Anda di halaman 1dari 5

Istilah asesmen diartikan oleh Stiggins sebagai penilaian proses, 

kemajuan, dan hasil belajar


siswa . Sementara itu asesmen diartikan oleh Kumano sebagai « The process of Collecting data
which shows the development of learning». Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa asesmen
merupakan istilah yang tepat untuk penilaian proses belajar siswa. Namun meskipun proses
belajar siswa merupakan hal penting yang dinilai dalam asesmen, faktor hasil belajar juga tetap
tidak dikesampingkan. Gabel mengkategorikan asesmen ke dalam kedua kelompok besar yaitu
asesmen tradisional dan asesmen alternatif. Asesmen yang tergolong tradisional adalah tes
benarsalah, tes pilihan ganda, tes melengkapi, dan tes jawaban terbatas. Setiap butir pertanyaan
atau tugas tersebut mempunyai jawaban atau ketentuan yang dianggap benar. Dengan demikian
apabila suatu tugas atau pertanyaan menuntut harus dikerjakan oleh seseorang, tetapi tidak ada
jawaban atau cara pengerjaan yang benar dan salah maka tugas atau pertanyaan tersebut
bukanlah tes. Tes merupakan salah satu upaya pengukuran terencana yang digunakan oleh guru
untuk mencoba menciptakan kesempatan bagi siswa dalam memperlihatkan prestasi mereka
yang berkaitan dengan tujuan yang telah ditentukan. Tes terdiri atas sejumlah soal yang harus
dikerjakan siswa. Mereka inilah yang akan dinilai atau diukur kemampuannya. Sedangkan Tester
adalah seseorang yang diserahi tugas untuk melaksanakan pengambilan tes kepada responden.
Menurut Zainul & Nasution Hubungan antara tes, pengukuran, dan evaluasi adalah sebagai
berikut. Evaluasi belajar baru dapat dilakukan dengan baik dan benar apabila menggunakan
informasi yang diperoleh melalui pengukuran yang menggunakan tes sebagai alat ukurnya. Akan
tetapi tentu saja tes hanya merupakan salah satu alat ukur yang dapat digunakan karena informasi
tentang hasil belajar tersebut dapat pula diperoleh tidak melalui tes, misalnya menggunakan alat
ukur non tes seperti observasi, skala rating, dan lain-lain.

Asesmen merupakan salah satu kegiatan pengukuran. Dalam konteks bimbingan konseling,
asesmen yaitu mengukur suatu proses konseling yang harus dilakukan konselor sebelum, selama,
dan setelah konseling tersebut dilaksanakan/ berlangsung. Asesmen merupakan salah satu bagian
terpenting dalam seluruh kegiatan yang ada dalam konseling. Karena itulah asesmen dalam
bimbingan dan konseling merupakan bagian yang terintegral dengan proses terapi maupun
semua kegiatan bimbingan dan konseling itu sendiri. Asesmen dilakukan untuk menggali
dinamika dan faktor penentu yang mendasari munculnya masalah. Hal ini sesuai dengan tujuan
asesmen dalam bimbingan dan konseling, yaitu mengumpulkan informasi yang memungkinkan
bagi konselor untuk menentukan masalah dan memahami latar belakang serta situasi yang ada
pada masalah klien. Asesmen yang dilakukan sebelum, selama dan setelah konseling
berlangsung dapat memberi informasi yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang
dihadapi klien. Dalam prakteknya, asesmen dapat digunakan sebagai alat untuk menilai
keberhasilan sebuah konseling, namun juga dapat digunakan sebagai sebuah terapi untuk
menyelesaikan masalah klien.
Asesmen merupakan kegiatan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan/ kompetensi yang
dimiliki oleh klien dalam memecahkan masalah. Asesmen yang dikembangkan adalah asesmen
yang baku dan meliputi beberapa aspek yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor dalam kompetensi
dengan menggunakan indikator-indikator yang ditetapkan dan dikembangkan oleh Guru BK/
Konselor sekolah. Asesmen yang diberikan kepada klien merupakan pengembangan dari area
kompetensi dasar pada diri klien yang akan dinilai, yang kemudian akan dijabarkan dalam
bentuk indikator-indikator. Pada umumnya asesmen bimbingan konseling dapat dilakukan dalam
bentuk laporan diri, performance test, tes psikologis, observasi, wawancara, dan sebagainya.
Dalam pelaksanaannya, asesmen merupakan hal yang penting dan harus dilakukan dengan
berhati-hati sesuai dengan kaidahnya. Kesalahan dalam mengidentifikasi masalah karena
asesmen yang tidak memadai akan menyebabkan tritmen gagal; atau bahkan dapat memicu
munculnya konsekuensi dari tritmen yang merugikan diri klien. Meskipun menjadi dasar dalam
melakukan tritmen pada klien, tidak berarti konselor harus menilai semua latar belakang dan
situasi yang dihadapi klien pada saat itu jika tidak perlu. Kadangkala konselor menemukan
bahwa ternyata «hidup» klien sangat menarik. Namun demikian tidaklah efisien dan tidak etis
untuk menggali semuanya selama hal tersebut tidak relevan dengan tritmen yang diberikan untuk
mengatasi masalah klien. Karena itu, setiap guru pembimbing/ konselor perlu berpegang pada
pedoman pertanyaan sebelum melakukan asesmen; yaitu «Apa saja yang perlu kuketahui
mengenai klien?». Hal itu berkaitan dengan apa saja yang relevan untuk mengembangkan
intervensi atau tritmen yang efektif, efisien, dan berlangsung lama bagi klien.

Selain itu, asesmen juga diperlukan untuk memperoleh informasi yang membedakan antara apa
ini dengan apa yang diinginkan sesuai dengan kebutuhan dan hasil konseling.
Asesmen memiliki hubungan yang sangat signifikan dengan perencanaan dan pelaksanaan
model-model pendekatan konseling. Jika kedua komponen tersebut didesain dengan pendekatan
«client centered» atau «bottom up», asesmen akan mengarah pada inovasi. Hal ini memiliki
makna bahwa asesmen tidak hanya berorientasi pada hasil/ produk akhir, tetapi justru akan lebih
terfokus pada proses konseling, yaitu mulai dari membuka konseling sampai dengan mengakhiri
konseling; atau setidak-tidaknya akan ada keseimbangan antara proses konseling dengan hasil
konseling. Dengan demikian asesmen akan benar-benar bisa memenuhi kriteria objektivitas dan
keadilan, sehingga keputusan yang akan diambil oleh klien dapat benar-benar sesuai dengan
kemampuan diri klien itu sendiri. Asesmen yang tidak dilakukan secara objektif, akan
berpengaruh pada pelayanan konseling oleh konselor sekolah/ Guru BK. Hal ini akan berakibat
tidak baik pada diri klien, bahkan terhadap konselor itu sendiri untuk jangka panjang maupun
jangka pendek.

Asesmen dalam bimbingan dan konseling adalah asesmen yang berbasis individu dan
berkelanjutan. Semua indikator bukan diukur dengan soal seperti dalam pembelajaran, tetapi
diukur secara kualitatif, kemudian hasilnya dianalisis untuk mengetahui kemampuan klien dalam
mengambil keputusan pada akhir konseling, dalam melaksanakan keputusan setelah konseling,
serta melihat kendala/ masalah yang dihadapi klien dalam proses konseling maupun kendala
dalam melaksanakan keputusan yang telah ditetapkannya.

Systems assessment, yaitu asesmen yang dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai
status dari suatu sistem, yang membedakan antara apa ini dengan apa yang diinginkan sesuai
dengan kebutuhan dan hasil konseling; serta tujuan yang sudah dituliskan/ ditetapkan atau
outcome yang diharapkan dalam konseling. Program planning, yaitu perencanaan program untuk
memperoleh informasi-informasi yang dapat digunakan untuk membuat keputusan dan untuk
menyeleksi bagian–bagian program yang efektif dalam pertemuan-pertemuan antara konselor
dengan klien; untuk mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan khusus pada tahap pertama. Di
sinilah muncul fungsi evaluator dalam asesmen, yang memberikan informasi-informasi nyata
yang potensial. Hal inilah yang kemudian membuat asesmen menjadi efektif, yang dapat
membuat klien mampu membedakan latihan yang dilakukan pada saat konseling dan
penerapannya di kehidupan nyata dimana klien harus membuat suatu keputusan, atau memilih
alternatifaltenatif yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalahnya. Program
Implementation, yaitu bagaimana asesmen dilakukan untuk menilai pelaksanaan program dengan
memberikan informasi-informasi nyata; yang menjadikan program-program tersebut dapat
dinilai apakah sesuai dengan pedoman. Program Improvement, dimana asesmen dapat digunakan
dalam dalam perbaikan program, yaitu yang berkenaan dengan: evaluasi terhadap informasi-
informasi yang nyata, tujuan yang akan dicapai dalam program, program-progam yang berhasil,
dan informasi-informasi yang mempengaruhi proses pelaksanaan program-program yang lain.
Program certification, yang merupakan akhir kegiatan. Study of Evaluation , program sertifikasi
adalah suatu evaluasi sumatif, hal ini memberikan makna bahwa pada akhir kegiatan akan
dilakukan evaluasi akhir sebagai dasar untuk memberikan sertifikasi kepada klien. Dalam hal ini
evaluator berfungsi pemberi informasi mengenai hasil evaluasi yang akan digunakan sebagai
dasar untuk mengambil keputusan.

1. Asesmen Teknik Non Tes


a. Teknik Observasi
Teknik observasi sebagai salah satu teknik merekam data tingkah laku individu
melalui proses pengamatan oleh orang lain baik langsung dan/atau tidak langsung dalam
suatu kegiatan untuk memperoleh gambaran observable behavior (Cartwright, 1984).
Observasi lazim dikenal dengan proses pengamatan yang senantiasa melibatkanindera
mata, telinga dan indera rasa dengan memperhatikan setting (tempat) tertentu, obyek
tertentu, serta waktu tertentu.
Observasi atau pengamatan bermanfaat untuk memahami diri konseli serta
berguna bagi penyusunan program bimbingan dan konseling. Adapun manfaat observasi untuk
pemahaman individu/konseli, dengan rincian: (a) diperoleh data perilaku spontan secara natural,
(b) diketahui intensitas perilaku secara detail, dan (c) diketahui penyebab munculnya perilaku. Di
samping bermanfaat bagi pemahaman diri individu, maka hasil observasi dapat digunakan
sebagai tolok ukur menyusun program bimbingan dan konseling komprehensif, lazim dinamakan
need assessment.
Sebagai ahli dalam layanan bimbingan dan konseling—Guru BK atau konselor perlu memiliki
keterampilan mengobservasi. Selama mengobservasi seorang observer— Guru BK atau konseor
perlu memahami dan terampil memilah-milah perilaku tampak (observable behavior) dan
perilaku tidak tampak (unobservable behavior). Perlu pula ditanamkan bahwa perilaku yang
tampak identik dengan kata-kata aktif dan menggambarkan aktivitas contoh: menulis, membaca,
berjalan, dsb. Upaya mengembangkan keterampilan mengobservasi, terlebih dahulu observer
menemukan dan memilah istilah-istilah pada kategori observable behavior dan unobservable
behavior untuk setiap bidang bimbingan—belajar, pribadi, sosial, dan karir. Teknik observasi
perlu dilengkapi dengan instrumen observasi seperti: Daftar Cek (Checklist), Skala Penilaian
(Rating Scale), Catatan Anekdot (Anecdotal Records), dan alat-alat mekanik (mechanical
devices). Berikut dipaparkan instrumen observasi yang dapat dipilih untuk kepentingan asesmen
individu.
1) Daftar Cek (Checklist)
(a) Pemahaman Daftar Cek
Daftar Cek adalah alat rekam observasi memuat sebuah daftar pernyataan tentang aspek-aspek
yang mungkin terdapat dalam sebuah situasi, tingkah laku, dan kegiatan (individu/kelompok).
Gejala-gejala perilaku individu atau konseli dapat diobservasi dengan instrumen/pedoman daftar
cek adalah: kebiasaan belajar matematika di kelas/di rumah, kebiasaan belajar pada jam kosong
dan saat guru tidak ada di kelas, kebiasaan dan keterampilan bekerja, aktivitas diskusi
kelompok/kelas, keterampilan komunikasi dengan teman sebaya pada jam istirahat, aktivitas
ekstrakurikuler di sekolah (seperti Pramuka, KIR, PMR, Basket, Volly, dsb.), dan lain-lain topik
yang relevan dengan kegiatan akademik dan non akademik disekolah.
(b) Manfaat Daftar Cek
Berbagai manfaat Daftar Cek untuk kepentingan pemahaman diri konseli di antaranya adalah (a)
mencatat kemunculan sejumlah tingkah laku secara sistematis, (b) mencatat kemunculan
sejumlah tingkah laku dalam waktu singkat, (c) mencatat kemunculan perilaku di dalam dan/atau
di luar sekolah, serta (d) mencatat kemunculan perilaku individu dan kelompok sekaligus.
(c) Pengadministrasian Pedoman Daftar Cek Pengadministrasian pedoman Daftar Cek dilakukan
melalui tiga tahap, yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap analisis hasil. Tahap
persiapan, pada tahap ini lazim dilakukan dalam rangka merancangbangun pedoman daftar cek,
mencakup langkahlangkah berikut: (a) penetapan topik, (b) penentuan variabel, (c) penentuan
indikator, (d) penentuan prediktor, dan (e) penyusunan pernyataan/item. Tahap
pelaksananaan/implementasi pedoman daftar cek dalam asesmen layanan bimbingan dan
konseling meliputi langkah-langkah berikut: (a) penyiapan pedoman/format DC, (b) penentuan
posisi observasi yaitu observer mengambil posisi yang tepat agar mudah mengamati perilaku
observee dan tidak menimbulkan perhatian observee, (c) pelaksanaan pengamatan yaitu mencatat
dan menandai perilaku observee yang muncul pada format DC, dan (d) pencatatan terhadap
perilaku observee (siswa/konseli yang diobservasi). Tahap analisis data mencakup langkah-
langkah berikut: (a) skoring, (b) analisis dan interpretasi, dan (c) kesimpulan. (d)Aplikasi
prosedur pengadministrasian Daftar Cek sebagaimana di sebutkan berikut. Tahap Persiapan
(merancangbangun), meliputi langkah-langkah berikut:
i. Penentuan topik, dimulai dari menentukan topik yang relevan, misalnya‘kebiasaan belajar
siswa pada saat jam kosong’
ii. Penentuan variabel. Variabel pertama adalah situasi jam kosong dan pada saat guru tidak ada
di kelas. Variabel kedua adalah kebiasaan belajar siswa di kelas.
iii. Penentuan indikator dengan dua kategori yaitu kategori “Ya” sebagai petunjuk kemunculan
sub-sub variabel atau pernyataan. Selanjutnya kategori “Tidak” merupakan ketidakmunculan
sub-sub variabel yang mungkin atau diperkirakanterjadi pada kebiasaan perilaku
subyek/observee. Biasanya petunjuk “Tidak” dapat saja tidak disertakan atau diabaikan dalam
pedoman Daftar Cek.
iv. Penentuan prediktor yaitu menetapkan kreterium terhadap frekuensi kemunculan perilaku.
Kreterium ini dibuat berdasarkan kajian teori tentang kebiasaan belajar sebagaimana tertera pada
topik. Prediktor ini sekaligus digunakan sebagaiacuan untuk interpretasi data. Ada empat (4)
kreterium yang digunakan untuk mengkonversi data atau rubrik,

Aumber http://www.umpalangkaraya.ac.id/dosen/estyaryani/wp-
content/uploads/2015/03/asesmen-non-tes.pdf

Anda mungkin juga menyukai