2005 07 Pengendalian Biaya
2005 07 Pengendalian Biaya
PELATIHAN
PENGENDALI BIAYA PEKERJAAN
(COST CONTROLLER)
PEKERJAAN SUMBER DAYA AIR
Usaha dibidang Jasa konstruksi merupakan salah satu bidang usaha yang telah
berkembang pesat di Indonesia, baik dalam bentuk usaha perorangan maupun sebagai
badan usaha skala kecil, menengah dan besar. Untuk itu perlu diimbangi dengan kualitas
pelayanannya. Pada kenyataannya saat ini bahwa mutu produk, ketepatan waktu
penyelesaian, dan efisiensi pemanfaatan sumber daya relatif masih rendah dari yang
diharapkan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain adalah ketersediaan
tenaga ahli / trampil dan penguasaan manajemen yang efisien, kecukupan permodalan
serta penguasaan teknologi.
Masyarakat sebagai pemakai produk jasa konstruksi semakin sadar akan kebutuhan
terhadap produk dengan kualitas yang memenuhi standar mutu yang dipersyaratkan.
Untuk memenuhi kebutuhan terhadap produk sesuai kualitas standar tersebut, perlu
dilakukan berbagai upaya, mulai dari peningkatan kualitas SDM, standar mutu, metode
kerja dan lain-lain.
Salah satu upaya untuk memperoleh produk konstruksi dengan kualitas yang diinginkan
adalah dengan cara meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang menggeluti
standar baku mutu baik untuk bidang pekerjaan jalan dan jembatan, pekerjaan sumber
daya air maupun untuk pekerjaan dibidang bangunan gedung.
Kegiatan inventarisasi dan analisa jabatan kerja dibidang sumber daya air, telah
menghasilkan sekitar 130 (seratus Tiga Puluh) Jabatan Kerja, dimana Jabatan Kerja Cost
Controller merupakan salah satu jabatan kerja yang diprioritaskan untuk disusun materi
pelatihannya mengingat kebutuhan yang sangat mendesak dalam pembinaan tenaga
kerja yang berkiprah dalam pengendalian mutu konstruksi bidang sumber daya air.
Materi pelatihan pada Jabatan Kerja Cost Controller of Water Resources Construction
ini terdiri dari 8 (Delapan) modul yang merupakan satu kesatuan yang utuh yang
diperlukan dalam melatih tenaga kerja yang menggeluti Cost Controller..
Namun penulis menyadari bahwa materi pelatihan ini masih banyak kekurangan
khususnya untuk modul Pengendalian Biaya Pekerjaan Sumber Daya Air.
Untuk itu dengan segala kerendahan hati, kami mengharapkan kritik, saran dan
masukkan guna perbaikan dan penyempurnaan modul ini.
Tim Penyusun
i
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
LEMBAR TUJUAN
TUJUAN PELATIHAN
ii
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
iii
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
DAFTAR ISI
iv
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
RANGKUMAN
DAFTAR PUSTAKA
v
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
DAFTAR MODUL
6. CCE-06 Spesifikasi
vi
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
PANDUAN PEMBELAJARAN
A. BATASAN
No. Item Batasan Uraian Keterangan
1. Seri / Judul CCE – 07 = Pengendalian Biaya
vii
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
B. PROSES PEMBELAJARAN
1. Ceramah : Pembukaan
- Mengikuti penjelasan TIU OHT
- Menjelaskan Tujuan Instruksional
dan TIK dengan tekun No. 1 - 3
Umum & Khusus (TIU & TIK)
dan aktif
- Merangsang motivasi peserta - Mengajukan pertanyaan
dengan pertanyaan atau apabila kurang jelas
pengalamannya didalam penerapan
Pengendalian Biaya pekerjaan
Sumber Daya Air
- Waktu : 10 menit
2. Ceramah : Pendahuluan
- Menjelaskan jenis pekerjaan - mendengarkan penjelasan OHT
dibidang sumber daya air, lingkup instruktur dengan tekun No. 4
pekerjaan cost cotroller, serta dan aktip.
maksud pelatihan modul. - Mencatat hal-hal yang
perlu
- Bertanya Bila Perlu
- Waktu : 10 menit
- Bahan : Materi serahan (Bab I :
Pendahuluan)
3. Ceramah : Kegiatan Manajemen
Pengelolaan dan Pengendalian
Proyek
- Menjelaskan hal-hal yang yang - Mendengarkan penjelasan OHT
dilakukan setelah tanda tangan instruktur dengan tekun No. 5
kontrak dan Surat Perintah Mulai dan aktif
Kerja (SPMK) diterbitkan oleh - Mencatat hal-hal yang
pimpro kepada kontraktor. perlu
- Bertanya Bila Perlu
- Waktu : 10 menit
- Bahan : Materi serahan (Bab II :
Kegiatan Manajemen Pengelolaan
viii
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
ix
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
x
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
MATERI SERAHAN
xi
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Umum.
Pekerjaan Sumber Daya Air meliputi :
- Pekerjaan Bendungan
- Pekerjaan Sungai
- Pekerjaan Irigasi
- Pekerjaan Rawa & Pengamanan Pantai
I-1
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
Jadi maksud dari modul ini ialah khusus membekali peserta pelatihan tentang
pengendalian biaya di bidang pekerjaan Sumber Daya Air.
I-2
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
BAB II
KEGIATAN MANAJEMEN PENGELOLAAN DAN
PENGENDALIAN PROYEK
Ukuran keberhasilan pelaksanaan proyek ditinjau dari sisi perusahaan konstruksi ialah
apabila mutu produk akhir yang dicapai sesuai dengan perencanaan teknis dalam
dokumen kontrak, dilaksanakan sesuai koridor waktu yang telah disepakati didalam surat
perjanjian kontrak dan mengeluarkan biaya proyek sesuai anggaran yang ditetapkan
sejak Commencement Of Work (SPMK) hingga FHO.
Apabila kita melihat bagan alir suatu pelaksanaan pekerjaan Sumber Daya Air maka
kegiatan manajemen pengelolaan dan Pengendalian Proyek dapat dibagi menjadi
tahapan berikut :
1. Persiapan dokumen
- Dokumen kontrak ditanda tangani
- Surat perintah mulai kerja
- Pre Construction Meeting
II - 1
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
5. Proses pembayaran
- Advance payment
- Buku harian dan laporan
- Pembayaran prestasi pekerjaan
6. Penyesuaian / perubahan biaya, mutu dan waktu
- Pekerjaan tambah / kurang
- Review Desain
- Perpanjangan waktu
- Denda
- Eskalasi
7. Perselisihan
- Rapat penyelesaian perselisihan
8. Serah terima
- PHO
- FHO
Dari uraian diatas tentang kegiatan manajemen pengelolaan dan pengendalian proyek
nampak bahwa kegiatan cost controller dimulai dari tahap rencana pelaksanaan
proyek sampai dengan tahap serah terima akhir.
II - 2
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
BAB III
RENCANA ANGGARAN PELAKSANAAN PROYEK
Dalam kegiatan pembelanjaan selama proses pelaksanaan proyek, baik untuk biaya
bahan/material, upah tenaga kerja, alat, subkontraktor, dan lain-lain, perlu adanya suatu
pedoman, agar pelaksanaan pembiayaan proyek dapat dikendalikan dengan baik, dalam
upaya untuk mencapai salah satu sasaran, yaitu: efisiensi.
Pedoman pembelanjaan tersebut, dalam pelaksanaan proyek, disebut sebagai cost
budget atau anggaran biaya. pelaksanaan proyek.
Walaupun sudah ada cost estimate, cost budget tetap harus disusun/dibuat, sebelum
kegiatan pembelanjaan proyek dimulai. Bila pada saat kegiatan proyek akan dimulai,
tetapi cost budget belum selesai disusun, maka harus dibuat cost budget sementara,
sampai batas waktu/ batas pekerjaan tertentu. Dan batas ini tidak boleh terlalu lama atau
terlalu besar nilainya. Kemudian cost budget sementara tersebut, nantinya digabung
dengan cost budget yang final. Sebagai contoh, kegiatan proyek sudah harus segera
dimulai tetapi cost budget masih dalam proses penyelesaian, maka dibuat budget
sementara, untuk satu bulan saja atau untuk pekerjaan persiapan saja, sambil
menyelesaikan budget totalnya. Kemudian dalam menyusun budget final, realisasi biaya
satu bulan tersebut atau realisasi biaya persiapan yang terjadi digabungkan dengan cost
budget final.
Antara cost estimate dan cost budget, walaupun sama-sama berkaitan tentang biaya
proyek, namun memiliki perbedaan dalam bentuk format maupun kegunaannya, yang
dapat dijelaskan sebagai berikut:
• Cost estimate
- Diperlukan untuk menetapkan harga jual (dari kontraktor)
III - 1
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
Pernyataan yang pertama menunjukkan bahwa cost budget dibuat lebih dulu dari
cost estimate, atau proses pembuatan cost estimate melalui pembuatan cost
budget dulu.
Sedang yang kedua menunjukkan bahwa cost budget baru dibuat sesudah cost
estimate, yang dalam prosesnya tidak didasarkan atas budget tetapi merupakan
suatu perkiraan saja. Kedua-duanya memang mungkin terjadi, tetapi sebaiknya
pada saat menyusun cost estimate prosesnya melalui cost budget lebih dulu,
walaupun bentuknya belum berupa cost budget, tetapi berupa direct cost.
Jadi, arti dari direct cost adalah serupa dengan budget cost, yaitu suatu perkiraan
real cost, yang kemudian ditambah dengan mark up untuk keperluan lain. Tetapi
hal ini memerlukan persiapan waktu yang cukup. Dan pada kenyataannya,
kebanyakan hanya disediakan waktu yang relatif singkat, sehingga cost estimate
terpaksa dihitung berdasarkan suatu perkiraan dari pengalaman terdahulu saja.
III - 2
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
Dalam hal yang terakhir tersebut, maka seharusnya cost budget sebagai tahap
berikutnya tetap dibuat apa adanya, realistik, tidak menggunakan angka-angka
keliru, yang mungkin dihasilkan oleh cost estimate yang jelek.
Pada saat menyusun cost budget, dalam kasus tersebut di atas, justru untuk
mengoreksi cost estimate yang ada. Bahkan bila mungkin dilakukan identifikasi
risiko-risiko yang ada sebagai hasil dari proses cost estimate yang lemah. Risiko-
risiko yang ditemukan dalam cost estimate yang ada harus dibuatkan cara
penanganannya, agar tidak menjadi biaya. Oleh karena itu, penerapan
manajemen risiko juga diperlukan pada pelaksanaan proyek.
Yang sering menjadi masalah adalah bila, karena lemahnya proses cost estimate,
yang semula direncanakan memperoleh laba, maka pada saat menyusun cost
budget, karena harus apa adanya dan realistik ditemukan suatu kerugian, yang
disebabkan oleh kesalahan perhitungan dalam proses cost estimate.
Cost budget adalah suatu planning (perencanaan), sehingga banyak pihak yang
bila menghadapi masalah, memilih membuat cost budget yang tidak realistik
daripada menyusun rencana yang rugi. Semestinya, seorang yang ditugaskan
sebagai Proyek Manager, dengan cost budget tidak realistik tersebut akan
menolak atau keberatan melaksanakannya, karena tanggung jawab kesalahan
perhitungan cost estimate tersebut akan beralih padanya.
Cost budget yang merugi, yang disebabkan oleh kegagalan perhitungan cost
estimate, selayaknya tetap dipakai sebagai pedoman, sejauh memang hal
tersebut benar-benar realistik. Bahkan hal ini dapat menjadi masukan yang
berharga pada proses perhitungan cost estimate di masa mendatang. Dalam hal
ini cost budget tersebut tetap dipakai sebagai pedoman agar tidak terjadi kerugian
yang lebih besar atau bahkan dapat dijadikan pedoman agar ruginya dapat
mengecil.
Jadi tujuan dari cost budget adalah agar sernua kegiatan pembelanjaan dapat
dikontrol untuk dapat mencapai sasarannya, yaitu proyek dapat diselesaikan di
bawah budget-nya.
Dengan demikian, cost budget berfungsi sebagai tolok ukur/ alat kendali biaya dan
dipakai sebagai dasar dalam pembuatan program pengendalian biaya (cost
control). Bila selama proses pelaksanaan diketahui adanya penyimpangan biaya
III - 3
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
Rencana Anggran Pelaksanaan proyek yang dibuat adalah hasil estimasi/perkiraan biaya-
biaya proyek, termasuk perkiraan (rencana) pendapatannya.
Estimasi/perkiraan tersebut harus mempertimbangkan beberapa hal yaitu :
• Pengalaman atau referensi dan realisasi pengelolaan proyek-proyek yang lalu
• Hasil observasi ulang atas data sumber daya yang diperlukan (harga, jumlah yang
tersedia, proses administrasi sarana perhubungan, dan lain-lain) dan lokasi/medan
kerja proyek.
• Kebijaksanaan perusahaan
• Kesepakatan atau komitmen manajer proyek dengan direksi perusahaan
Dalam kenyataan/aktualisasinya sering kali realisasi pendapatan dan biaya proyek
mengalami pergeseran alokasi biaya atas item-item biaya yang ada.
Untuk dapat melakukan komunikasi dengan baik antara engineer dan akuntan, yaitu pihak
yang membuat catatan/ pembukuan terhadap seluruh biaya, maka sebaiknya kode biaya
dalam cost budget dan cost control menggunakan Kode biaya yang dilakukan oleh bagian
akunting. Disinilah perlunya seorang engineer, untuk memahami dasar-dasar dari
construction cost accounting, yang telah dibahas pada bab di depan.
III - 4
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
Pemberian kode biaya, biasanya disesuaikan dengan kegiatan transaksi yang terjadi.
Oleh karena itu, seperti diuraikan pada bab construction cost accounting di depan,
pemberian kode terhadap biaya dibagi menjadi, misalnya sebagai berikut :
III - 5
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
Dengan sistem pengkodean seperti tersebut, maka akan dengan mudah memperoleh
data/informasi yang kita inginkan. Misal dengan menjumlahkan biaya-biaya dengan kode
II. 1.1, maka kita akan dengan mudah memperoleh data tentang biaya "semen". Begitu
juga untuk yang lainnya.
III - 6
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
Dalam proses cost control sistem pengkodean tersebut akan dapat membantu kita
menelusuri penyimpangan biaya yang terjadi. Misal dari laporan diketahui ada
penyimpangan biaya dengan kode II. 1, kemudian bila kita ingin tahu lebih lanjut, jenis
bahan apa yang menyimpang, tinggal kita lihat kode dengan tiga digit, misal bila yang
menyimpang adalah biaya bahan dengan kode II. 1.4, ini berarti biaya besi beton yang
menyimpang.
Pengkodean tersebut di atas, seperti dijelaskan di depan, adalah sesuai dengan bukti
transaksi yang terjadi. Dengan demikian semua bukti transaksi harus diberi kode dulu
sebelum dibukukan, dan dapat dipilah-pilah sesuai dengan kodenya masing-masing.
Untuk keperluan akuntansi, biasanya kode biaya langsung cukup dipakai dua digit saja,
yaitu kelompok dan sub kelompok. Tetapi untuk keperluan cost control diperlukan kode
tiga digit, untuk dapat mengetahui letak atau jenis penyimpangan biaya yang terjadi.
Sedang untuk keperluan lebih jauh lagi, yaitu untuk input/ masukan cost estimate, perlu
ditambah satu digit lagi, yaitu untuk kode pay item. Dengan demikian, bila kita
menggunakan kumpulan kode empat digit tersebut, kita akan memperoleh data tentang
real cost di lapangan terhadap item pekerjaan tertentu (pay item).
Pada dasarnya, dalam cost estimate yang diajukan oleh kontraktor (bid price) adalah
menjual harga satuan tiap item pekerjaan, dimana bila hal tersebut dijumlahkan, menjadi
nilai jual dari seluruh proyek (harga penawaran proyek). Sedangkan menurut laporan
yang disusun oleh bagian akuntansi, tidak memberikan informasi tentang realisasi harga
satuan pekerjaan (harga item pekerjaan), tetapi hanya memberikan informasi biaya tiap
sub kelompok yang diuraikan di atas. Informasi tentang real cost tiap item pekerjaan ini
sangat penting bagi proses cost estimating. Yaitu agar suatu cost estimate yang diajukan
sesuai dengan harga yang realistik, ditinjau dari kemampuan manajemen saat itu (real
cost).
III - 7
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
Tetapi dalam transaksi yang terjadi, bukanlah beli beton fondasi, beli pasangan batu kali
dan seterusnya, rnelainkan beli semen, beli pasir, beli batu pecah, dan seterusnya.
Kecuali bila kebijakan pelaksanaan dilakukan melalui subkontraktor, maka harga belinya
didasarkan atas harga tiap item pekerjaan yang ditawarkan oleh subkontraktor yang
bersangkutan. Oleh karena itu, kebijakan pelaksanaan melalui subkontraktor, akan sangat
memudahkan dalam penyusunan cost budget, maupun dalam proses cost control. Namun
hal tersebut merupakan gambaran kemampuan dari subkontraktor dalam mengelola
sumber daya proyek.
Sebagai contoh, bila kita ingin tahu berapa realisasi biaya beton per m3. Maka nomor pay
item beton dimasukkan sebagai tambahan digit keempat dari sistem pengkodean yang
telah ada, misal nomor pay item beton adalah 8. Maka seluruh upah, material dan alat
yang menunjang item beton tersebut diberi kodc tambahan digit keempat yaitu 8. Dengan
demikian bila kita ingin informasi berapa realisasi biaya beton, maka kita tinggal
menjumlahkan:
• Kode II. 1.1.8 : semen untuk beton item 8
• Kode II. 1.2.8 : pasir untuk beton item 8
• Kode II. 1.3. 8 : batu pecah untuk beton item 8
• Kode II. 2. 3. 8 : upah cor untuk beton item 8
• Kode II. 3. 1.8 : sewa alat untuk beton item 8
Jadi, dengan mengumpulkan biaya bahan, upah dan alat untuk kode item yang sama,
akan diperoleh real cost dari item pekerjaan tersebut.
Kode pay item tersebut di atas tentunya tidak perlu diterapkan pada setiap pay item,
karena akan menjadi rumit sekali. Kode untuk pay item ini hanya diperlukan bila kita ingin
mengamati berapa real cost yang terjadi untuk item pekerjaan tertentu yang ingin kita
selidiki, untuk keperluan tertentu; biasanya untuk pay item yang dominan sekali dalam
nilai bobotnya.
III - 8
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
Dengan demikian sejak dari pembelian bahan/ material yang bersangkutan sudah harus
dipisah-pisahkan sesuai dengan kegunaannya. Dan tentunya hal ini akan menyulitkan,
bila terjadi pengalihan (switching) dalam penggunaan di lapangan.
Di dalam cost budget, biaya ini dianggarkan sebagai cadangan untuk kontribusi proyek
tersebut kepada perusahaan. Oleh karena itu, bila pengendalian biaya langsung di
proyek, gagal atau terjadi pembengkakan biaya langsung, maka proyek tidak dapat
memberikan kontribusinya sesuai rencana, atau bahkan mungkin tidak dapat memberi
kontribusi sama sekali.
Biaya tidak langsung ini, juga harus dikendalikan, biasanya oleh bagian keuangan
(Manajer Keuangan atau Direktur Keuangan). Karena, bagaimanapun biaya tidak
langsung ini juga akan mempengaruhi perolehan laba usaha dari perusahaan.
Biaya langsung ini biasanya dibukukan oleh kantor pusat atau cabang, dengan kode
tersendiri, yaitu misalnya:
• Biaya Overhead kantor pusat atau cabang, dengan kode IV.1
• Biaya Penyusutan Aktiva tetap, dengan kode IV.2
Biaya overhead, terdiri dari bermacam-macam jenis, yang juga diberi kode tambahan satu
digit lagi, yaitu dengan contoh sebagai berikut:
- Biaya pegawai, dengan kode
- Biaya pensiun
- Biaya asuransi
- Biaya rumah sakit
- Biaya perjalanan
- Biaya pemasaran
III - 9
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
Biasanya, pihak-pihak yang memproses material tersebut di atas sudah ahli dan
profesional di bidangnya, sehingga dapat diharapkan memiliki efisiensi tinggi, dengan
kata lain harganya pasti lebih murah dan kualitasnya juga pasti baik dibandingkan kalau
diproses sendiri. Dalam hal seperti ini, mestiny kebijakan penggunaan material tersebut
juga diserahkan kepada pihak lain yang profesional/ specialist.
Oleh karena itu kebijakan pokok yang mendasari penyusunan cost budget adalah:
• Kebijakan subkontrak
• Kebijakan pembelian bahan setengah jadi (di lapangan tinggal memasang saja)
III - 10
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
Untuk menambah sumber daya pokok, berupa uang (modal kerja), manusia (pegawai),
dan alat konstruksi tidaklah mudah, bahkan terkadang mengandung suatu risiko. Dalam
hal seperti itu, kebijakan out sourcing, yaitu memanfaatkan sumber daya dari luar perlu
dilakukan, antara lain secara keseluruhan sumber daya, dapat menyertakan
subkontraktor dalam proses pelaksanaan proyek. Kebijakan seperti ini sebaiknya sudah
dimulai sejal proses cost estimating.
Sebelum proyek dimulai, pada saat menyusun cost budget, sebaiknya sudah ditetapkan
hal-hal sebagai berikut :
- Jenis-jenis pekerjaan yang akan disubkontrakkan
- Jumlah/ kuantitas pekerjaan yang akan disubkontrakkan
Hal-hal yang menjadi pertimbangan pada kebijakan subkontrak, antara lain sebagai
berikut:
- menghindari atau mengurangi risiko pelaksanaan pekerjaan yang kurang dikuasai
- menghemat penggunaan sumber daya milik sendiri
- membantu mempercepat pelaksanaan proyek, dengan memanfaatkan kekuatan
subkontraktor
- untuk pembinaan hubungan kerja sama yang baik dengan partner kerja
(subkontraktor)
- pemanfaatan potensi dari luar
- menyederhanakan penyusunan cost budget
- mengurangi tingkat kegiatan pengendalian
Keputusan pembelian bahan setengah jadi, seperti: beton ready mix, aspal, hot mix,
komponen beton precast, dan lain-lain, harus ditetapkan lebih dahulu sebelum menyusun
cost budget.
III - 11
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
Apabila diputuskan untuk keperluan semua beton struktur dibeli dari perusahaan beton
ready mix, maka didalam penyusunan cost budge kebutuhan beton tidak diuraikan
menjadi semen, pasir, dan batu pecah, tetapi cukup diwakili dengan "bahan beton".
Kebutuhan kayu untuk pekerjaan form work, juga dapat disederhanakan dengan cara
penggunaan form work yang disewa dari perusahaan penyewaan form work.
Hal-hal yang menjadi pertimbangan pada kebijakan pembelian bahan setengah jadi,
antara lain sebagai berikut:
- Tidak perlu menyiapkan peralatan besar, seperti concrete batching plain asphalt
mixing plant, crushing plant, dan lain-lain, yang tentunya menyita waktu dan energi
untuk pengadaannya.
- Biaya produksinya menjadi fix (tetap), ini berarti mempermudah cost control
- Mengurangi kepadatan kegiatan di lapangan/ proyek
- Memanfaatkan potensi luar yang ada
- Dapat lebih menjamin kualitas produk, karena dilakukan oleh perusahaan spesialis
- Mempermudah kegiatan pengendalian waste bahan
- Menyederhanakan penyusunan cost budget
- Mengurangi tingkat kegiatan pengendalian.
3.2.3.1. Bahan
Bahan-bahan yang diperlukan untuk tiap item pekerjaan dirinci jenis jenisnya, baik yang
terpakai habis untuk menjadi produk maupun bahan yang digunakan untuk menunjang
(tidak ikut menjadi bagian dari produk yang dihasilkan, seperti kayu bekisting dan lain-
lain). Untuk dapat merinci jenis jenis bahan yang diperlukan oleh tiap pekerjaan,
diperlukan pengetahuan dan pengalaman tentang pelaksanaan konstruksi (struktur dan
metode pelaksanaan).
III - 12
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
Uraian ini harus mengikuti dan mengacu pada kebijakan pembelian bahan setengah jadi,
yang diuraikan di depan. Sebagai contoh, item pekerjaan beton tidak perlu dirinci menjadi
semen, pasir, dan batu pecah, bila telah diputuskan beton akan dibeli dari ready mix.
Kemudian tetapkan koefisien/ faktor tiap jenis bahan yang digunakan untuk tiap satuan
quantity dari item pekerjaan. Koefisien/ faktor tersebut hanya dapat ditetapkan oleh orang
yang sudah berpengalaman, atau berdasarkan pedoman dari perusahaan. Khusus untuk
material campuran seperti beton, hot mix, dan material campuran yang lain, koefisien
bahan bahannya ditentukan dari hasil mix design yang memenuhi syarat. Disini juga
diperlukan pengetahuan tentang besarnya waste material yang haru diperhitungkan
Didalam menetapkan koefisien bahan tersebut, harus sudah termasuk quantity waste
yang akan terjadi.
3.2.3.2. Upah
Untuk tiap item pekerjaan yang telah diuraikan kebutuhan bahannya selanjutnya juga
diuraikan upah kerja apa saja yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut.
Sebagai misal untuk pekerjaan beton disamping memerlukan bahan semen, pasir dan
batu pecah, juga memerlukan jasa tenaga, yaitu upah bekisting (pasang dan bongkar),
upah pemasangan besi beton, dan upah pengecoran beton. Untuk dapat merinci ini, juga
diperlukan orang yang berpengalaman untuk dapat menghitung berapa tukang dan
berapa pekerja yang diperlukan untuk tiap satuan pekerjaan.
Untuk saat ini, upah jasa pekerjaan konstruksi sudah menjadi profesi resmi sehingga tidak
perlu dirinci jenis dan jumlah tenaga yang diperlukan, tetapi cukup dengan menggunakan
harga pasar yang ada. Hanya kelemahan system yang berkembang saat ini adalah tidak
jelasnya kualitas dari tukang serta pekerjaannya. Oleh karena itu dalam Undang Undang
Nomor 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, telah mengharuskan tukang yang bekerja
pada pelaksanaan jasa konstruksi harus memiliki sertifikat ketrampilan, yang disahkan
oleh Lembaga Pengernbangan Jasa Konstruksi (LPJK). Di negara tetangga kita seperti di
Hongkong, ada lembaga pendidikan tukang untuk konstruksi, dimana tenaga-tenaga yang
lulus dari lembaga tersebut sudah diuji ketrampilannya untuk berbagai jenis pekerjaan
konstruksi. Tukang-tukang yang bersertifikat dari lembaga tersebut sudah dapat dijamin
kualitas kerjanya dan bahkan produktivitasnya, sehingga untuk para cost engineer sangat
mudah untuk menetapkan biaya upah pekerjaan, serta menyusun jadwal kerja.
Untuk dapat memperoleh data tentang cost budget untuk bahan dan upah, diperlukan
bantuan kertas kerja seperti contoh label 4.1 (dibuat untuk seluruh item pekerjaan).
III - 13
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
Contoh kertas kerja, untuk membantu pengisian Formulir A3 dan A4, Iihat table 1
Faktor tiap Harga
No. Satuan
Item Pekerjaan Kode satuan Quantity Pek. Satuan Jumlah harga
Item Pek.
pekerjaan (Rp)
Tabel 1
3.2.3.3. Alat
Untuk menyelesaikan suatu pekerjaan, biasanya diperlukan peralatan yang memerlukan
biaya (biaya alat). Misal pekerjaan beton, memerluka alat concrete mixer dan concrete
vibrator. Dengan demikian setiap item pekerjaan yang memerlukan alat, juga harus dirinci
kebutuhan alatnya.
Dalam merinci kebutuhan alat, biasanya dikaitkan dengan durasi kegiatan dan durasi
proyek secara keseluruhan, sehingga akan diperoleh jumlah, jenis alat dan lama
pemakaian (temasuk idle time, yang tidak dapat dihindari).
III - 14
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
Dalam pengisian Formulir A6, sebaiknya untuk tiap subkontraktor, item - item pekerjaan
yang dikerjakan tetap diberi kode, sesuai dengan sistem kode yang ada. Hal ini menjadi
penting, bila kuantitas pekerjaan yan disubkontrakkan hanya sebagian saja, sehingga sisa
kuantitas yang sebagian lagi dapat diketahui, apakah diserahkan kepada subkontraktor
lain atau dilaksanakan sendiri.
III - 15
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
Contoh item-item yang masuk ke dalam pos persiapan/ penyelesaian antara lain adalah
sebagai berikut :
- Mobilisasi dan demobilisasi tenaga kerja dan alat
- Ganti rugi tanah
- Bongkaran bangunan lama (existing)
- Bangunan base camp, direksi keet, subkontraktor keet, barak kerja gudang, dan
lain-lain
- Perlengkapan keselamatan dan keamanan kerja
- Pengukuran dan penyelidikan tanah
- Test laboratorium
- Pembersihan lapangan pekerjaan
- Izin-izin yang diperlukan
- Pengamanan dan pemeliharaan hasil pekerjaan
- Upacara peresmian
- Dan lain-lain
III - 16
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
Biaya-biaya tersebut pada umumnya sangat dipengaruhi oleh waktu pelaksanaan proyek.
Oleh karena itu, bila proyek melampaui batas waktu yang direncanakan, maka biaya pos
ini akan cenderung melampaui anggarannya.
Oleh karena itu pengendalian biaya juga berkaitan dengan pengendalian waktu
pelaksanaan.
3.2.3.7. Duties
Duties ada dua macam, yaitu:
• PPN (Pajak Pertambahan Nilai)
Diisikan sebesar 10% dari nilai penawaran sebelum PPN, atau 100/110 x nilai
kontrak sesudah PPN.
Untuk proyek-proyek yang dibiayai dengan loan (pinjaman dari Luar Negeri),
biasanya dibebaskan dari PPN. Dalam hal seperti itu, maka PPN hanya dikenakan
pada porsi dana dalam negeri saja.
• PPh Badan (Pajak Penghasilan Badan)
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No.7 Tahun 1983, pajak
penghasilan dihitung atas laba yang dihasilkan oleh perusahaan (kalau rugi, tidak
dikenakan PPh). Namun, karena laba/rugi usaha perusahaan baru dapat ditentukan
pada setiap akhir tahun, maka untuk budgeting dicadangkan sementara uang muka
PPh sebesar 1,5% dari nilai pendapatan proyek.
III - 17
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
3.2.3.8. Cadangan
Cadangan ini direncanakan untuk menutup biaya tetap perusahaan, berupa overhead
kantor pusat/ cabang dan penyusutan aktiva tetap perusahaan Bila cadangan tersebut
masih sisa, berarti merupakan cadangan laba. Cadangan untuk biaya tetap perusahaan
biasanya ditetapkan berdasarkan nilai persentase dari total pendapatan proyek, yang
besarnya ditetapkan oleh manajemen. Cadangan laba yang tertera dalam cost budget
adalah cadangan laba sebelum PPh final, yaitu baru diperhitungkan sebesar uang muka
PPh saja.
Formulir cost budget dari Form A1 sampai dengan Form A8, dapat dilihat contohnya di
bawah ini. Tentunya ini hanya contoh saja sebagai bahan bahasan, dan dapat
dikembangkan sendiri, sesuai dengan kebutuhan.
III - 18
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
KEBIJAKAN SUBKONTRAK
Form.A1
NAMA PROYEK : OWNER :
NILAI KONTRAK : KONSULTAN :
WAKTU PELAKSANAAN :
LOKASI PROYEK :
( ) ( )
III - 19
MASTER RENCANA ANGGARAN PELAKSANAAN PROYEK
(MRAP) Form.A2
NAMA PROYEK : OWNER :
NILAI KONTRAK : KONSULTAN :
WAKTU PELAKSANAAN : KEPALA PROYEK :
KEL SUB KEL URAIAN RUPIAH KEL. SUB KEL. URAIAN RUPIAH
II BIAYA LANGSUNG PROYEK I I PENDAPATAN PROYEK
1 BAHAN 2 PPN 10%
2 UPAH
3 ALAT
4 SUBKONTRAK
5 PERSIAPAN/PENYELESAIAN
6 OVERHEAD PROYEK
SUB TOTAL 1
III DUTIES
1 PPN 10% DARI PENDAPATAN
2 U.M PPH 1,5% DARI PENDAPATAN
SUB TOTAL 2
IV CADANGAN/BIAYA TAK LANGSUNG
1 OVERHEAD PUSAT
2 OVERHEAD CABANG
3 PENYUSUTAN AKTIVA TETAP
SUB TOTAL 3
CADANGAN LABA
TOTAL x TOTAL x
III - 20
RINCIAN BIAYA BAHAN
Form.A3
NAMA PROYEK : OWNER :
NILAI KONTRAK : KONSULTAN :
WAKTU PELAKSANAAN : KEPALA PROYEK :
NO ITEM PEKERJAAN PEKERJAAN SEMEN SPLIT PASIR KAYU BESI BETON DST. PER ITEM
(ZAK) (M3) (M2) (M2) (Kg)
1
2
3
4
5
6
7
8
Dst.
JUMLAH QUANTITY LEMBAR INI
JUMLAH QUANTITY LEMBAR SEBELUMNYA
JUMLAH QUANTITY S/D LEMBAR INI
HARGA SATUAN BAHAN (Rp)
JUMLAH BIAYA BAHAN (Rp)
III - 21
RINCIAN BIAYA UPAH
Form.A4
NAMA PROYEK : OWNER :
NILAI KONTRAK : KONSULTAN :
WAKTU PELAKSANAAN : KEPALA PROYEK :
NO ITEM PEKERJAAN PEKERJAAN GALIAN FONDASI DINDING PLESTER LANTAI DST. PER ITEM
(M3) (M3) (M2) (M2) (M2)
1
2
3
4
5
6
7
8
Dst.
JUMLAH QUANTITY LEMBAR INI
JUMLAH QUANTITY LEMBAR SEBELUMNYA
JUMLAH QUANTITY S/D LEMBAR INI
HARGA SATUAN UPAH (Rp)
JUMLAH BIAYA UPAH (Rp)
III - 22
RINCIAN BIAYA ALAT
Form.A5
NAMA PROYEK : OWNER :
NILAI KONTRAK : KONSULTAN :
WAKTU PELAKSANAAN : KEPALA PROYEK :
( Dalam ribuan rupiah)
RINCIAN KEBUTUHAN ALAT RINCIAN BIAYA ALAT (Rp) BIAYA ALAT
NO ITEM PEKERJAAN JENIS JUMLAH HARI SEWA DEPRE- BBM PELUMAS PERBAIKAN OPERATOR PER ITEM
Pelatihan Cost Controller
III - 23
RINCIAN BIAYA SUBKONTRAKTOR
Form. A6
NAMA PROYEK : OWNER :
NILAI KONTRAK : KONSULTAN :
WAKTU PELAKSANAAN : KEPALA PROYEK :
(Dalam rinuan rupiah)
QUANTITY BIAYA SUBKONTRAKTOR NAMA
Pelatihan Cost Controller
III - 24
RINCIAN BIAYA PERSIAPAN / PENYELESAIAN
Form. A7
NAMA PROYEK : OWNER :
NILAI KONTRAK : KONSULTAN :
WAKTU PELAKSANAAN : KEPALA PROYEK :
(Dalam rinuan rupiah)
Pelatihan Cost Controller
III - 25
RINCIAN BIAYA OVERHEAD PROYEK
Form. A8
NAMA PROYEK : OWNER :
NILAI KONTRAK : KONSULTAN :
WAKTU PELAKSANAAN : KEPALA PROYEK :
(Dalam rinuan rupiah)
Pelatihan Cost Controller
III - 26
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
BAB IV
CASH FLOW PROYEK
4.1. Umum
Yang dimaksudkan dengan rencana arus kas pelaksanaan proyek atau rencana Cash
Flow pelaksanaan proyek adalah data perkiraan (atau realisasi) penerimaan pembayaran
(pembayaran masuk / Cash In) dan pengeluaran pembayaran (pembayaran keluar / Cash
Out). Dengan demikian diperoleh data perkiraan, kapan (bulan-bulan apa saja) periode
pelaksanaan proyek yang bersangkutan memerlukan dana operasionalnya. Sebab proyek
tidak bisa menyediakan dana sendiri dari perkiraan penerimaannya.
Dalam hal ini perusahaan dan manajer proyek akan berupaya mendapatkan dana
operasional tersebut berdasarkan perkiraan imbangan (Balance) dari arus kas proyek
tersebut. Kebutuhan dana harus didapatkan (disediakan) karena perolehan dana masuk
atau penerimaan pembayaran di proyek lebih kecil dari pengeluaran
pembayarannya.dengan demikian terjadi imbangan / Balance Negative atau disebut
Defisit. Melihat pentingnya data tersebut sebagai informasi dan acuan dalam operasional
proyek, khususnya dalam pengelolaan keuangan proyek, maka Cash Flow proyek
merupakan satu kesatuan dengan RAP. Untuk membuat rencana arus kas proyek yang
baik harus dipertimbangkan beberapa hal berikut:
• Cash Flow harus mengunakan data informasi yang akurat, valid dan lazim
(dokumen kontrak, risalah rapat, kesepakatan atau referensi pengolahan
finansial proyek sejenis yang lalu).
• Cash Flow dibuat dengan mempertimbangkan kebijaksanaan finansial
perusahaan
• Cash flow dibuat oleh tenaga dengan pengalaman memadai. Dengan
berkoordinasi antara bagian keuangan proyek bersama dengan bagian
administrasi teknik proyek yang melibatkan pengendali biaya (cost controller)
disusunlah rencana cash flow proyek, sehingga hasilnya dapat lebih optimal.
Yang sangat mungkin terjadi adalah adanya ketidaksesuaian antara kenyataan kondisi
arus kas proyek dengan yang telah direncanakan dalam cash flow. maupun Manajer
Proyek sebagai penanggung jawab dan pelaksana langsung atas aktualisasi rencana
arus kas proyek, dituntut selalu cermat dan bijaksana dalam keputusan dan
tindakan,dengan demikian sasaran untuk selalu menjaga agar kondisi likuiditas proyek
“Surplus” tercapai.
IV - 1
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
IV - 2
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
Misalnya pada proyek Multi Years Contract maka pendapatan yang telah
ditagihkan pada periode tahun lalu dan belum mendapatkan pembayaran akan
merupakan (menjadi) penerimaan (Cash In) pada periode tahun (bulan)
berikutnya.
Jadwal penerimaan harus dapat disusun secara tepat dan akurat, artinya jumlah
penerimaannya benar dan waktu cairnya tepat. Rencana jumlah penerimaan
umumnya berkaitan dengan besarnya prestasi pekerjaan, oleh karena itu prestasi
pekerjaan pada waktu tertentu, misalnya tiap akhir bulan , harus diperkirakan
secara cermat.
Pecairan rencana penerimaan akan melalui suatu proses yang memerlukan
waktu, yaitu sejak semua persyaratan fisik dan administratif sudah dipenuhi
sampai dengan masuknya uang ke dalam kas/rekening perusahaan.
Untuk pencairan pembayaran uang muka pekerjaan, biasanya memerlukan proses
sebagai berikut :
▪ Penyiapan jaminan bank dan persyaratan lain yang diperlukan
▪ Pembuatan dan penyampaian surat permohonan pembayaran uang muka
pekerjaan sesuai surat perjanjian.
▪ Proses penelitian terhadap surat permohonan. Bila pada proses ini
ternyata ada kekeliruan maka proses di atas harus diulang
▪ Proses penyelesaian berita acara pembayaran. Pada tahap ini sangat
tergantung dengan orang-orang yang terlibat dalam proses
▪ Proses pembayaran
Untuk proyek pemerintah yang sumber dananya dari APBN, maka proses
pembayarannnya melalui kas negara (KPN).
Untuk pencairan pembayaran bulanan prestasi pekerjaan, biasanya memerlukan
proses sebagai berikut :
▪ Berita acara prestasi pekerjaan ditandatangani/disahkan oleh petugas-
petugas yang berwenang
▪ Pembuatan dan penyampaian surat permohonan pembayaran prestasi
pekerjaan sesuai dengan surat perjanjian
▪ Proses penelitian terhadap surat permohonan, bila dapat disetujui maka
proses berlanjut
▪ Proses penyelesaian berita acara pembayaran prestasi pekerjaan. Pada
tahap ini sangat bergantung pada orang-orang yang terlibat dalam proses.
▪ Lokasi proyek
▪ Sistem administrasi yang ada
IV - 3
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
▪ Dan lain-lain
Dari kedua hal penting tersebut, perlu disadari bahwa pengendalian time schedule
proyek juga berarti pengendalian jadwal penerimaan. Namun demikian, itu saja
belum cukup sehingga pengendalian ”waktu untuk proses pencairan tagihan” juga
perlu diperhatikan.
Arus uang masuk yang berasal dari pinjaman (bank atau badan keuangan lain),
tidak dimasukkan dalam kelompok penerimaan, begitu juga pembayaran bunga
pinjaman dan pengembalian pinjaman, tidak dimasukkan dalam kelompok
pengeluaran, tetapi masuk dalam kelompok finansial.
▪ Proses Pembayaran
Untuk proyek pemerintah yang sumber dananya dari APBN, maka proses
pembayarannya melalui kas negara (KPN). Untuk proyek yang sumber
dananya dari swasta/dari loan, maka perlu diketahui prosedur yang berlaku
ditempat sumber dana tersebut.
Untuk pencarian pembayaran termin, biasanya memerlukan proses sebagai
berikut :
▪ Berita acara prestasi pekerjaan yang menyatakan pekerjaan telah
mencapai prestasi termin; sesuai dengan surat perjanjian dan
ditandatangani/disahkan oleh petugas-petugas yang berwenang.
▪ Proses berikutnya sampai dengan masuknya uang ke kas sama seperti
pada proses pencairan pembayaran prestasi bulanan.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa 2 (dua) hal penting yang perlu
diperhatikan dalam menyusun jadwal penerimaan (cash in), yaitu :
▪ Perkiraan prestasi pekerjaan
▪ Perkiraan waktu untuk proses pencairan
Butir pertama dapat mengacu pada time schedule proyek, sedang butir kedua,
perlu perkiraan sendiri berdasarkan pada pengalaman.
Perkiraan waktu untuk proses pencairan bisa berbeda-beda, tergantung atau
dipengaruhi oleh hal-hal sebagai berikut :
▪ Jenis proyek
▪ Kebiasaan orang-orang yang terlibat dalam proses pencairan
IV - 4
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
IV - 5
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
- Biaya Alat
- Biaya langsung lainnya
▪ Biaya tidak langsung yang terdiri dari :
- Biaya administrasi/overhead kantor cabang/pusat
▪ Pajak – pajak
▪ Investasi
▪ Deviden
Untuk perhitungan cash flow proyek, tidak termasuk pengeluaran biaya tidak
langsung, pajak, investasi, dan deviden, tetapi hanya pengeluaran untuk biaya
langsung saja. Sedang penerimaannya terkadang sudah termasuk dipotong
untuk kontribusi pada perusahaan.
Pengeluaran untuk pembiayaan proyek, pola atau sistemnya bergantung pada
kebijakan operasional proyek yang diterapkan.
Kebijakan operasional yang berkaitan dengan pengeluaran adalah :
▪ Pembayaran secara tunai (cash)
▪ Pembayaran dengan jangka waktu tertentu (kredit)
Ada dua masalah yang perlu dipertimbangkan dalam menetapkan kebijakan
pembayaran tersebut di atas, yaitu :
▪ Harga relatif murah melalui cara pembayaran tunai
▪ Harga relatif mahal melalui cara pembayaran berjangka. Semakin lama
jangka waktunya, harga semakin mahal karena beban bunga.
Cara pembayaran tunai memang memberikan kepercayaan yang tinggi pada
mandor, supplier maupun subkontraktor, tetapi memerlukan modal kerja yang
besar.
Modal kerja tunai pada dasarnya diperoleh dari jaminan bank (lembaga
keuangan), uang muka pekerjaan, dan modal sendiri yang umumnya kecil.
Hubungan dengan bank yang cukup besar volumenya dan lancar, juga dapat
mengangkat nama perusahaan.
Namun demikian, jarang sekali ada perusahaan yang struktur modalnya hanya
mengandalkan dari modal sendiri dan bank. Oleh karena itu di dalam praktek,
kebijakan pembayaran dilakukan kombinasi antara pembayaran tunai dan
pembayaran berjangka waktu (kredit).
Kedua cara pembayaran tersebut, yaitu tunai (cash) dan kredit, memberikan
dampak pada biaya. Untuk pembayaran tunai, yang umumnya didukung
IV - 6
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
dengan pinjaman bank, memiliki kelebihan yaitu harga beli relatif murah, tetapi
kelemahannya harus membayar bunga pinjaman. Sebaliknya untuk
pembayaran kredit, kelebihannya tidak memerlukan pinjaman yang
konsekuensinya bunga tetapi kelemahannya harga beli relatif lebih tinggi.
Porsi kedua cara pembayaran masing – masing diatur sedemikian rupa
sehingga menimbulkan dampak tambahan biaya yang terkecil.
Jadwal pembayaran untuk tenaga (upah borong) disesuaikan dengan rencana hasil kerja
sesuai program kerja yang ada. Secara kasar, jumlah pembayaran upah borong tiap
bulan sesuai dengan kemajuan prestasi pekerjaan per bulan. Bila proyek dilaksanakan
dengan sistem upah harian, maka jumlah pembayaran untuk tenaga, tiap bulan sesuai
dengan jumlah tenaga yang ada pada bulan yang bersangkutan berdasarkan hari orang
(HO) atau mandays.
Dengan demikian, kebijakan pembiayaan secara tunai dan kredit tidak dapat diterapkan
sepihak, tetapi juga dipengaruhi oleh situasi dan kondisi dari lingkungan.
Kebutuhan akan material selama proses konstruksi sangat bergantung pada program
kerja yang telah disusun. Artinya, semakin tinggi kegiatan proyek pada umumnya
membutuhkan material yang lebih banyak dibanding dengan kegiatan yang rendah.
IV - 7
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
Jadwal pengadaan material dilokasi proyek sangat dipengaruhi oleh kebijakan jumlah
stok. Bila jumlah stok besar, berarti pengadaan material dalam jumlah besar tetapi
intensitasnya rendah (misal tiga bulan sekali). Sedang bila jumlah stok kecil, berarti
pengadaan material dalam jumlah kecil, tetapi intensitasnya tinggi (sering), misalnya tiap
dua minggu harus mendatangkan material.
Kebijakan stok tersebut juga banyak dipengaruhi oleh beberapa hal seperti antara lain :
▪ Problem pengadaan material
▪ Lokasi pengumpulan material
▪ Urutan pekerjaan
Jadi jelas disini bahwa pengeluaran uang (cash out) untuk material, dipengaruhi oleh
beberapa hal antara lain :
▪ Program kerja (kegiatan proyek)
▪ Kebijakan stok
▪ Kebijakan pembiayaan (tunai/kredit)
Pembayaran untuk material yang diuraikan tersebut di atas termasuk di dalamnya
(meliputi) pembayaran untuk keperluan peralatan, yaitu:
▪ BBM
▪ Bahan pelumas
▪ Spare part (termasuk ban)
IV - 8
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
Kas awal yang disediakan untuk proyek biasanya tidak terlalu besar, misal untuk
pengeluaran pada bulan pertama (bulan-bulan awal).
Bulan – bulan berikutnya bila terjadi defisit, maka harus ditutup/diatasi dengan modal
pinjaman (dari bank, dari perusahaan induk atau lembaga keuangan yang lain). Mungkin
saja ada suatu proyek yang sama sekali tidak dibekali dengan kas awal. Untuk kasus ini,
berarti sejak bulan pertama proyek sudah perlu disediakan modal pinjaman yang harus
diadakan sebelum proyek dimulai.
Yang dimaksud dengan kas awal di atas adalah sejumlah uang yang harus disediakan
pada awal kegiatan proyek, yang nantinya uang ini harus dikembalikan dari penerimaan
proyek di akhir pekerjaan.
Di dalam cash Flow, kas awal adalah sejumlah uang yang harus tersedia pada setiap
awal bulan, tidak hanya pada bulan-bulan awal saja. Dengan demikian kas akhir pada
bulan n adalah kas awal pada bulan n + 1.
IV - 9
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
4.3.4. Finansial
Yang dimaksud dengan finansial disini adalah keputusan tentang keuangan untuk
mengatasi dan menyesuaikan kondisi kas sesudah kas awal. Bila kondisi kas sesudah
kas awal defisit, maka harus diatasi dengan memasukkan dana pinjaman, dan bila kondisi
kas sesudah kas awal surplus cukup besar dapat dipergunakan untuk
mengangsur/mengembalikan pinjaman (bila masih ada pinjaman), untuk tujuan menekan
bunga pinjaman.
Dengan demikian, pada kelompok finansial terdiri dari uang masuk dan uang keluar. Oleh
karena itu, total finansial dapat positif dan dapat juga negatif, bergantung pada
perimbangan antara uang masuk dan uang keluar pada tiap bulan.
Sesuai dengan penjelasan diatas bahwa finansial adalah keputusan keuangan, maka
selalu diupayakan suatu keputusan yang terbaik, dimana tolak ukurnya adalah jumlah
pinjaman yang harus dibayar. Keputusan finansial yang baik tentu akan menghasilkan
bunga pinjaman yang lebih kecil. Kebutuhan finansial dipengaruhi oleh kebijakan
operasional dan kebijakan keuangan (kebijakan pembiayaan).
Kebijakan operasional dan kebijakan pembiayaan menghasilkan jadwal penerimaan dan
pengeluaran. Semakin besar defisit maka kebutuhan dana finansial menjadi lebih besar.
IV - 10
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
▪ Kas akhir, yaitu penggabungan kas sebelum finansial dan total finansial
▪ Jumlah pinjaman secara kumulatif, merupakan total pinjaman yang terjadi pada
tiap akhir bulan.
Jumlah kumulatif pinjaman yang paling tinggi dipergunakan untuk menetapkan
platfond pinjaman.
Penerimaan bersih adalah penerimaan yang betul-betul diterima yaitu setelah dikurangi
PPN dan terkadang juga PPh. Jadwal penerimaan dipengaruhi oleh cara-cara
pemabayaran yang telah diatur dalam kontrak, progres pekerjaan, dan lamanya proses
pencairan uang secara tunai. Dengan demikian jadwal penerimaan sangat bergantung
pada kondisi proyek yang bersangkutan (kondisional/tidak standar).
Sedang jadwal pengeluaran dipengaruhi oleh program kerja yang ada, menyangkut
pembayaran untuk :
▪ Bahan/material konstruksi
▪ Upah kerja
▪ Alat konstruksi yang digunakan
▪ Subkontraktor
▪ Persiapan dan penyelesaian
▪ Administrasi/overhead proyek
Pengeluaran untuk bunga pinjaman (bila ada), dipisahkan dalam kelompok finansial
seperti terlihat dalam formulir cash flow.
Selain itu juga dipengaruhi oleh kebijakan pembiayaan, apakah pembayaran dilakukan
secara tunai atau kredit berjangka. Biasanya untuk upah kerja dan overhead proyek
selalu dibayar secara tunai, sedang pembayaran yang lain bergantung kebijakan. Contoh
formulir cash flow tersebut dapat dilihat pada lampiran 1 (Rencana Arus Kas Proyek).
IV - 11
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
Lampiran 1
RENCANA ARUS KAS PROYEK/RAKP
(Contoh Form)
REKAPITULASI (dalam jutaan rupiah)
No Anggaran Per bulan tahun 1999
Uraian Total Rp.
1 2 3 4 5… 12
I PENERIMAAN/CASH IN
1. Uang Muka
2. Tagihan progress fisik
- Local currency
- Foreign currency
3. Eskalasi
4. Klaim
5. Pajak keluaran (PPN)
6. Lain - lain
Total I
II PENGELUARAN/CASH OUT
A. BIAYA PROYEK
1. Upah/Gaji
2. Material
3. Peralatan
4. Sub Kontraktor
5. Biaya Umum Proyek
6. Pajak Masukan (PPN)
7. Setoran Pajak (PPN)
8. Lainnya
Total IIA
B. PENGELUARAN LAIN-LAIN
1. Pembayaran utang (tahun lalu)
2. Investasi (baru)*
Total IIB
Total II
III PENGELUARAN VIA PERUSAHAAN
1. Pembayaran angsuran leasing
2. Investasi (baru) via perusahaan
3. Bunga kredit
4. Biaya bank (jaminan)
5. Pembayaran utang tahun lalu
6. Pembayaran overhaul
7. Pembayaran pajak (PPh)
8. Pembayaran (beban) B.U.
perusahaan
Total III
Total II + III
IV SURPLUS/DEFISIT
(TOTAL I) – (TOTAL II + III)
V KREDIT YANG DIPERLUKAN
VI KREDIT YANG DIPEROLEH (EST)
VII SURPLUS/DEFISIT (V – VI)
- Saldo aw al :
- Saldo akhir :
*Belum diperhitungkan pada pengeluaran
IV - 12
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
Lampiran 2
Tabel 2 Rincian Penerimaan dan Pengeluaran
Bulan
No Uraian Keterangan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
5 15 26 38 53 73 82 90 95 100 - -
1 Prestasi Pekerjaan (%)
- Alat 5 5 5 8 4 3 4 3 3 3
- Subkontraktor - - 40 - 60 - - - - -
12 10 10 10 10 10 10 10 10 10 5
- Overhead, dll.
27 135 80 143 104 43 139 33 133 18 5
- Total Pengeluaran
Lampiran 3
Tabel 3 Cash Flow Proyek
Bulan
No Uraian Keterangan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
11 12
- 200 - 160 - 200 - 200 - - 190 50
Penerimaan
27 135 80 143 104 43 139 33 133 18 5
Pengeluaran
Pen. – Peng. (27) 65 (80) 17 (104) 157 (139) 167 (133) (18) 185 50
Finansial
1. Pinjaman - - 50 100 - - - - - - - -
3. Bunga Pinjaman (2%) - - - (1) (3) (3) (2) (2) (2) (2) 2 -
IV - 13
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
IV - 14
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
▪ Khusus untuk pengisian baris 6.3 yaitu pengeluaran untuk bunga pinjaman,
dihitung berdasarkan :
- Besarnya bunga pinjaman per bulan yang ditetapkan (misal 1,5% per bulan)
- Besarnya posisi pinjaman yang dapat dilihat pada baris ke – 8 pada bulan
sebelumnya.
- Kumulatif pinjaman bertambah bila ada tambahan pinjaman di baris 6.1, dan
akan berkurang bila ada pengembalian pinjaman di baris 6.2.
Kas akhir pada bulan terakhir dari cash flow adalah laba ditambah dengan kas awal (bila
ada). Jadi laba proyek sebenarnya adalah kas akhir pada bulan terakhir dikurangi kas
awal pada bulan pertama.
IV - 15
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
BAB V
PENGENDALIAN BIAYA PEKERJAAN
(CONSTRUCTION COST CONTROL)
Construction cost control merupakan salah satu aspek dalam pengendalk proyek (project
control).
Ada tiga variabel penting yang harus dikendalikan selama pros* pelaksanaan suatu
proyek, yaitu:
• Kualitas proyek
• Waktu penyelesaian proyek
• Biaya pelaksanaan proyek
Yang diharapkan oleh manajemen adalah tercapainya kualitas pekerjaa sesuai persyaratan
yang ditetapkan, proyek dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditetapkan, dan masih
dalam batas anggaran yang disediakan (budget), bahkan kalau bisa di bawah budget yang
ada.
Ketiga aspek tersebut di atas, adalah saling terkait satu dengan yang laii dan terakhir
bermuara ke biaya. Artinya, kualitas dan waktu pelaksanaa berisiko terhadap
membengkaknya biaya, bila tidak dikendalikan dengan baik
Mekanisme dasar dari fungsi kontrol dapat dilihat dalam gambar 5.1:
(1)
Pelaksanaan (8)
(4)
Tidak (5)
menyimpang Penyelesaian
V -1
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
Dalam bagan gambar 5.1 cost budget merupakan desired performance (hasil yang
diinginkan), kemudian dalam proses pelaksanaan kegiatan diperoleh realisasi dari
pelaksanaan. Secara periodik hasil kegiatan tersebu dievaluasi dan dibandingkan dengan
rencananya (desired performance) Pada titik ini, ada dua kemungkinan yang akan terjadi,
yaitu bila tidak terjadi penyimpangan yang berarti, maka kegiatan dapat diteruskan
dengan rencana yang ada sampai selesai. Tetapi bila terjadi suatu penyimpangan yang
cukup berarti, maka perlu dilakukan penyelidikan terhadap penyimpangan yang terjadi
dan dicari penyebab yang sesungguhnya. Dari penyebab penyimpangan yang telah
ditemukan, dibuat suatu revisi cara pelaksanaan atau bila perlu revisi rencana yang ada,
sebagai program aksi, untuk tujuan agar sasaran awal tetap dapat terjaga. Kemudian
dilaksanakan progran aksi yang telah dibuat, dan hasilnya dievaluasi kembali. Begitu
seterusnya sampai kegiatan diselesaikan.
Philosophy secara luas untuk cost control adalah didasarkan atas tiga hal, yaitu:
• Adanya dorongan dan promosi dari " kesadaran atas biaya" pada semua tahapan
pelaksanaan proyek.
• Adanya persyaratan data tentang biaya yang akurat dan tepat waktu serta ramalan ke
depan, dengan memperhatikan keadaan atau trend dar realisasi biaya yang tidak
diinginkan.
• Adanya tindakan yang efektif dan cepat, untuk mengatasi persoalan dan memberikan
umpan balik (feed back) untuk evaluasi selanjutnya.
Bila philosophy tersebut di atas dilaksanakan dengan baik, maka sisten kontrol biaya
(cost control) dapat ditunjukkan dengan suatu indikasi sebaga berikut :
• Adanya sistem pengkodean biaya yang sederhana, tetapi cukup menyeluruh
• Adanya pemberian tanggung jawab khusus untuk mengontrol biaya pada organisasi
lapangan.
• Adanya penggunaan formulir dan format yang standar, yang sesuai denga pengkodean
yang dilakukan oleh akuntansi, baik untuk cost budgeting pelaksanaan, maupun cost
controlling.
V -2
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
jasa konstruksi dibanding dengan kegiatan lain, baik dalam bidang manufaktur, maupun
dalam bidan jasa.
Bidang manufaktur dan juga bidang jasa diluar konstruksi pada umumnya memiliki break
even point yang jelas. Hal ini karena baik grafik pendapatai penerimaan, maupun grafik
biaya berbentuk sebagai persamaan yang linier.
Yang dimaksud dengan break even point atau pulang pokok (impas adalah suatu titik
keadaan, dimana jumlah pengeluaran (biaya) dan jumlah penerimaan (pendapatan) sama
besarnya.
Pada umumnya, setelah break even point (BEP) dicapai, maka selanjutnya adalah
keuntungan, artinya pendapatan akan selalu lebih besar dari biaya.
Contoh break even point pada industri barang (manufaktur), maupu jasa yang lain dapat
dijelaskan dalam contoh sebagai berikut.
V -3
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
BEP adalah merupakan titik potong antara grafik penjualan dan grafik total biaya.
Pada contoh diatas, bila sejumlah x unit produk, terjual dengan nilai y, maka terjadi BEP,
jadi kalau produk yang terjual lebih besar dari x unit, maka akan dapat keuntungan,
sebaliknya bila produk yang terjual dibawah x unit, maka akan rugi
Rumus umum yang dipakai untuk menghitung jumlah unit terjual pada break even point
dalam contoh adalah sebagai berikut :
Ini berarti, bila dalam perusahaan tersebut hanya dapat menjual sepuluh ribu buah televisi
per tahun, maka perusahaan baru mencapai break even point. Sehingga bila ingin
memperoleh laba, maka televisi yang terjual per tahun harus lebih dari sepuluh ribu buah.
Bila mejelang akhir tahun televisi yang terjual belum menvapai sepuluh ribu, maka harus
dilakukan upaya yang serius untuk meningkatkan jumlah penjualan, agar perusahaan
tidak mengalami kerugian.
• Jasa Konstruksi
Pada kegiatan usaha jasa konstruksi, break even point tidak dapat dihitung seperti pada
contoh diatas, dan bahkan tidak dapat dideteksi secara jelas. Hal tersebut disebabkan
kegiatan jasa konstruksi memiliki ciri tersendiri yaitu:
- Produknya tidak standar
- Hargajualnya tidak standar
- Waktu produksinya tidak standar
- Lokasi produksinya berpindah-pindah
- Risiko satu proyek dengan yang lain berbeda
- Biaya produksinya, sangat fluktuatif.
Dari ciri-ciri di atas, maka baik grafik pendapatan maupun grafik biaya tidak berbentuk
linier sehingga sulit dibuat rumus umumnya, tidak seperti pada industri lain yang
V -4
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
dijelaskan di atas. Untuk lebih jelasnya, hal tersebut dapat dilihat bahwa grafik
pendapatan dan biaya untuk setiap proyek pada umumnya seperti pada gambar 5.4.
Untuk setiap jenis proyek, titik impasnya tidak dapat dipastikan karena baik pendapatan
maupun biaya masih terus dapat berubah selama proses pelaksanaan. Untuk perusahaan
jasa konstruksi, juga sulit diperkirakan terjadinya break even point, karena hal-hal sebagai
berikut :
• Waktu dan nilai proyek berbeda-beda, bahkan tidak satupun yang persis
sama
• Waktu memulainya juga tidak sama
Jadi bila grafik-grafik setiap proyek yang sedang ditangani dijumlahkan maka semakin
tidak jelas dimana dan kapan akan terjadi break even ponit bagi perusahaan.
Dari hal-hal tersebut di atas, terutama butir terakhir, sasaran laba yan ditetapkan dalam
cost budget sangat dipengaruhi oleh kemampuan dalan pengendalian biaya (terutama
biaya langsung).
Disinilah perbedaan yang mendasar antara usaha jasa konstruksi dengan usaha bidang
lainnya. Di bidang lain, upaya terfokus pada usaha menjual produk dimana biaya produksi
dan harga pasar sudah diketahui secara pasti. Sedang di bidang jasa konstruksi ada dua
fokus, yaitu usaha penjualan (memenangkan tender) dan usaha pengendalian biaya
produksi, dimana keduanya bersifa kontradiktif satu dengan yang lain. Sementara harga
penawaran harus serendah mungkin agar dapat memenangkan tender, di lain pihak
V -5
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
harga penawaran ingin setinggi mungkin agar dapat memperoleh laba dan menghindari
risiko.
Untuk dapat melakukan pengendalian biaya yang baik, seperti dijelaskan di depan, pola
pikir kita tentang hubungan antar waktu harus menggunakar ) pola yang keempat, dimana
terjadi overlapping antara waktu lalu dengar waktu sekarang, dan waktu sekarang dengan
waktu mendatang. Dalam proses pengendalian sebuah proyek, penerapan konsep
hubungan antar waktu dapat dijelaskan dalam gambar 5.5.
Biaya yang telah terjadi adalah masa lalu, yang harus diketahui data dan penyebab
penyimpangan yang terjadi, sedang masa depan adalah mencari peluang recovery yang
ada untuk menutup penyimpangan yang terjadi, pada sisa pekerjaan yang belum
dikerjakan. Atas dasar itulah rangkaian tindakan pengendalian dilakukan. Secara grafis,
pola tersebut dapat ditunjukan dalam gambar 5.3.
Pada dasarnya tindakan pengendalian biaya proyek adalah menerus, melibatkan banyak
orang dan meliputi aspek biaya, mutu dan waktu, serta keamanan.
V -6
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
Hal ini disebabkan oleh sifat usaha jasa konstruksi yang selalu menghadapi dilema, yaitu :
- Harga jual (nilai kontrak), yang bersifat konservatif (relatif tetap nilainya).
- Biaya produksi (biaya pelaksanaan proyek), yang bersitat fluktuatif selama proses
pelaksanaan, dan cenderung membesar bila tidak dikendalikan.
Untuk menghadapi kondisi yang dilematis tersebut, diperlukan dua kemampuan yang
sangat mendasar, agar perusahaan dapat bertahan hidup dan dapat berkembang, yaitu:
Akibat dari kurangnya kedua kemampuan tersebut, dapat menyebabkan kerugian proyek,
yang disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :
- Low bid (under bid) yaitu salah dalam cost estimating, baik karena harga yang terlalu
rendah, kuantitas yang kurang, ataupun item pekerjaan yang tidak ditampilkan.
- Informasi/ pengetahuan yang kurang tentang keadaan/ kondisi pekerjaai
- Naiknya harga dari sumber daya yang digunakan selama proses konstruks yang
tidak diamankan dalam kontrak konstruksi (respons terhadap risiko).
- Keadaan lapangan/ cuaca yang buruk, yang tidak dapat diperkirakan.
- Pemilihan metode konstruksi (construction method) yang keliru atau kurang tepat.
- Pengawasan dan manajemen yang tidak efektif.
Butir pertama sampai dengan keempat merupakan akibat dari kurangnya pengetahuan
tentang construction cost, sedang selebihnya merupakan akibat dari kurangnya
kemampuan dalam kontrol. Kegagalan akibat kelompok yang pertama, tidak dapat
diperbaiki setelah proyek dimulai, tetapi kelemahan kelompok yang kedua, masih ada
kesempatan untuk memperbaiki selain proses konstruksi.
V -7
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
Keempat unsur tersebut merupakan kelompok yang domainan, dan unsur sisanya
merupakan kelompok minor, yaitu:
- Biaya persiapan/ penyelesaian
- Biaya Overhead proyek (lapangan)
Yang menjadi fokus pengendalian biasanya kelompok empat tersebut di atas, walaupun
tidak meninggalkan sama sekali kelompok minornya. Uraian unsur-unsur biaya tersebut
lebih dipegaruhi oleh sistem akuntansi, yaitu didasarkan atas bukti transaksi biaya yang
terjadi. Sedang dalam cost estimating, biaya dirinci atas item-item pekerjaan, seperti
format anggaran penawaran pada umumnya.
Oleh karena itu, cost control disamping berfungsi mengendalikan transaksi yang ada,
hasil akhirnya juga diharapkan dapat memberikan umpan balik kepada estimator, berapa
sebenarnya real cost yang terjadi untuk tiap item pekerjaan, terutama item pekerjaan
yang sifatnya dominan.
Dengan kata lain, pada saat melakukan tindakan pengendalian menggunakan unsur-
unsur biaya dalam cost budget, sedang dalam melakukan evaluasi biaya, dilengkapi
dengan tinjauan terhadap rincian biaya dalam cost estimating, yaitu item-item pekerjaan.
V -8
KPB - 01
KARTU PENCATATAN BIAYA
PROYEK : …………………………. 1 SUB FUNGSI :
2 MACAM PEKERJAAN : Beton K-300
3 JANIS BAHAN : Besi beton
4 KODE FUNGSI/MP :
Pelatihan Cost Controller
Dibuat oleh :
……………………………………………
Pengendalian Biaya
V -9
KRB - 01
KARTU REKAPITULASI BIAYA
PROYEK : …………………………. 1 SUB FUNGSI :
2 MACAM PEKERJAAN : Beton K-300
3 JANIS BAHAN : Semua Bahan
4 KODE FUNGSI/MP :
Pelatihan Cost Controller
Dibuat oleh :
……………………………………………
Pengendalian Biaya
V - 10
KPB - 02
KARTU PENCATATAN BEBAN
PROYEK : …………………………. 1 SUB FUNGSI : LEVEL 1
2 MACAM PEKERJAAN : Beton K-300
3 JANIS UPAH : Pembesian
Pelatihan Cost Controller
4
5 dan seterusnya pada akhir bulan juni 1999
Dibuat oleh :
……………………………………………
Pengendalian Biaya
V - 11
KRB - 02
KARTU REKAPITULASI BIAYA
PROYEK : …………………………. 1 SUB FUNGSI : LEVEL 1
2 MACAM PEKERJAAN : Beton K-300
3 JANIS BAHAN : Semua Upah
4 KODE FUNGSI/MP : 3.1.1.0.0.01
Pelatihan Cost Controller
Dibuat oleh :
……………………………………………
Pengendalian Biaya
V - 12
KPB - 03
KARTU PENCATATAN BIAYA
PROYEK : …………………………. 1 SUB FUNGSI : ……………………
2 MACAM PEKERJAAN : ……………………
3 JANIS SUBPELKON : ……………………
4 KODE FUNGSI/MP : ……………………
Pelatihan Cost Controller
Dibuat oleh :
……………………………………………
Pengendalian Biaya
V - 13
KRB - 03
KARTU REKAPITULASI BIAYA
PROYEK : …………………………. 1 SUB FUNGSI : ………………………
2 MACAM PEKERJAAN : ………………………
3 JENIS SUBPELKON : Semua Subpelkon
Pelatihan Cost Controller
Dibuat oleh :
……………………………………………
Pengendalian Biaya
V - 14
KPB - 04 01
KARTU PENCATATAN BIAYA ALAT
DIVISI : …………………………………..
PROYEK : …………………………………..
NO. AB : …………………………………..
Pelatihan Cost Controller
Dibuat oleh :
……………………………………………
Pengendalian Biaya
V - 15
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
KPB - 04 02
KARTU PENCATATAN BIAYA ALAT
DIVISI : …………………………………..
PROYEK : …………………………………..
NO. AB : …………………………………..
BULAN : …………………………………..
JUMLAH
NO TANGGAL
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Jumlah Bulan A
Koefisien B
Rp C
Distribusi Idle D
JUMLAH E
Dibuat oleh :
……………………………………………
V - 16
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
KPB - 04 03
KARTU PENCATATAN BIAYA ALAT
DIVISI : …………………………………..
PROYEK : …………………………………..
NO. AB : …………………………………..
JUMLAH
NO NAMA
ALAT
…………….
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Bulan
1
2
3
dst
Jumlah
Bulan
1
2
3
dst
Jumlah
1
2
3
dst
Jumlah
Dibuat oleh :
……………………………………………
V - 17
KRB - 04
KARTU REKAPITULASI BIAYA
DIVISI : ………………………. 1 SUB FUNGSI : ………………………
PROYEK : ………………………. 2 MACAM PEKERJAAN : ………………………
NO. AB : ………………………. 3 JENIS SUBPELKON : Semua Alat
4 KODE FUNGSI/MP : ………………………
Pelatihan Cost Controller
4100 BELI
4200 SEWA
4300 SEWA BELI
4400 DEPRESIASI
4500 BAHAN BAKAR
4600 OLI / PELUMAS
4700 SUKU CADANG
4800 UPAH / OPERATOR
4900 BAHAN BANTU
Dibuat oleh :
……………………………………………
Pengendalian Biaya
V - 18
KPB - 05 s/d 08
KARTU PENCATATAN BIAYA
DIVISI : ………………………. 1 PERSIAPAN PENYELESAIAN
PROYEK : ………………………. 2 ADMINISTRASI PROYEK
NO. AB : ………………………. 3 PEMASARAN
4 BANK
Pelatihan Cost Controller
Dibuat oleh :
……………………………………………
Pengendalian Biaya
V - 19
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
Namun demikian, pada kenyataannya memang ada item pekerjaan yang tidak memiliki
kuantitas, karena sulit untuk dihitung secara persis, dalam hal ini, biasanya untuk item
tersebut diberi kuantitas sebagai 100%, dan harganya dinyatakan sebagai harga lump
sum. Item seperti ini banyak terdapat pada preliminaries.
Untuk keperluan evaluasi terhadap realisasi item ini, biasanya menggunaka pendekatan
persentase penyelesaian. Misal, bila item pekerjaan tersebut diperkirakan selesai
separuh, berarti nilainya adalah 50% dari harga lumpsum yang ada.
Sering seorang pengendali biaya, terjebak hanya pada total biaya saja dan pengendalian
yang dilakukan hanya terhadap harga satuan saja, pada hal sering terjadi
membengkaknya biaya bisa saja terjadi karena faktor kuantitasnya yang tidak terkendali
dengan baik. Hal ini perlu dipahami bena karena kedua hal tersebut, berbeda sekali cara
pengendaliannya.
Oleh karena itu, setiap ada penyimpangan biaya, unsur biaya apapun harus dapat
dipastikan penyimpangan yang terjadi akibat faktor kuantitas atau harga satuan, atau
bahkan karena keduanya.
V - 20
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
Penyimpangan biaya bahan dari faktor harga satuan dapat disebabkan oleh hal-hal di
bawah ini:
- Kelemahan atau kekalahan dalam negosiasi harga satuan, dengan pihak suplier
- Kelemahan dalam pasal-pasal dalam surat perjanjian pembelian bahan
- Kekurangan alternatif sumber bahan
- Mutu barang melebihi persyaratan yang diminta, karena keterpaksaan atau
kurangnya pengetahuan.
• Biaya Upah
Penyimpangan biaya upah dari faktor kuantitas dapat disebabkan oleh hal-hal di bawah
ini:
- Kesalahan dalam mengopname hasil pekerjaan
- Kesalahan dimensi/ ukuran pekerjaan dalam pelaksanaan (terlalu besar/ lebih besar
dari gambar desain)
- Adanya pekerjaan ulang (rework)
Penyimpangan biaya upah dari faktor harga satuan dapat disebabkan oleh hal-hal di
bawah ini:
- Kelemahan dalam negosiasi harga dengan mandor borong
- Kelemahan dalam pasal-pasal/ persyaratan yang ada dalam surat perjanjian
- Kekurangan alternatif sumber tenaga kerja
- Metode pelaksanaan yang tidak efisien
- Produktivitas kerja yang rendah.
• Biaya Alat
Penyimpangan biaya alat ditinjau dari faktor kuantitas dapat disebabkan oleh hal-hal di
bawah ini:
- Kelemahan pengelolaan bahan bakar dan pelumas
V - 21
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
Penyimpangan biaya alat ditinjau dari faktor harga satuan dapat disebabkan oleh hal-hal
di bawah ini :
- Kelemahan dalam negosiasi dengan pemilik alat yang disewa, dan suplai suku
cadang
- Kelemahan dalam pasal-pasal dalam surat perjanjian sewa alat dan pembelian suku
cadang
- Kesalahan dalam memilih jenis alat kesalahan dalam menetapkan kombinasi dan
jumlah komposisi alat yang bekerja dalam kelompok (grup)
- Kesalahan atau kelemahan dalam pengaturan alat di lapangan
- Kondisi alat yang produktivitasnya rendah.
Biaya subkontrak banyak yang mengganggap adalah sudah fix sejak ditetapkan dalam
subkontrak. Tetapi sebenarnya biaya itupun dapat membengkak bila subkontrak tidak
dikendalikan dengan baik. Misalkan menimbulkan biaya-biaya lain, klaim dan lain-lain.
Tindakan tersebut dilakukan sepanjang proses waktu pelaksanaan proyek sampai dengan
proyek selesai, baik secara fisik maupun administratif. Yang dimaksud dengan selesai
V - 22
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
Semua tindakan dan keputusan yang diambil dalam proses pengendalian, harus
mempertimbangkan aspek-aspek biaya, mutu, waktu dan keamanan.
Dalam praktek, sering dilakukan suatu penggantian personil proyek dengan alasan yang
kurang kuat. Sedang dampak kelemahan dalam proses pengendalian biaya tidak
dipertimbangkan.
Hal ini disebabkan tidak disadari sepenuhnya bahwa kemampuan pengendalian proyek
adalah suatu kemampuan dari satu tim, yang melibatkan banyak orang, dan bahkan
dalam beberapa level manajemen yang ada.
V - 23
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
Kegiatan pengendalian secara lengkap dapat ditunjukkan dalam gambar 5.2, yang
meliputi proses, prosedur, dan personil yang berperan dalam pengendalian. Kegiatan
pengendalian merupakan proses yang panjang dan melibatkan banyak orang.
Mengukur/menerima jasa mitra kerja
Yang dimaksud dengan mitra kerja adalah: suplier/ pemasok, subkontraktor, penyewa alat
dan mandor borong.
V - 24
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
Bila terjadi penyimpangan, maka masih ada kesempatan untuk dapat melakukan tindakan
perbaikan agar sasaran yang telah ditetapkan dapat dicapai, setidak-tidaknya mendekati
anggarannya.
Sebagai contoh, dikaitkan dengan formulir cost budget yang diuraikan di depan, maka
evaluasi biaya dilakukan dengan menggunakan Formulir Bl sampai dengan B10.
Formulir-formulir tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
• Formulir B1 (lihat Form.B1)
Form ini adalah laporan proyek selesai, berarti merupakan laporan terakhir dari suatu
proyek, yang memberikan informasi tentang hasil pcngendalian biaya, mutu, dan
waktu pada akhir suatu proyek.
Hasil pengendalian mutu pekerjaan, dapat dibaca tiga kotak informasi, yaitu kurang,
cukup, dan memuaskan. Disini pelapor harus bersikap karena yang direfleksikan
disini adalah pendapat dari pemilik bangunan atau yang mewakilinya. Tentunya
pendapat yang fair juga yang dilaporkan disini, karena bukan tidak mungkin pemilik
bangunan atau yang mewakilinya menilai secara kurang fair. Artinya untuk pengisian
ini harus benar-benar obyektif. Oleh karena itu, biasanya untuk memberikan laporan
ini tidaklah mudah.
Untuk pengisian kolom realisasi butir IV.I, IV.2,dan IV.3, scbenarnya tidak mungkin
diisi di proyek, karena biasanya pengeluaran untuk biaya ini tidak diberi kode proyek
dan dikeluarkan di perusahaan (Pusat dan Cabang). Oleh karena itu, pada laporan ini
V - 25
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
diisikan sesuai persentase dalam anggarannya terhadap total pendapatan. Hal ini
tidak dapat diisikan realisasinya karena beban tersebut bukan merupakan
pengeluaran proyek (proyek hanya menyediakan kontribusi untuk keperluan
tersebut). Sedang pengisian realisasi cadangan laba adalah total realisasi kelompok I,
dikurangi dengan total kelompok II,III, dan IV. Bila hasilnya minus berarti proyek
tersebut mengalami kerugian atau tidak dapat memberikan kontribusi laba kepada
perusahaan.
Bila pada akhir laporan terdapat perbedaan angka antara pendapatan dalam
anggaran dan dalam realisasinya, hal tersebut dimungkinkan karena terjadinya
pekerjaan tambah (memperoleh klaim) atau pekerjaan kurang (atau membayar
klaim). Oleh karena itu, dalam laporan akhir jumlah pendapatan juga harus diubah
sesuai keadaan terakhir. Angka-angka untuk pengisian Form.Bl, khususnya untuk
realisasi biaya, dapat diperoleh dari Form.B2 tentang rekapitulasi biaya pada periode
akhir proyek yang bersangkutan. Sedang pengisian untuk realisasi kelompok I
(pendapatan proyek) diperoleh dari laporan keuangan proyek. Bila dianggap perlu,
laporan akhir proyek ini dapat ditambah dengan informasi tentang personil pelaksana
proyek tersebut. Hal ini biasanya diperlukan untuk membangkitkan kinerja personil
yang bersangkutan.
V - 26
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
dihitung realisasi fisik yang ada terhadap nilai anggarannya (budget cost work
performed/ BCWP).
- Sisa anggaran pada kolom 7 merupakan hasil pengurangan kolom 4 dikurangi
kolom 6, kemudian dihitung sisa biaya yang dihitung berdasarkan sisa fisik yang
belum dikerjakan dengan nilai estimasi.
Hal penting yang harus dilakukan agar hasil evaluasi relevan terhadap anggarannya
adalah melakukan revisi anggaran bila:
- Ada perubahan gambar atau spesifikasi proyek
- Ada perubahan kebijakan subkontrak yang ada dalam cost budget.
- Ada pekerjaan tambah/ kurang
Yang perlu disadari adalah data yang diperlukan oleh pengendali dan cara
memprosesnya harus memenuhi hal-hal sebagai berikut :
- Sederhana, artinya laporan tidak perlu banyak tetapi seperlunya sesuai dengan
kebutuhan saja.
- Mudah dibaca, artinya laporan tidak perlu terlalu detail sampai satuan nilai
rupiah (seperti pada akuntansi), tetapi mungkin cukup dengan satuan dalam
jutaan rupiah.
- Menganut asas prioritas/ dominan, artinya laporan ini perlu menggabungkan
item-item yang kecil nilainya menjadi satu kelompok. Sedang untuk item-item
yang besar harus berdiri sebagai item sendiri.
V - 27
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
Kuantitas tiap item pekerjaan harus diisi dengan kuantitas realisasi, hal ini dapat
dipergunakan sekaligus untuk mengevaluasi kuantitas dari estimasi.
Cara pengisian Formulir B3 ini sebenarnya merupakan rekapitulasi dari form -form
sebelumnya, yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
- Pengisian kolom bahan untuk tiap item pekerjaan, diperoleh dari rekapitulasi
Form.B4.
- Pengisian kolom upah untuk tiap item pekerjaan, diperoleh dari rekapitulasi
Form.B5.
- Pengisian kolom alat untuk tiap item pekerjaan, diperoleh dari rekapitulasi
Form.B6.
- Pengisian kolom subkon (subkontraktor) untuk tiap item pekerjaan yang
disubkontrakkan, diperoleh dari Form.B8 atau bila terlalu rumit, tidak dirinci tiap
item pekerjaan tetapi, cukup nilai rekapitulasinya saja, seperti pada kolom
persiapan/penyelesaian, dengan mengambil data dari Form B7.
- Pengisian kolom persiapan/ penyelesaian tidak dirinci per item pekerjaan tetapi
diisikan hasil rekapitulasi dari Form.B9.
- Pengisian kolom overhead proyek (administrasi proyek) tidak dirinci per item
pekerjaan, tetapi diisikan hasil rekapitulasi dari Form.B10.
V - 28
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
V - 29
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
Penyelesaian :
Lebih cepat Sesuai schedule Terlambat ………. Bulan
Mutu Pekerjaan :
Memuaskan Cukup Baik Kurang
Biaya Pekerjaan :
(dalam ribuan rupiah)
No Uraian Anggaran Realisasi Penyimpangan
I 1. Pendapatan Proyek
2. PPN
3. Bonus/(Denda)
Total Pendapatan
II 1. Biaya Bahan
2. Biaya Upah
3. Biaya Alat
4. Biaya Subkontraktor
5. Biaya Persiapan/Penyelesaian
6. Biaya Overhead Proyek
IV 1. Overhead Pusat
2. Overhead Cabang
3. Penyusutan Aktiva Tetap
Cadangan Laba
V - 30
REKAPITULASI EVALUASI BIAYA PROYEK
Laporan s/d Tanggal : ………………………… Form. B2
Kel. Sub Kel. Anggaran Anggaran Realisasi Sisa Biaya Total Biaya
Bahan
Upah Kerja
Alat Kerja
Subkontrak
Persiapan / Penyelesaian
Overhead Proyek
TOTAL
V - 31
EVALUASI BIAYA ITEM PEKERJAAN
Laporan s/d Tanggal : ………………………… Form. B3
No Item Quantity Realisasi Biaya Proyek (biaya langsung proyek) Biaya tiap item
Pekerjaan Pekerjaan Bahan Upah Alat Subkontrak Pekerjaan
1
2
3
4
5
Persiapan / penyelesaian
Overhead Proyek
Total Biaya Langsung
V - 32
EVALUASI BIAYA BAHAN
Laporan s/d Tanggal : ………………………… Form. B4
V - 33
EVALUASI BIAYA UPAH
Laporan s/d Tanggal : ………………………… Form. B5
V - 34
EVALUASI BIAYA ALAT
Laporan s/d Tanggal : ………………………… Form. B6
No Item Realisasi Alat yang digunakan Realisasi Biaya Alat Biaya alat
Pekerjaan Quantity Jenis Jumlah Jam per Item Pekerjaan
Pemakaian Sewa Depresiasi BBM Pelumas Perbaikan Operator
1
2
3
4
5
Dst.
V - 35
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
Jumlah
V - 36
EVALUASI BIAYA SUBKONTRAKTOR
Laporan s/d Tanggal : ………………………… Form. B8
No Item Nilai Subkontrak Realisasi Biaya SubKontraktor Sisa Kontrak Sub Keterangan
Pekerjaan Quantity Harga Jumlah Quantity Harga Jumlah Jumlah
Saruan Harga Saruan Harga Quantity Harga
Pengendalian Biaya
V - 37
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
V - 38
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
V - 39
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
BAB VI
PENGENDALIAN LIKUIDITAS
6.1. Umum
Pengendalian biaya proyek, pada umumnya terfokus pada kondisi rentabilitas, yaitu
mengupayakan agar perimbangan antara pendapatan dan biaya proyek tetap terjaga. Arti
rentabilitas adalah kemampuan menghasilkan laba. Jadi dapat diartikan bila proyek
dengan rentabilitas yang baik berarti proyek tersebut dapat menghasilkan laba yang baik
pula.
Sistem cash basis dipergunakan untuk penyusunan cash flow proyek dimana kaitannya
adalah uang yang masuk dan keluar secara cash (tunai) Tolok ukur yang digunakan untuk
melihat kemampuan cash disebut "likuiditas".
Arti likuiditas adalah kemampuan membayar pada saat jatuh tempo. Suatu proyek
dikatakan memiliki likuiditas yang baik bila setiap kewajiban yang telah jatuh tempo dapat
dibayar secara tepat. Sebaliknya bila kewajiban yang telah jatuh tempo, tetapi belum
dapat dibayar (ditunda), berarti kondis likuiditasnya jelek.
Keadaan likuiditas yang baik sangat diperlukan, agar proses pengendaliar dapat
berlangsung dengan baik pula.
Evaluasi biaya, sebagai bagian dari proses pengendalian biaya, biasanya menggunakan
data yang menganut sistem accrual basis yaitu yang berkaitan dengan data "pendapatan"
(termasuk piutang yang belum cair) dan data biaya (termasuk hutang yang belum
dibayar). Sedangkan data cash basis yaitu yang berkaitan dengan data "penerimaan"
VI - 1
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
(cash in) dan data "pengeluaran” (cash out) sering luput dari perhatian, padahal data
tersebut juga ada, dan penting sekali untuk mendukung suatu keputusan keuangan.
Data cash basis sebenarnya merupakan suatu hal yang sangat penting, bagaikan aliran
darah dalam proses kehidupan. Artinya kalau aliran uang masuk dan keluar tidak lancar,
maka akan sangat mempengaruhi kelancaran kegiatan proyek juga. Aliran uang masuk
dan keluar sangat penting untuk dikendalikan, agar sasaran proyek terutama laba dapat
dicapai.
Dengan demikian secara konseptual, pengendalian rentabilitas harus dibarengi dengan
pengendalian likuiditas, karena keduanya saling mempengaruhi satu dengan yang lain.
Para engineer banyak yang tidak menyadari bahwa mereka memiliki peran besar sekali
dalam pengendalian likuiditas. Mereka umumnya berpendapat bahwa kebutuhan akan
uang tunai adalah urusan bagian keuangan atau manager keuangan.
Yang dimaksud dengan pengendalian likuiditas proyek adalah suatu upaya untuk
mengatur jadwal penerimaan dan pengeluaran uang secara tunai (cash), selama proses
pelaksanaan suatu proyek, sehingga dana pinjaman dapat dikendalikan dengan
selayaknya.
Hampir semua usaha dapat dikatakan tidak dapat terbebas dari kebutuhan dana
pinjaman. Oleh karena itu, dana pinjaman yang diperlukan untuk menutup cashflow yang
defisit, harus dikendalikan agar bunga pinjaman yang harus dibayar cukup wajar.
Dari cashflow proyek dapat dilihat bahwa besarnya dana pinjaman yang diperlukan
adalah akibat dari strategi operasional yang dilakukan oleh para engineer (kepala proyek).
Dilihat dari sudut rentabilitas dan likuiditas maka kondisi proyek dapat dibagi dalam empat
kelompok, yaitu :
• Rentabilitas bagus dan likuiditas bagus
Proyek seperti ini yang selalu diharapkan, karena labanya cukup besar dan
pembayarannya lancar, sehingga labanya berwujud sebagai cash (tunai). Misal
proyek yang nilai kontraknya bagus (menguntungkan) dan pembayarannya juga
lancar.
• Rentabilitas bagus dan likuiditas jelek
Proyek seperti ini memerlukan perbaikan likuiditas yang mendesak . Bila kondisi
likuiditas jelek terus dan tidak dapat diperbaiki, dampaknya dapat mengurangi kondisi
VI - 2
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
rentabilitas. Misal, proyek yang semula nilai kontraknya bagus tetapi dalam proses
pembayarannya sering terhambat (tidak lancar).
Dari butir (2) dan (3) di atas, menunjukkan bahwa likuiditas berpengaruh terhadap
rentabilitas.
Oleh karena itu, pengendalian likuiditas proyek perlu menjadi perhatian terutama sekali
bagi para engineer (kepala proyek) dalam rangka pengendalian proyek.
VI - 3
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
Kontrak (surat perjanjian) yang telah ditandatangani pada dasarnya sudah tertutup
kemungkinan untuk melakukan pengendalian modal kerja, kecuali bila terbuka peluang
baru untuk melakukan negosiasi dalam memperbaiki cara pembayaran yang ada.
Secara matematis, modal kerja yang diperlukan adalah sebesar biaya dikurangi
penerimaan, semakin kecil selisih dua hal pokok tersebut menunjukkan bahwa modal
kerjanya juga kecil, demikian juga sebaliknya. Secara grafis, selama masa pelaksanaan,
dua hal pokok tersebut akan diwakili oleh dua buah grafik yang dapat dipergunakan
sebagai bahan evaluasi tentang kebutuhan modal kerja proyek. Pendekatan bahasan
pada masalah ini adalah menggunakan pendekatan campuran antara accrual basis
(biaya) dengan cash basis (pengeluaran).
Grafik penerimaan
Grafik penerimaan berbentuk sebagai garis bertangga, yang bergerak dari nol (belum ada
penerimaan) sampai dengan total penerimaan. Grafik tangga di sini bentuknya sangat
dipengaruhi oleh syarat pembayaran dari kontrak dan proses pelaksanaan (progres
pekerjaan dan proses pencairan tagihan).
VI - 4
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
• Proses pencairan penerimaan memerlukan waktu satu bulan setelal prestasi dicapai
(untuk menyelesaikan prosedur penagihan). Dari grafik tersebut di atas dapat
dijelaskan sebagai berikut:
- Prestasi 25 % dicapai pada bulan ke-4 1/2, waktu penyelesaian prosedur
penagihan selama satu bulan, maka penerimaan I cair pada bulan ke 5 1/2,
sebesar 20 %.
- Prestasi 50 % dicapai pada bulan ke-5 1/2 (pertengahan bulan enam). maka
penerimaan II cair pada bulan ke-6 1/2 (pertengahan bulan ketujuh), sebesar
25 %.
- Prestasi 75 % dicapai pada bulan ke-6 ½, maka penerimaan III cair pada bulan ke-
7 % (pertengahan bulan kedelapan) sebesar 25 %.
VI - 5
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
- Prestasi 100 % dicapai pada bulan ke-10 (sepuluh) maka penerimaan IV cair pada
bulan ke-11 (sebelas), sebesar 25 %.
- Waktu pemeliharaan satu bulan sehingga selesai pemeliharaan pada bulan ke-11
(sebelas), maka penerimaan V cair pada bulan ke-12 (dua belas) sebesar 5 %.
Dengan demikian, sesuai kondisi contoh tersebut maka grafik penerimaan
berupa garis bertangga seperti dapat dilihat pada gambar.
Tentunya grafik tersebut bentuknya dapat berubah-ubah, tergantung dari
tiga variabel yang mempengaruhinya, yaitu:
- Curva "S" (grafik prestasi)
- Cara pembayaran
- Proses pencairan tagihan
Grafik Biaya
Grafik biaya terjadi sebagai akibat kebijakan pelaksanaan proyek yang dilakukan di
lapangan.
Grafik ini berbentuk seperti huruf "C" sehingga dapat juga disebut curva "C". Grafik ini
diperoleh dengan cara menghubungkan titik-titik biaya yang telah terjadi pada tiap bulan
secara kumulatif. Oleh karena itu, bentuknya tergantung biaya yang terjadi pada tiap
bulan nelaksanaan
Grafik ini ada hubungannya dengan graiik prestasi, karena atas pembiayaan yang terjadi
akan menghasilkan prestasi pekerjaan. Tetapi hubungan kedua grafik ini tidak dapat
disimpulkan secara jelas. Hal tersebut disebabkan adanya beberapa kemungkinan yaitu:
- Pembiayaan yang seluruhnya dapat dijadikan prestasi pekerjaan, kondisi ini paling
ideal, sehingga seluruh biaya yang telah terjadi, dapat segera menimbulkan
penerimaan.
- Pembiayaan yang hanya sebagian dapat dijadikan prestasi pekerjaan, kondisi ini
adalah umum, tetapi terhadap pembiayaan yang belum dapat diprestasikan, perlu
dikendalikan agar tidak menghabiskan modal kerja yang ada.
- Pembiayaan yang sama sekali tidak dapat dijadikan prestasi pekerjaan, kondisi
seperti ini harus dihindari semaksimal mungkin. Contoh kasus ini adalah bila kita
melakukan pembiayaan untuk pekerjaan diluar kontrak, atau belum ada kontraknya.
Hal ini banyak terjadi, dan para engineer tidak menyadari bahwa kejadian ini jelas
dapat menyebabkan kesulitan likuiditas.
Tanpa melihat tiga macam kejadian pembiayaan tersebut di atas, secara umum grafik
biaya dapat ditunjukkan seperti pada gambar 6.2.
VI - 6
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
VI - 7
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
Bidang modal kerja proyek seperti pada contoh di atas dapat dijelaskan sebagai berikut :
- Pada kedudukan bulan ke-4 telah terjadi biaya sebesar Rp 68.000.000,00 (tetapi
penerimaan belum ada. Ini berarti proyek tersebut memerluka modal kerja dari luar
sebesar Rp 68.000.000,00. Modal dari luar bisa dari lembaga keuangan (perbankan),
uang muka pekerjaan, kredit supplier/ subkontraktor.
- Pada kedudukan bulan ke-6, telah terjadi biaya sebesar Rp 80.000.000,00
(sementara itu penerimaan sudah cair sebesar Rp 20.000.000,00. Ini berarti proyek
tersebut pada bulan ke-6 masih memerlukan modal kerja dari luar sebesar
Rp 60.000.000,00 (Rp 80.000.000,00-Rp 20.000.000,00)
- Dengan meninjau kondisi proyek dari awal sampai dengan bulan ke-11 dengan cara
tersebut di atas, maka diperoleh bidang modal kerja proyek yang diperlukan (bidang
antara grafik biaya dan grafik penerimaan).
- Melihat contoh grafik di atas, berarti sampai dengan bulan ke-11, kondisi proyek
selalu defisit, setelah bulan kesebelas baru surplus.
- Dengan demikian, sepanjang proses konstruksi selalu diperlukan modal kerja. Oleh
karena itu bila penggunaan modal kerja tidak efisien, maka akan menambah biaya
konstruksi.
Kesimpulan dari dua grafik tersebut yaitu grafik biaya dan grafik penerimaan selalu
membentuk bidang modal kerja.
Suatu proyek bila digambarkan bidang modal kerjanya akan berbeda dengan proyek lain.
Yang membedakan proyek-proyek tersebut adalah kinerja dari pegendalian likuiditas
proyek yang bersangkutan.
Bentuk pengendalian dari keduanya adalah berupa keputusan dan tindakan, baik dalam
proses perencanaan maupun proses pelaksanaan.
Oleh karena itu para Engineer (terutama kepala proyek) memegang peranan yang besar
dalam pengendalian likuiditas proyek, bukan bagian keuangan. Sekali lagi bukan bagian
keuangan, karena bagian keuangan mungkin hanya berperan mempercepat cairnya
tagihan saja, dimana hal tersebut adalah bagian kecil dan hanya merupakan akibat dari
seluruh kegiatan pengendalian likuiditas proyek.
VI - 8
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
VI - 9
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
untuk negosiasi kembali (renegosiasi), maka kontrak yang ada dapat diperbaiki cara
pembayarannya dengan langkah-langkah tersebut di atas.
Dengan melakukan keempat upaya tersebut di atas, maka waktu yang diperlukan untuk
memproses pencairan tagihan dapat dikendalikan dengan baik.
Perlu diketahui bahwa petugas khusus ini memerlukan suatu watak khusus untuk
menunjang tugas-tugasnya. Oleh karena itu untuk menjamin kelancaran proses pencairan
tagihan tidak boleh menugaskan petugas yang asal-asalan saja.
Mungkin diperlukan kriteria yang jelas untuk petugas penagihan, yaitu yang antara lain
sebagai berikut :
• Berwatak ulet
• Pantang menyerah, tidak mudah putus asa
• Tidak kenal waktu senggang agar tidak kehilangan momentum yang penting
• Dan seterusnya yang merupakan cir-ciri khusus untuk petugas ini.
VI - 10
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
Dengan upaya penerapan uang muka pekerjaan, monthly payment dan mengganti
retensi, maka dapat dilihat luasan pengurangan bidang modal kerja, yaitu dengan
bergesernya grafik penerimaan ke depan.
VI - 11
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
Pengendalian pembiayaan hanya ada pada tahap pelaksanaan, karena ditahap ini
realisasi biaya baru berlangsung.
Bentuk tindakan nyata tentang pengendalian pembiayaan dalam rangka pengendalian
likuiditas, antara lain sebagai berikut:
- Stock material di tempat, sekecil mungkin tetapi tetap dapat menjami kelancaran
pelaksanaan. Strategi yang lebih luas dari ini ada pada manajemen logistik proyek.
- Batasi seminimal mungkin pembiayaan yang tidak terkait langsung denga kemajuan
prestasi pekerjaan.
- Batasi seminimal mungkin melaksanakan kegiatan-kegiatan pekerjaan diluar kontrak
atau belum ada kontraknya.
- Mengutamakan kegiatan-kegiatan yang secara langsung menambah prestasi
pekerjaan.
Dengan upaya-upaya tersebut di atas, grafik biaya akan menjadi lebih lurus, tidak terlalu
cembung, sehingga efeknya dapat mengurangi luasan bidang modal kerja.
Hal tersebut dapat ditunjukkan pada gambar 6.5.
VI - 12
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
- Begitu seterusnya.
Daerah yang terletak diantara grafik biaya sebelum dan sesudah upaya, merupakan
pengurangan bidang modal kerja proyek.
Dengan demikian, bila hasil pengendalian penerimaan dan pengendalian pembiayaan
digabung maka akan terlihat luasan bidang modal kerja akan lebih sempit. Ini berarti
dalam kondisi keuangan ynag sama, likuiditas proyek akan menjadi lebih ringan.
VI - 13
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
Dari kedua gambar tersebut, antara gambar sebelum upaya pengendalian dan gambar
sesudah upaya pengendalian terlihat perbedaan yang jelas yaitu:
- Luasan bidang modal kerja proyek menjadi menyempit, ini berarti modal kerja yang
diperlukan proyek dapat banyak dikurangi dibanding bila tida ada upaya
pengendalian.
- Surplus dana terjadi lebih awal, yang tadinya terjadi di bulan kesebelas menjadi
bergeser pada bulan kesembilan. Bahkan pada akhir bulan pertama pernah surplus.
- Dengan kedua kejadian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa dengan melakukan
pengendalian likuiditas proyek, dapat diperoleh manfaat yang baik.
- Dengan demikian para engineer (terutama kepala proyek) patut menaruh perhatian
yang besar terhadap pengendalian likuiditas proyek, yang secara jelas dapat
diungkapkan di atas bahwa peran para engineer di lapangan khususnya para kepala
proyek, ternyata cukup besar.
Namun demikian, karena kondisi likuditas ini adalah suatu laporan keuangan maka
seorang engineer (kepala proyek) memang sebaiknya dapat memahami laporan
keuangan proyek. Dengan memahami laporan keuangan, maka seorang engineer akan
lebih mudah melakukan tindakan pengendalian likuiditas.
VI - 14
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
RANGKUMAN
Sesuai Keppres No. 80 tahun 2003 selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sejak
tanggal penanda tanganan kontrak, pengguna barang/jasa sudah harus menerbitkan
SPMK (Surat Perintah Mulai Kerja)
Dalam modul ini dijelaskan secara rinci bagaimana kerja itu dibuat, aplikasi dalam
pelaksanaan serta pengawasan/ evaluasi pengendalian biaya proyek yang tergambar
dalam bab-bab sebagai berikut
Bab I
Menjelaskan lingkup pekerjaan Cost Controller pada pekerjaan di bidang SDA, serta
maksud dan tujuan mempelajari modul ini membekali para peserta pelatihan dalam
mengendalikan biaya proyek.
Bab II
Kegiatan pengelolaan dan pengendalian dimulai dari pembuatan rencana pelaksanaan
proyek antara lain penyusunan Rencana Anggaran Pelaksanaan (RAP) dan cash flow.
Menyiapkan rencana tersebut secara formal dimulai setelah tanda tangan kontrak oleh
kedua belah pihak, yaitu pengguna jasa dan penyedia jasa, namun pada kenyataannya
kontraktor dapat mempersiapkan sebelumnya setelah penetapan organisasi dan
pengisian personil pelaksana ditetapkan.
Bab III
Menjelaskan maksud dan tujuan pembuatan rencana anggaran pelaksanaan pekerjaan.
Proses penyusunan menggunakan formulir A1 s/d A8 contoh formulir ini diambil dari
pengalaman kerja disalah satu kontraktor, perusahaan kontraktor lain dapat
mengembangkan sendiri, sesuai dengan kepentingan dan kondisi pekerjaan dari
perusahaan masing-masing, yang penting fungsi pengendalian secara berjenjang dapat
dilakukan diawali dari kebijakan pelaksanaan, pengendalian pos-pos bahan, upah, alat,
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya
Bab IV
Menjelaskan tujuan penyusunan cash flow dan prinsip pembuatan cash flow. Unsur-unsur
apa saja yang mempengaruhi cash flow.
Pada umumnya setiap proyek memerlukan kas awal untuk dapat memulai kegiatannya,
walaupun proyek dengan fasilitas pembayaran uang muka, tetap memerlukan modal
pinjaman yang tentunya dapat diangsur pengembaliannya sehingga setiap bulan likuiditas
tetap baik/lancar
Bab V
Dalam pelaksanaan pekerjaan perlu ada mekanisme yang mengatur sedemikian
sehingga pengendalian biaya setiap kegiatan dapat dimonitor. Ada formulir pencatatan
biaya yang akan mencatat, mengevaluasi setiap transaksi dilapangan. Demikian juga
formulir pengendalian atas pos-pos biaya, jenis pekerjaan dan total biaya pekerjaan,
formulir kartu pencatatan biaya (KPB) 1 s/d 08
Formulir evaluasi biaya B1 s/d B10
Sama dengan formulir Rencana Anggaran Pelaksanaan Proyek, formulir KPB 01 s/d 08
dan B1 s/d B10 adalah contoh formulir yang dapat dikembangkan oleh perusahaan
kontraktor masing-masing sesuai dengan kepentingan dan kondisi pekerjaan.
Bab VI
Pengendalian likuiditas dilakukan secara periodic agar likuiditas baik, artinya mampu
membayar setiap jatuh tempo pembayaran. Pengendalian likuiditas ini perlu dicermati
agar tidak mengganggu kelancaran jalannya pekerjaan. Biasanya dana pinjaman jangan
sampai terlalu memberati biaya bunga bank, maka pengaturan antara penerimaan uang
pembayaran dengan pengeluaran uang pembayaran serta dana pinjaman diatur
sedemikian rupa menjadi pilihan yang terbaik. Ada kelancaran pekerjaan dan kemampuan
memperoleh keuntungan dari proyek tersebut.
Daftar Pustaka
Yogyakarta 1996
4. Asiyanto, MBA, IPM, Ir, Cost Cobstruction Project Cost Management, PT.