Anda di halaman 1dari 12

ASFIKSIA

PENDAHULUAN

 Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang melalui
pengamatan terhadap perubahan yang terjadi pada tubuh mayat.
 Perubahan itu akan terjadi dari mulai terhentinya suplai oksigen.
 Manifestasinya akan dapat dilihat setelah beberapa menit, jam dan seterusnya.
 Terhentinya suplai oksigen bisa juga menjadi penyebab kematian  karena adanya
hambatan masuknya oksigen ke dalam sistem respirasi.
 Hambatan ini juga akan berakibat terganggunya pengeluaran karbondioksida dari tubuh
sehingga kadarnya dalam darah meningkat.
 Keadaan dimana terjadi gangguan dalam pertukaran udara pernafasan yang normal
disebut asfiksia.

DEFINISI

Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan pertukaran udara
pernafasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang (hipoksia) disertai dengan peningkatan
karbondioksida (hiperkapnea)  dengan demikian organ tubuh mengalami kekurangan
oksigen (hipoksia hipoksik) dan terjadi kematian.

ANGKA KEJADIAN

 Korban kematian akibat asfiksia termasuk yang sering diperiksa oleh dokter.
 Umumnya urutan ke-3 sesudah kecelakaan lalu-lintas dan trauma mekanik.

ETIOLOGI

1. Alamiah

Misalnya penyakit yang menyumbat saluran pernafasan seperti laringitis difteri, atau
menimbulkan gangguan pergerakan paru seperti fibrosis paru.

2. Mekanik

Yang menyebabkan asfiksia mekanik, misalnya trauma yang mengakibatkan emboli


udara vena, pneumotoraks bilateral, sumbatan pada saluran nafas dan sebagainya.
Kejadian ini sering dijumpai pada keadaan gantung diri, tenggelam, pencekikan, dan
pembekapan.

Asfiksia terjadi bila udara pernapasan terhalang ketika memasuki saluran pernapasan oleh
berbagai kekerasan yang bersifat mekanik:

 Penutupan lubang saluran pernapasan bagian atas, meliputi pembekapan dan penjeratan.
 Penekanan dinding saluran penapasan, meliputi penjeratan, pencekikan, dan gantung.
 Penekanan dinding dada dari luar (asfiksia traumatik).
 Saluran napas terisi air meliputi tenggelam (drowning).
3. Keracunan

Bahan yang menimbulkan depresi pusat pernafasan misalnya barbiturat, narkotika.

PATOFISIOLOGI

1) Primer (akibat langsung dari asfiksia)


 Kekurangan oksigen ditemukan di seluruh tubuh, tidak tergantung pada tipe dari
asfiksia.
 Sel-sel otak sangat sensitif terhadap kekurangan O2.
 Di sini sel-sel otak yang mati akan digantikan oleh jaringan glial, sehingga pada organ
tubuh yang lain yakni jantung, paru-paru, hati, ginjal dan yang lainnya perubahan
akibat kekurangan O2 langsung atau primer tidak jelas

2) Sekunder (berhubungan dengan penyebab dan usaha kompensasi dari tubuh)

Jantung berusaha mengkompensasi keadaan tekanan oksigen yang rendah dengan


mempertinggi outputnya, akibatnya tekanan arteri dan vena meninggi.

Karena oksigen dalam darah berkurang terus dan tidak cukup untuk kerja jantung maka
terjadi gagal jantung dan kematian berlangsung dengan cepat.

JENIS HIPOKSIA

Empat bentuk asfiksia (sering disebut anoksia):

1. Anoksia anoksik (anoxic anoxia)

Tidak atau kurang pemasokan oksigen untuk keperluan tubuh. Pada tipe ini O2 tidak
dapat masuk ke dalam paru-paru karena :

a. Tidak ada atau tidak cukup O2 bernafas dalam ruangan tertutup, kepala ditutupi
kantong plastik, udara yang kotor atau busuk, udara lembab, bernafas dalam selokan
tertutup atau di pegunungan yang tinggi. Ini disebut asfiksia murni (suffocation)
b. Hambatan mekanik dari luar maupun dari dalam jalan nafas seperti pembekapan,
gantung diri, penjeratan, pencekikan, korpus alienum dalam tenggorokan. Ini disebut
sebagai asfiksia mekanik (mechanical asphyxia)

2. Anoksia anemia (anaemic anoxia)

Dimana tidak cukup hemoglobin untuk membawa oksigen. Ini didapatkan pada anemi
berat dengan pendarahan yang tiba-tiba.
3. Anoksia hambatan (stagnant anoxia)

Tidak lancarnya sirkulasi darah yang membawa oksigen. Ini bisa karena gagal jantung,
syok, dan sebagainya. Dalam keadaan ini tekanan oksigen cukup tinggi, tetapi sirkulasi
darah tidak lancar.

4. Anoksia jaringan (histotoxic anoxia)

Gangguan terjadi di dalam jaringan sendiri, sehingga jaringan atau tubuh tidak dapat
menggunakan oksigen secara efektif.

STADIUM ASFIKSIA

Pada orang yang mengalami asfiksia akan timbul gejala yang dapat dibedakan dalam 4 fase,
yaitu:

1) Fase dispnoe

Penurunan kadar oksigen sel darah merah dan penimbunan CO2 dalam plasma akan
merangsang pusat pernafasan di medulla oblongata, sehingga amplitude dan frekuensi
pernafasan akan meningkat. Nadi cepat, tekanan darah meninggi dan mulai tampak tanda
– tanda sianosis.

2) Fase konvulsi

Akibat kadar CO2 yang naik maka akan timbul rangsangan terhadap susunan saraf pusat
sehingga terjadi konvulsi ( kejang ). Pupil mengalami dilatasi, denyut jantung menurun,
tekanan darah juga menurun. Efek ini berkaitan dengan paralisis pusat yang lebih tinggi
dalam otak akibat kekurangan O2.

3) Fase apnoe

Depresi pusat pernafasan menjadi lebih hebat, pernafasan melemah dan dapat berhenti.
Kesadaran menurun dan akibat relaksasi sfingter, dapat terjadi pengeluaran cairan
sperma, urin dan tinja.

4) Fase akhir

Terjadi paralisis pusat pernafasan yang lengkap. Pernafasan berhenti setelah kontraksi
otomatis otot pernafasan kecil pada leher. Jantung masih berdenyut beberapa saat setelah
pernafasan berhenti.

Lamanya proses asfiksia sampai timbul kematian umumnya antara 4-5 menit. Fase 1 dan 2
berlangsung kurang lebih 3-4 menit.
GAMBARAN POSTMORTEM PADA ASFIKSIA

Pada pemeriksaan luar :

 Muka dan ujung-ujung ekstremitas sianotik (warna biru keunguan) yang disebabkan
tubuh mayat lebih membutuhkan HbCO2 daripada HbO2.
 Tardieu’s spot pada konjungtiva bulbi dan palpebra. Tardieu’s spot merupakan bintik-
bintik perdarahan (petekie) akibat pelebaran kapiler darah setempat.
 Lebam mayat cepat timbul, luas, dan lebih gelap karena terhambatnya pembekuan darah
dan meningkatnya fragilitas/permeabilitas kapiler. Hal ini akibat meningkatnya kadar
CO2 sehingga darah dalam keadaan lebih cair. Lebam mayat lebih gelap karena
meningkatnya kadar HbCO2.
 Busa halus keluar dari hidung dan mulut. Busa halus ini disebabkan adanya fenomena
kocokan pada pernapasan kuat.

Pada pemeriksaan dalam :

 Organ dalam tubuh lebih gelap dan lebih berat dan ejakulasi pada mayat laki-laki akibat
kongesti / bendungan alat tubuh dan sianotik.
 Darah termasuk dalam jantung berwarna gelap dan lebih cair.
 Tardieu’s spot pada ginjal, pleura, perikard, laring, kelenjar timus dan kelenjar tiroid.
 Busa halus di saluran pernapasan.
 Edema paru.
 Kelainan lain yang berhubungan dengan kekerasan seperti fraktur laring, fraktur tulang
lidah dan resapan darah pada luka.
PENGGANTUNGAN

Definisi

Suatu strangulasi berupa tekanan pada leher akibat adanya jeratan yang menjadi erat oleh
berat badan korban (1,3,4)

Etiologi Kematian pada Penggantungan (1,3):

1. Asfiksia
2. Iskemia otak akibat gangguan sirkulasi
3. Vagal reflex
4. Kerusakan medulla oblongata atau medulla spinalis

How to people got hang?

1. Bunuh diri (paling sering)


2. Pembunuhan, termasuk hukuman mati .
3. Kecelakaan,

Perhatikan!!

1. Ada tidaknya alat penumpu korban, misalnya bangku dan sebagainya.


2. Arah serabut tali penggantung.
3. Distribusi lebam mayat.
4. Jenis simpul tali gantungan.

Pemeriksaan luar:

 Kepala.
- Muka sianosis
- Mata korban melotot
- Bintik pendarahan pada konjungtiva
- Lidah  kartilago tiroidea.

 Leher.
Alur Jerat (V shape) dengan ciri-ciri :
- Alur jeratan pucat.
- Tepi alur jerat coklat kemerahan.
- Kulit sekitar alur jerat terdapat bendungan.
- Alur jeratan simetris  simpul dibelakang leher korban.
- Alur jeratan asimetris  simpul disamping leher.

 Anggota gerak (lengan dan tungkai).


- Lebam mayat pada ujung bawah lengan dan tungkai.
 Dubur dan Alat kelamin.
- Dubur korban penggantungan dapat mengeluarkan feses.
- Lebam mayat dapat ditemukan pada genitalia eksterna korban.

Pemeriksaan dalam:

 Kepala.
- Tanda bendungan pembuluh darah otak,
- kerusakan medulla spinalis dan medulla oblongata.  
 Leher.
- perdarahan dalam otot atau jaringan,
- fraktur
- robekan kecil pada intima vena jugularis
 Dada dan perut.
- Perdarahan (pleura, perikard, peritoneum) dan bendungan/kongesti organ
 Darah.
- Lebih gelap dan konsistensinya lebih cair.

PERBEDAAN PENGGANTUNGAN POST DAN ANTE MORTEM

Pendekatan metodologi pembunuhan

No Antemortem Post-mortem
1 Tergantung dari cara kematian korban Penggantungan
2  Jejas jeratan miring  Jejas jeratan utuh
 (non-continuous)  (continuous), sirkuler
 Leher bagian atas  Posisi tidak begitu tinggi
3 Simpul tali tunggal, terdapat pada sisi Simpul tali >1, ikatan kuat, bagian depan
leher leher
4  Ekimosis jelas di salah satu sisi  Ekimosis tidak jelas
penjeratan  Lebam mayat terdapat pada
 Lebam mayat tampak di atas bagian tubuh yang menggantung
jejas jerat dan pada tungkai sesuai dengan posisi mayat
bawah setelah meninggal
5 Jejas penjeratan teraba seperti Tanda parchmentisasi tidak ada atau tidak
perkamen, yaitu tanda parchmentisasi begitu jelas
6 Sianosis pada wajah, bibir, telinga Sianosis pada bagian wajah, bibir, telinga
sangat jelas tergantung dari penyebab
7  Wajah membengkak Tanda-tanda pada wajah dan mata tidak
 Kongesti mata dan agak terdapat, kecuali jika penyebab kematian
menonjol adalah pencekikan (strangulasi) atau
 Gambaran vena yang jelas sufokasi
8 Lidah bisa terjulur atau tidak sama Lidah tidak terjulur kecuali pada kasus
sekali kematian akibat pencekikan
9 Penis. Ereksi penis + sperma. Penis. Ereksi penis dan cairan sperma
Demikian juga sering ditemukan tidak ada
keluarnya feses
10 Air liur menetes dari sudut mulut, Air liur tidak ditemukan yang menetes
vertical ke dada

PERBEDAAN PENGGANTUNGAN

Prinsip bunuh diri dan pembunuhan

No Penggantungan bunuh diri Penggantungan pada pembunuhan


1 Usia. remaja, dan dewasa Tidak mengenal batas usia
2 Tanda jejas jeratan, non continuous di Tanda jejas jeratan, continuous di bagian
bagian atas leher bawah leher
3 Simpul tali, biasanya hanya satu simpul Simpul tali biasanya lebih dari satu pada
yang letaknya pada bagian samping bagian depan leher dan simpul tali
leher tersebut terikat kuat
4 Riwayat korban -
5 Cedera tidak nampak Cedera berupa luka-luka pada tubuh
korban biasanya mengarah kepada
pembunuhan
6 Racun?? Racun??
7 Tangan tidak keadaan terikat Tangan yang dalam keadaan terikat
8 Kemudahan lokasi Lokasi sulit dijangkau
9 Tempat kejadian tertutup Tempat kejadian terbuka
10 Tanda-tanda perlawanan, tidak Tanda-tanda perlawanan hamper selalu
ditemukan pada kasus gantung diri ada kecuali jika korban sedang tidur,
tidak sadar atau masih anak-anak
PENJERATAN (Strangulation by ligature)

Definisi

Strangulasi berupa tekanan pada leher korban akibat suatu jeratan dan menjadi erat karena
kekuatan lain bukan karena berat badan korban (1,4).

Etiologi Kematian pada Penjeratan

- Asfiksia
- Iskemia
- Vagal refleks

How to strangle?

- Pembunuhan (paling sering): infanticide, psikopat, hukuman mati (zaman dahulu).


- Kecelakaan.\
- Bunuh diri.

PENTING!!!

 Arah jerat mendatar / horisontal.


 Lokasi jeratan lebih rendah daripada kasus penggantungan.
 Jenis simpul penjerat.
 Bahan penjerat misalnya tali, kaus kaki, dasi, serbet, serbet, dan lain-lain.
 Pada kasus pembunuhan biasanya kita tidak menemukan alat yang digunakan untuk
menjerat.
PENCEKIKAN (Manual Strangulasi)

Definisi

Suatu strangulasi berupa tekanan pada leher korban yang dilakukan dengan menggunakan
tangan atau lengan bawah.

How to Do Manual Strangulation!?

 Menggunakan 1 tangan dan pelaku berdiri di depan korban.


 Menggunakan 2 tangan dan pelaku berdiri di depan atau di belakang korban.
 Menggunakan 1 lengan dan pelaku berdiri di depan atau di belakang korban.

Pemeriksaan Luar:

 Tanda asfiksia.
- Sianotik, petekie, atau kongesti daerah kepala, leher atau otak.
- Lebam mayat akan terlihat gelap.
 Tanda kekerasan pada leher.
- Bekas kuku dan bantalan jari ( crescent mark),
- Sidik jari pelaku.
- Tangan yang digunakan
- Arah pencekikan dan jumlah bekas kuku
 Tanda kekerasan pada tempat lain.
- Bibir, lidah, hidung, dan lain-lain.
- melakukan perlawanan.

Pemeriksaan Dalam:

 Perdarahan atau resapan darah.


- otot, kelenjar tiroid, kelenjar ludah, dan mukosa & submukosa pharing atau laring.
 Fraktur.
- Tersering os hyoid ~ kartilago tiroidea, kartilago krikoidea, dan trakea.
 Memar atau robekan membran hipotiroidea.
 Luksasi artikulasio krikotiroidea dan robekan ligamentum pada mugging.
PEMBEKAPAN (SMOTHERING)

Definisi

Suatu suffocation dimana lubang luar jalan napas yaitu hidung dan mulut tertutup secara
mekanis oleh benda padat atau partikel-partikel kecil .

Etiologi Kematian pada Pembekapan:

1. Asfiksia
2. Edema paru
3. Hiperaerasi

Edema paru dan hiperaerasi terjadi pada kematian yang lambat dari pembekapan.

PENTING!!!

Gambaran Postmortem Pembekapan

1. Mencari penyebab kematian.


2. Menemukan tanda-tanda asfiksia.
3. Menemukan edema paru, hiperaerasi dan sianosis pada kematian yang lambat.

TERSEDAK (CHOCKING)

Definisi

Suatu suffocation dimana ada benda padat yang masuk dan menyumbat lumen jalan udara.1

How the Death Happen!?

1. Kecelakaan
2. Pembunuhan (kasus infanticide)

PENTING !!!

Gambaran Postmortem

 Mencari bahan penyebab dalam saluran pernapasan. Juga kadang-kadang ada tanda
kekerasan di mulut korban.
 Menemukan tanda asfiksia.
 Mencari tanda-tanda edema paru, hiperaerasi dan atelektasis pada kematian lambat.
 Tersedak dapat terjadi sebagai komplikasi dari bronkopneumonia dan abses.
ASFIKSIA TRAUMATIK (External pressure of the chest)

Definisi

Terhalangnya udara untuk masuk dan keluar dari paru-paru akibat terhentinya gerak napas
yang disebabkan adanya suatu tekanan dari luar pada dada korban 1,4.

How The Death Occur??

1. Kecelakaan (paling sering),


2. Pembunuhan (misalnya burking)

Gambaran Postmortem1,4:

1. Mencari tanda kekerasan di dada.


2. Menemukan tanda asfiksia.

KERACUNAN (inhalation of suffocating gasses)

Definisi

Inhalation of suffocating gasses adalah suatu keadaan dimana korban menghisap gas tertentu
dalam jumlah berlebihan sehingga kebutuhan O2 tidak terpenuhi1

How The Death Occur!?:

1. CO
2. CO2
3. H2S
DAFTAR PUSTAKA

1. Muhammad Al Fatih II. Asfiksia dalam Forensik Klinik. 2007. Available at


http://www.klinikindonesia.com/forensik.php. Diakses tanggal 4 November 2009
2. Abdul Mun’in Idries. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik Edisi Pertama. Binarupa
Aksara. 1997. Hal 170-175
3. Anonim. Tanatologi Dan Identifikasi Kematian Mendadak (Khususnya Pada Kasus
Penggantungan). Available at http://fkuii.org/tiki-download_wiki_attachment.php?
attId=14. Diakses tanggal 4 November 2009
4. Budiyanto A. Kematian Akibat Asfiksia Mekanik dalam Ilmu Kedokteran Forensik Edisi
I. Jakarta. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
1997. Hal 55 – 70.
5. Surya Putra. Penentuan Standar Asfiksia Sebagai Penyebab Kematian di Instalasi
Kedokteran Forensik RSUD DR.Sardjito. Badan Litbang Kesehatan, Departemen
Kesehatan RI. Available at http://digilib.litbang.depkes.go.id. Diakses tanggal 4
November 2009
6. Amy R. Suicidal Ligature Strangulation: Case Report and Review of the Literature.
2000. Available at http://www.forensikkasus.fkui.com. Diakses tanggal 4 November
2009

Anda mungkin juga menyukai