Anda di halaman 1dari 17

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN TERDIAGNOSIS

INFEKSI SALURAN KEMIH DI PUSKESMAS SEWON I YOGYAKARTA


PERIODE OKTOBER – DESEMBER 2020

Disusun Oleh:
MUHAMMAD RIFKI
20204040037

PROGRAM STUDI PENDDIKAN PROFESI APOTEKER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2021
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................................... 3
A. Latar Belakang .......................................................................................................................... 3
B. Rumusan Masalah .................................................................................................................... 3
C. Tujuan Penelitian ...................................................................................................................... 3
D. Manfaat Penelitian .................................................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................................... 5
A. Infeksi Saluran Kemih (ISK) ................................................................................................... 5
B. Antibiotik ................................................................................................................................... 6
C. Evaluasi Penggunaan Antibiotik Secara Kualitatif ............................................................... 9
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................................................... 12
A. Desain Penelitian ..................................................................................................................... 12
B. Tempat Dan Waktu ................................................................................................................ 12
C. Populasi Dan Sampel .............................................................................................................. 12
D. Kriteria Inklusi Dan Eksklusi ................................................................................................ 12
E. Instrumen Penelitian .............................................................................................................. 12
BAB IV PEMBAHASAN.................................................................................................................... 13
A. Profil Pasien ISK Periode Oktober – Desember 2020 di Puskesmas Sewon I Yogyakarta
13
B. Profil Pola Penggunaan Antibiotik Pasien ISK Periode Oktober – Desember 2020 di
Puskesmas Sewon I Yogyakarta .................................................................................................... 13
C. Evaluasi Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Metode Gyssens........................................ 14
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................................................. 16
A. Kesimpulan .............................................................................................................................. 16
B. Saran ........................................................................................................................................ 16
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................................... 17

2
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infeksi Saluran Kemih (ISK) merupakan penyakit infeksi yang umum terjadi di
masyarakat. Berdasarkan letaknya, ISK dibagi menjadi dua yaitu ISK bagian atas
(pyelonefritis) dan ISK bagian bawah (cystitis, prostatitis) tergantung pada tempat infeksi dan
kerumitan ISK yang mendasari dan kelainan anatomis atau fungsional saluran kemih.
Manifestasi klinis ISK bervariasi dari bakteriuria asimptomatik hingga syok septik. Memiliki
pemahaman yang memadai tentang gejala-gejala ini dan menggunakan antibiotik yang tepat
sangat penting untuk mencegah komplikasi serius dan penyalahgunaan antibiotik serta untuk
menghambat munculnya bakteri resisten.
Jumlah penderita ISK di Indonesia adalah 90-100 kasus per 100.000 penduduk atau
sekitar 180.000 kasus baru setiap tahunnya (Depkes RI, Pedoman Pelayanan Kefarmasian
Untuk Terapi Antibiotik, 2014). Infeksi saluran kemih paling sering disebabkan oleh bakteri
gram negatif dari saluran cerna. Escherichia coli merupakan bakteri gram negatif yang paling
banyak menyebabkan ISK sekitar 75-90%, sedangkan bakteri Staphylococci hanya sekitar 5-
20% pada wanita (Alldredge, 2009). Antibiotik merupakan golongan obat yang paling banyak
digunakan untuk mengatasi infeksi akibat bakteri. Penggunaan terapi antibiotik pada pasien di
rumah sakit sekitar 30-80% dan 20-65% penggunaan antibiotik tersebut tidak tepat (Lestari,
Almahdy, Nasrul, & Deswinar, 2011). Penggunaan antibiotik yang tidak tepat dapat
menyebabkan timbulnya efek samping atau toksisitas yang tidak perlu, mempercepat
terjadinya resistensi, menyebarluasnya infeksi dengan kuman yang lebih resisten, terjadinya
risiko kegagalan terapi, bertambah beratnya penyakit dan bertambah lamanya pasien sakit,
serta meningkatkan biaya pengobatan (Munaf, 2008).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil pasien dewasa yang terdiagnosis ISK
meliputi umur dan jenis kelamin, mengetahui profil penggunaan antibiotik, serta mengevaluasi
ketepatan penggunaan antibiotik meliputi tepat pemilihan obat, tepat dosis, tepat interval waktu
pemberian obat, tepat lama pemberian obat, dan tepat penilaian kondisi pasien pada pasien ISK
kelompok dewasa di Puskesmas Sewon I Yogyakarta pada bulan Oktober - Desember 2020.
Penelitian terkait ketepatan penggunaan antibiotik menggunakan metode Penggunaan Obat
Rasional (POR) pada pasien ISK kelompok dewasa.

B. Rumusan Masalah
Apakah penggunaan antibiotik pada pasien Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada
Puskesmas Sewon I Yoygakarta bulan Oktober - Desember 2020 sudah rasional ?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui rasionalitas penggunaan antibiotik pada pasien Infeksi Saluran Kemih pada
Puskesmas Sewon I Yogyakarta bulan Oktober - Desember 2020.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui ketepatan indikasi penggunaan antibiotik pada pasien Infeksi Saluran
Kemih pada Puskesmas Sewon I Yogyakarta bulan Oktober - Desember 2020.

3
b. Mengetahui ketepatan jenis antibiotik yang diberikan pada pasien Infeksi Saluran
Kemih pada Puskesmas Sewon I Yogyakarta bulan Oktober - Desember 2020.
c. Mengetahui ketepatan dosis dan frekuensi pemberian antibiotik pada pasien Infeksi
Saluran Kemih pada Puskesmas Sewon I Yogyakarta bulan Oktober - Desember 2020.
d. Mengetahui ketepatan rute pemberian antibiotik pada pasien Infeksi Saluran Kemih
pada Puskesmas Sewon I Yogyakarta bulan Oktober - Desember 2020.
e. Mengetahui ketepatan lama pemberian antibiotik pada pasien Infeksi Saluran Kemih
pada Puskesmas Sewon I Yogyakarta bulan Oktober - Desember 2020.

D. Manfaat Penelitian
a. Memberikan informasi kepada para dokter dan praktisi kesehatan lain, pembuat kebijakan,
serta masyarakat kesehatan dan para peneliti lain mengenai rasionalitas penggunaan
antibiotik pada pasien Infeksi Saluran Kemih pada Puskesmas Sewon I Yogyakarta bulan
Oktober - Desember 2020.
b. Memberikan bahan pertimbangan kepada pemerintah selaku pembuat kebijakan dalam
mengatur pengadaan dan pendistribusian obat khususnya golongan antibiotik di
Yogyakarta.
c. Sebagai awal bagi penelitian yang lebih lanjut mengenai rasionalitas penggunaan
antibiotik pada pasien Infeksi Saluran Kemih.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Infeksi Saluran Kemih (ISK)

Infeksi saluran kemih (ISK) adalah suatu reaksi inflamasi sel-sel urotelium melapisi
saluran kemih, sebagai bentuk pertahanan yang disebabkan karena masuknya bakteri ke
dalam saluran kemih dan berkembang biak di dalam media urin. ISK merupakan istilah
umum yang menunjukkan keberadaan mikroorganisme dalam urin. Adanya bakteri dalam
urin disebut bakteriuria. Bakteriuria bermakna meunjukkan pertumbuhan mikroorganisme
murni lebih dari 105 colony forming units (CFU) pada biakan urin (Basuki, 2003).

Escherichia coli (E. Coli) merupakan penyebab tersering ISK (80-90%). Pada bayi baru
lahir (0-28 hari), infeksi diperantarai oleh aliran darah. Sedangkan setelah usia itu, ISK
umumnya terjadi akibat naiknya bakteri ke saluran kemih. Selain E. Coli kuman lain yang
ditemukan sebagai penyebab ISK adalah Klebsiella, Proteus mirabilis, Pseudomonas,
Enterococcus, Staphylococcus saprophyticus, dan lain-lain. Proteus mirabilis selain
menyebabkan infeksi, bakteri ini juga mengeluarkan zat yang dapat memfasilitasi
pembentukan batu di saluran kemih (Macfarlane, 2006). Selain bakteri, mikroorganisme
lain yang dapat menyebabkan ISK adalah jamur seperti Candida albicans yang umumnya
menginfeksi pasien melalui kateter. Sebagian besar ISK tidak dihubungkan dengan faktor
risiko tertentu (Tjay & Rahardja, 2007). Namun pada ISK berulang, perlu dipikirkan
kemungkinan faktor risiko seperti kelainan fungsi atau kelainan anatomi saluran kemih,
gangguan pengosongan kandung kemih (incomplete bladder emptying), konstipasi, serta
gangguan sistem imun (Neal, 2006).

ISK pada anak dapat dibedakan berdasarkan gejala klinis, lokasi infeksi, dan kelainan
saluran kemih. Berdasarkan gejala, ISK dibedakan menjadi ISK asimtomatik dan
simtomatik. Berdasarkan lokasi infeksi, ISK dibedakan menjadi ISK atas dan ISK bawah,
berdasarkan kelainan saluran kemih, ISK dibedakan menjadi ISK simpleks dan ISK
kompleks. ISK asimtomatik adalah bakteriuria bermakna tanpa gejala. ISK simtomatik yaitu
terdapatnya bakteriuria bermakna disertai gejala dan tanda klinik. Sekitar 10-20% ISK yang
sulit digolongkan ke dalam pielonefritis atau sistitis baik berdasarkan gejala klinik maupun
pemeriksaan penunjang disebut dengan ISK nonspesifik. Membedakan ISK atas atau
pielonefritis dengan ISK bawah (sistitis dan urethritis) sangat perlu karena risiko terjadinya
parut ginjal sangat bermakna pada pielonefritis dan tidak pada sistitis, sehingga tata
laksananya (pemeriksaan, pemberian antibiotik, dan lama terapi) berbeda.

Gejala klinis ISK sesuai dengan bagian saluran kemih yang terinfeksi. Pada ISK bagian
bawah, demam jarang melebihi 380C, biasanya ditandai dengan nyeri pada perut bagian
bawah, serta gangguan berkemih berupa frekuensi, nyeri waktu berkemih, rasa tidak
nyaman di suprapubik, urgensi, kesulitan berkemih, retensio urin, dan enuresis. Pada ISK
bagian atas dapat dijumpai demam tinggi disertai menggigil, gejala saluran cerna seperti
mual, muntah, diare. Tekanan darah pada umumnya masih normal, dapat ditemukan nyeri
pinggang. Gejala neurologis dapat berupa iritabel dan kejang. Nefritis bakterial fokal akut

5
adalah salah satu bentuk pielonefritis, yang merupakan nefritis bakterial interstitial yang
dulu dikenal sebagai nefropenia lobar (Hadi, 2006).

Pilihan terapi berdasarkan American Family Physician (2011) untuk acute


uncomplicated cystitis:
a. Terapi Lini Pertama
• Fosfomycin : 3 gram single dose
• Nitrofurantoin : 100mg 2x sehari untuk 5 hari
• TMP/SMX : 160/800mg 2x sehari untuk 3 hari
b. Terapi Lini Kedua
• Ciprofloxacin : 250mg 2x sehari untuk 3 hari
• Ciprofloxacin XR : 500mg sehari untuk 3 hari
• Levofloxacin : 250mg sehari untuk 3 hari
• Ofloxacin : 200mg sehari untuk 3 hari / 400mg single dose
c. Terapi Lini Ketiga
• Amoxicillin/clavunate : 500/125mg 2x sehari untuk 7 hari
• Cefdinir : 300mg 2x sehari untuk 10 hari
• Cefpodoxime : 100mg 2x sehari untuk 7 hari

B. Antibiotik

Antibiotik adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri yang memiliki
khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman, sedangkan toksisitasnya bagi
manusia relatif kecil. Turunan zat-zat tersebut yang dibuat secara semi-sintesis, juga
termasuk kelompok antibiotik (Sukandar, 2009).

Penggolongan antibiotik secara umum dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Berdasarkan struktur kimia antibiotik:


• Golongan Beta-Laktam, antara lain golongan sefalosporin (sefaleksin, sefazolin,
sefuroksim, sefadroksil, seftazidim), golongan monosiklik, dan golongan penisilin
(penisilin, amoksisilin). Penisilin adalah suatu agen antibakterial alami yang
dihasilkan dari jamur jenis Penicillium chrysognum.
• Golongan aminoglikosida, aminoglikosida dihasilkan oleh jenis-jenis fungi
Streptomyces dan Micromonospora. Semua senyawa dan turunan semi-sintesisnya
mengandung dua atau tiga gula-amino di dalam molekulnya, yang saling terikat
secara glukosidis. Spektrum kerjanya luas dan meliputi terutama banyak bacilli
gram-negatif. Obat ini juga aktif terhadap gonococci dan sejumlah kuman gram-
positif. Aktifitasnya adalah bakterisid, berdasarkan dayanya untuk menembus
dinding bakteri dan mengikat diri pada ribosom di dalam sel. Contohnya
streptomisin, gentamisin, amikasin, neomisin, dan paranomisin.
• Golongan tetrasiklin, khasiatnya bersifat bakteriostatis, hanya melalui injeksi
intravena dapat dicapai kadar plasma yang bakterisid lemah. Mekanisme kerjanya
berdasarkan diganggunya sintesa protein kuman. Spektrum antibakterinya luas dan
meliputi banyak cocci gram positif dan gram negatif serta kebanyakan bacilli.
Tidak efektif Pseudomonas dan Proteus, tetapi aktif terhadap mikroba khusus

6
Chlamydia trachomatis (penyebab penyakit mata trachoma dan penyakit kelamin),
dan beberapa protozoa (amoeba) lainnya. Contohnya tetrasiklin, doksisiklin, dan
monosiklin.
• Golongan sulfonamid dan trimethoprim, merupakan obat yang mekanisme
kerjanya menghambat sintesis asam folat bakteri yang akhirnya berujung kepada
tidak terbentuknya basa purin dan DNA pada bakteri. Kombinasi dari trimetoprim
dan sulfametoxazole (TMP-SMX) merupakan pengobatan yang sangat efektif
terhadap infeksi salmonela sistemik, infeksi saluran kemih, prostatitis, dan
beberapa infeksi mikobakterium non tuberculosis.
• Golongan makrolida, bekerja bakteriostatis terhadap terutama bakteri gram-positif
dan spectrum kerjanya mirip Penisilin-G. Mekanisme kerjanya melalui pengikatan
reversibel pada ribosom kuman, sehingga sintesa proteinnya dirintangi. Bila
digunakan terlalu lama atau sering dapat menyebabkan resistensi. Absorbinya tidak
teratur, agak sering menimbulkan efek samping lambung-usus, dan waktu
paruhnya singkat, maka perlu ditakarkan sampai 4x sehari.
• Golongan linkomisin, dihasilkan oleh srteptomyces lincolnensis. Khasiatnya
bakteriostatis dengan spektrum kerja lebih sempit daripada makrolida, terutama
terhadap kuman gram positif dan anaerob. Berhubung efek sampingnya hebat kini
hanya digunakan bila terdapat resistensi terhadap antibiotika lain. Contohnya
linkomisin.
• Golongan kuinolon, senyawa-senyawa kuinolon berkhasiat bakterisid pada fase
pertumbuhan kuman, berdasarkan inhibisi terhadap enzim DNA-gyrase kuman,
sehingga sintesis DNAnya dihindarkan. Golongan ini hanya dapat digunakan pada
infeksi saluran kemih (ISK) tanpa komplikasi.
• Golongan kloramfenikol, kloramfenikol mempunyai spektrum luas. Berkhasiat
bakteriostatis terhadap hampir semua kuman gram positif dan sejumlah kuman
gram negatif. Mekanisme kerjanya berdasarkan perintangan sintesa polipeptida
kuman. Contohnya kloramfenikol (Tjay & Rahardja, 2007).

2. Berdasarkan sifat toksisitas selektif


Ada antibiotik yang bersifat bakteriostatik dan ada yang bersifat bakterisid. Agen
bakteriostatik menghambat pertumbuhan bakteri. Sedangkan agen bakterisida
membunuh bakteri. Perbedaan ini biasanya tidak penting secara klinis selama
mekanisme pertahanan pejamu terlibat dalam eliminasi akhir patogen bakteri.
Pengecualiannya adalah terapi infeksi pada pasien immunocompromised dimana
menggunakan agen-agen bakterisida.
Kadar minimal yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan mikroba atau
membunuhnya, masing-masing dikenal sebagai kadar hambat minimal (KHM) dan
kadar bunuh minimal (KBM). Antibiotik tertentu aktivitasnya dapat meningkat dari
bakteriostatik menjadi bakterisid bila kadar antimikrobanya ditingkatkan melebihi
KHM (Neal, 2006).

3. Berdasarkan mekanisme kerjanya terhadap bakteri, antibiotik dikelompokkan sebagai


berikut :
• Inhibitor sintesis dinding sel bakteri memiliki efek bakterisidal dengan cara
memecah enzim dinding sel dan menghambat enzim dalam sintesis dinding sel.

7
Contohnya antara lain golongan β-Laktam seperti penisilin, sefalosporin,
karbapenem, monobaktam, dan inhibitor sintesis dinding sel lainnya seperti
vancomysin, basitrasin, fosfomysin, dan daptomysin.
• Inhibitor sintesis protein bakteri memiliki efek bakterisidal atau bakteriostatik
dengan cara menganggu sintesis protein tanpa mengganggu sel-sel normal dan
menghambat tahap-tahap sintesis protein. Obat- obat yang aktivitasnya
menginhibitor sintesis protein bakteri seperti aminoglikosida, makrolida,
tetrasiklin, streptogamin, klindamisin, oksazolidinon, kloramfenikol.
• Mengubah permeabilitas membran sel memiliki efek bakteriostatik dan
bakteriostatik dengan menghilangkan permeabilitas membran dan oleh karena
hilangnya substansi seluler menyebabkan sel menjadi lisis. Obat- obat yang
memiliki aktivitas ini antara lain polimiksin, amfoterisin B, gramisidin, nistatin,
kolistin.
• Menghambat sintesa folat mekanisme kerja ini terdapat pada obat-obat seperti
sulfonamida dan trimetoprim. Bakteri tidak dapat mengabsorbsi asam folat, tetapi
harus membuat asam folat dari PABA (asam para amino benzoat), dan glutamat.
Sedangkan pada manusia, asam folat merupakan vitamin dan kita tidak dapat
menyintesis asam folat. Hal ini menjadi suatu target yang baik dan selektif untuk
senyawa-senyawa antimikroba.
• Mengganggu sintesis DNA mekanisme kerja ini terdapat pada obat-obat seperti
metronidasol, kinolon, novobiosin. Obat-obat ini menghambat asam
deoksiribonukleat (DNA) girase sehingga mengahambat sintesis DNA. DNA
girase adalah enzim yang terdapat pada bakteri yang menyebabkan terbukanya dan
terbentuknya superheliks pada DNA sehingga menghambat replikasi DNA
(Stringer, 2006).

4. Berdasarkan aktivitasnya, antibiotik dikelompokkan sebagai berikut :


• Antibiotika spektrum luas (broad spectrum) contohnya seperti tetrasiklin dan
sefalosporin efektif terhadap organisme baik gram positif maupun gram negatif.
Antibiotik berspektrum luas sering kali dipakai untuk mengobati penyakit infeksi
yang menyerang belum diidentifikasi dengan pembiakan dan sensitifitas.
• Antibiotika spektrum sempit (narrow spectrum) golongan ini terutama efektif
untuk melawan satu jenis organisme. Contohnya penisilin dan eritromisin dipakai
untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram positif. Karena
antibiotik berspektrum sempit bersifat selektif, maka obat-obat ini lebih aktif dalam
melawan organisme tunggal tersebut daripada antibiotik berspektrum luas.

5. Berdasarkan daya hambat antibiotik, terdapat 2 pola hambat antibiotik terhadap kuman
yaitu :
• Time dependent killing. Pada pola ini antibiotik akan menghasilkan daya bunuh
maksimal jika kadarnya dipertahankan cukup lama di atas Kadar Hambat Minimal
kuman. Contohnya pada antibiotik penisilin, sefalosporin, linezoid, dan
eritromisin.
• Concentration dependent killing. Pada pola ini antibiotik akan menghasilkan daya
bunuh maksimal jika kadarnya relatif tinggi atau dalam dosis besar, tapi tidak perlu

8
mempertahankan kadar tinggi ini dalam waktu lama. Contohnya pada antibiotik
aminoglikosida, fluorokuinolon, dan ketolid (Kee & Evelyn, 1996).
Resistensi terhadap antibiotik bisa di dapat atau bawaan. Pada resistensi bawaan, gen
yang mengkode mekanisme resistensi ditransfer dari satu organisme ke organisme lain.
Secara klinis resistensi yang di dapat, adalah dimana bakteri yang pernah sensitif terhadap
suatu obat menjadi resisten (Hadi, 2006). Kunci untuk mengontrol penyebaran bakteri yang
resisten adalah dengan menggunakan antibiotika secara tepat dan rasional. Pengobatan
rasional dimaksudkan agar masyarakat mendapatkan pengobatan sesuai dengan kebutuhan
klinisnya, dalam dosis yang tepat bagi kebutuhan individunya, untuk waktu yang cukup dan
dengan biaya yang paling terjangkau bagi diri dan komunitasnya. Kriteria pemakaian obat
yang rasional, antara lain (Darmasyah, 2000) :
a. Sesuai dengan indikasi penyakit pengobatan didasarkan atas keluhan individual dan
hasil pemeriksaan fisik.
b. Diberikan dengan dosis yang tepat pemberian obat memperhitungkan umur, berat
badan dan kronologis penyakit.
c. Cara pemberian dengan interval waktu pemberian yang tepat. Jarak minum obat sesuai
dengan aturan pemakaian yang telah ditentukan.
d. Lama pemberian yang tepat. Pada kasus tertentu memerlukan pemberian obat dalam
jangka waktu tertentu.
e. Obat yang diberikan harus efektif dengan mutu terjamin. Hindari pemberian obat yang
kadaluarsa dan tidak sesuai dengan jenis keluhan penyakit.
f. Tersedia setiap saat dengan harga yang terjangkau. Jenis obat mudah didapatkan dengan
harganya relatif murah.
g. Meminimalkan efek samping dan alergi obat.

C. Evaluasi Penggunaan Antibiotik Secara Kualitatif

Evaluasi secara kualitatif dapat dilakukan antara lain dengan metode Gyssens, untuk
mengevaluasi ketepatan penggunaan antibiotik (Depkes RI, 2011). Penilaian kualitas
penggunaan antibiotik bertujuan untuk perbaikan kebijakan atau penerapan program
edukasi yang lebih tepat terkait kualitas penggunaan antibiotik.
Metode Gyssens berbentuk diagram alir yang diadaptasi dari kriteria Kunin et al.
Metode ini mengevaluasi seluruh aspek peresepan antibiotik seperti: penilaian peresepan,
alternatif yang lebih efektif, lebih tidak toksik, lebih murah, spektrum lebih sempit. Selain
itu juga dievaluasi lama pengobatan dan dosis, interval dan rute pemberian serta waktu
pemberian.
Diagram alir ini merupakan alat yang penting untuk menilai kualitas penggunaan
antibiotik. Pengobatan dapat tidak sesuai dengan alasan yang berbeda pada saat yang sama
dan dapat ditempatkan dalam lebih dari satu kategori. Dengan alat ini, terapi empiris dapat
dinilai, demikian pula terapi definitif setelah hasil pemeriksaan mikrobiologi diketahui
(Gyssens I. C., 2005).
Berikut ini adalah langkah-langkah yang sebaiknya dilakukan dalam melakukan
penilaian kualitas penggunaan antibiotik:
1) Kualitas penggunaan antibiotik dapat dinilai dengan melihat rekam pemberian
antibiotik dan rekam medik pasien.

9
2) Penilaian dilakukan dengan mempertimbangkan kesesuaian diagnosis (gejala klinis dan
hasil laboratorium), indikasi, regimen dosis, keamanan dan harga.
3) Alur penelitian menggunakan kategori gyssens.

Diagram Gyssens

10
Evaluasi antibiotik dimulai dari kotak yang paling atas, yaitu dengan melihat
apakah data lengkap atau tidak untuk mengkategorikan penggunaan antibiotik. Kategori
hasil penilaian kualitatif penggunaan antibiotik sebagai berikut:

Kategori 0 Penggunaan antibiotik tepat/bijak


Kategori I Penggunaan antibiotik tidak tepat waktu
Kategori II A Penggunaan antibiotik tidak tepat dosis
Kategori II B Penggunaan antibiotik tidak tepat interval pemberian
Kategori II C Penggunaan antibiotik tidak tepat cara / rute pemberian
Kategori III A Penggunaan antibiotik terlalu lama
Kategori III B Penggunaan antibiotik terlalu singkat
Kategori IV A Ada antiiotik lain yang lebih efektif
Kategori IV B Ada antibiotik lain yang kurang toksik / lebih aman
Kategori IV C Ada antibiotik lain yang lebih murah
Kategori IV D Ada antibiotik lain yang spektrumnya lebih sempit
Kategori V Tidak ada indikasi penggunaan antibiotik
Kategori VI Data rekam medik tidak lengkap dan tidak dapat dievaluasi

11
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan menggunakan metode
penelitian deskriptif. Pengukuran variabel dilakukan pada saat tertentu untuk mengetahui
karakteristik antibiotik untuk terapi pada pasien infeksi saluran kemih di Puskesmas
Sewon I Yogyakarta bulan Oktober - Desember 2020 dengan menggunakan data peresepan
sebagai data penelitian.

B. Tempat Dan Waktu


Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Sewon I Yogyakarta pada bulan Oktober -
Desember 2020.

C. Populasi Dan Sampel


1. Populasi
Populasi penelitian adalah seluruh pasien infeksi saluran kemih yang dirawat
di Puskesmas Sewon I Yogyakarta pada bulan Oktober - Desember 2020.
2. Sampel
Sampel penelitian adalah seluruh pasien infeksi saluran kemih yang dirawat di
Puskesmas Sewon I Yogyakarta pada bulan Oktober - Desember 2020 yang
memenuhi kriteria inklusi dan tidak termasuk dalam kriteria eksklusi.

D. Kriteria Inklusi Dan Eksklusi


1. Kriteria Inklusi
a. Pasien infeksi saluran kemih dengan catatan peresepan yang tercatat jelas.
b. Pasien infeksi saluran kemih yang dirawat di Puskesmas Sewon I Yogyakarta
pada bulan Oktober - Desember 2020.
2. Kriteria Eksklusi
a. Pasien infeksi saluran kemih dengan catatan peresepan yang tidak tercatat jelas.
b. Pasien infeksi saluran kemih yang dirawat di Puskesmas Sewon I Yogyakarta
selain bulan Oktober - Desember 2020.

E. Instrumen Penelitian
1. Sumber Data Penelitian
Sumber data penelitian ini bersumber dari catatan peresepan pasien yang dirawat di
Puskesmas Sewon I Yogyakarta.
2. Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan menggunakan instrumen hitung statistika-analitik
yang terdapat di dalam komputer.

12
BAB IV

PEMBAHASAN
Hasil penelitian mengenai evaluasi penggunaan antibiotik dengan metode Gyssens
pada pasien terdiagnosis ISK pada bulan Oktober – Desember 2020 didapatkan 27 peresepan
antibiotik yang memenuhi kriteria inklusi. Pembahasan hasil dibagi menjadi beberapa bagian
yaitu: profil pasien, profil antibiotik yang digunakan, dan pola ketepatan penggunaan antibiotik
berdasarkan metode Gyssens.
A. Profil Pasien ISK Periode Oktober – Desember 2020 di Puskesmas Sewon I
Yogyakarta

Berdasarkan hasil peresepan antibiotik didapatkan jumlah pasien laki-laki sebanyak 6


pasien (22%) dan pasien perempuan sebanyak 21 pasien (78%) (Tabel I).

Tabel I. Profil Pasien Terdiagnosis ISK di Puskesmas Sewon I Yogyakarta


Keterangan Jumlah (n=27) Persentase (%)
Penggolongan Umur
8 – 30 tahun 7 26%
31 – 50 tahun 16 59%
> 50 tahun 4 15%
Jenis Kelamin
Laki – Laki 6 22%
Perempuan 21 78%

Infeksi saluran kemih biasanya lebih sering dialami oleh wanita jika dibandingkan
dengan laki-laki. Hal ini kemungkinan dikarenakan uretra pada wanita lebih pendek
sehingga mikroorganisme dari luar lebih mudah mencapai kandung kemih (Hermiyanty,
2016).

B. Profil Pola Penggunaan Antibiotik Pasien ISK Periode Oktober – Desember 2020 di
Puskesmas Sewon I Yogyakarta

Berdasarkan hasil peresepan antibiotik diperoleh 3 golongan antibiotik yaitu


florokuinolon, sulfonamid dan penisilin dengan 3 jenis antibiotik yang diresepkan (Tabel
II).
Tabel II. Anbiotik yang Diberikan pada Pasien Terdiagnosis ISK
Antibiotik Jumlah Persentase (%)
Golongan Florokuinolon
Ciprofloxacin 12 45%
Golongan Sulfonamid
Kotrimoksazole 12 45%
Golongan Penisilin
Amoksilin 3 10%

13
Antibiotik yang paling sering diresepkan adalah antibiotik ciprofloxacin (golongan
florokuinolon) sebanyak 12 kasus (45%) dan kotrimoksazole (golongan sulfonamid)
sebanyak 12 kasus (45%).

C. Evaluasi Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Metode Gyssens

Pada penelitian ini terdapat 27 kasus peresepan antibiotik pada pasien terdiagnosis ISK
periode Oktober – Desember 2020 di Puskesmas Sewon I Yogyakarta. Kasus peresepan
antibiotik dievaluasi menggunakan diagram alir Gyssens kemudian digolongkan
berdasarkan kategori Gyssens dalam rentang kategori VI-0 (Gyssens & Van der Meer,
2001). Hasil evaluasi peresepan antibiotik pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel III.

Tabel III. Distribusi Hasil Evaluasi Peresepan Antibiotik Berdasarkan Metode


Gyssens

Kategori Antibiotik Jumlah


Gyssens Cirofloxacin Kotrimoksazole Amoksilin
0 - - 2 2
I - - - 0
II A - - - 0
II B - - - 0
II C - - - 0
III A 12 11 - 23
III B - 1 1 2
IV A - - - 0
IV B - - - 0
IV C - - - 0
IV D - - - 0
V - - - 0
VI - - - 0

Pada Tabel III menunjukkan hasil evaluasi peresepan antibiotik pada pasien
terdiagnosis ISK di Puskesmas Sewon I Yogyakarta pada periode Oktober – Desember
2020. Sebanyak 12 peresepan ciprofloxacin masuk dalam kategori III A (Penggunaan
antibiotik terlalu lama). Sebanyak 11 peresepan kotrimoksazole masuk dalam kategori III
A (Penggunaan antibiotik terlalu lama) dan 1 peresepan kotrimoksazole masuk dalam
kategori III B (Penggunaan antibiotik terlalu singkat). Sebanyak 2 peresepan amoksilin
masuk dalam kategori 0 (Penggunaan antibiotik tepat) dan 1 peresepan masuk dalam
kategori III B (Penggunaan antibiotik terlalu singkat).

1. Peresepan antibiotik terlalu lama (Kategori III A)

Durasi pemberian antibiotik berbeda, tergantung pada jenis antibiotik dan


tingkat keparahan infeksi yang diderita. Menurut AAFP durasi pemberian ciprofloxacin
untuk terapi cystitis adalah 500 mg 1 x sehari selama 3 hari. Pada peresepan yang
didapatkan pasien, antibiotik yang diresepkan digunakan adalah 500 mg 2 x sehari

14
selama 5 hari. Kemudian durasi pemberian kotrimoksazole adalah 160/800 mg 2 x
sehari selama 3 hari. Pada peresepan yang didapatkan pasien, antibiotik yang
diresepkan digunakan adalah 80/400 mg 3 x sehari selama 7 hari.

2. Peresepan antibiotik terlalu singkat (Kategori III B)

Menurut AAFP durasi pemberian antibiotik kotrimoksazole adalah 160/800 mg


2 x sehari selama 3 hari. Pada peresepan yang didapatkan, antibiotik yang digunakan
adalah 40/200 mg 3 x sehari selama 7 hari. Kemudian durasi pemberian amoksilin
menurut AAFP adalah 500/125 mg 2 x sehari selama 7 hari. Pada peresepan didapatkan
penggunaan amoksilin 500/125 mg 3 x sehari selama 4 hari.

3. Penggunaan antibiotik tepat (Kategori 0)

Peresepan antibiotik masuk dalam kategori 0 jika telah lolos kategori VI hingga
I sesuai alur Gyssens. Penggunaan antibiotik dapat dikatakan tepat jika memenuhi
kriteria tepat indikasi, tepat pemilihan obat, tepat dosis, tepat rute, tepat interval
pemberian, tepat waktu dan durasi pemberian (Kemenkes, 2011). Menurut hasil
evaluasi ditemukan sebanyak 2 peresepan antibiotik yang tergolong tepat (Kategori 0).
Peresepan amoksilin yang digunakan adalah 500/125 mg 3 x sehari selama 5 hari.

15
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil evaluasi peresepan antibiotik menggunakan metode Gyssens
yang ditujukan bagi pasien terdiagnosis ISK pada periode Oktober – Desember 2020 di
Puskesmas Sewon I Yogyakarta dapat disimpulkan ketepatan antibiotik berdasarkan
kategori Gyssens diperoleh 2 resep masuk kategori 0 (Penggunaan antibiotik tepat), 23
resep masuk kategori III A (Penggunaan antibiotik terlalu lama) dan 2 resep masuk
kategori III B (Penggunaan antibiotik terlalu singkat).

B. Saran
Saran dari penelitian ini adalah perlunya penelusuran lebih lanjut terhadap
rekam medis pasien terdiagnosis ISK guna untuk mengetahui tingkat kesembuhan
pasien untuk mendapatkan gambaran mengenai ketepatan penggunaan antibiotik pada
pasien ISK secara keseluruhan.

16
DAFTAR PUSTAKA
Alldredge, B. K. (2009). Applied therapeutics: the clinical use of drugs (9th Ed). 1802.
Basuki, B. P. (2003). Dasar-Dasar Urologi. Malang: Fakultas Kedokteran. Universitas
Brawijaya.
Darmasyah, I. (2000). Pemakaian Antibiotik pada Anak. Jakarta: FK UI.
Depkes RI. (2011). Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik. Jakarta: Depkes RI.
Depkes RI. (2014). Pedoman Pelayanan Kefarmasian Untuk Terapi Antibiotik.
Gyssens, I. C. (2005). Audit for Monitoring the Quality of Antimicrobial Prescription, Dalam:
Antibiotik Policies: Theory and Practice. Penyunting: Ian M. Gould., Jos W. M. Van
der Meer. New York: Kluwer Academic Publisher.
Gyssens, I., & Van der Meer, J. (2001). Quality of Antimicrobial Drug Prescription in Hospital.
Clin Microbial Infect.
Hadi, U. (2006). Resistensi Antibiotik, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FK UI.
Hermiyanty. (2016). Faktor Risiko Infeksi Saluran Kemih di Bagian Rawat Inap RSU
Mokopindo Tolitoli. Jurnal Kesehatan Tadulako.
Kee, J. L., & Evelyn, R. H. (1996). Farmakologi : Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Lestari, W., Almahdy, A., Nasrul, Z., & Deswinar, D. (2011). Studi Penggunaan Antibiotik
Berdasarkan Sistem ATC/DDD dan Kriteria Gyssens di Bangsal Penyakit Dalam RSUP
DR. M. Djamil Padang.
Macfarlane, M. T. (2006). Urinary Tract Infection. California: Lippincott Williams & Wilkins.
Munaf, S. (2008). Pengantar Farmakologi dalam Kumpulan Kuliah Farmakologi Edisi 2.
Jakarta: EGC.
Neal, M. J. (2006). At a Glance Farmakologi Medis Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.
Stringer, J. L. (2006). Basic Concepts in Pharmacology. New York: McGraw Hill.
Sukandar, E. (2009). Infeksi Saluran Kemih In Sudoyo A.W, et all ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta: Internal Publishing.
Tjay, T. H., & Rahardja, K. (2007). Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan Efek-Efek
Sampingnya. Edisi ke VI. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

17

Anda mungkin juga menyukai