Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PENDAHULUAN

LANJUT USIA DENGAN MASALAH DIMENSIA

Oleh :

Besse Walinono, S.Kep


14420192129

CI Institusi CI Lahan

PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS KESEHATAN


MASYARAKAT UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

2019/2020
BAB I
KONSEP DASAR GERONTIK
A. Proses Menua
1. Pengertian
Menua adalah proses yang mengubah seorang dewasa sehat menjadi seorang
yang frail dengan berkurangnya sebagian besar cadangan sistem fisiologis dan
meningkatnya kerentanan terhadap berbagai penyakit dan kematian (Dewi, 2015).
Penuaaan adalah suatu proses penurunan disemua bidang manusia itu juga
memerlukan perubahan fisik yang kita kenal dari waktu ke waktu, serankaian
mekanisme adaptasi terhadap berbagai krisis sosial dan emosional yang menantang
nilai pribadi lansia.(Guerero & Teresa, 2019)
Secara individu, pengaruh proses menua dapat menimbulkan berbagai
masalah, baik secara fisik biologis, mental, maupun sosial ekonomi. Semakin
lanjut usia seseorang, maka kemampuan fisiknya akan semakin menurun, sehingga
dapat mengakibatkan kemunduran pada peran-peran sosialnya. Hal ini
mengakibatkan pula timbulnya gangguan dalam hal mencukupi kebutuhaan
hidupnya, sehingga dapat meningkatkan ketergantungan yang memerlukan bantuan
orang lain dalam hal ini keluarga (Tamher dan Noorkasiani, 2015).
Menurut (Dewi, 2015) Proses menua merupakan kombinasi dari berbagai
macam faktor yang saling berkaitan dimana proses menuayang terjadi bersifat
individual yang berarti:
1. Tahap proses menua terjadi pada orang dengan usia yang berbeda
2. Setiap lansia memiliki kebiasaan yang berbeda
3. Tidak ada satu faktor pun yang dapat mencegah proses menua.
2. Jenis penuaan
Menurut (Fatma, 2018) Terdapat dua jenis penuaan antara lain :
a. Penuaan primer
merupakan proses kemunduran tubuh gradual tak terhindarkan yang
dimulai pada masa awal kehidupan dan terus berlangsung selama bertahun-
tahun, terlepas dari apa yang orang-orang lakukan untuk menundanya.
b. Penuaan sekunder
merupakan hasil penyakit, kesalahan dan penyalahgunaan faktor-faktor
yang sebenarnya dapat dihindari dan berada dalam kontrol seseorang.
c. Teori Proses Penuaan

Ada beberapa teori yang berkaitan dengan proses penuaan yaitu :


1. Teori Biologis
Teori biologis menurut (Dewi,2015) Ada beberapa macam teori biologi
diantaranya sebagai berikut :
a. Teori genetik
Dalam teori ini menyebutkan bahwa manusia dan hewan terlahir
dari program genetik yang mengatur proses menua selama rentang
hidupnya. Batas spesies mempunyai batas usia yang berbeda-beda yang
telah diputar menurut replika tertentu sehingga bila jam ini berhenti
berputar maka ia akan mati.
b. Wear and tear theory
Proses menua terjadi akibat kelebihan usaha dan stres yang
menyebabkan sel tubuh menjadi lelah dan tidak mampu
meremajakanfungsinya.
c. Teori nutrisi
Teori nurtisi menyatakan bahwa proses menua dan kualitas proses
menua dipengaruhi intake nutrisi seseorang sepanjang hidupnya. Intake
nutrisi yang baik pada setiap tahap perkembangan akan membantu
meningkatkan kualitas kesehatan seseorang.
d. Teori mutasi somatik
Dalam teori ini, penuaan terjadi karena adanya mutasi somatik
akibat pengaruh lingkungan yang buruk.
e. Teori stres
Teori stres mengungkapkan bahwa proses menua terjadi akibat
hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak
dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal sehingga sel tubuh
lelah terpakai.
f. Slow imonology theory
Dalam teori ini, sistem imun menjadi lebih efektif dengan
bertambahnya usia dan masuknya virus kedalam tubuh yang dapat
menyebabkan kerusakan organ tubuh.
g. Teori radikal bebas
Radikal bebas terbentuk dialam bebas, tidak stabilnya radikal bebas
mengakibatkan oksidasi oksigen bahan-bahan organik seperti karbohidrat
dan protein. Radikal ini menyebabkan sel-sel tidak dapat melakukan
regenerasi.
h. Teori rantai silang
Pada teori rantai silang diungkapkan bahwa reaksi kimia sel-sel
yang tua dan usang menebabkan ikatan yang kuat khususnya jaringan
kolagen, iktan ini menyebabkan penurunan elastisitas dan hilangya fungsi
sel.
2. Teori Psikologis
Teori psikologis menurut (Azizah,2016) yaitu memusatkan perhatian
pada perubahan sikap dan perilaku yang menyertai peningkatan usia, sebagai
lawan dari implikasi biologi pada kerusakan anatomis antara lain :
a. Aktivitas atau Kegiatan (Activity Theory)
Seseorang yang dimasa mudanya aktif dan terus memelihara
keaktifannya setelah menua. Sense of integrity yang dibangun dimasa
mudanya tetap terpelihara sampai tua. Teori ini menyatakan bahwa pada
lanjut usia yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam
kegiatan sosial. (Azizah, 2016).
b. Kepribadian berlanjut (Continuity Theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia.
Identity pada lansia yang sudah mantap memudahkan dalam memelihara
hubungan dengan masyarakat, melibatkan diri dengan masalah di
masyarakat, kelurga dan hubungan interpersonal (Azizah, 2016).
c. Teori Pembebasan (Disengagement Theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang
secara pelan tetapi pasti mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya
atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya. (Azizah, 2016).
3. Teori sosiologi
Menurut (Dewi,2015) teori sosialogi terdiri dari beberapa yaitu :
a. Teori interaksi sosial
Lansia terjadi penurunan kekuasaan sehingga interaksi sosial
mereka juga berkurang dimana yang tersisa hanalah harga diri dan
mengikuti perintah.
b. Teori penarikan diri
Menurunnya derajat kesehatan sehingga lansia perlahan-lahan
menarik diri dari pergaulan disekitarnya, dimana dia kehilangan
peran,hambatan kontak degan sosial, dan berkurangna komitmen.
c. Teori aktivitas
Dimana dalam teori ini menyatakan bahwa penuaan yang sukses
tergantung pada bagaimana lansia merasakan kepuasan dalam melakukan
aktivitas dan mempertahankan aktivitas lebih penting daripada
mempertahankan kuantitas dan aktivitas ang akan dilakukan.
d. Teori berkesinambungan
Dalam teori ini setiap orang pasti akan mengalami tua, namun
kepribadian dasar dan pola perilaku individu tapi tidak akan mengalami
perubahan.
e. Teori sub kultur
Pada teori ini lansia memiliki norma dan standar budaya sendiri,
meliputi keyakinan dan harapan yang membedakan lansia dari kelompok
lainnya.
4. Tahap Proses Penuaaan
Menurut (Siti,2016) Proses penuaan dapat berlangsung melalui tiga tahap
sebagai berikut :
a. Tahap Subklinik (usia 25-35 tahun)
Pada tahap ini, sebagian besar hormon di dalam tubuh mulai menurun,
yaitu hormon testosteron, growth hormon dan hormon estrogen. Pembentukan
radikal bebas dapat merusak sel dan DNA mulai mempengaruhi tubuh.
Kerusakan ini biasanya tidak tampak dari luar, karena itu pada usia ini
dianggap usia muda dan normal.
b. Tahap Transisi (usia 35-45 tahun)
Pada tahap ini kadar hormon menurun sampai 25%. Massa otot
berkurang sebanyak satu kilogram tiap tahunnya. Pada tahap ini orang mulai
merasa tidak muda lagi dan tampak lebih tua. Kerusakan oleh radikal bebas
mulai merusak ekspresi genetik yang dapat mengakibatkan penyakit seperti
kanker, radang sendi, berkurangnya memori, penyakit jantung koroner dan
diabetes.
c. Tahap Klinik (usia 45 tahun ke atas)
Pada tahap ini penurunan kadar hormone terus berlanjut yang meliputi
DHEA, melatonin, growth hormon, testosteron, estrogen dan juga hormone
tiroid. Terjadi penurunan bahkan hilangnya kemampuan penyerapan bahan
makanan, vitamin dan mineral. Penyakit kronis menjadi lebih nyata, sistem
organ tubuh mulai mengalami kegagalan.
B. Lansia
1. Pengertian Lansia
Lansia dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan
manusia Menurut UU No. 13/Tahun 1988 tentang kesejahteraan lansia disebutkan
bahwa lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun
(Utomo,Agus Setya,2019).
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2004, lanjut
usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas
(Kementerian Kesehatan RI, 2017). Usia lanjut merupakan tahap akhir dari siklus
hidup manusia, yaitu bagian dari proses kehidupan yang tak dapat dihindarkan dan
akan dialami oleh setiap individu. Pada tahap ini individu mengalami banyak
perubahan, baik secara fisik maupun mental, khususnya kemunduran dalam berbagai
fungsi dan kemampuan yang pernah dimilikinya (Muhith dan Siyoto, 2016).
Lansia adalah manusia yang berusia 60 tahun, dimana sudah terjadi proses
kehilangan kemampuan jaringan dalam memperbaiki diri dan memperthankan fungsi
normalnya secara perlahan-lahan, oleh karena itu disebut terdapat penyakit
degeneratif, yang akan menghiri hidup dengan episode terminal.(Sunaryo,Dkk, 2015)
2. Klasifikasi lansia
a. Pralansia dimana seseorang yang berusia antara 45-59 tahun
b. Lansia, dimana orang tersebut berusia 60 tahun atau lebih
c. Lansia resiko tinggi, dimana seseorang berusia 70tahun atau lebih
d. Lansia potensial, seorang lansia yang masih mampu bekerja dan menghasilkan
barang
e. Lansia tidak potensial, lansia yang tidak mampu lagi mencari nafka hidupna
bergantung pada orang lain. (Dewi,2015)
3. Tipe lansia
a. Tipe arif bijaksana
Lansia menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, bersikap ramah dan rendah hati,
b. Tipe mandiri
Lansia senang dalam mengganti kegiatanVang hilang, selektif dalam mencari
pekerjaan.
c. Tipe tidak puas
Lansia yang selalu mengalami konflik, pemarah, lansia tidak sabaran, dan selalu
menuntut dan sulit dilayani
d. Tipe pasrah
Lansia yang selalu menerima dan menunggu nasib baik, melakukan berbagi macam
pekerjaan
e. Tipe bingung
Lansia yang sering kaget,merasa minder , dan lansia juga sering acuh tak acuh. (Dewi,
2015).
4. Tugas perkembangan lansia
a. Mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun
b. Mempersiapkan diri untuk pensiun
c. Berhubungan baik dengan sesama seusianya
d. Mempersiapkan kehidupan baru
e. Mempersiapkan diri untuk kematian. (Dewi, 2015).
5. Perubahan - Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia
Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan secara
degeneratif yang akan berdampak pada perubahan-perubahan pada diri manusia,
tidak hanya perubahan fisik, tetapi juga kognitif, perasaan, sosial dan seksual
(Azizah & Lilik, 2016).
a. Perubahan Fisik
Adapun menurut Azizah & Lilik, 2016 perubahan fisik yang terjadi adalah:
1) Sistem Indra
a) Sistem pendengaran
Prebiakusis (gangguan pada pendengaran) oleh karena hilangnya
kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap
bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit
dimengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas 60 tahun.
b) Sistem penglihatan
Kornea lebih berbentuk skeris, Sfingter pupil timbul sklerosis dan
hilangnya respon terhadap sinar, Lensa lebih suram (kekeruhan pada
lensa), Meningkatnya ambang pengamatan sinar : daya adaptasi
terhadap kegelapan lebih lambat, susah melihat dalam cahaya gelap,
Hilangnya daya akomodasi, Menurunnya lapang pandang &
berkurangnya luas pandang, menurunnya daya membedakan warna biru
atau warna hijau pada skala.
c) Pengecapan
perubahan yang terjadi meliputi menurunnya kemampuan
pengecap, menurunnya kemampuan perasa sehingga mengakibatkan
selera makan berkurang.
d) Peraba
Pada lansia dapat terjadi kemunduran dalam merasakan sakit,
kemunduran dalam merasakan tekanan, panas dan dingin.
2) Sistem Intergumen
Pada lansia kulit mengalami atropi, kendur, tidak elastis kering dan
berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis dan
berbercak. Kekeringan kulit disebabkan atropi glandula sebasea dan
glandula sudoritera, timbul pigmen berwarna coklat pada kulit dikenal
dengan liver spot.
3) Sistem Muskuloskeletal
Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia antara lain sebagai
berikut : Jaringan penghubung (kolagen dan elastin). Kolagen sebagai
pendukung utama kulit, tendon, tulang, kartilago dan jaringan pengikat
mengalami perubahan menjadi bentangan yang tidak teratur.
a) Kartilago
Jaringan kartilago pada persendian lunak dan mengalami granulasi
dan akhirnya permukaan sendi menjadi rata, kemudian kemampuan
kartilago untuk regenerasi berkurang dan degenerasi yang terjadi
cenderung kearah progresif, konsekuensinya kartilago pada persendiaan
menjadi rentan terhadap gesekan.
b) Tulang
Berkurangnya kepadatan tulang adalah bagian dari penuaan
fisiologi akan mengakibatkan osteoporosis lebih lanjut mengakibatkan
nyeri, deformitas dan fraktur.
c) Otot
Perubahan struktur otot pada penuaan sangat berfariasi, penurunan
jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan jaringan penghubung dan
jaringan lemak pada otot mengakibatkan efek negatif.
d) Sendi
Pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligament dan
fasia mengalami penuaan elastisitas.
4) Sistem Kardiovaskuler dan Respirasi
a) Sistem kardiovaskuler
Katub jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung
memompa darah menurun 1 % pertahun sesudah berumur 20 tahun. Hal
ini menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya, kehilangan
elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektifitasnya pembuluh darah
perifer untuk oksigenasi, perubahan posisi dari tidur keduduk (duduk ke
berdiri) bisa menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65 mmHg
(mengakibatkan pusing mendadak), tekanan darah meningkat akibat
meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer (normal ± 170/95
mmHg ).
b) Sistem respirasi
Pada penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru, kapasitas total
paru tetap, tetapi volume cadangan paru bertambah untuk
mengompensasi kenaikan ruang rugi paru, udara yang mengalir ke paru
berkurang. Perubahan pada otot, kartilago dan sendi torak
mengakibatkan gerakan pernapasan terganggu dan kemampuan
peregangan toraks berkurang.
5) Pencernaan dan Metabolisme
Pada lansia sering terjadi kehilangan gigi, Penyebab utama adanya
periodontal disease yang biasa terjadi setelah umur 30 tahun, penyebab lain
meliputi kesehatan gigi yang buruk dan gizi yang buruk, indera pengecap
menurun, Adanya iritasi yang kronis dari selaput lendir, atropi indera
pengecap (± 80 %), hilangnya sensitivitas dari syaraf pengecap di lidah
terutama rasa manis, asin, asam & pahit, Esofagus melebar, Lambung, rasa
lapar menurun (sensitivitas lapar menurun ), asam lambung menurun,
waktu mengosongkan menurun, Peristaltik lemah & biasanya timbul
konstipasi, Fungsi absorbsi melemah ( daya absorbsi terganggu ), Liver
(hati), Makin mengecil & menurunnya tempat penyimpanan, berkurangnya
aliran darah.
6) Sistem perkemihan
a) Ginjal, Mengecil dan nephron menjadi atropi, aliran darah ke ginjal
menurun sampai 50%, penyaringan diglomerulo menurun sampai 50%,
fungsi tubulus berkurang akibatnya kurangnya kemampuan
mengkonsentrasi urin, berat jenis urin menurun proteinuria
(biasanya+1),BUN meningkat sampai 21 mg%,nilai ambang ginjal
terhadap glukosa meningkat.
b) Vesika urinaria/kandung kemih, Otot otot menjadi lemah, kapasitasnya
menurun sampai 200 ml atau menyebabkan frekwensi BAK meningkat,
vesika urinaria susah dikosongkan pada pria lanjut usia sehingga
meningkatnya retensi urin.
c) Pembesaran prostat ± 75 % dimulai oleh pria usia diatas 65 tahun.
7) Sistem Endokrin
Perubahan yang dapat terjadi antara lain : produksi hampir semua
hormon menurun, fungsi paratiroid dan sekesinya tak berubah, Pituitary,
Pertumbuhan hormon ada tetapi lebih rendah dan hanya ada di pembuluh
darah dan berkurangnya produksi dari ACTH, TSH, FSH dan LH,
Menurunnya aktivitas tiriod turun dan menurunnya daya pertukaran zat,
Menurunnya produksi aldosteron, Menurunnya sekresi hormon bonads:
progesteron, estrogen, testosteron, Defisiensi hormonall dapat
menyebabkan hipotirodism, depresi dari sumsum tulang serta kurang
mampu dalam mengatasi tekanan jiwa (stess).
8) Sistem saraf
Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan atropi
yang progresif pada serabut saraf lansia. Lansia mengalami penurunan
koordinasi dan kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.
9) Sistem reproduksi
Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan terjadinya
atrofi ovari dan uterus. Terjadi atropi payudara. Pada laki-laki testis masih
dapat memproduksi spermatozoa, meskipun adanya penurunan secara
berangsur-angsur.
b. Perubahan-perubahan Mental/ Psikologis
Adapun menurut (Maryam, 2016) faktor yang mempengaruhi perubahan
mental adalah :
a) perubahan fisik, khususnya organ perasa.
b) Kesehatan umum
c) Tingkat pendidikan
d) Keturunan (herediter)
e) Lingkungan
f) Gangguan saraf panca indra, timbul kebutaan dan ketulian
g) Gangguan konsep diri akibat kehilangan jabatan
h) Rangkaian dari kehilangan yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan
keluarga.
i) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran diri
dan perubahan konsep diri.
Perubahan kepribadian yang drastis keadaan ini jarang terjadi lebih
sering berupa ungkapan yang tulus dari perasaan seseorang, kekakuan
mungkin oleh karena faktor lain seperti penyakit-penyakit. Kenangan
(memory) ada dua :
1) kenangan jangka panjang, berjam-jam sampai berhari-hari yang lalu,
mencakup beberapa perubahan,
2) Kenangan jangka pendek atau seketika (0-10 menit), kenangan buruk.
c. Perubahan Spiritual
Perubahan spritual terjadi pada lansia dalam kehidupan keagamaannya. Hal
ini terlihat dalam hal berpikir dan kehidupan sehari – hari, karena pada lansia
tersebut sifanya menyeluruh, intrinsik dan berkembang sepanjang kehidupan.
Lansia yang telah mempelajari cara menghadapi perkembangan hidup akhirnya
akan menghadapi kematian, lansia memiliki harapan dengan dengan rasa
keimanan untuk bersiap menghadapi krisis kehilangan dalam hidup sampai
kematian dan biasanya ritual dalam sholat pun jarang dilakukan karena adanya
faktor lain misalnya adanya penyakit.(Festi, 2018)
Perubahan spritual pada lanjut usia lanjut berkembang karena adanya
penyesuaian diri yang baik, karena spritual yang tinggi dalam semua dimensi
akan membantu lansia untuk lebih adaktif termasuk dalam segala aktivitas
dalam bidang sosial sehingga lansia akan mengalami lansia sejahtera. (Festi,
2018)
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Medis
1. Dimensia
Demensia dapat diartikan sebagai gangguan kognitif dan memori yang
dapat mempengaruhi aktifitas sehari-hari. Penderita demensia seringkali
menunjukkan beberapa gangguan dan perubahan pada tingkah laku harian
(behavioral symptom) yang mengganggu (disruptive) ataupun tidak menganggu
(non-disruptive) (Volicer, L., Hurley, A.C., Mahoney, E. 2016). Grayson (2017)
menyebutkan bahwa demensia bukanlah sekedar penyakit biasa, melainkan
kumpulan gejala yang disebabkan beberapa penyakit atau kondisi tertentu
sehingga terjadi perubahan kepribadian dan tingkah laku.
Demensia ialah kondisi keruntuhan kemampuan intelek yang progresif
setelah mencapai pertumbuhan & perkembangan tertinggi (umur 15 tahun)
karena gangguan otak organik, diikuti keruntuhan perilaku dan kepribadian,
dimanifestasikan dalam bentuk gangguan fungsi kognitif seperti memori,
orientasi, rasa hati dan pembentukan pikiran konseptual ( http ://askep-askeb-
kita.blogspot.com/ )
Dimensia merupakan sindroma yang ditandai oleh berbagai gangguan
fungsi kognitif tanpa gangguan kesadaran ( Kusuma, 2007). Demensia dapat
diartikan sebagai gangguan kognitif dan memori yang dapat mempengaruhi
aktivitas sehari-hari. Penderita demensia seringkali menunjukkan beberapa
gangguan dan perubahan pada tingkah laku harian ( Behavioral Symptom) yang
mengganggu ( destruptif ) ataupun tidak mengganggu ( non destruptif) (
http://www.komnaslansia.or.id/ mengenal demensia pada lanjut usia, 2007).
Dari beberapa pendapat para ahli diatas dapat dikemukakan bahwa
demensia adalah suatu keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan
daya ingat sehingga meyebabkan disfungsi hidup sehari-hari.
Demensia adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan
kerusakan fungsi kognitif global yang biasanya bersifat progresif dan
mempengaruhi aktivitas social dan okupasi yang normal juga aktivitas kehidupan
sehari-hari (AKS). (Mickey Stanley, 2006)

Sindrom demensia dapat didefinisikan sebagai deteriorasi kapasitas


intelektual dapat diakibatkan oleh pnyakit di otak. Sindrom ini ditandai olah
gangguan kognitif, emosional, dan psikomotor. (Lumbantobing, 2006)
Demensia tipe alzhimer adalah proses degenerative yang terjadi
pertama-tama pada sel yang terletak pada dasar otak depan yang mengirim
informasi ke korteks serebral dan hipokampus. Sel yang terpengaruh pertama
kali kehilangan kemampuannya untuk mengeluarkan asetilkolin lalu terjadi
degenerasi. Jika degenerasi ini mulai berlangsung, dewasa ini tidak ada tindakan
yang dapat dilakukan untuk menghidupkan kembali sel-sel atau
menggantikannya.(Kushariyadi, 2010)
Demensia adalah penurunan kemampuan mental yang biasanya
berkembang secara perlahan, dimana terjadi gangguan ingatan, fikiran,
penilaian dan kemampuan untuk memusatkan perhatian, dan bisa terjadi
kemunduran kepribadian. (http://medicastore.com/penyakit/699/Demensia.html)
2. Etiologi
Penyebab demensia menurut ( http://www.mitrakeluarga.com/ demensia,
2008) yaitu :
1. Penurunan fungsi otak
2. Parkinson
3. Tumor
4. Stroke
5. Alzheimer
6. Penyakit pada jaringan pembuluh otak
Menurut Darmojo (2017) penyebab demensia yaitu :
1. Keadaan yang secara potensial reversible atau bisa dihentikan
a. Intoksikasi ( obat, termasuk alkohol dan lain-lain)
b. Infeksi susunan saraf pusat
c. Gangguan metabolik
d. Gangguan nutrisi
e. Gangguan vaskuler
f. Lesi desak ruang
g. Hidrosefalus bertekanan normal
h. Depresi

2. Penyakit degeneratif progesif


a. Tanpa gejala neurologik lain
1) Penyakit Alzheimer
2) Penyakit Pick
b. Dengan gangguan neurologik yang prominen
1) Penyakit Parkinson
2) Penyakit Huntington
3) Kelumpuhan supranuklear progesif
4) Penyakit degeneratif lain yang jarang didapat
Menurut Yatim ( 2017), penyebab pikun antara lain:
1. Tumor
2. Trauma
3. Infeksi kronis
4. Kelainan jantung dan pembuluh darah
5. Kelainan kongenital
6. Penyakit Psikiatri
7. Kelainan faali
8. Kelainan metabolik
9. Kerusakan sel-sel otak
10. Obat-obatan dan racun
3. Manifestasi Klinis
1. Tanda
Tanda dari demensia menurut (http://www.mitrakeluarga.com/
demensia, 2017) antara lain:
a. Bicara tidak nyambung
b. Daya ingat menurun
c. Pengetahuan tentang diri dan lingkungan menurun
d. Emosi labil ( cepat marah dan cepat berubah)
Dengan bertambahnya usia, kemampuan memori menurun secara
wajar.

Ciri-ciri mudah lupa antara lain :


a. Mudah lupa nama benda, nama orang dan sebagainya
b. Terdapat gangguan dalam mengingat kembali atau recall
c. Terdapat gangguan dalam mengambil kembali informasi yang telah
tersimpan dalam memori
d. Tidak ada gangguan dalam mengenal kembali sesuatu, apabila diberi
isyarat.
e. Lebih sering menjabarkan bentuk atau fungsi daripada menyebutkan
namanya
2. Gejala
Gejala demensia menurut Christopher ( 2017) yaitu :
a. Kehilangan ingatan
Gejala ini merupakan gejala umum dari demensia, dan ingatan
mengenai kejadian-kejadian baru yang pertama-tama terkena
dampaknya. Kemampuan untuk menyimpan informasi baru mengalami
kemunduran karena perubahan dalam otak yang terjadi
b. Disorientasi
Hilangnya kemampuan untuk mengarahkan diri pada tujuan atau
waktu tertentu. Banyak penderita demensia menunjukkan tanda
disorientasi, dimana mereka berada dan kadang keluyuran keluar
rumah dan tersesat.
c. Perubahan kepribadian dan perilaku
Kepribadian pada sebagian penderita tampak tetap sama tapi
yang lainnya menunjukkan perubahan yang menyolok. Penarikan diri
secara sosial dan hilangnya minat terhadap kegiatan merupakan hal
biasa. Mereka cenderung menjadi pendengki dan cemas.
d. Kehilangan kemampuan praktis
Sulit berkonsentrasi adalah salah satu ciri demensia. Para
penderita mengalami kesulitan dalam melakukan tindakan yang
sebelumnya dapat dilakukan dengan mudah.

e. Kesulitan berkomunikasi
Pada tahap awal demensia orang mengalami kesulitan menemukan kata
yang tepat untuk diucapkan. Kemampuan nonverbal seperti sentuhan dan
ekspresi wajah sangat penting untuk merawat orang yang mengalami
demensia.
  
4. Patofisiologi Dimensia
Demensia cukup sering dijumpai dalam lansia. Gangguan demensia
dimanifestasikan dengan defisit kognitif multipel seperti gangguan memori,
afasia ( kehilangan kemampuan berbicara, kemampuan menulis atau pemahaman
bahasa akibat penyakit pada otak ). Gangguan memori mungkin pertama kali
disadari ketika kehilangan atau salah menempatkan barang-barang pribadi. Jika
gangguan memori memburuk, seseorang dapat melupakan namanya sendiri, hari
ulang tahun, atau nama-nama anggota keluarganya. Kemampuan dalam
memahami pembicaraan atau bahasa tertulis menjadi menurun. Pada demensia
tahap lanjut, individu dapat menjadi bisu atau membentuk pola pembicaraan,
kesulitan dalam melaksanakan aktivitas motorik. ( Lumbantobing, 2017).
Demensia ada beberapa macam diantaranya demensia Alzheimer dan
demensia multi infark. Pada demensia Alzheimer terdapat penurunan
neurotransmiter tertentu terutema acetilkolin. Area otak yang terkena adalah
korteks cerebral dan hipotalamus, keduanya merupakan bagian penting dalam
fungsi kognitif dan memori. Acetilkolin dan neurotransmiter merupakan zat
kimia yang diperlukan untuk mengirim pesan melalui sistem saraf. Defisit
neurotransmiter menyebabkan pemecahan proses komunikasi yang kompleks
diantara sel-sel pada sistem saraf. Sedangkan demensia multi infark terjadi pada
pasien yang menderita penyakit cerebrovaskuler ( Standley, 2017).
Gangguan fungsi luhur terlihat dalam bentuk kehilangan kemampuan
untuk berpikir abstrak. Terdapat ketidakmampuan dalam merencanakan,
mengurutkan, dan menghentikanperilaku yang kompleks. Individu demensia
mengalami disorientasi tempat, waktu, dan orang atau menunjukkan penurunan
daya nilai dan keterbatasan atau sama sekali tidak memiliki pemahaman
sehingga dapat terjadi perubahan proses pikir.
Pasien demensia seringkali terdapat gangguan berjalan yang
menyebabkan klien terjatuh. Dan hal ini dapat memunculkan masalah resiko
trauma atau cedera. Beberapa orang menunjukkan cemas, depresi, atau
mengalami gangguan tidur. Individu yang mengalami demensia sangat rentan
terhadap stresor fisik dan stresor psikososial yang memperburuk defisit
kognitif serta masalah-masalah lain.
A. Pathway
Lansia Parkinson Alzheimer

Degeneratif Termor Kematian sel neuron


   
Penurunan fungsi otak Perubahan cara berjalan Stroke
     
Melemahnya fungsi Kelemahan Penurunan neurotrnsmiter
Organik  
Resiko terjatuh
MK : Resiko
Cedera
Kemunduran Disintegrasi Defisit
Intelektual kepribadian neurotransmiter dan
    Acetilkolin
Defisit Perubahan  
Kognitif perilaku Pemecahan proses
Multipel komunikasi antara
sel

Gg. Memori Depresi Demensia

Sulit Lebih sensitif Disorientasi Penurunan daya


mengingat   ingat
kembali, Menarik diri
mengambil Tidak mampu
keputusan, Isolasi Sosial Penurunan berpikir abstrak
bertindak Halusinasi daya nilai
lebih lamban Tidak dapat
MK :   melakukan
MK : aktivitas
Ganggu
an Gangguan
Berkurangnya mandiri
Persepsi Proses
kemampuan
Pikir
fungsi sehari-
Sensori
hari

MK : Defisit Perawatan Diri


 

Pathway Demensia dikembangkan dari : Copel ( 2016), Towsend ( 2017) ,


( www.komnaslansia.co.id)
5. Penatalaksanaan
Beberapa kasus demensia dianggap dapat diobati karena jaringan otak
yang disfungsional dapat menahan kemampuan untuk pemulihan jika pengobatan
dilakukan tepat pada waktunya. Riwayat medis yang lengkap, pemeriksaan fisik,
dan tes laboratorium, termasuk pencitraan otak yang tepat, harus dilakukan segera
setelah diagnosis dicurigai. Jika pasien menderita akibat suatu penyebab
demensia yang dapat diobati, terapi diarahkan untuk mengobati gangguan dasar.
Pendekatan pengobatan umum pada pasien demensia adalah untuk
memberikan perawatan medis suportif, bantuan emosional untuk pasien dan
keluarganya, dan pengobatan farmakologis untuk gejala spesifik, termasuk gejala
perilaku yang mengganggu. Pemeliharaan kesehatan fisik pasien, lingkungan
yang mendukung, dan pengobatan farmakologis simptomatik diindikasikan dalam
pengobatan sebagian besar jenis demensia. Pengobatan simptomatik termasuk
pemeliharaan diet gizi, latihan yang tepat, terapi rekreasi dan aktivitas, perhatian
terhadap masalah visual dan audiotoris, dan pengobatan masalah medis yang
menyertai, seperti infeksi saluran kemih, ulkus dekubitus, dan disfungsi
kardiopulmonal. Perhatian khusus karena diberikan pada pengasuh atau anggota
keluarga yang menghadapi frustasi, kesedihan, dan masalah psikologis saat
mereka merawat pasien selama periode waktu yang lama.
Jika diagnosis demensia vaskular dibuat, faktor risiko yang berperan
pada penyakit kardiovaskular harus diidentifikasi dan ditanggulangi secara
terapetik. Faktor-faktor tersebut adalah hipertensi, hiperlipidemia, obesitas,
penyakit jantung, diabetes dan ketergantungan alkohol. Pasien dengan merokok
harus diminta untuk berhenti, karena penghentian merokok disertai dengan
perbaikan perfusi serebral dan fungsi kognitif.
Obat untuk demensia:
1. Cholinergic-enhancing agents
Untuk terapi demensia jenis Alzheimer, telah banyak dilakukan
penelitian. Pemberian cholinergic-enhancing agents menunjukkan hasil yang
lumayan pada beberapa penderita; namun demikian secara keseluruhan tidak
menunjukkan keberhasilan sama sekali. Hal ini disebabkan oleh kenyataan
bahwa demensia alzheimerntidak semata-mata disebabkan oleh defisiensi
kolinergik; demensia ini juga disebabkan oleh defisiensi neurotransmitter
lainnya. Sementara itu, kombinasi kolinergik dan noradrenergic ternyata
bersifat kompleks; pemberian obat kombinasi ini harus hati-hati karena dapat
terjadi interaksi yang mengganggu sistem kardiovaskular.
2. Cholinedan lecithin
Defisit asetilkolin di korteks dan hipokampus pada demensia Alzheimer
dan hipotesis tentang sebab dan hubungannya dengan memori mendorong
peneliti untuk mengarahkan perhatiannya pada neurotransmitter. Pemberian
prekursor, cholinedan lecithin merupakan salah satu pilihan dan memberi hasil
lumayan, namun demikian tidak memperlihatkan hal yang istimewa.
Dengancholine ada sedikit perbaikan terutama dalam fungsi verbal dan visual.
Denganlecith in hasilnya cenderung negatif, walaupun dengan dosis yang
berlebih sehingga kadar dalam serum mencapai 120 persen dan dalam cairan
serebrospinal naik sampai 58 persen.
3. Neuropeptide, vasopressin dan ACTH
Pemberian neuropetida, vasopressin dan ACTH perlu memperoleh
perhatian. Neuropeptida dapat memperbaiki daya ingat semantik yang
berkaitan dengan informasi dan kata-kata. Pada lansia tanpa gangguan psiko-
organik, pemberian ACTH dapat memperbaiki daya konsentrasi dan
memperbaiki keadaan umum.
4. Nootropic agents
Dari golongan nootropic substances ada dua jenis obat yang sering
digunakan dalam terapi demensia, ialahnicer goline dan co-dergocrine
mesylate. Keduanya berpengaruh terhadap katekolamin. Co-dergocrine
mesylate memperbaiki perfusi serebral dengan cara mengurangi tahanan
vaskular dan meningkatkan konsumsi oksigen otak. Obat ini memperbaiki
perilaku, aktivitas, dan mengurangi bingung, serta memperbaiki kognisi. Disisi
lain,nicergoline tampak bermanfaat untuk memperbaiki perasaan hati dan
perilaku.
5. Dihydropyridine
Pada lansia dengan perubahan mikrovaskular dan neuronal, L-type
calcium channels menunjukkan pengaruh yang kuat. Lipophilic
dihydropyridine bermanfaat untuk mengatasi kerusakan susunan saraf pusat
pada lansia. Nimodipin bermanfaat untuk mengembalikan fungsi kognitif yang
menurun pada lansia dan demensia jenis Alzheimer. Nimodipin memelihara
sel-sel endothelial/kondisi mikrovaskular tanpa dampak hipotensif; dengan
demikian sangat dianjurkan sebagai terapi alternatif untuk lansia terutama
yang mengidap hipertensi esensial
6. Pencegahan dan Perawatan
Hal yang dapat kita lakukan untuk menurunkan resiko terjadinya demensia
diantaranya adalah menjaga ketajaman daya ingat dan senantiasa
mengoptimalkan fungsi otak, seperti :
1. Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak seperti alkohol
dan zat adiktif yang berlebihan
2. Membaca buku yang merangsang otak untuk berpikir hendaknya dilakukan
setiap hari.
3. Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat dan aktif
a. Kegiatan rohani & memperdalam ilmu agama.
b. Tetap berinteraksi dengan lingkungan, berkumpul dengan teman yang
memiliki persamaan minat atau hobi
4. Mengurangi stress dalam pekerjaan dan berusaha untuk tetap relaks dalam
kehidupan sehari-hari dapat membuat otak kita tetap sehat.
B. Pengkajian Fokus
1. Pengkajian Riwayat Kesehatan
a. Identitas/Data Biografis Klien
b. Riwayat Keluarga
c. Riwayat Pekerjaan
d. Riwayat Lingkungan Hidup
e. Riwayat Rekreasi
f. Sistem Pendukung
g. Kebiasaan Ritual
h. Status Kesehatan Saat Ini
i. Status Kesehatan Masa Lalu
j. Tinjauan Sistem
Kaji ada tidaknya tanda-tanda/setiap gejala berikut ini:
1. Keadaan Umum
Kelelahan, perubahan BB setahun lalu, perubahan nafsu makan, demam,
keringat malam, kesulitan tidur, sering pilek dan infeksi, penilaian diri
terhadap status kesehatan, kemampuan melakukan ADL, tingkat
kesadaran(kualitatif,kuntitatif), TTV.
2. Integument
Lesi/luka, perubahan pigmentasi, perubahan tekstur, perubahan nevi,
sering memar, perubahan rambut, perubahan kuku, katimumul pada jari
kaki dan kallus, pola penyembuhan lesi dan memar, elastisitas/turgor.
3. Hemopoetik
Perdarahan/memar abnormal, pembengkakan kelenjar limfe, anemia,
riwayat transfusi darah. 
4. Kepala
Sakit kepala, trauma pada masa lalu, pusing, gatal kulit kepala, lesi/luka.
5. Mata
Perubahan penglihatan, pemakaian kaca mata/lensa kontak, nyeri, air
mata berlebihan, pruritus, bengkak sekitar mata, floater, diplopia, kabur,
fotofobia, riwayat infeksi, tanggal pemeriksaan paling akhir, dampak
pada penampilan ADL>
6. Telinga
Perubahan pendengaran, rabas, titinus, vertigo, sensitivitas pendegaran,
alat-alat protesa, riwayat infeksi, tanggal pemeriksaan paling akhir,
kebiasaan perawatan telinga, dampak penampilan pada ADL.
7. Hidung dan Sinus
Rinorea, rabas, epistaksis, obstruksi, mendengkur, nyeri pada sinus,
alergi, riwayat infeksi, penilaian diri pada kemampuan olfaktorius.
8. Mulut dan Tenggorok
Sakit tenggorakan, lesi/ulkus, serak, perubahan suara, kesulitan
menelan, perdarahan gusi, karies, alat-alat protesa, riwayat infeksi,
tanggal pemeriksaan akhir, pola menggosok gigi, pola flossing, masalah
dan kebiasaan membersihkan gigi palsu.
9. Leher
Kekakuan, nyeri/nyeri tekan, benjolan/massa, keterbatasan gerak,
pembesaran kelenjar thyroid.
10. Payudara
Benjolan/massa, nyeri/nyeri tekan, bengkak, keluar cairan dari puting
susu, perubahan pada puting susu, pola pemeriksaan payudara, tanggal
momografi paling akhir.
11. Pernapasan
Batuk, sesak napas, hemoptisis, sputum, mengi, asma/alergi pernapasan,
frekuensi, auskultasi, palpasi, perkusi, wheezing.
12. Kardiovaskuler
Nyeri/ketidaknyamanan dada, palpitasi, sesak napas, dispnea pada
aktivitas, ortopnea, murmur, edema, varises, kaki timpang, parestesia,
perubahan warna kaki.
13. Gastrointestinal
Disfagia, tak dapat mencerna, nyeri ulu hati, pembesaran hepar,
mual/muntah, hematesis, perubahan nafsu makan, intoleransi makanan,
ulkus, nyeri, ikterik, benjolan/massa, perubahan kebiasaan defekasi,
diare, kontipasi, melena, hemoroid, perdarahan rektum, pola defekasi
biasanya.
14. Perkemihan
Disuria, frekuensi, menetes, ragu-ragu, dorongan, hematuria, poliuria,
oliguria, nokturia, inkontinensia, nyeri saat berkemih, batu, infeksi.
15. Genitor Reproduksi - Pria
Lesi, rabas, neri tekstuler, masalah prostat, penyakit kelamin, perubahan
hasrat seksual, impotensi, masalah aktivitas seksual.
16. Genitor Reproduksi – Wanita
Lesi rabas, dispareunia, perubahan pasca senggama, nyeri pelvik,
penyakit kelamin, infeksi, maslah aktivitas seksual, riwayat menstruasi,
tanggal dan hasil papsmear terakhir.
17. Muskuloskeletal
Nyeri persendian, kekakuan, pembengkakan sendi, deformitas, spasme,
kram, kelemahan otot, maslah cara berjalan, nyeri punggung, protesa,
pola kebiasaan latihan, dampak pada penampilan ADL.
18. Sistem Saraf Pusat
Sakit kepala, kejang, sinkope, paralisis, paresis, masalah koordinasi,
tic/tremor/spasme, parestesia, cedera kepala, maslah memori.
19. Sistem Endokrin
Intoleransi panas/dingin, goiter, pigmentasi kulit, perubahan rambut,
polifagia, poliuria, polidpsia.
20. Sistem Imun
Kerentanan dan seringnya terkena penyakit, imunisasi.
21. Sistem Pengecapan
Berkurangnya rasa asin dan panas.
22. Sistem Penciuman
Peningkatan sistem penciuman.
23. Psikososial
Cemas, depresi, insomnia, menangis, gugup, takut, masalah dalam
mengambil keputusan, kesulitan berkonsentrasi, pernyataan perasaan
umum mengenai keputusan/frustasi mekanisme koping yang biasa, stres
saat ini, masalah tentang kematian dan kehilangan, dampak penampilan
ADL.
2. Pengkajian Status Fungsional, Kognitif, Afektif dan Sosial
a. Pengkajian Status Fungsional
Indeks kemandirian pada aktivitas kehidupan sehari-hari berdasarkan pada
evaluasi fungsi mandiri atau tergantung dari klien dalam mandi, berpakaian,
pergi ke kamar mandi, berpindah, kontinen dan makan.
INDEKS KATZ
SKORE KRITERIA
A Kemandirian dalam hal makan, kontinen, berpindah, ke
kamar kecil, berpakaian dan mandi.
B Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari, kecuali
satu dari fungsi tersebut.
C Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari, kecuali
mandi dan satu fungsi tambahan.
D Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari, kecuali
mandi, berpakaian dan satu fungsi tambahan.
E Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari, kecali
mandi, berpakaian, ke kamar kecil dan satu fungsi tambahan.
F Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari, kecuali
mandi, berpakaian, berpindah dan satu fungsi tambahan.
G Ketergantungan pada enam fungsi tersebut.
Lain- Ketergantungan pada sedikitnya dua fungsi, tetapi tidak dapat
lain diklasifikasikan sebagai C, D, E, F dan G.

b. Pengkajian Status Kognitif dan Afektif


1. Menggunakan Short Portable Mental Status Questionnaire (SPMSQ)
untuk mendeteksi adanya dan tingkat kerusakan intelektual, terdiri dari
10 hal yang mengetes orientasi, memori dalam hubungannya dengan
kemampuan perawatan diri, memori jauh, kemampuan matematis. 
2. Menggunakan Mini Mental State Exam (MMSE) untuk menguji aspek-
aspek kognitif dari fungsi mental meliputi orientasi, registrasi,
perhatian, kalkulasi, mengingat kembali dan bahasa.
3. Menggunakan Inventaris Depresi Beck untuk membedakan jenis
depresi serius yang mempengaruhi fungsi-fungsi dari suasana hati
rendah umum pada banyak orang.
4. Mengguanakan Skala Depresi Geriatrik Yesavage untuk menilai
depresi lansia.

C. Diagnosa keperawatan
1. Kerusakan memori berhubungan dengan neorologis
2. Resiko jatuh berhubungan dengan lingkungan
3. Perubahan pola tidur berhubungan dengan perubahan pada sensori ditandai dengan
keluhan verbal tentang kesulitan tidur, terus-menerus terjaga, tidak mampu
menentukan kebutuhan/ waktu tidur.
4. Kurang perawatan diri berhubungan dengan penurunan kognitif, frustasi atas
kehilangan kemandiriannya ditandai dengan penurunan kemampuan melakukan
perawatan diri.
5. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan persepsi ditandai
dengan disorientasi tempat, orang dan waktu.
6. Risiko terhadap cedera berhubungan dengan kesulitan keseimbangan, kelemahan,
otot tidak terkoordinasi, aktivitas kejang.
D. Perencanaan
No Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
1 Perubahan proses Setelah diberikan tindakan - Kembangkan lingkungan yang 1. Mengurangi
pikir berhubungan keperawatan diharapkan mendukung dan hubungan klien- kecemasan dan emosional,
dengan perubahan klien mampu mengenali perawat yang terapeutik seperti kemarahan,
fisiologis (degenerasi perubahan dalam berpikir - Kaji derajat gangguan kognitif, meningkatkan
neuron ireversibel) dengan KH: seperti perubahan orientasi, pengembangan evaluasi diri
ditandai dengan  Mampu rentang perhatian, kemampuan yang positif dan mengurangi
hilang ingatan atau memperlihatkan berpikir. Bicarakan dengan konflik psikologis
memori, hilang kemampuan keluarga mengenai perubahan 2. Memberikan dasar
konsentrsi, tidak kognitifuntuk perilaku perbandingan yang akan
mampu menjalani - Pertahankan lingkungan yang datang dan memengaruhi
menginterpretasikan konsekuensi kejadian menyenangkan dan tenang rencan intervensi. Catatan:
stimulasi dan menilai yang menegangkan - Lakukan pendekatan dengan cara evaluasi orientasi secara
realitas dengan terhadap emosi dan perlahan dan tenang berulang dapat
akurat. pikiran tentang diri   - Tatap wajah ketika berbicara dengan meningkatkan respon yang
 Mampu klien negative/tingkat frustasi
mengembangkan - Panggil klien dengan namanya 3. Kebisingan
strategi untuk - Gunakan suara yang agak rendah merupakan sensori
mengatasi anggapan dan berbicara dengan perlahan pada berlebihan yang
diri yang negative klien meningkatkan gangguan
 Mampu mengenali - Gunakan kata-kata pendek, kalimat neuron
perubahan dalam dan Ulangi instruksi tersebut sesuai 4. Pendekatan
berpikir atau tingkah kebutuhan terburu-buru menyebabkan
laku dan factor - Berhenti sejenak di antara klien bingung, kesalahan
penyebab kalimat/pertanyaan. Beri isyarat persepsi/perasaan, terancam
 Mampu tertentu, gunakan kalimat terbuka 5. Menimbulkan
memperlihatkan - Dengarkan dengan penuh perhatian perhatian, terutama pada
penurunan tingkah pembicaraan klien. Interpretasikan klien dengan gangguan
laku yang tidak pertanyaan, arti, dan kata. Beri kata perceptual
yang benar 6. Nama adalah
diinginkan, ancaman, - Hindari kritikan, argumentasi, dan bentuk identitas diri dan
dan kebingungan konfrontasi negative menimbulkan pengenalan
- Gunakan distraksi. Bicarakan terhadap realita dan klien
tentang kejadian yang sebenarnya 7. Meningkatkan
saat klien mengungkapkan ide yang pemahaman. Ucapan tinggi
salah, jika tidak meningkatkan dank eras menimbulkan
kecemasan stress/marah yang
- Hindari klien dari aktivitas dan mencetuskan konfrontasi
komunikasi yang dipaksakan dan respons marah
- Gunakan hal yang humoris saat 8. Seiring
berinteraksi pada klien perkembangan penyakit,
pusat komunikasi dalam
otak terganggu sehingga
menghilangkan kemampuan
klien dalam respons
penerimaan pesan dan
percakapan secara
keseluruhan
9. Menimbulkan
respons verbal,
meningkatkan pemahaman.
Isyarat menstimulasi
komunikasi, memberi
pengalaman positif
10. Mengarahkan
perhatian dan penghargaan.
Membantu klien dengan alat
bantu proses kata dalam
menurunkan frustasi
11. Provokasi
menurunkan harga diri dan
merupakan ancaman yang
mencetuskan agitasi yang
tidak sesuai
12. Lamunan
membantu dalam
meningkatkan disorientasi.
Orientasi pada realita
meningkatkan perasaan
realita klien, penghargaan
diri dan kemuliaan
(kebahagiaan) personal
13. Keterpaksaan
menurunkan keikutsertaan
dan meningkatkan
kecurigaan, delusi
14. Tertawa
membantu dalam
komunikasi dan
meningkatkan kestabilan
emosi

2 Perubahan persepsi Setelah diberikan tindakan - kembangkan lingkungan yang 1. Keterlibatan otak
sensori berhubungan keperawatan diharapkan suportif dan hubungan perawat – memperlihatkan masalah
dengan perubahan perubahan persepsi sensori klien terapeutik yang bersifat asimetris
persepsi, transmisi klien dapat berkurang atau - Bantu klien untuk memahami menyebabkan klien
atau integrasi sensori terkontrol dengan KH: halusinasi kehilangan kemampuan
(penyakit neurologis,  Mengalami penurunan - beri informasi tentang sifat pada salah satu sisi tubuh
tidak mampu halusinasi -          halusinasi ,hubungannya dengan (gangguan unilateral).
berkomunikasi, Mengembangkan stresor/pengalaman emosional yang Klien tidak dapat
gangguan tidur, strategi psikososial traumatic,pengobatan dan cara mengenali rasa lapar
nyeri) ditandai untuk mengurangi stress mengatasi 2. Untuk menurunkan
dengan cemas, apatis, atau mengatur prilaku. - kaji derajat sensori atau gangguan kebutuahan akan halusinasi
gelisah, halusinasi.  Mendemonstrasikan persepsi dan bagaimana hal tersebut 3. Meningkatkan masukan
respon yang sesuai mempengaruhi klien termasuk sensori,membatasi
stimulasi penurunan penglihatan atau /menurunkan kesalahan
 -          Perawat mampu pendengaran interpretasi stimulasi
mengidentifikasi factor - ajarkan strategi untuk mengurangi
eksternal yang berperan stress
terhadap perubahan - anjurkan untuk menggunakan kaca
 kemampuan  persepsi mata atau alat bantu pendengaran
sensori sesuai keperluan

3 Perubahan pola tidur  Setelah dilakukan tindakan - Jangan menganjurkan klien tidur 1. Aktivitas fisik dan mental
berhubungan dengan keperawatan diharapkan tidak siang apabila berakibat efek yang lama mengakibatkan
perubahan terjadi gangguan pola tidur negative terhadap tidur pada kelelahan yang dapat
lingkungan ditandai pada klien dengan KH: malam hari meningkatkan
dengan keluhan  Memahami factor - Evaluasi efek obat klien (steroid kebingungan, aktivitas yang
verbal tentang penyebab gangguan pola ,diuretik) yang mengganggu tidur terprogram tanpa stimulasi
kesulitan tidur, terus- tidur -          Mampu - Tentukan kebiasaan dan rutinitas berlebihan meningkatkan
menerus terjaga, tidak menentukan penyebab waktu tidur malam dengan waktu tidur
mampu menentukan tidur inadekuat kebiasaan klien (memberi susu 2. Risiko gangguan sensori,
kebutuhan/ waktu  Mampu memahami hangat) meningkatkan agitasi dan
tidur. rencana khusus untuk - Memberika lingkungan yang menghambat waktu
menangani/mengoreksi nyaman untuk meningkatkan tidur istirahat
penyebab tidur tidak (mematikan lampu, ventilasi ruang 3. Peningkatan
adekuat adekuat, suhu yang sesuai, kebingungan, disorientasi,
 Mampu menciptakan menghindari kebisingan) tingkah laku tidak
pola tidur yang adekuat - Buat jadwal intervensi untuk kooperatif (sindrom
dengan penurunan memungkinkan waktu tidur lebih sundower) dapat
terhadap pikiran yang lama(memeriksa tanda vital, mengurangi tidur
melayang-layang mengubah posisi) 4. Penguatan bahwa saatnya
(melamun) - Berikan kesempatan untuk tidur tidur dan mempertahankan
 Tampak atau sejenak, anjurkan latihan saat siang kestabilan lingkungan.
melaporkan dapat hari, turunkan aktivitas Catatan : penundaan waktu
beristirahat yang cukup mental/fisik pada sore hari tidur diindikasikan agar
- Hindari penggunaan “pengikatan” klien membuang kelebihan
secara terus menerus energy dan memfasilitasi
- Evaluasi tingkat stress/orientasi tidur
sesuai perkembangan hari demi 5. Meningkatkan relaksasi
hari dengan perasaan
- Buat jadwal tidur secara teratur. mengantuk
Katakan pada klien bahwa saat ini 6. Menurunkan kebutuhan
adalah waktu untuk tidur akan bangun untuk
- Berikan makanan kecil sore hari, berkemih selama malam
susu hangat, mandi, dan masase hari
punggung 7. Menurunkan stimulasi
- Turunkan jumlah minuman sore. sensori dengan
Lakukan berkemih sebelum tidur menghambat suara lain dari
- Putarkan musik yang lembut atau lingkungan sekitar yang
“suara yang jernih” akan menghambat tidur
- Irama sirkadian (siklus tidur-
bangun)yang tersinkronisasi
disebabkan oleh tidur siang yang
singkat
- Derangement psikis terjadi bila
terdapat penggunaan
kortikosteroid, termasuk perubahan
mood, insomnia
- Mengubah pola yang sudah
terbiasa dari asupan makan klien
pada malam hari terbukti
mengganggu tidur
- Hambatan kortikal pada formasi
reticular akan berkurang selama
tidur, emningkatkan respons
otomatik, karenanya respons
kardiovaskular terhadap suara
meningkat selama tidur
- Gangguan tidur terjadi dengan
seringnya tidur dan mengganggu
pemulihan sehubungan dengan
gangguan psikologis dan fisiologis,
sehingga irama sirkadian
terganggu

4 Kurang perawatan Setelah diberikan tindakan - Identifikasi kesulitan dalam 1. Memahami penyebab yang
diri berhubungan keperawatan diharapkan berpakaian/ perawatan diri, seperti: mempengaruhi intervensi.
dengan intoleransi klien dapat merawat dirinya keterbatasan gerak fisik, apatis/ Masalah dapat diminimalkan
aktivitas, menurunnya sesuai dengan depresi, penurunan kognitif seperti dengan menyesuaikan atau
daya tahan dan kemampuannya dengan KH : apraksia. memerlukan konsultasi dari
kekuatan ditandai  Mampu melakukan - Identifikasi kebutuhan kebersihan ahli lain.
dengan penurunan aktivitas perawatan diri diri dan berikan bantuan sesuai 2. Seiring perkembangan
kemampuan sesuai dengan tingkat kebutuhan dengan perawatan penyakit, kebutuhan
melakukan aktivitas kemampuan. rambut/kuku/ kulit, bersihkan kaca kebersihan dasar mungkin
sehari-hari.  Mampu mengidentifikasi mata, dan gosok gigi. dilupakan.
dan menggunakan - Perhatikan adanya tanda-tanda 3. Kehilangan sensori dan
sumber pribadi/ nonverbal yang fisiologis. penurunan fungsi bahasa
komunitas yang dapat - Beri banyak waktu untuk menyebabkan klien
memberikan bantuan. melakukan tugas. mengungkapkan kebutuhan
- Bantu mengenakan pakaian yang perawatan diri dengan cara
rapi dan indah. nonverbal, seperti terengah-
engah, ingin berkemih
dengan memegang dirinya.
4. Pekerjaan yang tadinya
mudah sekarang menjadi
terhambat karena penurunan
motorik dan perubahan
kognitif.
5. Meningkatkan kepercayaan
untuk hidup.
5. Risiko terhadap Setelah dilakukan tindakan - Kaji derajat gngguan 1. Mengidentifikasi risiko di
cedera berhubungan keperawatan diharapkan kemampuan,tingkah laku lingkungan dan
dengan kesulitan Risiko cedera tidak terjadi impulsive dan penurunan persepsi mempertinggi kesadaran
keseimbangan, dengan KH : visual. Bantu keluarga perawat akan bahaya. Klien
kelemahan, otot tidak  Meningkatkan tingkat mengidentifikasi risiko terjadinya dengan tingkah laku
terkoordinasi, aktivitas bahaya yang mungkin timbul impulsif berisiko trauma
aktivitas kejang.  Dapat beradaptasi dengan - Hilangkan sumber bahaya karena kurang mampu
lingkungan untuk lingkungan memgendalikan perilaku.
mengurangi risiko - Alihkan perhatian saat perilaku Penurunan persepsi visual
trauma/cedera teragitasi berisiko terjatuh
 Tidak mengalami - Gunakan pakaian sesuai dengan 2. Klien dengan gangguan
trauma/cedera lingkungan fisik/kebutuhan klien kognitif, gangguan persepsi
 Keluarga mengenali - Kaji efek samping obat, tanda adalah awal terjadi trauma
potensial di lingkungan keracunan (tanda akibat tidak bertanggung
dan mengidentifikasi ekstrapiramidal,hipotensi jawab terhadap kebutuhan
tahap-tahap untuk ortostatik,gangguan penglihatan, keamanan dasar
memperbaikinya gangguan gastrointestinal) 3. Mempertahankan
- Hindari penggunaan restrain terus- keamanan dengan
menerus. Berikan kesempatan menghindari konfrontasi
keluarga tinggal bersama klien yang meningkatkan risiko
selama periode agitasi akut terjadinya trauma
4. Perlambatan proses
metabolisme
mengakibatkan hipotermia.
Hipotalamus dipengaruhi
proses penyakit yang
menyebabkan rasa
kedinginan
5. Klien yang tidak dapat
melaporkan tanda/gejala
obat dapat menimbulkan
kadar toksisitas pada lansia.
Ukuran dosis/penggantian
obat diperlukan untuk
mengurangi gangguan
6. Membahayakan klien,
meningkatkan agitasi dan
timbul risiko fraktur pada
klien lansia (berhubungan
dengan penurunan kalsium
tulang)
DAFTAR PUSTAKA

Christopher, M . 2017. Pikun dan Pelupa. Jakarta : Dian Rakyat

Carpenito, L.J. 2017. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktis Klinis. Ed. 6.
Jakarta : EGC
Copel, L. 2007. Kesehatan Jiwa dan Psikiatri. Jakarta ; EGC

Darmojo, B. 2016. Geriatri. Jakarta: FKUI

Grayson, C. (2016). All about Alzheimer. Retrieved on October 2016 from


http://www.webmd.com/content/article/71/81413.htm

Kushariyadi.2016. Askep pada Klien Lanjut Usia. Jakarta: Salemba Medika

Kusuma, W. 2017. Kedaruratan Psikiatri dalam Praktek. Jakarta : Profesional Book’s

Lumbantobing. 2016. Kecerdasan Pada Usia Lanjut dan Demensia. Jakarta: FKUI

NANDA, 20.

Nurviandari, K. 2007. Mengenal Demensia pada Lanjut Usia. www.komnaslansia.co.id


( 27 Juni 2016)

Stanley,Mickey. 2016. Buku Ajar Keperawatan Gerontik.Edisi2. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai