Anda di halaman 1dari 23

A.

Konsep Asuhan Anticipatory Guidence

1. Pengertian Anticipatory Guidence


Anticipatory guidance merupakan petunjuk-petunjuk yang perlu diketahui
terlebih dahulu agar orang tua dapat mengarahkan dan anaknya secara bijaksana,
sehingga anak dapat bertumbuh dan berkembang secara normal. Dengan demikian,
dalam upaya untuk memberikan bimbingan dan arahan pada masalah-masalah yang
kemungkinan timbul pada setiap fase pertumbuhan dan perkembangan anak, ada
petunjuk yang perlu dipahami oleh orang tua. Orang tua dapat membantu untuk
mengatasi masalah anak pada setiap fase pertumbuhan dan perkembangannya dengan
cara yang benar dan wajar (Nursalam, Susilaningrum, dan Utami, 2013).
Menurut Amalia (2017) Anticipatory guidance adalah petunjuk yang perlu
diketahui terlebih dahulu agar oran g tua dapat mengarahkan dan membimbing
anaknya secara bijaksana sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang secara
normal. Marlina (2018) menjelaskan bahwa bimbingan antisipasi atau anticipatory
guidance merupakan sebuah petunjuk bimbingan yang penting dan perlu diberikan
kepada orang tua untuk membantu dalam mengatasi masalah-masalah yang mungkin
terjadi pada setiap fase pertumbuhan dan perkembangan anak.

2. Konsep Anticipatory Guidance


Usia anak-anak dapat mengalami trauma disetiap tahap perkembangan mereka,
misalnya ketakutan yang tidak jelas pada anakanak usia prasekolah yang dapat
menimbulkan dampak negatif bagi perkembangan anak. Dalam upaya untuk
memberikan bimbingan dan arahan pada masalah-masalah yang kemungkinan timbul
pada setiap fase pertumbuhan dan perkembangan anak, ada petunjuk-petunjuk yang
perlu dipahami oleh orang tua. Orang tua dapat membantu untuk mengatasi masalah
anak pada setiap fase pertumbuhan dan perkembangannya dengan cara yang benar
dan wajar (Hasinuddin & Fitriah, 2010).

3. Petunjuk Bimbingan pada Usia 3-5 Tahun


Pada masa ini, petunjuk bimbingan tetap diperlukan walaupun kesulitannya lebih
sedikit dibanding tahun sebelumnya. Jika sebelumnya, pencegahan kecelakaan
dipusatkan pada pengamanan lingkungan terdekat dengan kurang menekankan
alasan-alasannya, maka pada masa ini, adanya proteksi pagar dan penutup stop
kontak harus disertai penjelasan secara verbal dengan alasan yang tepat dan
dimengerti oleh anak.Masuk sekolah menjelang lima tahun adalah bentuk perpisahan
dari rumah baik orang tua maupun anaknya, sehingga orang tua mungkin perlu
bantuan untuk adaptasi terhadap perubahan ini, terutama pada ibu yang tinggal
dirumah/tidak bekerja. Anak mulai masuk taman kanakkanak dan ibu mulai
membutuhkan kegiatan-kegiatan di luar keluarga, seperti keterlibatannya di
masyarakat atau mengembangkan karier.
Bimbingan terhadap orang tua pada masa ini adalah sebagai berikut:

a. Usia 3 Tahun

1) Menyiapkan orang tua untuk meningkatkan minat anak dalam hubungan yang
luas.

2) Menganjurkan orang tua untuk mendaftarkan anak ke taman kanak-kanak.

3) Menekankan pentingnya batas-batas/tata cara/peraturan-peraturan.

4) Menyiapkan orang tua untuk mengantisipasi tingkah laku yang berlebihan


dalam hal ini akan menurunkan ketegangan (tension).

5) Menganjurkan orang tua untuk menawarkan kepada anaknya alternatif-


alternatif pilihan ketika anak dalam keadaan bimbang.

6) Memberi gambaran perubahan pada usia 3,5 tahun ketika anak kurang
koordinasi motorik dan emosional, menjadi tidak aman, menunjukkan emosi
yang ekstrim, dan perkembangan tingkah laku seperti gagap.

7) Menyiapkan orang tua untuk mengekspestasi tuntutan-tuntutan ekstra


perhatian terhadap mereka sehingga refleksi dan emosi tidak aman dan
ketakutan kehilangan cinta.

8) Mengingatkan kepada orang tua bahwa keseimbangan pada usia tiga tahun
akan berubah ke tingkah laku agresif di luar batas pada usia empat tahun.
9) Mengantisipasi selera makan menetap dengan lebih luas dalam pemilihan
makanan.

b. Umur 4 Tahun

1) Menyiapkan orang tua terhadap perilaku anak yang agresif termasuk aktivitas
motorik dan bahasa yang mengejutkan.

2) Menyiapkan orang tua menghadapi perlawanan anak terhadap kekuasaan


orang tua.

3) Kaji perasaan orang tua sehubungan dengan tingkah laku anak.

4) Menganjurkan beberapa macam istirahat dari pengasuh utama seperti


menempatkan anak pada taman kanak-kanak untuk sebagian harinya.

5) Menyiapkan meningkatkan rasa ingin tahu seksual

6) Menekankan batas-batas yang realistis dari tingkah laku.

7) Mendiskusikan disiplin

8) Menyiapkan orang tua meningkatkan imajinasi usia empat tahun yang


memperturutkan kata hatinya dalam “tinggi bicaranya” (bedakan dengan
kebohongan) dan kemahiran anak dalam permainan yang membutuhkan
imajinasi.

9) Menyarankan pelajaran berenang.

10) Menjelaskan perasaan-perasaan Oedipus dan reaksi-reaksinya.

11) Menyiapkan orang tua untuk mengantisipasi mimpi buruk anak dan
menganjurkan mereka jangan lupa untuk membangunkan anak dari mimpi
yang menakutkan.
c. Usia 5 Tahun

1) Memberikan pengertian bahwa usia lima tahun merupakan periode tenang


dibanding masa sebelumnya.

2) Menyiapkan dan membantu anak-anak untuk memasuki lingkungan sekolah.

3) Mengingatkan imunissasi yang lengkap sebelum masuk sekolah (Nursalam,


Susilaningrum, dan Utami, 2013)

B. Pencegahan Infeksi pada Asuhan Neonatus, Bayi, dan Balita

1. Defenisi

Bayi baru lahir disebut juga dengan neonatus merupakan individu yang sedang
bertumbuh dan baru saja mengalami trauma kelahiran serta harus dapat melakukan
penyesuaian diri dari kehidupana intrauterine ke kehidupan ektrauterin. Bayi baru
lahir normal adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan 37-42 mingggu dan berat
badannya 2.500-4.000 gram. (Ibrahim Kristina S. Perawatan Kebidanan Jilid
II,Bandung).
Bayi adalah masa masa tahapan pertama kehidupan seorang manusia setelah
terlahir dari rahim seorang ibu. Pada masa ini, perkembangan otak dan fisik bayi
selalu menjadi perhatian utama, terutama pada bayi terlahir premature maupun bayi
yang terlahir cukup bulan namun memiliki berat badan rendah. Baik ibu maupun
bapak dan orang-orang terdekat si bayi juga harus selalu mengawasi serta
memberikan perawatan yang terbaik bagi bayi sampai bayi berumur 1 tahun.
Balita adalah merupakan salah satu periode usia manusia setelah bayi dengan
rentang usia dimulai dari 2-5 tahun atau biasa digunakan perhitungan bulan yaitu usia
24-60 bulan. (Wikipedia Indonesia)
Pencegahan infeksi adalah bagian penting setiap komponen perawatan pada bayi
baru lahir. Bayi baru lahir rentan terhadap infeksi karena system imun mereka imatur,
oleh karena itu akibat kegagalan mengikuti prinsip pencegahan infeksi terutama
sangat membahayakan. Infeksi dalam kehamilan, peralinan dan masa nifas
merupakan penyebab utama kedua dari kematian ibu dan perinatal.
(Prawirohardjo,Sarwono.2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Bina Pustaka).
Di Negara berkembang, seperti Indonesia, masih sekitar 80% perempuan hamil
melahirkan di rumah dengan asuhan antenatal yang sangat terbatas. Mereka
kekurangan gizi dan anemic. Kalau diperlukan tindakan di rumah sakit, masalah
jarak, transportasi, dan keadaan sosial ekonomi menjadi penghambat, sehingga sering
perempuan hamil tiba di rumah sakit sudah terlambat atau dekat dengan kematian.
Tingkat infeksi pasca pembedahan tinggi (15-60%), dengan infeksi luka dan
komplikasi serius sering terjadi. Ditambah pula dengan kemungkinan infeksi
HIV/AIDS, timbulnya kembali tuberculosis dan infeksi nosokomial lainnya.

2. Pencegahan Infeksi

Bayi baru lahir beresiko tinggi terinfeksi apabila ditemukan : ibu menderita
eklampsia; ibu dengan diabetes miletus;ibu mempunyai penyakit
bawaan,kemungkinan bayi terkena infeksi berkaitan erat dengan :

 Riwayat Kelahiran : persalinan lama, persalinan dengan tindakan (ekstraksi


cunam/vakum, seksio sesarea), ketuban pecah dini, air ketuban hijau kental

 Riwayat bayi baru lahir : trauma lahir, lahir kurang bulan, bayi kurang mendapat
cairan dan kalori, hipotermia pada bayi

3. Infeksi Pada Neonatus


Infeksi pada neonatus lebih sering ditemukan pada bayi berat badan lahir rendah.
Infeksi pada neonatus dapat melalui beberapa cara. Blame membaginya dalam 3
golongan :

 Infeksi Antenatal
Kuman mencapai janin melalui peredaran darah ibu ke placenta. Kuman yang
melewati batas 55 placenta dan mengadakan perkembangbiakan. Infeksi ini bisa
masuk ke janin melalui vena umbilikalis. Kuman memasuki janin melalui
beberapa jalan yaitu : a. Virus : rubella b. Spirokaeta : sifilis c. Bakteria
 Infeksi Intranatal
Kuman dari vagina naik dan masuk ke dalam rongga amnion setelah ketuban
pecah. Ketuban pecah lama mempunyai peran penting dalam timbulnya plasentitis
dan amnionitis. Infeksi dapat pula terjadi walaupun ketuban masih utuh, misalnya
pada partus lama. Janin terkena infeksi karena mengihalasi liquor yang septic
sehingga kuman-kuman memasuki peredaran darahnya dan menyebabkan
septikemia (keracunan darah oleh bakteri patogenik).

 Infeksi Postnatal
Infeksi ini terjadi sesudah bayi lahir lengkap. Infeksi ini terjadi sebagai akibat
penggunaan alat, atau perawatan yang tidak steril. Infeksi pada bayi cepat sekali
meluas menjadi infeksi umum, sehingga gejalanya tidak tampak lagi. Walaupun
demikian diagnosis dini dapat dibuat kalau kita cukup waspada bahwa kelainan
tingkah laku bayi dapat merupakan tanda-tanda permulaan infeksi 56 umum.
Kalau bayi BBLR selama 72 jam pertama tidak menunjukkan gejala-gejala
penyakit tertentu, tiba-tiba tingkah lakunya berubah, maka hal ini mungkin
disebabkan oleh infeksi, melalui gejalanya yaitu malas minum, gelisah, frekuensi
pernapasan meningkat, berat badan tiba-tiba turun, pergerakan kurang, diare , dan
kejang .

4. Prinsip Umum Pencegahan Infeksi

Dengan mengamati praktik pencegahan infeksi di bawah akan melindungi bayi, ibu
dan pemberi perawatan kesehatan dari infeksi. Hal itu juga akan membantu mencegah
penyebaran infeksi :

1) Berikan perawatan rutin kepada bayi baru lahir

2) Pertimbangkan setiap orang (termasuk bayi dan staf) berpotensi menularkan


infeksi

3) Cuci tangan atau gunakan pembersih tangan

4) Pakai –pakaian pelindung dan sarung tangan.


5) Gunakan teknik aseptik.

6) Pegang instrumen tajam dengan hati – hati dan bersihkan dan jika perlu sterilkan
atau desinfeksi instrumen dan peralatan.

7) Bersihkan unit perawatan khusus bayi baru lahir secara rutin dan buang sampah.

8) Pisahkan bayi yang menderita infeksi untuk mencegah infeksi nosokomial.

5. Tindakan Umum Pencegahan Infeksi

Tindakan pencegahan pada bayi baru lahir, adalah sebagai berikut :

1) Mencuci tangan secara seksama sebelum dan setelah melakukan kontak dengan
bayi.

2) Memakai sarung tangan bersih pada saat menangani bayi yang belum
dimandikan.

3) Memastikan semua peralatan, termasuk klem gunting dan benang tali pusat telah
didesinfeksi tingkat tinggi atau steril. Jika menggunakan bola karet penghisap,
pakai yang bersih dan baru. Jangan pernah menggunakan bola karet penghisap
untuk lebih dari satu bayi.

4) Memastikan bahwa semua pakaian, handuk, selimut serta kain yang digunakan
untuk bayi, telah dalam keadaan bersih.

5) Memastikan bahwa timbangan, pita pengukur, termometer, stetoskop, dan


bendabenda lainnya yang akan bersentuhan dengan bayi dalam keadaan bersih
(dekontaminasi dan cuci setiap kali setelah digunakan)

6) Menganjurkan ibu menjaga kebersihan diri, terutama payudaranya dengan mandi


setiap hari (putting susu tidak boleh disabun).

7) Membersihkan muka, pantat dan tali pusat bayi baru lahir dengan air bersih,
hangat dan sabun setiap hari.
8) Menjaga bayi dari orang-orang yang menderita infeksi dan memastikan orang
yang memegang bayi sudah cuci tangan sebelumnya.

6. Jenis-Jenis Pencegahan Infeksi pada Neonatus

1. Pencegahan infeksi pada tali pusat


Upaya ini dilakukan dengan cara merawat talipusat yang berarti menjaga
agar luka tersebut tetap bersih, tidak terkena air kencing, kotoran bayi atau tanah.
Pemakaian popok bayi diletakkan di sebelah bawah talipusat. Apabila talipusat
kotor, cuci luka talipusat dengan air bersih yang mengalir dan sabun, segera
dikeringkan dengan kain kasa kering dan dibungkus dengan kasa tipis yang steril
dan kering. Dilarang membubuhkan atau mengoles ramuan, abu dapur dan
sebagainya pada luka talipusat, karena akan menyebabkan infeksi dan tetanus
yang dapat berakhir dengan kematian neonatal. Tanda-tanda infeksi talipusat yang
harus diwaspadai, antara lain kulit sekitar talipusat berwarna kemerahan, ada
pus/nanah dan berbau busuk. Mengawasi dan segera melaporkan kedokter jika
pada tali pusat ditemukan perdarahan, pembengkakan, keluar cairan, tampak
merah atau berbau busuk

2. Pencegahan infeksi pada kulit


Beberapa cara yang diketahui dapat mencegah terjadi infeksi pada kulit
bayi baru lahir atau penyakit infeksi lain adalah meletakkan bayi di dada ibu agar
terjadi kontak kulit langsung ibu dan bayi, sehingga menyebabkan terjadinya
kolonisasi mikroorganisme ibu yang cenderung bersifat nonpatogen, serta adanya
zat antibodi bayi yang sudah terbentuk dan terkandung dalam air susu ibu.

3. Pencegahan infeksi pada mata bayi baru lahir


Cara mencegah infeksi pada mata bayi baru lahir adalah merawat mata
bayi baru lahir dengan mencuci tangan terlebih dahulu, membersihkan kedua
mata bayi segera setelah lahir dengan kapas atau sapu tangan halus dan bersih
yang telah dibersihkan dengan air hangat. Dalam waktu 1 jam setelah bayi lahir,
berikan salep/obat tetes mata untuk mencegah oftalmia neonatorum (Tetrasiklin
1%, Eritromisin 0.5% atau Nitrasn, Argensi 1%), biarkan obat tetap pada mata
bayi dan obat yang ada di sekitar mata jangan dibersihkan. Setelah selesai
merawat mata bayi, cuci tangan kembali. Keterlambatan memberikan salep mata,
misalnya bayi baru lahir diberi salep mata setelah lewat 1 jam setelah lahir,
merupakan sebab tersering kegagalan upaya pencegahan infeksi pada mata bayi
baru lahir.

4. Imunisasi
Pada daerah risiko tinggi infeksi tuberkulosis, imunisasi BCG
harus diberikan pada bayi segera setelah lahir. Pemberian dosis pertama tetesan
polio dianjurkan pada bayi segera setelah lahir atau pada umur 2 minggu. Maksud
pemberian imunisasi polio secara dini adalah untuk meningkatkan perlindungan
awal. Imunisasi Hepatitis B sudah merupakan program nasional, meskipun
pelaksanaannya dilakukan secara bertahap. Pada daerah risiko tinggi, pemberian
imunisasi Hepatitis B dianjurkan pada bayi segera setelah lahir.

C. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi pada Penanganan Bayi Baru Lahir di Era
Pandemi Covid-19

1. Pencegahan Umum
Prinsip Umum Pencegahan Prinsip-prinsip pencegahan COVID-19 pada ibu
hamil, bersalin, nifas dan bayi baru lahir di masyarakat meliputi universal precaution
dengan selalu cuci tangan, menggunakan masker, menjaga kondisi tubuh dengan rajin
olah raga dan istirahat cukup, makan dengan gizi yang seimbang, dan mempraktikkan
etika batuk-bersin.

2. Pelayanan Bayi Baru Lahir secara Umum

a. Penularan COVID-19 secara vertikal melalui plasenta belum terbukti sampai saat
ini. Oleh karena itu, prinsip pertolongan bayi baru lahir diutamakan untuk
mencegah penularan virus SARS-CoV-2 melalui droplet atau udara (aerosol
generated).
b. Penanganan bayi baru lahir ditentukan oleh status kasus ibunya. Bila dari hasil
skrining menunjukkan ibu termasuk suspek, probable, atau terkonfirmasi
COVID-19, maka persalinan dan penanganan terhadap bayi baru lahir dilakukan
di Rumah Sakit.

c. Bayi baru lahir dari ibu yang BUKAN suspek, probable, atau terkonfirmasi
COVID-19 tetap mendapatkan pelayanan neonatal esensial saat lahir (0 – 6 jam),
yaitu pemotongan dan Pedoman Pelayanan Antenatal, Persalinan, Nifas, dan Bayi
Baru Lahir di Era Adaptasi Kebiasaan Baru | 58 perawatan tali pusat, Inisiasi
Menyusu Dini (IMD), injeksi vitamin K1, pemberian salep/tetes mata antibiotik,
dan imunisasi Hepatitis B.

d. Kunjungan neonatal dilakukan bersamaan dengan kunjungan nifas. KIE yang


disampaikan pada kunjungan pasca salin (kesehatan bayi baru lahir) :  ASI
eksklusif.  Perawatan tali pusat, menjaga badan bayi tetap hangat, dan cara
memandikan bayi.  Khusus untuk bayi dengan berat badan lahir rendah
(BBLR) : apabila ditemukan tanda bahaya atau permasalahan, bayi harus segera
dibawa ke Rumah Sakit.  Tanda bahaya pada bayi baru lahir (sesuai yang
tercantum pada buku KIA) : apabila ditemukan tanda bahaya pada bayi baru
lahir, bayi harus segera dibawa ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

e. Pelayanan Skrining Hipotiroid Kongenital tetap dilakukan. Idealnya, waktu


pengambilan spesimen dilakukan pada 48 – 72 jam setelah lahir dan masih dapat
diambil sampai usia bayi 14 hari. Bila didapatkan hasil skrining dan tes
konfirmasinya positif hipotiroid, maka diberikan terapi sulih hormon sebelum
bayi berusia 1 bulan. Untuk pengambilan spesimen dari bayi lahir dari ibu
suspek, probable, atau terkonfimasi COVID-19, tenaga kesehatan menggunakan
APD untuk pencegahan penularan droplet. Tata cara penyimpanan dan
pengiriman spesimen sesuai dengan Pedoman Skrining Hipotiroid Kongenital
(Kemenkes RI, 2018). Apabila terkendala dalam pengiriman spesimen
dikarenakan situasi pandemi COVID-19, spesimen dapat disimpan selama
maksimal 1 bulan pada suhu kamar.
3. Pelayanan Bayi Baru Lahir di Rumah Sakit

Beberapa hal yang harus diperhatikan sebagai berikut.

a. Bayi baru lahir tanpa gejala dapat dipulangkan dengan catatan :

 KIE kepada keluarga tentang risiko penularan lewat droplet dan virus masih
bisa terdapat di feses dalam waktu 10-14 hari sehingga pengasuh bayi harus
menggunakan alat pelindung diri untuk mencegah penularan droplet yaitu
masker N-95 atau masker bedah tiga lapis, face- shield, cuci tangan saat
sebelum dan setelah menyentuh bayi.

 Prosedur isolasi mandiri bayi baru lahir berlangsung selama 10 hari dari saat
pengambilan swab RT-PCR yang dinyatakan positif.

 Keluarga melakukan komunikasi dengan RS tempat kelahiran melalui media


komunikasi yang melaporkan adanya setiap tanda dan gejala tidak normal
yang ditemukan pada bayi, dan setiap waktu bayi siap dirawat kembali di RS.
Prosedur komunikasi diakhiri setelah melewati periode 10 hari isolasi mandiri
bayi baru lahir di rumah. b. Bayi baru lahir dengan gejala tidak dapat
dipulangkan.

 Penentuan gejala ringan, sedang dan berat pada bayi baru lahir tidak sama
dengan pada kasus bayi, anak, remaja dan dewasa terkonfirmasi COVID-19
karena perbedaan status imunitas bayi serta belum diketahuinya virulensi dan
jumlah virus yang menginfeksi.

 Untuk itu, bayi baru lahir harus diobservasi di unit khusus COVID-19 di
Rumah Sakit sesuai tingkat keparahan Tanda klinis dan gejalanya (unit
perawatan tingkat IIA/special care, IIB/ high care, tingkat III/intensive care)
sampai bayi dinyatakan terbebas dari diagnosis COVID-19.

 Pemeriksaan ke dua swab RT-PCR pada bayi baru lahir terkonfirmasi


COVID-19 dapat dilakukan pada hari ke tujuh dari pemeriksaan swab RT-
PCR pertama positif. √ Jika hasil Negatif untuk RT-PCR ke dua, bayi baru
lahir dinyatakan bebas diagnosis COVID-19 dan dapat keluar dari unit khusus
COVID-19, lalu dirawat di ruang non COVID-19 sesuai tingkat tanda klinis
dan gejalanya. √ Jika hasil Positif untuk RT-PCR ke dua, bayi baru lahir tetap
dirawat di unit khusus COVID-19 dan diulang pemeriksaan swab RT-PCR di
hari ke 14 dari hari pemeriksaan pertama swab RT-PCR positif. Untuk
menyingkirkan diagnosis COVID-19 di hari ke 14, diperlukan evaluasi
dengan mempertimbangkan CT-value yang mengindikasikan derajat infeksi
dan perbaikan tanda dan gejala klinis yang ada.

 Pada kasus di mana follow up pemeriksaan swab RT-PCR tidak dapat


dilakukan di satu rumah sakit, maka tata kelola klinis di unit khusus
COVID19 berdasarkan keparahan tanda dan gejala klinis dilakukan minimal
10 hari dari hasil pertama positif pemeriksaan swab RT-PCR dengan ditambah
3 hari bebas gejala atau dengan pertimbangan dokter yang merawat, jika
gejala demam dan gangguan pernafasan tidak terkait COVID-19. Kemudian
bayi dapat dipindahkan ke ruang non isolasi.

4. Pengasuhan Bayi di Rumah

a. Selama ibu tidak diperbolehkan merawat bayinya (jika ibu terkonfirmasi covid)
sebaiknya pengasuhan bayi dilakukan oleh orang yang sehat dan tidak menderita
COVID-19 serta ibu tetap menjaga jarak 2 meter dari bayinya.

b. Dukungan keluarga sangat penting untuk memberikan semangat pada saat ibu
memulai menyusui atau relaktasi.

c. Ibu dapat mengasuh bayinya kembali bila klinis baik dan setelah dinyatakan
selesai isolasi sesuai Pedoman Pencegahan dan Pengendalian COVID-19 revisi 5
(Kemenkes RI, 2020).

d. Ibu tetap mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat serta tetap
menggunakan masker.
RAWAT GABUNG

RAWAT GABUNG ( ROOMING IN )

A. Pengertian
Rawat gabung adalah suatu system perawatan ibu dan anak bersama-sama pada tempat
yang berdekatan sehingga memungkinkan sewaktu-waktu, setiap saat ibu dapat menyusui
anaknya.
Rawat gabung adalah satu cara perawatan dimana ibu dan bayi yang baru dilahirkan tidak
dipisahkan, melainkan ditempatkan dalam sebuah ruangan, kamar atau tempat bersama-sama
selama 24 jam penuh seharinya.
B. Manfaat Dan Pelaksanaan Rawat Gabung
Manfaat Rawat Gabung
1. Bagi Ibu
a. Aspek psikologi
1) Antara ibu dan bayi akan segera terjalin proses lekat (early infant-mother
bonding) dan lebih akrab akibat sentuhan badan antara ibu dan bayi
2) Dapat memberikan kesempatan pada ibu untuk belajar merawat bayinya
3) Memberikan rasa percaya kepada ibu untuk merawat bayinya. Ibu dapat
memberikan ASI kapan saja bayi membutuhkan, sehingga akan memberikan rasa
kepuasan pada ibu bahwa ia dapat berfungsi dengan baik sebagaimana seorang
ibu memenuhi kebituhan nutrisi bagi bayinya. Ibu juga akan merasa sangat
dibutuhkan oleh bayinya dan tidak dapat digantikan oleh orang lain. Hal ini akan
memperlancar produksi ASI.
b. Aspek fisik
1) Involusi uteri akan terjadi dengan baik karena dengan menyusui akan terjadi
kontraksi rahim yang baik
2) Ibu dapat merawat sendiri bayinya sehingga dapat mempercepat mobilisasi
2. Bagi bayi
a. Aspek psikologi
1) Sentuhan badan antara ibu dan bayi akan berpengaruh terhadap perkembangan
pskologi bayi selanjutnya, karena kehangatan tubuh ibu merupakan stimulasi
mental yang mutlak dibutuhkan oleh bayi.
2) Bayi akan mendapatkan rasa aman dan terlindung, dan ini merupakan dasar bagi
terbentuknya rasa percaya pada diri anak
b. Aspek fisik
1) Bayi segera mendapatkan colostrum atau ASI jolong yang dapat memberikan
kekebalan/antibody
2) Bayi segera mendapatkan makanan sesuai pertumbuhannya
3) Kemungkinan terjadi infeksi nosokomial kecil
4) Bahaya aspirasi akibat susu botol dapat berkurang
5) Penyakit sariawan pada bayi dapat dihindari/dikurangi
6) Alergi terhadap susu buatan berkurang
3. Bagi keluarga
a. Aspek psikologi
Rawat gabung memberikan peluang bagi keluarga untuk memberikan support pada
ibu untuk memberikan ASI pada bayi
b. Aspek ekonomi
Lama perawatan lebih pendek karena ibu cepat pulih kembali dan bayi tidak menjadi
sakit sehingga biaya perawatan sedikit.
4. Bagi petugas
a. Aspek psikologi
Bayi jarang menangis sehingga petugas di ruang perawatan tenang dan dapat
melakukan pekerjaan lainnya.
b. Aspek fisik
Pekerjaan petugas akan berkurang karena sebagian besar tugasnya diambil oleh ibu
dan tidak perlu repot menyediakan dan memberikan susu buatan

Pelaksanaan Rawat Gabung

1. Di poliklinik kebidanan
a. Memberikan penyuluhan mengenai kebaikan ASI dan rawat gabung.
b. Memberikan penyuluhan mengenai perawatan payudara, makanan ibu hamil, nifas,
perawatan bayi, dan lain – lain.
c. Mendemonstrasikan pemutaran film, slide mengenai cara – cara merawat payudara,
memandikan bayi, merawat tali pusat, Keluarga Berencana, dan sebagainya.
d. Mengadakan ceramah, tanya jawab dan motivasi Keluarga Berencana.
e. Menyelenggarakan senam hamil dan nifas.
f. Membantu ibu – ibu yang mempunyai masalah – masalah dalam hal kesehatan ibu
dan anak sesuai dengan kemampuan.
g. Membuat laporan bulanan mengenai jumlah pengunjung, aktivitas, hambatan dan lain
– lain.
2. Kamar persiapan
a. Jika rumah sakit telah berfungsi sebagai RS sayang ibu, maka hampir semua ibu yang
masuk kamar bersalin sudah mendapat penyuluhan manajemen laktasi sejak mereka
berada di poliklinik.
b. Kamar ini dipersiapkan bagi ibu yang tidak pernah melakukan ANC di RS dimana ia
akan bersalin. Di dalam ruangan persiapan diperlukan gambar, poster, brosur dsb
untuk membantu memberikan konseling ASI. Di ruangan ini tidak boleh terdapat
botol susu, dot atau kempengan apalagi iklan susu formula yang semuanya akan
mengganggu keberhasilan ibu menyusui.

3. Kamar Persalinan
a. Bayi yang memenuhi syarat perawatan bergabug dilakukan perawatan bayi baru lahir
seperti biasa.
b. Kriteria yang diambil sebagai syarat untuk dirawat bersama ibunya
c. Dalam jam pertama setelah lahir, bayi segera disusukan kepada ibunya untuk
meragsang pengeluaran ASI.
d. Memberikan penyuluhan mengenai ASI dan perawatan bergabung terutama bagi yang
belum mendapat penyuluhan di poliklinik.
e. Mengisi status P3-ASI secara lengkap dan benar.
f. Catat pada lembaran pengawasan, jam berapa bayi baru lahir dan jam berapa bayi
disusukan kepada ibunya.
g. Persiapan agar bayi dan ibunya dapat bersama – sama ke ruangan.

4. Kamar perawatan
a. Bayi diletakkan di dalam tempat tidur bayi yang ditempatkan di samping tempat tidur
ibu.
b. Waktu berkunjung bayi dan tempat tidurnya dipindahkan ke ruangan lain.
c. Perawat harus memperhatikan keadaan umum bayi dan dapat dikenali keadaan –
keadaan yang tidak normal serta kemudian melaporkan kepada dokter jaga.
d. Bayi boleh menyusu sewaktu bayi menginginkan.
e. Bayi tidak boleh diberi susu dari botol.
f. Ibu harus dibantu untuk dapat menyusui bayinya dengan baik, juga untuk merawat
payudaranya.
g. Keadaan bayi sehari – hari dicatat dalam status P3 – ASI.
h. Bila bayi sakit atau perlu diobservasi lebih teliti, bayi dipindahkan ke ruang
perawatan bayi baru lahir.
i. Bila ibu dan bayi boleh pulang, sekali lagi diberi penerangan tentang cara – cara
merawat bayi dan pemberian ASI serta perawatan payudara dan makanan ibu
menyusui.
j. Kepada ibu diberikan leaflet mengenai hal tersebut dan dipesan untuk memeriksakan
bayinya 2 minggu kemudian.
k. Status P3 – ASI setelah dilengkapi, dikembalikan ke ruangan follow – up.
5. Di Ruang Follow Up
a. Pemeriksaan di ruang follow – up meliputi pemeriksaan bayi dan keadaan ASI.
b. Aktivitas di ruang follow – up meliputi :
1) Menimbang berat bayi.
2) Anamnesis makanan bayi dan keluhan yang timbul.
3) Mengecek keadaan ASI.
4) Memberi nasihat mengeni makanan bayi, cara menyusukan bayi dan makanan ibu
yang menyusukan.
5) Memberikan peraturan makanan bayi.
6) Pemeriksaan bayi oleh dokter anak.
7) Pemberian imunisasi menurut instruksi dokter.
C. Sasaran Dan Syarat
1. Bayi lahir dengan spontan , baik presentasi kepala atau bokong
2. Jika bayi lahir dengan tindakan maka rawat gabung dapat dilakukan setelah bayi cukup
sehat, reflek hisap baik, tidak ada tanda-tanda infeksi dsb
3. Bayi yang lahir dengan Sectio Cesarea dengan anestesi umum, RG dilakukan segera
stelah ibu dan bayi sadar penuh (bayi tidak ngantuk)misalnya 4-6 jam setelah operasi.
4. Bayi tidak asfiksia setelah 5 menit pertama (nilai apgar minimal 7)
5. Umur kehamilan 37 minggu atau lebih
6. Berat lahir 2000-2500 gram atau lebih
7. Tidak terdapat tanda-tanda infeksi intrapartum
8. Bayi dan ibu sehat
D. Kontra Indikasi
Rawat gabung tidak dianjurkan pada keadaan :
1. Pihak Ibu
a. Fungsi kardiorespiratorik yang tidak baik
Pasien penyakit jantung klasifikasi II dianjurkan untuk sementara tidak menyusui
sampai keadaan jantung cukup baik. Bagi pasien jantung klasifikasi III tidak
dibenarkan menyusui. Penilaian akan hal ini harus dilakukan dengan hati-hati.
b. Eklampsia dan preeklampsia berat
Keadaan ibu yang tidak baik dan pengaruh obat-obatan untuk mengatasi penyakit
biasanya menyebabkan kesadaran menurun sementara sehingga ibu belum sadar
betul.Tidak diperbolehkan ASI dipompa dan diberikan pada bayi.
c. Penyakit infeksi akut dan aktif
Bahaya penularan pada bayi yang dikhawatirkan. Tuberkolosis paru yang aktif dan
terbuka merupakan kontra indikasi mutlak. Pada sepsis keadaan ibu biasanya buruk
dan tidak akan mampu menyusui. Banyak perdebatan mengenai penyakit infeksi
apakah dibenarkan menyusui atau tidak.
d. Karsinoma payudara
Pasien dengan karsinoma payudara harus dicegah jangan sampai ASI-nya keluar
karena mempersulit penilaian penyakitnya. Apabila menyusui ditakutkan adanya sel-
sel karsinoma yang terminum si bayi.
e. Psikosis
Penderita psikosis tidak dapat dikontrol keadaan jiwanya. Meskipun pada dasarnya
ibu saying pada bayinya, tetapi ada kemungkinan penderita psikosis membuat cedera
pada bayinya.
2. Pihak Bayi
a. Bayi kejang
Kejang-kejang pada bayi akibat cedera persalinan atau infeksi yang tidak
memungkinkan untuk disusui karena ditakutkan adanya bahaya aspirasi saat disusui.
Kesadaran bayi yang menurun juga tidak memungkinkan bayi untuk disusui oleh
ibunya.
b. Bayi yang sakit berat
Bayi dengan penyakit jantung atau paru-paru atau penyakit lain yang memerlukan
perawatan intensif tertentu tidak mungkin menyusu dan dirawat gabung.
c. Bayi yang memerlukan observasi ketat atau terapi khusus
Selama observasi, rawat gabung tidak dapat dilaksanakan. Setelah keadaan membaik
bayi boleh dirawat gabung kembali. Ini yang disebut rawat gabung tidak langsung.
d. Very Low Birth Weight (Berat Badan Lahir Sangat Rendah)
Refleks menghisap dan reflex lain pada bayi kondisi seperti ini belum baik sehingga
tidak mungkin menyusus dan dirawat gabung.
e. Cacat bawaan
Diperlukan persiapan mental ibu untuk menerima keadaan bahwa bayinya cacat.
Cacat bawaan yang mengancam jiwa bayi merupakan kontra indikasi mutlak. Cacat
ringan seperti labioschisis, palatischisis, bahkan labiopalatoschisis masih
memungkinkan untuk disusui, tetapi dengan menggunakan sonde agar tidak aspirasi.
f. Kelainan metabolic dimana bayi tidak dapat menerima ASI
E. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Rawat Gabung
Keberhasilan rawat gabung yang mendukung peningkatan penggunaan ASI dipengaruhi
oleh banyak faktor antara lain sosial-budaya, ekonomi, tatalaksana rumahsakit, sikap petugas,
pengetahuan ibu, lingkungan keluarga, adanya kelompok pendukung peningkatan
penggunaan ASI (KP-ASI) dan peraturan tentang peningkatan ASI atau pemasaran susu
formula.
1. Peranan sosial budaya
Kemajuan teknologi, perkembangan industri, urbanisasi dan pengaruh
kebudayaan Barat menyebabkan pergeseran nilai sosial budaya masyarakat. Memberi
susu formula dianggap modern karena memberi ibu kedudukan yang sama dengan
dengan ibu-ibu golongan atas. Ketakutan akan mengendornya payudara menyebabkan ibu
enggan menyusui bayinya.
Bagi ibu yang sibuk dengan urusan di luar rumah, sebagai wanita karir atau isteri
seorang pejabat yang selalu dituntun mendampingi kegiatan suami, hal ini dapat
menghambat usaha peningkatan penggunaan ASI. Sebagian ibu tersebut pada umumnya
berasal dari golongan menengah-atas cenderung untuk memilih susu formula daripada
menyusui bayinya. Jika tidak mungkin membagi waktu, seyogyanya hanya ibu yang
sudah tidak menyusui saja yang boleh dibebani tugas sampingan di luar rumah. Dalam
hal ini peranan suami atau instansi di mana suami bekerja sebaiknya memahami betul
peranan ASI bagi perkembangan bayi.
Iklan menarik melalui media massa serta pemasaran susu formula dapat
mempengaruhi ibu untuk enggan memberikan ASI nya. Apalagi iklan yang menyesatkan
seolah-olah dengan teknologi yang supercanggih dapat membuat susu formula sebaik dan
semutu susu ibu, atau bahkan lebih baik daripada susu ibu. Adanya kandungan suatu
nutrien yang lebih tinggi dalam susu formula dibanding dalam ASI bukan jaminan bahwa
susu tersebut sebaik susu ibu apalagi lebih baik. Komposisi nutrien yang seimbang dan
adanya zat antibodi spesifik dalam ASI menjamin ASI tetap lebih unggul dibanding susu
formula.
2. Faktor ekonomi
Seperti disebutkan di atas, beberapa wanita memilih bekerja di luar rumah. Bagi
wanita karir, hal ini dilakukan bukan karena tuntutan ekonomi, melainkan karena status,
prestise, atau memang dirinya dibutuhkan. Pada sebagian kasus lain, ibu bekerja di luar
rumah semata karena tekanan ekonomi, di mana penghasilan suami dirasa belum dapat
mencukupi kebutuhan keluarga. Gaji pegawai negeri yang relatif rendah dapat dipakai
sebagai alasan utama istri ikut membantu mencari nafkah dengan bekerja di luar rumah.
Memang tidak ada yang perlu disalahkan dalam masalah ini.
Dengan bekerja di luar rumah, ibu tidak dapat berhubungan penuh dengan
bayinya. Akhirnya ibu cenderung memberikan susu formula dengan botol. Bila bayi telah
mengenal dot/botol maka ia akan cenderung memilih botol. Dengan demikian frekuensi
penyusuan akan berkurang dan menyebabkan produksi menurun. Keadaan ini selanjutnya
mendorong ibu untuk menghentikan pemberian ASI, tidak jarang terjadi sewaktu masa
cutinya belum habis. Ibu perlu didukung untuk memberi ASI penuh pada bayinya dan
tetap berusaha untuk menyusui ketika ibu telah kembali bekerja.
Motivasi untuk tetap memberikan ASI meskipun ibu harus berpisah dengan
bayinya adalah faktor utama dalam keberhasilan ibu untuk mempertahankan
penyusuannya. Pendirian tempat penitipan bayi dekat / di tempat ibu bekerja merupakan
hal yang sangat penting.
3. Peranan tatalaksana rumah sakit / rumah bersalin
Peranan tatalaksana atau kebijakan rumah sakit / rumah bersalin sangat penting
mengingat kini banyak ibu yang lebih menginginkan melahirkan di pelayanan kesehatan
yang lebih baik. Tatalaksana rumah sakit yang tidak menunjang keberhasilan menyusui
harus dihindari, seperti :
a. Bayi dipuasakan beberapa hari, padahal reflex isap bayi paling kuat adalah pada jam-
jam pertama sesudah lahir. Rangsangan payudara dini akan mempercepat timbulnya
refleks prolaktin dan mempercepat produksi ASI.
b. Memberikan makanan pre-lakteal, yang membuat hilangnya rasa haus sehingga bayi
enggan menetek.
c. Memisahkan bayi dari ibunya. Tidak adanya sarana rawat gabung menyebabkan ibu
tidak dapat menyusui bayinya nir-jadwal.
d. Menimbang bayi sebelum dan sesudah menyusui, dan jika pertambahan berat badan
tidak sesuai dengan harapan maka bayi diberi susu formula. Hal ini dapat
menimbulkan rasa kuatir pada ibu yang memperngaruhi produksi ASI.
e. Penggunaan obat-obatan selama proses persalinan, seperti obat penenang, atau
preparat ergot, yang dapat menghambat permulaan laktasi. Rasa sakit akibat
episiotomi atau robekan jalan lahir dapat mengganggu pemberian ASI.
f. Pemberian sampel susu formula harus dihilangkan karena akan membuat ibu salah
sangka dan menganggap bahwa susu formula sama baik bahkan lebih baik daripada
ASI. Dalam hal ini perlu kiranya dibentuk klinik laktasi yang berfungsi sebagai
tempat ibu berkonsultasi bila mengalami kesulitan dalam menyusui. Tidak kalah
pentingnya ialah sikap dan pengetahuan petugas kesehatan, karena walaupun
tatalaksana rumah sakit sudah baik bila sikap dan pengetahuan petugas masih belum
optimal maka hasilnya tidak akan memuaskan.
4. Faktor-faktor dalam diri ibu sendiri
Beberapa keadaan ibu yang mempengaruhi laktasi adalah :
a. Keadaan gizi ibu
Kebutuhan tambahan kalori dan nutrien diperlukan sejak hamil. Sebagian kalori
ditimbun untuk persiapan produksi ASI. Seorang ibu hamil dan menyusui perlu
mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang cukup dan seimbang agar kuantitas dan
kualitas ASI terpenuhi. Dengan demikian diharapkan bayi dapat tumbuh kembang
secara optimal selama 4 bulan pertama hanya dengan ASI (menyusui secara
eksklusif).
b. Pengalaman / sikap ibu terhadap menyusui
Ibu yang berhasil menyusui anak sebelumnya, dengan pengetahuan dan pengalaman
cara pemberian ASI secara baik dan benar akan menunjang laktasi berikutnya.
Sebaliknya, kegagalan menyusui di masa lalu akan mempengaruhi pula sikap seorang
ibu terhadap penyusuan sekarang. Dalam hal ini perlu ditumbuhkan motivasi dalam
dirinya secara sukarela dan penuh rasa percaya diri mampu menyusui bayinya.
Pengalaman masa kanak-kanak, pengetahuan tentang ASI, nasihat, penyuluhan,
bacaan, pandangan dan nilai yang berlaku di masyarakat akan membentuk sikap ibu
yang positif terhadap masalah menyusui.
c. Keadaan emosi
Gangguan emosional, kecemasan, stres fisik dan psikis akan mempengaruhi produksii
ASI. Seorang ibu yang masih harus menyelesaikan kuliah, ujian, dsb., tidak jarang
mengalami ASI nya tidak dapat keluar. Sebaliknya, suasana rumah dan keluarga yang
tenang, bahagia, penuh dukungan dari anggota keluarga yang lain (terutama suami),
akan membantu menunjang keberhasilan menyusui. Demikian pula lingkungan kerja
akan berpengaruh ke arah positif, atau sebaliknya.
d. Keadaan payudara
Besar kecil dan bentuk payudara tidak mempengaruhi produksi ASI. Tidak ada
jaminan bahwa payudara besar akan menghasilkan lebih banyak ASI atau payudara
kecil menghasilkan lebih sedikit. Produksi ASI lebih banyak ditentukan oleh faktor
nutrisi, frekuensi pengisapan puting dan faktor emosi. Sehubungan dengan payudara,
yang penting mendapat perhatian adalah keadaan puting. Puting harus disiapkan agar
lentur dan menjulur, sehingga mudah ditangkap oleh mulut bayi. Dengan puting yang
baik, puting tidak mudah lecet, refleks mengisap menjadi lebih baik, dan produksi
ASI menjadi lebih baik juga.
e. Peran masyarakat dan pemerintah
Keberhasilan laktasi merupakan proses belajar-mengajar. Diperlukan kelompok
dalam masyarakat di luar petugas kesehatann yang secara sukarela memberikan
bimbingan untuk peningkatan penggunaan ASI. Kelompok ini dapat diberi nama
Kelompok Pendukung ASI (KP-ASI), yang dapat memanfaatkan kegiatan posyandu
dengan membuat semacam pojok ASI.
5. Kebijakan-kebijakan pemerintah RI sehubungan penggunaan ASI
a. Inpres no.14 / 1975
Menko Kesra selaku koordinator pelaksana menetapkan bahwa salah satu program
dalam usaha perbaikan gizi adalah peningkatan penggunaan ASI.
b. Permenkes no.240 / 1985
Melarang produsen susu formula untuk mencantumkan kalimat-kalimat promosi
produknya yang memberikan kesan bahwa produk tersebut setara atau lebih baik
mutunya daripada ASI.
c. Permenkes no.76 / 1975
Mengharuskan produsen susu kental manis (SKM) untuk mencantumkan pada label
produknya bahwa SKM tidak cocok untuk bayi, dengan warna tulisan merah dan
cukup mencolok.
d. Melarang promosi susu formula yang dimaksudkan sebagai ASI di semua sarana
pelayanan kesehatan.
e. Menganjurkan menyusui secara eksklusif sampai bayi berumur 4-6 bulan dan
menganjurkan pemberian ASI sampai anak berusia 2 tahun.
f. Melaksanakan rawat gabung di tempat persalinan milik pemerintah maupun swasta.
g. Meningkatkan kemampuan petugas kesehatan dalam hal PP-ASI sehingga petugas
tersebut terampil dalam melaksanakan penyuluhan pada masyarakat luas.\
h. Pencanangan Peningkatan Penggunaan ASI oleh Bapak Presiden secara nasional pada
peringatan Hari Ibu ke-62 (22 Desember 1990).
i. Upaya penerapan 10 langkah untuk berhasilnya menyusui di semua rumah sakit,
rumah bersalin dan puskesmas dengan tempat tidur.
F. MODEL PENGATURAN RUANGAN RAWAT GABUNG
1. Satu kamar dengan satu ibu dan anaknya
2. Empat sampai lima orang ibu dalam 1 kamar dengan bayi pada kamar yang lain
bersebelahan dan bayi dapat diambil tanpa ibu harus meninggalkan tempat tidurnya
3. Beberapa ibu dalam 1 kamar dan bayi dipisahkan dalam 1 ruangan kaca yang kedap
udara
4. Model dimana ibu dan bayi tidur di atas tempat tidur yang sama
5. Bayi di tempat tidur yang letaknya disamping ibu

DAFTAR PUSTAKA

Prawirohardjo, Sarwono. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Universitas Indonesia.

Cakul obsgyn, FKUI , Kamar bersalin dan rawat gabung

repository.ump.ac.id

https://covid19.go.id/storage/app/media/Materi%20Edukasi/2020/Oktober/revisi-2-a5-pedoman-
pelayanan-antenatal-persalinan-nifas-dan-bbl-di-era-adaptasi-kebiasaan-baru.pdf

Anda mungkin juga menyukai