teater tradisional yang
malah diabaikan. Sebagai contoh adalah begitu populer di Jawa Timur di era tahun
seni tradisi ketoprak. Di masa lalu, jenis 1950-1960-an ini ternyata pelan-pelan
seni tradisi ini masih sangat populer di kehilangan penggemarnya. Meskipun
Yogyakarta, sehingga beberapa pemainnya belum benar-benar mati atau punah, karena
menjadi begitu terkenal dalam masya- sebagian pemain ludruk setahu saya masih
rakat. Akan tetapi beberapa puluh tahun hidup, tetapi pementasan ludruk tidak
terakhir, ketoprak di Yogyakarta sudah lagi sebanyak di masa lalu (lihat Kayam,
sangat menurun popularitasnya. Kalau 30 2000). Kondisi yang mengkhawatirkan dari
tahun yang lalu masih ada perkumpulan seni tradisi ludruk ini setahu saya belum
ketoprak yang mampu memasang tobong3 berhasil membangkitkan minat pemerintah
di alun-alun utara untuk pementasan, kini daerah atau negara untuk menyelamatkan
tidak ada lagi perkumpulan ketoprak yang seni tradisi Alit tersebut.
melakukannya. Tidak pernah terdengar lagi Meskipun demikian, tidak semua
nama-nama perkumpulan ketoprak yang seni tradisi Alit berada dalam kondisi
begitu dikenal oleh masyarakat. Surutnya buruk atau kurang baik. Beberapa seni
popularitas ketoprak dalam masyarakat tradisi dapat tumbuh dan berkembang
Yogyakarta atau Jawa Tengah pada dengan baik, meskipun harus bersaing
umumnya tidak berarti bahwa ketoprak dengan jenis-jenis kesenian baru yang
sebagai suatu bentuk seni tradisi telah mati. dianggap lebih menarik dan lebih modern
Ketoprak belum mati. Masih cukup banyak peralatannya, seperti misalnya organ
perkumpulan ketoprak yang bertahan, tunggal, atau bersaing dengan media
meskipun tidak ada lagi yang dapat tumbuh elektronik, seperti televisi, video dan
dan berkembang sebagaimana halnya internet. Di Banyuwangi misalnya, kesenian
ketoprak “Siswo Budoyo” di era tahun janger Banyuwangi berhasil tumbuh dan
1980an misalnya 4. Di daerah Rembang berkembang pesat. Bahkan, berhasil
misalnya ketoprak ternyata masih hidup memanfaatkan kemajuan teknologi
dan disukai masyarakat meskipun negara rekaman untuk memajukan kesenian
atau pemerintah tidak banyak memberikan tersebut. Pangsa pasar yang masih terbatas
perhatian pada jenis seni tradisi Alit di kawasan ujung Jawa Timur ternyata
tersebut. tidak membuat kesenian ini terhambat
Kurangnya perhatian masyarakat perkembangannya.
dan negara pada seni tradisi Alit memang
telah membuat sebagian seni tradisi c. Seni Tradisi Suku
ini kemudian “mati suri”, menunggu
Seni tradisi Ageng dan Alit muncul
dewa penyelamat untuk menghidupkan
dalam masyarakat yang telah mengenal
kembali mereka. Sebagai contoh adalah
sistem pemerintahan berbentuk kerajaan,
dengan kraton atau istana raja sebagai
3. Gedung sementara, dengan dinding dari bambu dengan ratusan
kursi kayu di dalamnya serta panggung untuk pementasan
pusat dari segalanya, termasuk kesenian.
ketoprak. Namun, sebagaimana diketahui, tidak
4. Mengenai semakin menurunnya popularitas seni tradisi Alit ini
dapat dilihat Umar Kayam (2000). semua masyarakat Indonesia mengenal

6
Jurnal Ilmu Sosial Mamangan, Volume 2, Nomor 1, Januari-Juni 2015
Heddy Shri Ahimsa-Putra, Seni Tradisi, Jatidiri dan Strategi Kebudayaan

sistem politik kerajaan. Banyak sekali Oleh karena aspek ’seni’ dalam seni tradisi
suku bangsa di Indonesia yang tidak Suku ini belum dianggap penting -yang
mengenalnya. Suku-sukubangsa ini lebih penting adalah berhasil tidaknya
merupakan masyarakat kesukuan (tribal sebuah ritual mencapai tujuannya- maka
societiy), dengan kepala suku sebagai dengan sendirinya aspek keindahan atau
pemimpinnya. Seni tradisi yang lahir di ‘seni’ dari seni tradisi Suku ini juga kurang
tengah masyarakat seperti ini tidak dapat dikembangkan Diperlukan upaya-upaya
kita sebut sebagai seni tradisi Alit, karena tertentu untuk dapat menjadikan unsur-
di situ tidak terdapat seni tradisi Ageng unsur ‘seni’ dalam tradisi atau ritual
sebagai ’lawan’ atau ’pasangan’nya. Seni tersebut menjadi suatu bentuk ‘kesenian’
tradisi dalam masyarakat seperti ini lebih yang layak dan boleh dipentaskan sebagai
tepat disebut seni tradisi Suku. sebuah pertunjukan. Pengembangan seni
Berbeda dengan seni tradisi Ageng tradisi yang berasal dari tradisi Suku
dan Alit yang sebagian telah tumbuh dan memerlukan cara dan siasat yang berbeda
berkembang menjadi seni pertunjukan dengan pengembangan seni tradisi Ageng
atau seni yang dipentaskan dengan tujuan dan Alit.
untuk dinikmati, dikagumi keindahannya,
seni tradisi Suku umumnya dipentaskan SENI TRADISI DI INDONESIA: FUNGSI
bukan untuk ditonton, tetapi sebagai DI MASA DEPAN
bagian dari sebuah ritual atau upacara
Jika jumlah suku bangsa di Indonesia
keaga-maan. Memang seni tradisi tersebut
dianggap sama dengan jumlah bahasa daerah,
juga dapat ditonton dan dinikmati, tetapi
maka ada kira-kira 720an suku bangsa di
mementaskan sebuah jenis kesenian
Indonesia. Kalau 15 suku bangsa di situ
hanya untuk ditonton bukanlah ciri utama
dianggap mengenal tradisi Ageng, maka ada
seni tradisi Suku. Oleh karena itu, dalam
sekitar 735 tradisi di Indonesia, yang sebagian
masyarakat kesukuan jarang ditemukan
telah memiliki seni tradisinya sendiri dan
pertunjukan atau pementasan kesenian
sebagian lagi memiliki potensinya. Banyaknya
sebagaimana halnya dalam masyarakat
seni tradisi yang dapat dikembangkan di
yang mengenal kerajaan. Oleh karena
Indonesia ini memunculkan pertanyaan:
itu pula kata ‘seni’ di sini seringkali
apakah seni tradisi perlu dilestarikan dan
dirasakan kurang cocok, karena ‘seni’ atau
dikembangkan? Jawaban atas pertanyaan
ekspresi keindahan memang bukan tujuan
ini perlu disepakati bersama, sebab tanpa
utamanya.
kesepakatan tersebut setiap upaya untuk
Kalau seni tradisi Alit sudah sulit melestarikan seni tradisi tidak akan mendapat
menarik perhatian masyarakat yang lebih dukungan yang kuat dan utuh dari masyarakat.
luas atau negara, seni tradisi Suku lebih sulit Sebaliknya, apabila jawaban yang disepakati
lagi, karena ‘seni’ di situ masih melekat kuat bersama adalah ”Perlu”, maka setiap upaya
dengan ritual, yang seringkali dianggap untuk melestarikan atau yang merupakan
tidak cocok untuk dijadikan tontonan, bagian dari upaya pelestarian seni tradisi
bahkan ritual tertentu hanya boleh tentu akan mendapat dukungan luas dari
disaksikan oleh kalangan tertentu saja. masyarakat.

7
Jurnal Ilmu Sosial Mamangan, Volume 2, Nomor 1, Januari-Juni 2015
Heddy Shri Ahimsa-Putra, Seni Tradisi, Jatidiri dan Strategi Kebudayaan

Dalam pandangan saya, seni tradisi Keuntungan yang lain adalah jika
tetap perlu dilestarikan, karena unsur budaya ada di antara wisatawan asing yang sangat
ini memiliki beberapa fungsi sosio-kultural tertarik dengan jenis seni tradisi yang
yang sangat penting, baik itu yang bersifat ditampilkan, yang kemudian mengundang
material maupu non-material. Berikut adalah kelompok senimannya untuk melakukan
beberapa alasan mengapa seni tradisi perlu pementasan di luar negeri. Di sini seni
sekali dilestarikan. tradisi tidak lagi hanya menjadi atraksi
wisata, tetapi juga telah menjadi seni
a. Atraksi Wisata yang merepresentasikan sebuah bangsa.
Kelompok senimannya tidak lagi dapat
Pertama, dilihat dari sudut pandang
dipandang sebagai seniman-seniman biasa,
praktis-ekonomis, seni tradisi dapat menjadi
karena mereka tanpa disadari dan disengaja
salah satu atraksi wisata yang akan dapat
telah menjadi duta bangsa dan telah menjadi
menarik wisatawan asing maupun domestik
seniman yang diakui secara internasional.
untuk datang ke suatu daerah. Wayang
kulit dan sendratari Ramayana misalnya
merupakan seni tradisi yang berasal dari b. Jatidiri
Tradisi Ageng yang telah berhasil menjadi Kedua, seni tradisi juga dapat
salah satu atraksi wisata utama di Yogyakarta. menjadi salah satu perangkat simbolik
Di Bali seni tradisi yang mempunyai fungsi yang menandai identitas atau jatidiri
seperti ini antara lain adalah barong dan suatu masyarakat atau komunitas. Jatidiri
tari kecak (Ahim-sa-Putra, 2009). Dengan me-mang tidak akan membuat seseorang
peran yang baru dari seni tradisi dalam dunia kenyang ataupun bertambah kaya,
pariwisata maka fungsi seni tradisi menjadi akan teta-pi jatidiri tidak pernah dapat
lebih luas sekarang. Para pelaku seni tradisi ditinggalkan sama sekali, karena manusia
juga akan mendapat penghasilan tambahan akan sangat gelisah atau merana apabila
dengan melakukan pementasan untuk para dia merasa tidak memiliki jatidiri. Sebagai
wisatawan. individu ataupun secara kolektif manusia
Dengan meningkatnya wisatawan memerlukan jatidiri, sehingga jatidiri
yang datang ke suatu daerah, yang tertarik tidak hanya bersifat individual, tetapi juga
karena seni tradisinya yang terkenal kolektif atau komunal. Seni tradisi dari
misalnya, maka penghasilan masyarakat suatu daerah misalnya, biasanya dapat
dengan sendirinya akan meningkat. Seni dengan mudah disepakati sebagai salah
tradisi secara tidak langsung akan dapat satu ciri khas atau perwujudan jatidiri
mendorong perkembangan ekonomi masyarakat di daerah tersebut. Apalagi jika
lokal. Para pendukung seni tradisi tentu seni tradisi ini sudah dikenal sejak lama
akan sangat senang bilamana seni tradisi dan merupakan satu-satunya di daerah itu
mereka dikagumi oleh orang asing atau (Ahimsa-Putra, 2009).
bangsa lain. Apalagi kalau mereka ini Sebagai contoh adalah kesenian reog
bersedia membayar mahal untuk dapat yang kini telah menjadi salah satu unsur
menyaksikan pementasan seni tradisi jatidiri daerah Ponorogo di Jawa Timur.
tersebut. Begitu kuatnya citra daerah Ponorogo

8
Jurnal Ilmu Sosial Mamangan, Volume 2, Nomor 1, Januari-Juni 2015
Heddy Shri Ahimsa-Putra, Seni Tradisi, Jatidiri dan Strategi Kebudayaan

sebagai daerah reog di Indonesia, sehingga juga di bidang yang berbeda. Sebagai
jika kita mendengar kata ’Ponorogo’, maka contoh, banyak koreografer Indonesia yang
yang terbayang di pikiran kita adalah mendapat inspirasi menciptakan tari kreasi
kesenian reog, atau jika melihat reog, baru dari berbagai tari tradisional yang ada
maka yang terlintas dalam pikiran adalah di berbagai daerah di Indonesia. Koreogra i
daerah Ponorogo. Begitu juga halnya seni tari modern yang diciptakan oleh
dengan sendratari Ramayana dan daerah almarhum Bagong Kusudiardjo misalnya,
Yogyakarta, barong dengan Bali, ludruk sangat jelas memperlihatkan sumber
dengan Jawa Timur, ketoprak dengan inspirasi penciptaan tari-tarian tersebut,
Yogyakarta dan Jawa Tengah, wayang wong yakni seni tari tradisional Nusantara yang
Sriwe dari dengan kota Solo, tari Saman begitu beragam. Beberapa pementasan
dengan Aceh atau serampang dua belas yang dilakukan oleh Bengkel Teaternya
dengan budaya Melayu. W.S. Rendra di masa lampau misalnya, juga
Selain dapat menjadi bagian dari sangat sering menjadikan teater tradisional
jatidiri sebuah komunitas, seni tradisi juga ketoprak sebagai salah satu basisnya
dapat menjadi bagian dari jatidiri sebuah (Ahimsa-Putra, 2009).
bangsa. Apabila bangsa adalah juga sebuah Seni tradisi yang menjadi sumber
komunitas, sebagaimana dikatakan oleh penciptaan karya seni dalam bidang
Anderson (1985), maka dengan sendirinya yang berbeda misalnya adalah tari-tari
seni tradisi merupakan salah satu penanda Bali. Berbagai lukisan Bali misalnya
utama jati diri sebuah bangsa. Di Asia menampilkan penari-penari Bali dalam
Tenggara kita menemukan seni pertunjukan berbagai gerak atau tarian. Di sini seni
tradisional yang merupakan salah satu ciri tari telah menjadi inspirasi bagi seni lukis.
khas masyarakat Filipina, yakni komedia Penari memberi inspirasi pada pelukis.
(Tiongson, 1994). Di Thailand kesenian seni Penari dengan tari-tariannya yang indah
tradisi yang menjadi ciri khas masyarakat di telah mendorong pelukis untuk menyajikan
daerah selatan adalah Likay Pa (Noonsuk, gambar penari yang indah di atas kanvas.
1995). Pentingnya fungsi sebagai jatidiri Seni tradisi ronggeng di Jawa Tengah juga
ini tercermin misalnya dari reaksi keras telah menjadi sumber inspirasi utama
masyarakat Indonesia ketika tari Pendet karya sastra Ahmad Tohari (Ahimsa-Putra,
dari Bali dianggap telah diaku oleh bangsa 2009), dan masih banyak lagi yang lain di
lain sebagai seni tari mereka (Ahimsa-Putra, Indonesia.
2009). Beberapa contoh di atas mem-
perlihatkan dengan jelas bahwa seni
c. Sumber Inspirasi Penciptaan Karya tradisi di Indonesia –dan juga di tempat-
Seni Baru tempat lain- tetap mempunyai fungsi yang
Ketiga, seni tradisi juga dapat sangat penting. Fungsi-fungsi penting
menjadi salah satu basis atau sumber inilah yang membuat seni tradisi tetap
inspirasi penciptaan karya seni seorang perlu dilestarikan dan dikembangkan lagi
seniman. Tidak hanya bagi penciptaan di masa-masa yang akan datang. Punahnya
karya seni di bidang yang sama, tetapi seni tradisi dalam suatu masyarakat akan

9
Jurnal Ilmu Sosial Mamangan, Volume 2, Nomor 1, Januari-Juni 2015
Heddy Shri Ahimsa-Putra, Seni Tradisi, Jatidiri dan Strategi Kebudayaan

berarti pula hilangnya atraksi budaya seolah-olah tidak akan lagi tergantikan oleh
yang dapat menarik para wisatawan generasi di masa kini, karena sampai saat ini
untuk datang berkunjung, hilangnya kita belum mendengar nama-nama tokoh baru
salah satu unsur jatidiri yang dimilikinya dalam seni tradisi Alit. Kaderisasi tampaknya
dan hilangnya salah satu sumber penting memang merupakan masalah yang paling sulit
penciptaan karya-karya seni baru dalam diatasi dalam seni tradisi Alit.
masyarakat tersebut. Ketiga, seni tradisi umumnya
dapat bertahan hidup karena pengabdian
SENI TRADISI : BEBERAPA MASALAH para pemainnya, bukan karena dukungan
PENGEMBANGAN 5 institusional, baik dari pemerintah maupun
swasta. Kebanyakan seni tradisi berhasil
Meskipun seni tradisi telah jelas
bertahan hidup karena kebaikan hati beberapa
mempunyai fungsi yang tak tergantikan oleh
tokoh masyarakat yang menggemari seni
perangkat simbolik yang lain, namun nasibnya
tersebut atau karena adanya pemain yang sangat
tidak selamanya baik di setiap daerah. Ada
tinggi pengabdiannya pada seni itu. Mereka
beberapa masalah yang dapat kita identi ikasi
ini tidak segan-segan untuk mengeluarkan
dari berbagai kenyataan dan wacana tentang
biaya sendiri guna mendanai pementasan
seni tradisi yang berkembang di Indonesia.
yang mereka lakukan. Walaupun ada seni
Pertama adalah masalah semakin merosotnya
tradisi yang dihidupi oleh instansi pemerintah,
popularitas seni tradisi, terutama seni tradisi
namun ini tidak banyak terjadi. Mengandalkan
Alit, di Indonesia. Ludruk di Jawa Timur kini
pelestarian seni tradisi pada individu-individu
tidak lagi sangat populer seperti di tahun
tertentu tentu bukan merupakan jalan yang
1950-1960an. Demikian juga halnya dengan
terbaik. Dengan kata lain, kurangnya dukungan
ketoprak dan wayang wong di Yogyakarta
institusional formal merupakan salah satu sebab
dan Jawa Tengah (Kayam, 2000). Di kalangan
penting dari terjadinya kemandegan -jika bukan
masyarakat Melayu teater tradisional Makyong
kemerosotan- dalam seni tradisi di Indonesia.
tidak lagi ditonton oleh banyak orang. Tidak
lagi populer. Teater Dul Muluk di Sumatera Keempat, belum adanya rencana
Selatan juga sudah sangat jarang dipentaskan. induk dan strategi umum pengembangan
seni tradisi yang tersusun dengan baik dan
Kedua adalah lemahnya regenerasi atau
jelas di tangan pemerintah atau pemangku
pembentukan kader-kader seni tradisi Alit yang
kepentingan (stake holder) yang lain, yang
bersedia untuk tetap melanjutkan keberadaan
memungkinkan rencana tersebut diwujudkan
seni tradisi tersebut dalam masyarakat mereka.
dengan mudah oleh siapapun yang berminat
Kini, kita tidak lagi mendengar nama-nama
untuk mengembangkannya. Rencana seperti ini
yang begitu terkenal seperti pak Basiyo di
tentunya hanya dapat disusun berdasarkan atas
dunia lawak dengan grup Dagelan Mataramnya;
data yang lengkap dan akurat mengenai seni
pak Rusman dan bu Darsi sebagai pemain
tradisi yang ada, terutama mengenai situasi dan
wayang wong; atau pak Gito dan pak Gati di
kondisi yang dihadapi oleh masing-masing jenis
dunia ketoprak. Nama-nama tersebut kini
seni tradisi, baik itu yang kurang menguntungkan,
kurang menggembirakan maupun yang
5. Bagian ini dan selanjutnya saya ambil dari makalah seminar saya menguntungkan dan menggembirakan.
“Seni Tradisi: Masalah dan Upaya Pengembangannya” (2009)

10
Jurnal Ilmu Sosial Mamangan, Volume 2, Nomor 1, Januari-Juni 2015
Heddy Shri Ahimsa-Putra, Seni Tradisi, Jatidiri dan Strategi Kebudayaan

Ketiadaan data yang akurat mengenai kondisi Indonesia, terutama di tingkat kabupaten.
berbagai seni tradisi inilah yang perlu segera Sebagai unit terkecil yang otonom dalam
diatasi, jika pelestarian dan pengembangan sistem pemerintahan di Indonesia, pemerintah
seni tradisi ingin dapat dilakukan secara tertib, daerah kabupaten perlu mendalami lebih lanjut
effektif dan berkelanjutan. berbagai persoalan yang ada di masing-masing
Kelima, berbagai masalah di atas tidak kabupaten, agar pengembangan seni tradisi
dapat dilepaskan dari kualitas dari seni dapat dilakukan dengan lebih mudah dan
tradisi itu sendiri, serta cara pengemasan berjalan lebih cepat.
dan promosinya. Pada umumnya seni tradisi
memang tidak banyak meningkat kualitasnya SENI TRADISI : SIASAT
dari tahun ke tahun, dan ini disebabkan antara PENGEMBANGAN DI MASA DEPAN
lain oleh belum berkembangnya tradisi untuk
Jika disepakati bahwa seni tradisi
melakukan telaah kritis atas seni tradisi itu
tetap perlu dilestarikan karena seni tersebut
sendiri, yang kemudian akan dapat dijadikan
diyakini memberikan sumbangan sosio-
sebagai landasan bagi pengembangan atau
kultural yang sangat penting pada suatu
peningkatan kualitas seni tersebut. Dengan
masyarakat atau bangsa, maka langkah yang
kata lain kajian yang ilmiah, sistematis dan
perlu ditetapkan dan disepakati bersama
kritis mengenai seni tradisi masih perlu
lebih lanjut adalah kiat-kiat atau siasat-siasat
dikembangkan, agar dapat menjadi basis bagi
untuk melestarikan seni tradisi tersebut. Di
upaya pelestarian dan pengembangan seni
sinilah terletak salah satu kelemahan utama
tradisi itu sendiri.
dari masyarakat Indonesia. Setahu saya belum
Apa yang saya paparkan di atas ada sebuah perencanaan jangka panjang
merupakan sebuah gambaran umum, yang dengan skala nasional yang rapi, sistematis
belum tentu tepat ketika diterapkan pada dan diterapkan secara berkelanjutan, oleh
suatu jenis seni tradisi tertentu, atau di daerah pemerintah berkenaan dengan berbagai seni
tertentu, seperti kecamatan, kabupaten tradisi yang masih ada di Indonesia. Untuk itu
atau kota. Mungkin saja di suatu kabupaten diperlukan pemikiran-pemikiran mengenai
tertentu pemerintah daerahnya ternyata siasat atau kiat untuk melestarikan seni tradisi
memberikan perhatian yang sangat besar tersebut, sebelum beberapa di antaranya
pada pengembangan seni tradisi dan seniman punah karena tidak ada yang mewarisinya.
pendukungnya, sebaliknya di daerah lain Beberapa langkah yang menurut hemat saya
pemerintah daerah lebih tertarik untuk sangat perlu dilakukan adalah sebagai berikut.
mengembangkan pendidikan formal seni tradisi
Alit di sekolah-sekolah dasar dan tingkat SMP.
a. Pemetaan Seni Tradisi
Di daerah yang lain lagi mungkin pemerintah
daerahnya tengah berusaha menyusun rencana Pemetaan seni tradisi di Indonesia
besar pengembangan seni tradisi di situ. secara serius dan berkelanjutan, mulai
dari seni lukis, seni kriya, seni patung,
Meskipun demikian, gambaran di atas
seni tari, sampai jenis-jenis kesenian yang
cukup menampilkan masalah-masalah umum
mungkin belum memiliki nama, harus
yang dihadapi dalam upaya pengembangan
segera dilakukan. Peta ini sebaiknya tidak
seni-seni tradisi di berbagai daerah di

11
Jurnal Ilmu Sosial Mamangan, Volume 2, Nomor 1, Januari-Juni 2015
Heddy Shri Ahimsa-Putra, Seni Tradisi, Jatidiri dan Strategi Kebudayaan

hanya menunjukkan daerah asal seni tradisi yang besar setiap tahun untuk melakukan
tersebut, tetapi juga persebarannya di pemetaan tersebut.
sebuah daerah atau Indonesia, tingkat
populartitasnya, serta situasi dan kondisi b. Formalisasi
kehidupan para seniman dan perkumpulan
Apabila peta seni tradisi ini telah
seni tradisi tersebut. Peta ini sebaiknya juga
dibuat dan berbagai seni tersebut juga
mencantumkan sejarah seni tradisi tersebut
telah dapat diketahui dengan baik seluk-
serta berbagai upaya yang telah dilakukan
beluknya, yang diperlukan kemudian
oleh masyarakat untuk melestarikannya,
adalah menetapkan secara formal masing-
termasuk berbagai kesulitan dan kendalanya.
masing jenis seni tradisi tersebut. Artiya,
Peta yang dihasilkan dari penelitian perlu dilakukan pende inisian atas sebuah
semacam ini tentu akan sangat berman- seni tradisi serta berbagai variasinya, agar
faat bagi upaya-upaya pelestarian dan seni tersebut dapat dengan mudah dikenali
pengembangan seni tradisi. Dengan dan diidenti ikasi. Langkah ini bukan
menge-tahui situasi dan kondisi, serta untuk menghasilkan pembakuan, tetapi
berbagai masalah yang dihadapi oleh untuk memberikan rambu-rambu tertentu
seni tradisi tersebut di masa kini, akan berkenaan dengan ciri-ciri pokok dari jenis
dapat direncanakan cara dan siasat yang seni tradisi tertentu. Dengan formalisasi
dapat ditempuh untuk melestarikan dan ini maka akan dapat ditempuh cara-cara
mengembangkannya. Paparan mengenai pelestarian dan pengembangan yang lebih
sejarah seni tradisi tersebut juga akan jelas dan terarah, karena tidak lagi terjadi
dapat mencegah masyarakat atau bangsa tumpang-tindih antara kategori seni tradisi
lain mengaku seni tersebut sebagai milik yang satu dengan kategori seni yang lain.
mereka. Informasi mengenai luasnya
Formalisasi tersebut juga akan
persebaran seni-seni tradisi di sebuah
memudahkan proses pengajaran seni
daerah juga akan akan memudahkan
tradisi tersebut, karena apa-apa saja yang
disusunnya sebuah perencanaan untuk
harus diajarkan di situ menjadi jelas. Selain
lebih memperluas lagi persebaran seni ini
itu dengan formalisasi tersebut akan dapat
di masa-masa yang akan datang.
dilihat dengan mudah berbagai kekurang-an
Ke n d a l a u t a m a d a l a m u p aya yang masih perlu diperbaiki dari seni tradisi
memetakan seni tradisi ini adalah tersebut. Dari sinilah akan berkembang
pembuatan rencana pemetaan tersebut, lebih lanjut apresiasi atas seni tradisi itu,
sumber daya manusia, ketersediaan yang salah satu bentuk utamanya adalah
dana. Diperlukan pengetahuan yang kritik seni. Atas dasar formalisasi dan
komprehensif mengenai metode penelitian telaah kritis yang dilakukan dapat diketahui
dan analisis seni tradisi untuk dapat bagian-bagian atau unsur-unsur yang masih
memetakan semua jenis seni tersebut belum begitu bagus, yang kemudian dapat
di Indonesia; diperlukan sumber daya diperbaiki, sehingga kualitas seni tradisi
manusia yang mampu mengumpulkan tersebut semakin meningkat.
data mengenai seni tradisi tersebut dengan
lengkap dan akurat; serta diperlukan dana

12
Jurnal Ilmu Sosial Mamangan, Volume 2, Nomor 1, Januari-Juni 2015
Heddy Shri Ahimsa-Putra, Seni Tradisi, Jatidiri dan Strategi Kebudayaan

c. Pendidikan Seni Tradisi sekolah-sekolah seni, maka salah satu


unsur yang perlu diperhatikan di situ
Formalisasi dalam proses pengajaran
adalah pengembangan kritik seni tradisi.
atau pewarisan seni tradisi tersebut akan
Kritik seni ini sangat diperlukan jika
mendorong munculnya lembaga-lembaga
diinginkan kualitas yang lebih baik dapat
pendidikan yang mengkhususkan diri
dicapai di masa-masa yang akan datang,
pada pelestarian dan pengembangan seni
karena melalui kritik inilah akan dapat
tradisi. Jika lembaga-lembaga pendidikan
ditetapkan sebuah standar atau patokan
seperti ini tidak muncul dalam masyarakat
mengenai seni tradisi seperti apa yang
secara spontan, maka pemerintah (pusat
dipandang baik atau berkualitas, yang ini
maupun daerah) harus menjadi sponsor
berarti juga ditetapkannya hal-hal yang
atau fasilitatornya. Dari sini akan dapat
dipandang kurang baik dalm seni tradisi
muncul misalnya sekolah tinggi ketoprak,
tersebut, yang kemudian perlu diperbaiki
sekolah tinggi ludruk. Mengapa tidak?
atau ditinggalkan. Dengan menetapkan
Setahu saya di sejumlah institut seni unsur-unsur seni yang dianggap baik, dan
di Indonesia ada jurusan yang mengajarkan kemudian memperbaikinya, mengubahnya,
teater, tetapi saya tidak tahu apakah di menggantinya atau membuangnya, maka
dalamnya sudah tercakup juga teater kualitas seni tradisi tersebut dengan
tradisional, seperti ketoprak, ludruk, makyong, sendirinya akan bertambah baik pula.
teater Batak dan sebagainya. Jika belum, ada
Kritik seni tradisi inilah yang belum
baiknya mulai dipikirkan pengajaran teater
begtiu berkembang di Indonesia. Kalau
tradisional tersebut, agar jenis-jenis seni
untuk seni modern saja kritik seni ini juga
tradisi ini dapat diwariskan dari generasi ke
belum begitu berkembang, apalagi untuk
generasi dan dapat berkembang dengan pesat
seni tradisi Memang, kadang-kadang ada
di masa-masa yang akan datang.
resensi atau ulasan tentang seni sastra, seni
Selain pendidikan seni tradisi lukis atau seni pertunjukan dalam surat
dalam jalur yang formal, pendidikan pada kabar atau majalah populer, namun ulasan
jalur non-formal juga perlu ditingkatkan. tersebut biasanya tidak sangat kritis atau
Pembinaan sanggar-sanggar seni yang tajam. Sangat jarang -bahkan hampir tidak
mewariskan seni tradisi perlu diperkuat ada- ulasan kritis tentang ketoprak, wayang
dengan memberikan bantuan pendanaan, wong, atau seni tradisi yang lain di surat
bantuan tenaga pengajar atau bantuan kabar. Kritik ini sendiri sebenarnya juga
perbaikan fasilitas pendidikan. Berbagai tidak akan berkembang selama estetika
kegiatan festival seni tradisi juga perlu seni tradisi juga belum berkembang,
diselenggarakan untuk membangkitkan karena untuk menentukan indah tidaknya
minat warga masyarakat mempelajari dan unsur-unsur tertentu dalam sebuah seni
memraktekkan seni tradisi. tradisi diperlukan adanya patokan-patokan
tertentu tentang keindahan, dan ini adanya
d. Pengembangan Kritik Seni Tradisi dalam estetika atau ilsafat seni. Di sinilah
Apabila pendidikan seni tradisi diperlukan estetika seni tradisi.
telah berkembang secara formal melalui

13
Jurnal Ilmu Sosial Mamangan, Volume 2, Nomor 1, Januari-Juni 2015
Heddy Shri Ahimsa-Putra, Seni Tradisi, Jatidiri dan Strategi Kebudayaan

e. Pengembangan Estetika Seni ini dukungan masyarakat, swasta dan


Tradisi pemerintah memang sangat diperlukan.
Selama pihak swasta atau masyarakat belum
Pengembangan estetika seni tradisi
ada yang tertarik untuk berpartisipasi
perlu mendapat perhatian yang lebih
dalam pengembangan seni tradisi, maka
besar dalam pendidikan dan pengajaran
pemerintahlah -dalam hal ini dinas atau
seni. Selama ini, setahu saya, estetika yang
kantor yang terkait- yang harus menjadi
diajarkan umumnya adalah estetika seni
motor penggerak kegiatan sosialisasi,
Barat. Hal ini tidak salah, tetapi apakah
pelestarian dan pengembangan seni tradisi
masyarakat Indonesia tidak memiliki
tersebut.
estetikanya sendiri? Tentu mereka memiliki,
dan estetika ini belum tentu sama antara Sosialisasi dapat dilakukan misalnya
sukubangsa yang satu dengan sukubangsa dengan membentuk sanggar-sanggar
yang lain. Perhatikan misalnya, tari Melayu seni tradisi hingga pada tingkat RT atau
tradisional, dan bandingkan kemudian RW, atau tingkat desa/kelurahan. Bali
dengan tari Bali. Di situ akan terlihat merupakan salah satu contoh yang paling
keindahan-keindahan yang berbeda. Pada baik mengenai proses sosialisasi dan
penari Melayu misalnya, mata bukan pelestarian seni tradisi, karena di Bali
merupakan bagian tubuh yang perlu diolah terdapat berbagai perkumpulan (sekeha)
menjadi bagian dari keindahan sebuah tari, dan banjar, yang dapat menjadi basis
tetapi pada tari Bali tertentu, hal itu sangat pelestarian dan pengembangan seni tradisi
penting. Estetika yang berbeda inilah yang masyarakat Bali. Modal sosial seperti inilah
perlu mendapatkan perhatian serius dalam yang perlu dimiliki oleh banyak masyarakat
pengembangan seni tradisi di Indonesia. di Indonesia, untuk melestarikan dan
Di sinilah diperlukan pengembangan mengembangkan seni tradisi yang dimiliki.
ethnoaesthetics.
Estetika seni tradisi ini kemudian akan g. Dukungan Finansial dan Fasilitas
dapat digunakan untuk menilai keindahan Dana merupakan unsur yang
sebuah karya seni tradisi, dan dengan adanya sangat penting bagi upaya pelestarian dan
penilaian inilah kualitas seni tradisi yang pengembangan seni tradisi. Dana ini dapat
ada akan dapat ditingkatkan. Meningkatnya berasal dari masyarakat atau pemerintah.
kualitas seni tradisi kemudian akan dapat Kurangnya perhatian terhadap seni tradisi
meningkatkan minat warga masyarakat -karena tidak dipandang penting fungsinya
untuk mempelajari, melestarikan dan dalam masyarakat- membuat warga
mengembangkannya. masyarakat juga enggan mengucurkan
dana untuk pelestarian dan pengembangan
f. Sosialisasi seni tradisi. Dukungan inansial ini tidak
hanya diperlukan untuk kegiatan rutin
Selanjutnya, siasat lain yang perlu
pelestarian dan pengembangan, tetapi
ditempuh untuk melestarikan seni tradisi
juga untuk penyelenggaraan lomba-
adalah melakukan sosialisasi yang lebih
lomba atau festival-festival seni tradisi.
giat mengenai seni tradisi ini. Dalam hal
Berbagai kegiatan ini tentunya akan

14
Jurnal Ilmu Sosial Mamangan, Volume 2, Nomor 1, Januari-Juni 2015
Heddy Shri Ahimsa-Putra, Seni Tradisi, Jatidiri dan Strategi Kebudayaan

dapat meningkatkan perhatian dan minat seni tradisi; c) standardisasi seni tradisi;
masyarakat terhadap seni tradisi. d) pengembangan estetika seni tradisi; e)
Selain itu, dukungan berupa fasilitas sosialisasi; f) pemberian dukungan inansial
untuk menyelenggarakan kegiatan rutin dan fasilitas
seni tradisi sebaiknya juga diberikan. Jika Sebenarnya masih ada beberapa siasat
dana dan fasilitas ini dapat disedia-kan pelestarian dan pengembangan lagi yang dapat
secara rutin, tentu seni tradisi akan diminati dilakukan, tetapi beberapa butir pemikiran
oleh masyarakat. Fasilitas dan bantuan di atas kiranya sudah dapat memberikan
dana juga dapat diberikan pada sanggar- gambaran yang cukup jelas mengenai sejumlah
sanggar seni tradisi yang telah ada. Bantuan masalah yang dihadapi oleh seni tradisi pada
yang menunjukkan adanya kepedulian dari umumnya di Indonesia dan cara-cara untuk
pemerintah dan masyarakat ini tentu akan mengatasi masalah tersebut. Sebagai lontaran
membuat para pendukung seni tradisi pemikiran, apa yang telah saya sampaikan
bersedia berupaya lebih keras untuk di atas tidak harus diterima sebagai sebuah
melestarikan dan mengembangkan seni kebenaran mutlak. Berbagai gagasan tersebut
tradisi yang mereka cintai. masih perlu dikembangkan lebih lanjut dalam
pelaksanaannya, dan disesuaikan dengan
PENUTUP situasi dan kondisi yang ada dalam masyarakat.

Masyarakat Indonesia yang sangat


DAFTAR PUSTAKA
majemuk memiliki seni tradisi yang sangat
beragam dan sangat perlu dilestarikan, karena Ahimsa-Putra, H.S. (ed.). 2000. Ketika Orang
seni-seni tradisi ini memiliki beberapa fungsi Jawa Nyeni. Yogyakarta: Galang Press.
sosio-kultural yang tidak selalu dimiliki oleh _________. 2007. Festival Seni Rakyat: Memuliakan
unsur-unsur budaya yang lain, seperti misalnya dan Mengkomersialkan?. Makalah seminar
fungsi sebagai: a) atraksi wisata b) jati diri nasional.
dan c) sumber inspirasi penciptaan karya-
karya seni baru. Meskipun demikian proses _________. 2009. Seni Tradisi: Masalah dan Upaya
pelestarian dan pengembangan seni tradisi Pengembangannnya. Makalah Seminar.
tidak selamanya berjalan mudah dan lancar. _________. 2014. Seni Tradisi, Jatidiri dan Politik
Ada sejumlah kendala yang menghalanginya, Kebudayaan. Makalah seminar. Anderson,
yaitu: a) belum adanya data base yang B.O.G. 1985 Imagined Community.
komprehensif mengenai seni tradisi di seluruh
Kayam, U. 2000. “Pertunjukan Rakyat
Indonesia; b) kurangnya dana untuk kegiatan
Tradisionbal Jawa dan Perubahan” dalam
pelestarian seni tradisi; c) belum tersedianya
Ketika Orang Jawa Nyeni, H.S.Ahimsa-
sumberdaya manusia pelestari seni tradisi yang
Putra (ed.). Yogyakarta: Galang Press.
cukup memadai. Terlepas dari kendala-kendala
ini, dalam pelestarian dan pengembangan Noonsuk, P. 1995. ”Nora: A Southern Thai
seni tradisi ada sejumlah siasat pelestarian dance Drama” dalam Traditional Theatre
yang dapat ditempuh. Di antaranya adalah: a) in Southeast Asia, C.S.Pong (ed.) Singapore:
pemetaan seni tradisi; b) pendidikan formal UniPress

15
Jurnal Ilmu Sosial Mamangan, Volume 2, Nomor 1, Januari-Juni 2015
Heddy Shri Ahimsa-Putra, Seni Tradisi, Jatidiri dan Strategi Kebudayaan

Pong, C.S. (ed.) 1995. Traditional Theatre in _________. 2002. Seni Pertunjukan Indonesia di
Southeast Asia. Singapore: UniPress Era Globalisasi. Yogyakarta: Gadjah Mada
Red ield, R. 1962-1963. Human Nature and University Press.
the Study of Society. Chicago: Chicago Syaritsa, T.S. 2007. ”Musik melayu dan
University Press. Perkembangannya di Sumatera Utara”
Sinar, T.L. 2007. ”Sejarah Kesultanan Melayu dalam Masyarakat Melayu dan Budaya
di Sumatera Timur” dalam Masyarakat Melayu dalam Perubahan, H.S. Ahimsa-
Melayu dan Budaya Melayu dalam Putra (ed.). Yogyakarta: Adi Cita.
Perubahan, H.S. Ahimsa-Putra (ed.). Yogya: Tiongson, N.G. 1994. Living Traditions: Essays
Adi Cita. on the Revitalization of Asean CTM Forms.
Soedarsono. 1984. Wayang Wong: The State Jakarta: ASEAN COCI.
Ritual Dance Drama in the Court of
Yogyakarta. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.

16
Jurnal Ilmu Sosial Mamangan, Volume 2, Nomor 1, Januari-Juni 2015
PANDUAN PENULISAN
Jurnal Mamangan Edisi III, Program Studi Pendidikan Sosiologi
STKIP PGRI Sumatera Barat

a. Pendahuluan
Setiap tulisan ilmiah, baik berupa essay, makalah, jurnal, laporan penelitian dan buku memiliki karakteristik
tersendiri sesuai dengan selera penulis, penerbit, sponsor penelitian dan atau aturan-aturan tertentu sesuai dengan
ruang dan waktu dimana tulisan dibuat oleh penulis. Selain itu, karakteristik sebuah tulisan ilmiah juga menggambarkan
karakter institusi dimana sebuah tulisan diterbitkan. Meskipun demikian sebuah tulisan ilmiah tentulah memiliki
standar minimum yang harus dipenuhi. Standar minimum tersebut terkait dengan substansi isi dan aspek teknis dalam
penulisannya. Dengan dua standar yang ada sebuah tulisan ilmiah dapat dipertanggungjawabkan secara akademis.
Mengikuti logika umum penulisan ilmiah, ragam bentuk dan karakteristik tulisan ilmiah yang berlaku umum dalam
khasanah akademik maupun praktis sebagaimana diuraikan di atas, untuk menjadikan Jurnal Mamangan sebagai sebuah
karya ilmiah, program studi sosiologi juga menginginkan jurnal Mamangan memiliki karakter yang kuat dan spesi ik
dalam kerangka isu dan bentuk penulisan. Karakter dan spesi ikasi yang kuat antara lain dapat diatur melalui dua hal,
pertama substansi isi. Substansi isi diatur melalui tema dan isu utama tulisan pada masing-masing edisi jurnal yang
ditetapkan oleh redaksi. Paling tidak, tulisan yang ada dalam satu edisi memiliki isu utama yang sama dalam kacamata
disiplin ilmu yang berbeda, sehingga jurnal melahirkan pembahasan isu dengan multiparadigma. Dengan khasanah
ilmu yang berbeda tersebut kemudian isu utama jurnal pada masing-masing edisi akan memiliki perspektif yang banyak
dan isu utama dapat dibahas secara utuh dan kokoh.
Kedua pengaturan teknis dan sistematika penulisan. Pengaturan teknis dan sistematika penulisan bertujuan
untuk menyamakan pola dan kerangka penulisan yang hendak dimuat dalam jurnal. Pengaturan teknis dan sistematika
penulisan ini sekaligus bertujuan untuk membantu penulis dalam mengerangkakan tulisan ilmiah yang akan dikirimkan
ke Jurnal Mamangan Diharapkan dengan pengaturan format makalah secara substansi dan teknis, jurnal Mamangan
memiliki karakter yang kuat dan khas dalam secara ilmiah.

b. Tujuan
Pengaturan teknis dan format penulisan ini tidak berpretensi untuk menggurui atau bahkan mengajarkan kepada
partisipan tentang bagaimana cara menulis ilmiah yang baik dan benar, tapi pengaturan format ini tidak labih dari
sekedar menyamakan persepsi tentang substansi dan format tulisan yang diinginkan dalam jurnal yang direncanakan.
Sehingga, penulisan panduan ini hanya sebatas untuk menyamakan pola dan kerangka dasar penulisan untuk tema
yang sama dalam kacamata yang berbeda.

c. Teknis dan Format Penulisan


1. Naskah merupakan karya ilmiah original penulis dan tidak mengandung unsur plagiarisme;
2. Naskah ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris;
3. Naskah menggunakan istilah yang baku serta bahasa yang baik dan benar;
4. Naskah diketik dengan program Microsoft Word, huruf Cambria, ukuran 12 pts, spasi 1, kertas ukuran A4,
12-17 halaman;
5. Naskah diserahkan dalam bentuk soft copy ke email redaksi, redaksimamangan@gmail.com
6. Sistematika penulisan artikel:
a) Judul: maksimal 14 kata dalam bahasa Indonesia dan 12 kata dalam bahasa Inggris; ditulis dengan huruf
kapital, ukuran 12 pts;
b) Nama Penulis: tanpa mencantuman gelar akademik. Artikel yang ditulis oleh lebih dari satu orang, harus
mencantumkan setiap nama penulis, dengan meletakkan nama penulis utama di urutan awal; nama
penulis diikuti dengan mencantumkan alamat email.
c) Lembaga: dicantumkan di bawah alamat email setelah nama penulis;
d) Abstrak dan Kata Kunci (keyword): Abstrak ditulis dalam dua bahasa, yaitu Bahasa Inggris dan Bahasa
Indonesia. Panjang abstrak maksimal 200 kata, dan kata kunci (keyword) maksimal 5 kata. Abstrak memuat
tujuan, metode, dan hasil penelitian;
e) Pendahuluan: berisi latar belakang masalah, konteks penelitian, telaah pustaka, dan tujuan penelitian.
Seluruh bagian pendahuluan diuraikan secara terintegrasi dalam bentuk paragraf-paragraf;
f) Literature review atau kerangka teori : bagian ini merupakan uraian penulis tentang penelusuruan penelitian
terdahulu atau kajian teoritis yang digunakan dalam artikel. Literature review atau kerangka teori maksimal
2 halaman.
g) Metode Penelitian: berisi uraian tentang rancangan teknis-prosedural penelitia, berupa setting lokasi
penelitian, jenis data penelitian, teknik pengumpulan data, analisis data, dan penyajian data. dapat juga
ditambahkan paradigma penelitian;
h) Hasil/ Temuan Penelitian/ Analisis: merupakan hasil analisis yang berkaitan dengan pertanyaan penelitian.
Setiap temuan data penelitian haur dibahas. Pembahasan berupa pemaknaan, interpretasi, dan pendekatan
atau pembacaan teori terhadap data yang diperoleh;
i) Simpulan: bagian ini terdiri dari temuan penelitian yang merupakan jawaban atas pertanyaan penelitian
atau merupakan intisari dari hasil pembahasan. Kesimpulan disajikan dalam bentuk paragraf;
j) Daftar Pustaka: hanya memuat sumber-sumber yang dirujuk, dan setiap sumber yang dirujuk harus
tercantum dalam daftar pustaka. Rujukan berupa sumber-sumber primer yang terdiri dari hasil penelitian,
artikel jurnal, dan penelitian sripsi, tesis dan disertasi;
k) Biodata Penulis: berupa nama, tempat tanggal lahir, alamat, lembaga, alamat email, nomor telepon/HP,
pendidikan dan pekerjaan, serta publikasi karya/tulisan terbaru.

Contoh penulisan Daftar Pustaka:


Buku:
Anderson, D.W., Vault, V.D & Dickson, C.E. Problems dan Prospects for the Decades Ahead: Competency Based Teacher
Education. Berkeley: McCutchan Publishing Co, 1999.

Buku kumpulan artikel:


Saukah, A. & Waseso, M.G. (Eds.). Menulis Artikel untuk Jurnal Ilmiah (edisi ke-4, cetakan ke-1). Malang: UM Press, 2002.

Artikel dalam buku kumpulan artikel:


Russel, T. An Alternative Conception: Representing Representation. Dalam P.J. Black & A. Lucas (Eds.), Children’s Informal
Ideas in Science (hal. 62-84). London: Routledge, 1998.

Artikel dalam jurnal atau majalah:


Kansil, C.L. Orientasi Baru Penyelenggaraan Pendidikan Program Profesional dalam Memenuhi Kebutuhan Dunia
Industri. Transpor, XX (4): 57-61, 2002.

Artikel dalam koran:


Pitunov, B. Sekolah Unggulan ataukah Sekolah Pengunggulan? Kompas, hlm. 4 & 11, 13 Desember, 2002.

Tulisan/berita dalam koran (tanpa nama pengarang):


Republika. Wanita Kelas Bawah Lebih Mandiri, hal. 3, 22 April 2013.
Dokumen resmi:
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Pedoman Penulisan Laporan Penelitian. Jakarta: Depdikbud. Undang-
undang Republik Indonesia Nomor 2 tentang Sistem Pendidikan nasional. Jakarta: PT Armas Duta Jaya, 1978.

Buku terjemahan:
Ary, D., Jacobs, L.C. & Razavieh, A. 1976. Pengantar Penelitian Pendidikan. Terjemahan oleh Arif Furchan. Surabaya:
Usaha Nasional, 1982.

Skripsi, Tesis, Disertasi, Laporan Penelitian:


Kuncoro, T. Pengembangan Kurikulum Pelatihan Magang di STM Nasional Malang Jurusan Bangunan, program Studi
Bangunan Gedung: Suatu Studi Berdasarkan Kebutuhan Dunia Usaha Jasa Konstruksi. Tesis. Malang: PPS IKIP
MALANG, 1996.

Makalah seminar, lokakarya, penataran:


Waseso, M.G. Isi dan Format Jurnal Ilmiah. Makalah. Seminar Lokakarya Penulisan Artikel dan Pengelolaan Jurnal Ilmiah,
Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin, 9-11 Agustus, 2001.

Internet (karya individual):


Hitchcock, S., Carr, L. & Hall, W. A Survey of STM Online Journals, 1990-1995: The Calm before the Storm, 1996. (http://
journal.ecs.soton.ac.uk/survey/survey.html,diunduh 12 Juli 2011).

Internet (artikel dalam jurnal online):


Kumaidi. 1998. Pengukuran Bekal Awal Belajar dan Pengembangan Tesnya. Jurnal Ilmu Pendidikan. (Online), Jilid 5, No.
4, (http://www.malang.ac.id, diunduh 20 Januari 2011).

Internet (bahan diskusi):


Wilson, D. 20 November 1995. Summary of Citing Internet Sites. NETTRAIN Discussion List, (Online), (NETTRAIN@
ubvm.cc.buffalo.edu, diunduh 22 Oktober 2010.

Internet (email pribadi):


Naga, D. S. (ikip-jkt@indo.net.id). 1 Oktober 2011. Artikel untuk Turast. E-mail kepada Subhan Ajrin (subhanajrin@
gmail.com).
9 772301 849015

Anda mungkin juga menyukai