Anda di halaman 1dari 115

CCE – 07 = PENGENDALIAN BIAYA

PELATIHAN
PENGENDALI BIAYA PEKERJAAN
(COST CONTROLLER)
PEKERJAAN SUMBER DAYA AIR

DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM


BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA
PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI
HAND OUT
PELATIHAN
COST CONTROLLER
OHT & MUK
KATA PENGANTAR

Usaha dibidang Jasa konstruksi merupakan salah satu bidang usaha yang telah
berkembang pesat di Indonesia, baik dalam bentuk usaha perorangan maupun sebagai
badan usaha skala kecil, menengah dan besar. Untuk itu perlu diimbangi dengan kualitas
pelayanannya. Pada kenyataannya saat ini bahwa mutu produk, ketepatan waktu
penyelesaian, dan efisiensi pemanfaatan sumber daya relatif masih rendah dari yang
diharapkan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain adalah ketersediaan
tenaga ahli / trampil dan penguasaan manajemen yang efisien, kecukupan permodalan
serta penguasaan teknologi.

Masyarakat sebagai pemakai produk jasa konstruksi semakin sadar akan kebutuhan
terhadap produk dengan kualitas yang memenuhi standar mutu yang dipersyaratkan.
Untuk memenuhi kebutuhan terhadap produk sesuai kualitas standar tersebut, perlu
dilakukan berbagai upaya, mulai dari peningkatan kualitas SDM, standar mutu, metode
kerja dan lain-lain.

Salah satu upaya untuk memperoleh produk konstruksi dengan kualitas yang diinginkan
adalah dengan cara meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang menggeluti
standar baku mutu baik untuk bidang pekerjaan jalan dan jembatan, pekerjaan sumber
daya air maupun untuk pekerjaan dibidang bangunan gedung.

Kegiatan inventarisasi dan analisa jabatan kerja dibidang sumber daya air, telah
menghasilkan sekitar 130 (seratus Tiga Puluh) Jabatan Kerja, dimana Jabatan Kerja Cost
Controller merupakan salah satu jabatan kerja yang diprioritaskan untuk disusun materi
pelatihannya mengingat kebutuhan yang sangat mendesak dalam pembinaan tenaga
kerja yang berkiprah dalam pengendalian mutu konstruksi bidang sumber daya air.

Materi pelatihan pada Jabatan Kerja Cost Controller of Water Resources Construction
ini terdiri dari 8 (Delapan) modul yang merupakan satu kesatuan yang utuh yang
diperlukan dalam melatih tenaga kerja yang menggeluti Cost Controller..

Namun penulis menyadari bahwa materi pelatihan ini masih banyak kekurangan
khususnya untuk modul Pengendalian Biaya Pekerjaan Sumber Daya Air.

Untuk itu dengan segala kerendahan hati, kami mengharapkan kritik, saran dan
masukkan guna perbaikan dan penyempurnaan modul ini.

Jakarta, Desember 2005

Tim Penyusun

i
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

LEMBAR TUJUAN

JUDUL PELATIHAN : COST CONTROLLER PEKERJAAN SUMBER DAYA AIR

TUJUAN PELATIHAN

A. Tujuan Umum Pelatihan


Mampu merencanakan dan melaksanakan pengendalian biaya pelaksanaan
dilapangan, sesuai anggaran biaya yang telah ditetapkan, pada pelaksanaan
pekerjaan SDA

B. Tujuan Khusus Pelatihan


Setelah mengikuti pelatihan peserta mampu :
1. Menerapkan dokumen kontrak
2. Membuat rencana anggaran pelaksanaan pekerjaan bersama bagian lain
yang terkait
3. Menyusun dan mengevaluasi cash flow pelaksanaan pekerjaan bersama
bagian lain yang terkait
4. Berkoordinasi dengan bagian lain yang terkait melaksanakan pengadaan
bahan, upah, subkontraktor, peralatan, dan biaya umum serta memeriksa
permintaan dana kerja
5. Melakukan pencatatan dan evaluasi biaya pelaksanaan pekerjaan, serta
membuat pelaporan secara periodik.

Seri / Judul : CCE – 07 : PENGENDALIAN BIAYA

TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)


Setelah selesai mengikuti modul ini, peserta mampu memahami prinsip-prinsip
pengelolaan biaya pekerjaan Sumber Daya Air serta mampu menerapkan dalam
perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian biaya pekerjaan Konstruksi Sumber Daya
Air

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS (TIK)


Setelah modul ini diajarkan para peserta mampu :
1. Menjelaskan prinsip dan tools dalam pengelolaan biaya pekerjaan

ii
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

2. Menguraikan hal-hal yang segera harus dilaksanakan setelah tanda tangan


kontrak dan SPMK diterbitkan.
3. Menjelaskan cara pengendalian biaya mengacu pada Rencana Anggaran
Pelaksanaan Pekerjaan (RAPP)
4. Menjelaskan cara pengaturan likuiditas mengacu pada cash flow

iii
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................... i


LEMBAR TUJUAN ...................................................................................................... ii
DAFTAR ISI .............................................................................................................. iv
DESKRIPSI SINGKAT DAN DAFTAR MODUL ......................................................... vi
PANDUAN PEMBELAJARAN ....................................................................................vii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... I - 1


1.1 Umum .............................................................................................. I - 1
1.2 Lingkup Pekerjaan Cost Controller ................................................ I - 1
1.3 Maksud dan Tujuan ........................................................................ I - 1

BAB II KEGIATAN MANAJEMEN PENGELOLAAN DAN PENGENDALIAN


PROYEK ................................................................................................. II - 1

BAB III RENCANA ANGGARAN PELAKSANAAN PROYEK .................... III - 1


3.1 Maksud dan Tujuan Anggaran Biaya ............................................III - 1
3.2 Rencana Anggaran Pelaksanaan (RAP) Proyek ......................... III - 3
3.2.1 Kode Biaya (Cost Code) ................................................... III - 4
3.2.2 Kebijaksanaan Pelaksanaan ............................................ III - 9
3.2.3 Unsur / Pos Pembiayaan ............................................... III - 12
3.2.4 Pengisian Formulir A1 s/d A8 ......................................... III - 17

BAB IV RENCANA CASH FLOW PROYEK ..................................................... IV - 1


4.1 Umum ............................................................................................ IV - 1
4.2 Tujuan Penyusunan Cash Flow ................................................... IV - 1
4.3 Prinsip Pembuatan Cash Flow ..................................................... IV - 2
4.3.1. Penggunaan Uang Pembayaran ...................................... IV - 2
4.3.2. Pengeluaran Uang Pembayaran ...................................... IV - 4
4.3.3. Kas Awal ........................................................................... IV - 9
4.3.4. Finansial .......................................................................... IV - 10
4.3.5. Kas Akhir ......................................................................... IV - 10

BAB V PELAKSANAAN DAN PENGENDALIAN BIAYA PEKERJAAN ...... V - 1


5.1 Konsep Break Even Point ............................................................. V - 2
5.2 Cost Controll .................................................................................. V - 7
5.2.1 Unsur Biaya ....................................................................... V - 8
5.2.2 Pencatatan Biaya .............................................................. V - 8

iv
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

5.2.3 Faktor Biaya .................................................................... V - 20


5.2.4 Sebab-sebab Penyimpangan .......................................... V - 20
5.2.5 Tindakan Pengendalian ................................................... V - 22
5.2.6 Evaluasi Biaya ................................................................ V - 24
BAB VI PELAKSANAAN DAN PENGENDALIAN LIKUIDITAS .................... VI - 1
6.1 Umum .......................................................................................... VI - 1
6.2 Modal Kerja Proyek ..................................................................... VI - 3
6.3 Pengendalian Penerimaan ........................................................... VI - 8
6.3.1 Tahap Penyusunan Kontrak ........................................... VI - 9
6.3.2 Tahap Pelaksanaan Proyek ............................................ VI - 9
6.4 Pengendalian Biaya ..................................................................... VI -11
6.5 Pengendalian Pembiayaan dan Penerimaan ............................. VI -12

RANGKUMAN

DAFTAR PUSTAKA

v
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

DESKRIPSI SINGKAT PENGEMBANGAN MODUL


PELATIHAN PENGENDALIAN BIAYA PEKERJAAN SUMBER DAYA AIR

1. Kompetensi kerja yang disyaratkan untuk jabatan kerja PENGENDALI BIAYA


PEKERJAAN SUMBER DAYA AIR (COST CONTROLLER OF WATER RESOURCES
CONSTRUCTION) dibakukan dalam SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional
Indonesia) yang didalamnya telah ditetapkan unit-unit kompetensi, elemen kompetensi
dan Kriteria Unjuk Kerja, sehingga dalam Pelatihan COST CONTROLLER unit-unit
kompetensi tersebut Tujuan Khusus Pelatihan.
2. Standar Latihan Kerja (SLK) disusun berdasarkan analisa dari masing-masing Unit
Kompetensi, Elemen Kompetensi dan Kriteria Unjuk kerja yang menghasilkan
kebutuhan pengetahuan, keterampilan dan sikap prilaku dari setiap Elemen
Kompetensi yang dituangkan dalam bentuk suatu susunan kurikulum dan silabus
pelatihan yang diperlukan untuk memenuhi tuntutan kompetensi tersebut.

3. Untuk mendukung tercapainya tujuan khusus pelatihan tersebut, maka berdasarkan


kurikulum dan silabus yang ditetapkan dalam SLK, disusunlah seperangkat modul
pelatihan (seperti tercantum dalam daftar modul) yang harus menjadi bahan
pengajaran dalam pelatihan Cost Controller.

DAFTAR MODUL

No. Kode Judul Modul

1. CCE-01 UUJK, Etika Profesi dan Etos Kerja

2. CCE-02a Sistem Manajemen K3 Konstruksi

CCE-02b RPL dan RKL

3. CCE-03 Dokumen Kontrak

4. CCE-04 Manajemen Proyek

5. CCE-05 Analisa Harga Satuan

6. CCE-06 Spesifikasi

7. CCE-07 Pengendalian Biaya

8. CCE-08 Manajemen Logistik dan Peralatan

vi
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

PANDUAN PEMBELAJARAN

A. BATASAN
No. Item Batasan Uraian Keterangan
1. Seri / Judul CCE – 07 = Pengendalian Biaya

2. Deskripsi Materi ini menguraikan mekanisme


pengendalian biaya mulai dari memebuat
rencana sebagai tolak ukur keberhasilan
dalam pengendalian biaya, proses
pelaksanaan yang akan selalu mengacu
kepada rencana sehingga menghasilkan
konstruksi seperti yang dipersyaratkan
dalam dokumen kontrak.
Bila selama proses pelaksanaan diketahui
adanya penyimpangan biaya terhadap
rencana anggaran, maka harus dapat
diinformasikan dimana dan seberapa
besar penyimpangan yang terjadi.
Dengan demikian dapat diambil tindakan
untuk mengendalikan sisa biaya yang
masih ada.

3. Tempat kegiatan Di dalam ruang kelas, lengkap dengan


fasilitasnya.
4. Waktu 8 jam pembelajaran (1 JP = 45 menit)
pembelajaran
atau sampai tercapainya minimal
kompetensi yang telah ditentukan
khususnya domain kognitif (pengetahuan)

vii
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

B. PROSES PEMBELAJARAN

No. Kegiatan Instruktur Kegiatan Peserta Pendukung

1. Ceramah : Pembukaan
- Mengikuti penjelasan TIU OHT
- Menjelaskan Tujuan Instruksional
dan TIK dengan tekun No. 1 - 3
Umum & Khusus (TIU & TIK)
dan aktif
- Merangsang motivasi peserta - Mengajukan pertanyaan
dengan pertanyaan atau apabila kurang jelas
pengalamannya didalam penerapan
Pengendalian Biaya pekerjaan
Sumber Daya Air
- Waktu : 10 menit
2. Ceramah : Pendahuluan
- Menjelaskan jenis pekerjaan - mendengarkan penjelasan OHT
dibidang sumber daya air, lingkup instruktur dengan tekun No. 4
pekerjaan cost cotroller, serta dan aktip.
maksud pelatihan modul. - Mencatat hal-hal yang
perlu
- Bertanya Bila Perlu
- Waktu : 10 menit
- Bahan : Materi serahan (Bab I :
Pendahuluan)
3. Ceramah : Kegiatan Manajemen
Pengelolaan dan Pengendalian
Proyek
- Menjelaskan hal-hal yang yang - Mendengarkan penjelasan OHT
dilakukan setelah tanda tangan instruktur dengan tekun No. 5
kontrak dan Surat Perintah Mulai dan aktif
Kerja (SPMK) diterbitkan oleh - Mencatat hal-hal yang
pimpro kepada kontraktor. perlu
- Bertanya Bila Perlu
- Waktu : 10 menit
- Bahan : Materi serahan (Bab II :
Kegiatan Manajemen Pengelolaan

viii
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

No. Kegiatan Instruktur Kegiatan Peserta Pendukung

dan Pengendalian Proyek)


4. Ceramah : Rencana Anggaran
Pelaksanaan Proyek.
- Menjelaskan maksud dan tujuan - Mendengarkan penjelasan OHT
pembuatan Rencana Anggaran instruktur dengan tekun No. 6 - 9
Pelaksanaan Proyek dan aktif
- Menjelaskan unsur-unsur dalam - Mencatat hal-hal yang
pembuatan Rencana Anggaran perlu
Pelaksanaan Proyek sebagai tolak - Bertanya Bila Perlu
ukur/batasan uang yang tersedia
untuk pembiayaan di pekerjaan.
- Waktu : 60 menit
- Bahan : Materi serahan (Bab III :
Rencana Anggaran Pelaksanaan
Proyek)
5. Ceramah : Formulir Rencana
Anggaran Pelaksanaan Proyek
- Menjelaskan pengisian Formulir A1 - Mendengarkan penjelasan OHT
sampai dengan A8 instruktur dengan tekun No. 10 - 17
dan aktif
- Mencatat hal-hal yang
perlu
- Bertanya Bila Perlu
- Waktu : 90 menit
- Bahan : Materi serahan (Bab III :
Rencana Anggaran Pelaksanaan
Proyek)
6. Ceramah : Cash Flow Proyek
- Menjelaskan pengertian Cash Flow - Mendengarkan penjelasan OHT
Proyek dimana keberhasilan instruktur dengan tekun No. 18 - 21
pengelolan Rencana akan sangat dan aktif
membantu keberhasilan pekerjaan - Mencatat hal-hal yang
secara keseluruhan. perlu
- Bertanya Bila Perlu

ix
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

No. Kegiatan Instruktur Kegiatan Peserta Pendukung

- Menjelaskan cara penyusunan /


membuat cash flow proyek
- Menjelaskan unsur-unsur yang
berpengaruh atas likuiditas proyek.
- Waktu : 45 menit
- Bahan : Materi serahan (Bab IV :
Cash Flow Proyek)
7. Ceramah : Pengendalian Biaya
Pekerjaan
- Menjelaskan cara pengendalian - Mendengarkan penjelasan OHT
biaya proyek sehingga pekerjaan instruktur dengan tekun No. 22 - 45
dapat diselesaikan dalam batas dan aktif
anggaran, bahkan diusahakan - Mencatat hal-hal yang
dibawah anggaran (budget) yang perlu
ada - Bertanya Bila Perlu
- Waktu : 90 menit
- Bahan : Materi serahan (Bab V :
Pengendalian Biaya Pekerjaan)
8. Ceramah : Pengendalian Likuiditas
- Menjelaskan upaya agar - Mendengarkan penjelasan OHT
kemampuan membayar dapat instruktur dengan tekun No. 46 - 48
terpenuhi pada saat jatuh tempo dan aktif
- Menjelaskan upaya pengendalian - Mencatat hal-hal yang
penerimaan dan pengeluaran perlu
pembayaran - Bertanya Bila Perlu
- Waktu : 45 menit
- Bahan : Materi Serahan (Bab VI
Pengendalian Likuiditas)

x
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

MATERI SERAHAN

xi
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Umum.
Pekerjaan Sumber Daya Air meliputi :
- Pekerjaan Bendungan
- Pekerjaan Sungai
- Pekerjaan Irigasi
- Pekerjaan Rawa & Pengamanan Pantai

1.2. Lingkup Pekerjaan Cost Controller Pada Pekerjaan Bidang SDA


Lingkup pekerjaan Cost Controller adalah merencanakan dan melaksanakan
pengendalian biaya yang telah ditetapkan pada pelaksanaan pekerjaan di bidang
Sumber Daya Air (SDA)
Fungsi perencanaan dan pengendalian biaya pekerjaan di bidang Sumber Daya Air
yang terdiri dari pekerjaan bendung, sungai, irigasi dan rawa, pada prinsipnya
sama, hanya item pekerjaannya ada yang berbeda.
Dalam kegiatan usaha jasa konstruksi, pengendalian biaya sangat penting artinya
untuk menjaga kelangsungan hidup perusahaan, bila biaya konstruksi yang sangat
variable ini tidak dapat dikendalikan, maka resikonya adalah kerugian usaha.

1.3. Maksud dan Tujuan


Seperti diketahui bahwa seorang Cost Controller harus mempunyai standart
kompetensi. Seorang Cost Controller memerlukan pengetahuan tentang
pengendalian biaya yang sangat erat hubungannya dengan kelangsungan hidup
perusahaan.
Pengendalian biaya konstruksi merupakan salah satu aspek dalam pengendalian
proyek.
Ada tiga variable penting yang harus dikendalikan selama proses pelaksanaan
suatu proyek, yaitu :
• Kualitas / Mutu proyek
• Waktu penyelesaian proyek
• Biaya pelaksanaan proyek

I-1
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

Jadi maksud dari modul ini ialah khusus membekali peserta pelatihan tentang
pengendalian biaya di bidang pekerjaan Sumber Daya Air.

I-2
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

BAB II
KEGIATAN MANAJEMEN PENGELOLAAN DAN
PENGENDALIAN PROYEK

Ukuran keberhasilan pelaksanaan proyek ditinjau dari sisi perusahaan konstruksi ialah
apabila mutu produk akhir yang dicapai sesuai dengan perencanaan teknis dalam
dokumen kontrak, dilaksanakan sesuai koridor waktu yang telah disepakati didalam surat
perjanjian kontrak dan mengeluarkan biaya proyek sesuai anggaran yang ditetapkan
sejak Commencement Of Work (SPMK) hingga FHO.

Apabila kita melihat bagan alir suatu pelaksanaan pekerjaan Sumber Daya Air maka
kegiatan manajemen pengelolaan dan Pengendalian Proyek dapat dibagi menjadi
tahapan berikut :

1. Persiapan dokumen
- Dokumen kontrak ditanda tangani
- Surat perintah mulai kerja
- Pre Construction Meeting

2. Rencana pelaksanaan proyek


- Informasi Proyek
- Organisasi proyek
- Sasaran mutu dan persyaratan bagi mutu produk sesuai spesifikasi teknis
- Metode pelaksanaan pekerjaan
- Jadwal Sumber Daya (tenaga kerja, bahan dan peralatan)
- Rencana anggaran pelaksanaan (RAP) dan Cash Flow
- Rapat koordinasi internal maupun eksternal.
- Keselamatan dan kesehatan Kerja (K3), Rencana Pemantauan
Lingkungan (RPL) dan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RPL)
- Jadual kegiatan verifikasi, uji dan test
- Daftar prosedur atau instruksi kerja

3. Persiapan fisik lapangan


- Survai / penyelidikan lapangan
- Pengukuran
- Pengadaan Sumber Daya
- Fasilitas Lapangan Sementara

II - 1
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

4. Pelaksanaan dan Pengawasan


- Rapat Koordinasi
- Mutual Check
- Implementasi program pelaksanaan
- Pelaksanaan Fisik Pekerjaan
- Pengendalian pelaksanaan pekerjaan
- Pelaporan

5. Proses pembayaran
- Advance payment
- Buku harian dan laporan
- Pembayaran prestasi pekerjaan
6. Penyesuaian / perubahan biaya, mutu dan waktu
- Pekerjaan tambah / kurang
- Review Desain
- Perpanjangan waktu
- Denda
- Eskalasi

7. Perselisihan
- Rapat penyelesaian perselisihan

8. Serah terima
- PHO
- FHO

Kegiatan manajemen pengelolaan dan pengendalian proyek dibahas didalam modul


manajemen proyek / konstruksi sedangkan pada modul Pengendalian Biaya, akan
dibahas dalam Bab 5 : Pengendalian Biaya Pekerjaan.

Dari uraian diatas tentang kegiatan manajemen pengelolaan dan pengendalian proyek
nampak bahwa kegiatan cost controller dimulai dari tahap rencana pelaksanaan
proyek sampai dengan tahap serah terima akhir.

II - 2
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

BAB III
RENCANA ANGGARAN PELAKSANAAN PROYEK

Dalam kegiatan pembelanjaan selama proses pelaksanaan proyek, baik untuk biaya
bahan/material, upah tenaga kerja, alat, subkontraktor, dan lain-lain, perlu adanya suatu
pedoman, agar pelaksanaan pembiayaan proyek dapat dikendalikan dengan baik, dalam
upaya untuk mencapai salah satu sasaran, yaitu: efisiensi.
Pedoman pembelanjaan tersebut, dalam pelaksanaan proyek, disebut sebagai cost
budget atau anggaran biaya. pelaksanaan proyek.

3.1. Maksud dan Tujuan Anggaran Biaya (Cost Budget)


Kegunaan dari cost budget adalah untuk mematok biaya pelaksanaan, atau memberikan
batasan uang yang tersedia untuk keperluan bahan, upah, alat, subkotraktor, dan lain-lain
dalam total biaya proyek. Oleh karena itu, cost budget harus realistik, bila dibandingkan
dengan kenyataan yang diharapkan dari biaya proyek tersebut.
Rencana anggaran proyek ini disusun oleh cost controller yang mempunyai tugas
menyusun, melaksanakan dan pengendalian anggaran biaya selama proyek dilaksanakan

Walaupun sudah ada cost estimate, cost budget tetap harus disusun/dibuat, sebelum
kegiatan pembelanjaan proyek dimulai. Bila pada saat kegiatan proyek akan dimulai,
tetapi cost budget belum selesai disusun, maka harus dibuat cost budget sementara,
sampai batas waktu/ batas pekerjaan tertentu. Dan batas ini tidak boleh terlalu lama atau
terlalu besar nilainya. Kemudian cost budget sementara tersebut, nantinya digabung
dengan cost budget yang final. Sebagai contoh, kegiatan proyek sudah harus segera
dimulai tetapi cost budget masih dalam proses penyelesaian, maka dibuat budget
sementara, untuk satu bulan saja atau untuk pekerjaan persiapan saja, sambil
menyelesaikan budget totalnya. Kemudian dalam menyusun budget final, realisasi biaya
satu bulan tersebut atau realisasi biaya persiapan yang terjadi digabungkan dengan cost
budget final.

Antara cost estimate dan cost budget, walaupun sama-sama berkaitan tentang biaya
proyek, namun memiliki perbedaan dalam bentuk format maupun kegunaannya, yang
dapat dijelaskan sebagai berikut:
• Cost estimate
- Diperlukan untuk menetapkan harga jual (dari kontraktor)

III - 1
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

- Diperlukan untuk penyajian kepada pihak-pihak luar perusahaan (ekstern)


- Menggunakan format bermacam-macam sesuai permintaan pemilik
• Cost Budget
- Diperlukan untuk menetapkan biaya produksi (biaya pclaksanaan)
- Diperlukan untuk pedoman pembelanjaan dalam pclaksanaan proyek
- Diperlukan untuk keperluan sendiri (intern)
- Menggunakan format satu macam, sesuai yang ditetapkan sendiri, secara
internal. Dokumen ini biasanya merupakan suatu dokumen yang sifatnya
rahasia.
Namun demikian kedua jenis biaya tersebut (cost estimate dan cost budget)
memiliki hubungan yang erat, bahkan saling berpengaruh, yaitu dapat dijelaskan
sebagai berikut:
• Cost estimate harus dibuat secara cermat (akurat), untuk dapat mengantisipasi
seluruh biaya proyek tetapi cukup kompetitif, dan sebaiknya didasari dengan/
oleh cost budget yang realistik.
• Cost estimate yang jelek dapat menghasilkan cost budget yang tidak realistik,
akibatnya dapat menyebabkan kehilangan kontrol, serta dapat menyebabkan
persoalan keuangan (financial problem) bagi pihak yang terkait dengan
pelaksanaan proyek tersebut.

Pernyataan yang pertama menunjukkan bahwa cost budget dibuat lebih dulu dari
cost estimate, atau proses pembuatan cost estimate melalui pembuatan cost
budget dulu.
Sedang yang kedua menunjukkan bahwa cost budget baru dibuat sesudah cost
estimate, yang dalam prosesnya tidak didasarkan atas budget tetapi merupakan
suatu perkiraan saja. Kedua-duanya memang mungkin terjadi, tetapi sebaiknya
pada saat menyusun cost estimate prosesnya melalui cost budget lebih dulu,
walaupun bentuknya belum berupa cost budget, tetapi berupa direct cost.

Jadi, arti dari direct cost adalah serupa dengan budget cost, yaitu suatu perkiraan
real cost, yang kemudian ditambah dengan mark up untuk keperluan lain. Tetapi
hal ini memerlukan persiapan waktu yang cukup. Dan pada kenyataannya,
kebanyakan hanya disediakan waktu yang relatif singkat, sehingga cost estimate
terpaksa dihitung berdasarkan suatu perkiraan dari pengalaman terdahulu saja.

III - 2
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

Dalam hal yang terakhir tersebut, maka seharusnya cost budget sebagai tahap
berikutnya tetap dibuat apa adanya, realistik, tidak menggunakan angka-angka
keliru, yang mungkin dihasilkan oleh cost estimate yang jelek.

Pada saat menyusun cost budget, dalam kasus tersebut di atas, justru untuk
mengoreksi cost estimate yang ada. Bahkan bila mungkin dilakukan identifikasi
risiko-risiko yang ada sebagai hasil dari proses cost estimate yang lemah. Risiko-
risiko yang ditemukan dalam cost estimate yang ada harus dibuatkan cara
penanganannya, agar tidak menjadi biaya. Oleh karena itu, penerapan
manajemen risiko juga diperlukan pada pelaksanaan proyek.
Yang sering menjadi masalah adalah bila, karena lemahnya proses cost estimate,
yang semula direncanakan memperoleh laba, maka pada saat menyusun cost
budget, karena harus apa adanya dan realistik ditemukan suatu kerugian, yang
disebabkan oleh kesalahan perhitungan dalam proses cost estimate.

Cost budget adalah suatu planning (perencanaan), sehingga banyak pihak yang
bila menghadapi masalah, memilih membuat cost budget yang tidak realistik
daripada menyusun rencana yang rugi. Semestinya, seorang yang ditugaskan
sebagai Proyek Manager, dengan cost budget tidak realistik tersebut akan
menolak atau keberatan melaksanakannya, karena tanggung jawab kesalahan
perhitungan cost estimate tersebut akan beralih padanya.

Cost budget yang merugi, yang disebabkan oleh kegagalan perhitungan cost
estimate, selayaknya tetap dipakai sebagai pedoman, sejauh memang hal
tersebut benar-benar realistik. Bahkan hal ini dapat menjadi masukan yang
berharga pada proses perhitungan cost estimate di masa mendatang. Dalam hal
ini cost budget tersebut tetap dipakai sebagai pedoman agar tidak terjadi kerugian
yang lebih besar atau bahkan dapat dijadikan pedoman agar ruginya dapat
mengecil.

Jadi tujuan dari cost budget adalah agar sernua kegiatan pembelanjaan dapat
dikontrol untuk dapat mencapai sasarannya, yaitu proyek dapat diselesaikan di
bawah budget-nya.
Dengan demikian, cost budget berfungsi sebagai tolok ukur/ alat kendali biaya dan
dipakai sebagai dasar dalam pembuatan program pengendalian biaya (cost
control). Bila selama proses pelaksanaan diketahui adanya penyimpangan biaya

III - 3
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

terhadap budget-nya, maka harus dapat diinformasikan dimana dan seberapa


besar penyimpangan yang terjadi. Dengan demikian dapat diambil tindakan untuk
mengendalikan sisa biaya yang masih ada.

3.2. Rencana Anggaran Pelaksanaan (RAP) Proyek


Tools yang paling penting di dalam kita melakukan pengendalian biaya diproyek adalah
Rencana anggaran Pelaksanaan (RAP) proyek. RAP adalah salah satu dokumen
kelengkapan yang dibutuhkan dalam suatu operasional pelaksanaan proyek, sebagai
acuan/pedoman operasional pelaksanaan proyek, yaitu sebagai pedoman dalam
mencapai pendapatan proyek dan mengendalikan biaya proyek agar minimal tercapai
seperti yang direncanakan.

Rencana Anggran Pelaksanaan proyek yang dibuat adalah hasil estimasi/perkiraan biaya-
biaya proyek, termasuk perkiraan (rencana) pendapatannya.
Estimasi/perkiraan tersebut harus mempertimbangkan beberapa hal yaitu :
• Pengalaman atau referensi dan realisasi pengelolaan proyek-proyek yang lalu
• Hasil observasi ulang atas data sumber daya yang diperlukan (harga, jumlah yang
tersedia, proses administrasi sarana perhubungan, dan lain-lain) dan lokasi/medan
kerja proyek.
• Kebijaksanaan perusahaan
• Kesepakatan atau komitmen manajer proyek dengan direksi perusahaan
Dalam kenyataan/aktualisasinya sering kali realisasi pendapatan dan biaya proyek
mengalami pergeseran alokasi biaya atas item-item biaya yang ada.

3.2.1. Kode Biaya (Cost Code)


Di atas dijelaskan bahwa cost budget akan digunakan sebagai tolok ukur pengendalian
biaya, oleh karena itu, agar dapat dilakukan suatu pengendalian biaya yang baik, maka
harus dilakukan pengkodean terhadap biaya proyek. Sistem pengkodean ini tidak ada
standar yang baku, tiap-tiap perusahaan dapat membuat kode sendiri-sendiri. Yang jelas
bahwa setiap jenis pengeluaran biaya harus diberi kode tersendiri.

Untuk dapat melakukan komunikasi dengan baik antara engineer dan akuntan, yaitu pihak
yang membuat catatan/ pembukuan terhadap seluruh biaya, maka sebaiknya kode biaya
dalam cost budget dan cost control menggunakan Kode biaya yang dilakukan oleh bagian
akunting. Disinilah perlunya seorang engineer, untuk memahami dasar-dasar dari
construction cost accounting, yang telah dibahas pada bab di depan.

III - 4
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

Pemberian kode biaya, biasanya disesuaikan dengan kegiatan transaksi yang terjadi.
Oleh karena itu, seperti diuraikan pada bab construction cost accounting di depan,
pemberian kode terhadap biaya dibagi menjadi, misalnya sebagai berikut :

- Biaya bahan/ material, diberi kode : II.1


- Biaya upah tenaga, diberi kode : II.2
- Biaya alat, diberi kode : II.3
- Biaya subkontraktor, diberi kode : II.4
- Biaya persiapan/penyelesaian : II.5
- Biaya administrasi/overhead proyek : II.6
- Biaya overhead kantor pusat : IV.I
- Biaya overhead kantor cabang : IV.2
- Biaya penyusutan : IV.3

3.2.1.1. Kode Biaya Langsung


Pada bab depan diuraikan secara garis besar bahwa biaya langsung diber kode II (kode
kelompok), sedang unsur-unsur dari biaya langsung diberi kode tambahan satu digit lagi,
yaitu angka 1 sampai dengan 6 (kode sub kelompok), seperti terlihat di atas.
Pada kenyataannya tiap sub kelompok tersebut juga terdiri dari beberapa jenis. Oleh
karena itu tiap-tiap jenis dari sub kelompok tersebut juga diberi kode tambahan lagi satu
digit di belakang kode sub kelompok masing-masing dengan contoh sebagai berikut :
• Biaya Bahan (kode II. 1)
- Semen (kode tiga digit) II. 1.1
- Pasir II. 1.2
- Batu pecah (split) II. 1.3
- Besibeton II. 1.4
- Kayu II. 1.5
- Tegel II. 1.6
- Dan seterusnya I
• Biaya Upah (kode II.2)
- Pekerjaan galian tanah : II.2.1
- Pekerjaan pasangan batu : II.2.2
- Pekerjaan bekisting
- Pekerjaan pasang tegel Pekerjaan pasang Kuda2
- Dan seterusnya

III - 5
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

• Biaya Alat (kode II.3)


- Sewa alat
- Depresiasi alat
- BBM
- Pelumas
- Minyak hidrolis
- Suku cadang
- Operator/ mekanik
- Dan seterusnya

• Biaya Subkontraktor (kode II.4)


- Subkontraktor A
- Subkontraktor B
- Subkontraktor C
- Dan seterusnya
• Biaya Persiapan/ Penyelesaian (kode II.5)
- Mobilisasi alat
- Mobilisasi tenaga kerja
- Base Camp
- Jalan kerja
- Izin-izin
- Upacara mulai pekcrjaan
- Upacara peresmian
- Dan seterusnya
• Biaya Administrasi/ Overhead Proyek (kode ill.
- Gaji pegawai proyek : II.6.1
- Biaya kendaraan : II.6.2 Konsumsi : II.6.3
- Administrasi proyek : II.6.4
- Honor pengawas proyek : II.6.5

Dengan sistem pengkodean seperti tersebut, maka akan dengan mudah memperoleh
data/informasi yang kita inginkan. Misal dengan menjumlahkan biaya-biaya dengan kode
II. 1.1, maka kita akan dengan mudah memperoleh data tentang biaya "semen". Begitu
juga untuk yang lainnya.

III - 6
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

Dalam proses cost control sistem pengkodean tersebut akan dapat membantu kita
menelusuri penyimpangan biaya yang terjadi. Misal dari laporan diketahui ada
penyimpangan biaya dengan kode II. 1, kemudian bila kita ingin tahu lebih lanjut, jenis
bahan apa yang menyimpang, tinggal kita lihat kode dengan tiga digit, misal bila yang
menyimpang adalah biaya bahan dengan kode II. 1.4, ini berarti biaya besi beton yang
menyimpang.

Pengkodean tersebut di atas, seperti dijelaskan di depan, adalah sesuai dengan bukti
transaksi yang terjadi. Dengan demikian semua bukti transaksi harus diberi kode dulu
sebelum dibukukan, dan dapat dipilah-pilah sesuai dengan kodenya masing-masing.

Untuk keperluan akuntansi, biasanya kode biaya langsung cukup dipakai dua digit saja,
yaitu kelompok dan sub kelompok. Tetapi untuk keperluan cost control diperlukan kode
tiga digit, untuk dapat mengetahui letak atau jenis penyimpangan biaya yang terjadi.

Sedang untuk keperluan lebih jauh lagi, yaitu untuk input/ masukan cost estimate, perlu
ditambah satu digit lagi, yaitu untuk kode pay item. Dengan demikian, bila kita
menggunakan kumpulan kode empat digit tersebut, kita akan memperoleh data tentang
real cost di lapangan terhadap item pekerjaan tertentu (pay item).

Pada dasarnya, dalam cost estimate yang diajukan oleh kontraktor (bid price) adalah
menjual harga satuan tiap item pekerjaan, dimana bila hal tersebut dijumlahkan, menjadi
nilai jual dari seluruh proyek (harga penawaran proyek). Sedangkan menurut laporan
yang disusun oleh bagian akuntansi, tidak memberikan informasi tentang realisasi harga
satuan pekerjaan (harga item pekerjaan), tetapi hanya memberikan informasi biaya tiap
sub kelompok yang diuraikan di atas. Informasi tentang real cost tiap item pekerjaan ini
sangat penting bagi proses cost estimating. Yaitu agar suatu cost estimate yang diajukan
sesuai dengan harga yang realistik, ditinjau dari kemampuan manajemen saat itu (real
cost).

Hal tersebut dapat diuraikan lebih jelas, sebagai berikut :


Sesuai cost estimate (bid price), biaya proyek dirinci berdasarkan atas item pekerjaan
(pay item), seperti: beton fondasi, pasangan batu kali, pasangan lata, plester, lantai tegel,
dan seterusnya.

III - 7
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

Tetapi dalam transaksi yang terjadi, bukanlah beli beton fondasi, beli pasangan batu kali
dan seterusnya, rnelainkan beli semen, beli pasir, beli batu pecah, dan seterusnya.
Kecuali bila kebijakan pelaksanaan dilakukan melalui subkontraktor, maka harga belinya
didasarkan atas harga tiap item pekerjaan yang ditawarkan oleh subkontraktor yang
bersangkutan. Oleh karena itu, kebijakan pelaksanaan melalui subkontraktor, akan sangat
memudahkan dalam penyusunan cost budget, maupun dalam proses cost control. Namun
hal tersebut merupakan gambaran kemampuan dari subkontraktor dalam mengelola
sumber daya proyek.

Kemampuan perusahaan sendiri, hanya dapat dilihat apabila pekerjaan tersebut


dilaksanaxan sendiri. Oleh karena itu, bila proyek akan dilaksanakan sendiri, baik untuk
menyusun cost estimate maupun cost budget, diperlukan data masukan dari pelaksanaan
sebelumnya, melalui sistem pengkodean seperti yang diuraikan di atas.

Sebagai contoh, bila kita ingin tahu berapa realisasi biaya beton per m3. Maka nomor pay
item beton dimasukkan sebagai tambahan digit keempat dari sistem pengkodean yang
telah ada, misal nomor pay item beton adalah 8. Maka seluruh upah, material dan alat
yang menunjang item beton tersebut diberi kodc tambahan digit keempat yaitu 8. Dengan
demikian bila kita ingin informasi berapa realisasi biaya beton, maka kita tinggal
menjumlahkan:
• Kode II. 1.1.8 : semen untuk beton item 8
• Kode II. 1.2.8 : pasir untuk beton item 8
• Kode II. 1.3. 8 : batu pecah untuk beton item 8
• Kode II. 2. 3. 8 : upah cor untuk beton item 8
• Kode II. 3. 1.8 : sewa alat untuk beton item 8

Jadi, dengan mengumpulkan biaya bahan, upah dan alat untuk kode item yang sama,
akan diperoleh real cost dari item pekerjaan tersebut.

Kode pay item tersebut di atas tentunya tidak perlu diterapkan pada setiap pay item,
karena akan menjadi rumit sekali. Kode untuk pay item ini hanya diperlukan bila kita ingin
mengamati berapa real cost yang terjadi untuk item pekerjaan tertentu yang ingin kita
selidiki, untuk keperluan tertentu; biasanya untuk pay item yang dominan sekali dalam
nilai bobotnya.

III - 8
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

Dengan demikian sejak dari pembelian bahan/ material yang bersangkutan sudah harus
dipisah-pisahkan sesuai dengan kegunaannya. Dan tentunya hal ini akan menyulitkan,
bila terjadi pengalihan (switching) dalam penggunaan di lapangan.

3.2.1.2. Kode Biaya Tidak Langsung


Telah diuraikan di depan bahwa yang dimaksud dengan biaya tidak langsung adalah
biaya-biaya yang harus dikeluarkan atau yang dibebankan, tetapi tidak terkait secara
langsung dengan kegiatan proyek, biasanya biaya tersebut terjadi diluar lingkungan
proyek (seperti biaya-biaya di kantor pusat/cabang). Oleh karena itu biaya ini tidak
dikendalikan oleh proyek.

Di dalam cost budget, biaya ini dianggarkan sebagai cadangan untuk kontribusi proyek
tersebut kepada perusahaan. Oleh karena itu, bila pengendalian biaya langsung di
proyek, gagal atau terjadi pembengkakan biaya langsung, maka proyek tidak dapat
memberikan kontribusinya sesuai rencana, atau bahkan mungkin tidak dapat memberi
kontribusi sama sekali.

Biaya tidak langsung ini, juga harus dikendalikan, biasanya oleh bagian keuangan
(Manajer Keuangan atau Direktur Keuangan). Karena, bagaimanapun biaya tidak
langsung ini juga akan mempengaruhi perolehan laba usaha dari perusahaan.

Biaya langsung ini biasanya dibukukan oleh kantor pusat atau cabang, dengan kode
tersendiri, yaitu misalnya:
• Biaya Overhead kantor pusat atau cabang, dengan kode IV.1
• Biaya Penyusutan Aktiva tetap, dengan kode IV.2

Biaya overhead, terdiri dari bermacam-macam jenis, yang juga diberi kode tambahan satu
digit lagi, yaitu dengan contoh sebagai berikut:
- Biaya pegawai, dengan kode
- Biaya pensiun
- Biaya asuransi
- Biaya rumah sakit
- Biaya perjalanan
- Biaya pemasaran

III - 9
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

3.2.2. Kebijakan Pelaksanaan


Sebelum penyusunan cost budget, bahkan terkadang pada saat penyusunan cost
estimate, biasanya telah ditetapkan lebih dahulu oleh manajemen mengenai kebijakan
pelaksanaan, yaitu bagian-bagian mana dari pekerjaan yang akan dilaksanakan sendiri
dan bagian mana yang akan diserahkan kepada subkontraktor.

Kebijakan penyerahan pelaksanaan pekerjaan kepada subkontraktor adalah suatu


kebijakan yang bersifat strategis. Oleh karena itu, keputusannya harus melalui suatu
pertimbangan yang masak. Karena, bagaimanapun tanggung jawab tentang pekerjaan
tersebut tetap berada pada kontraktor.

Disamping kebijakan subkontrak, juga harus ditetapkan kebijakan pengadaan bahan/


material, yang dapat diproses oleh pihak lain menjadi bahan jadi atau bahan setengah
jadi.
Bahan yang prosesnya dapat dilakukan oleh pihak lain, antara lain adalah:
- Beton ready mix
- Aspal beton (hot mix)
- Komponen beton precast
- Rangka baja
- Kosen dan daun pintu/jendela
- Baja tulangan
- Dan lain-lain

Biasanya, pihak-pihak yang memproses material tersebut di atas sudah ahli dan
profesional di bidangnya, sehingga dapat diharapkan memiliki efisiensi tinggi, dengan
kata lain harganya pasti lebih murah dan kualitasnya juga pasti baik dibandingkan kalau
diproses sendiri. Dalam hal seperti ini, mestiny kebijakan penggunaan material tersebut
juga diserahkan kepada pihak lain yang profesional/ specialist.
Oleh karena itu kebijakan pokok yang mendasari penyusunan cost budget adalah:
• Kebijakan subkontrak
• Kebijakan pembelian bahan setengah jadi (di lapangan tinggal memasang saja)

3.2.2.1. Kebijakan Subkontrak


Peluang proyek yang ada, tidak selalu dapat diambil hanya mengandalkan kemampuan
dan jumlah sumber daya yang dimiliki sendiri oleh perusahaan.

III - 10
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

Untuk menambah sumber daya pokok, berupa uang (modal kerja), manusia (pegawai),
dan alat konstruksi tidaklah mudah, bahkan terkadang mengandung suatu risiko. Dalam
hal seperti itu, kebijakan out sourcing, yaitu memanfaatkan sumber daya dari luar perlu
dilakukan, antara lain secara keseluruhan sumber daya, dapat menyertakan
subkontraktor dalam proses pelaksanaan proyek. Kebijakan seperti ini sebaiknya sudah
dimulai sejal proses cost estimating.

Sebelum proyek dimulai, pada saat menyusun cost budget, sebaiknya sudah ditetapkan
hal-hal sebagai berikut :
- Jenis-jenis pekerjaan yang akan disubkontrakkan
- Jumlah/ kuantitas pekerjaan yang akan disubkontrakkan

- Calon-calon subkontraktor yang akan diikutsertakan dalam pelaksanaan Kebijakan ini


dituangkan dalam formulir A.I (lihat lampiran).

Hal-hal yang menjadi pertimbangan pada kebijakan subkontrak, antara lain sebagai
berikut:
- menghindari atau mengurangi risiko pelaksanaan pekerjaan yang kurang dikuasai
- menghemat penggunaan sumber daya milik sendiri
- membantu mempercepat pelaksanaan proyek, dengan memanfaatkan kekuatan
subkontraktor
- untuk pembinaan hubungan kerja sama yang baik dengan partner kerja
(subkontraktor)
- pemanfaatan potensi dari luar
- menyederhanakan penyusunan cost budget
- mengurangi tingkat kegiatan pengendalian

3.2.2.2. Kebijakan Pembelian Bahan Setengah Jadi


Yang dimaksud dengan bahan setengah jadi adalah bahan atau komponen proyek yang
telah diproses oleh pihak lain, diluar lokasi proyek ataupun dalam lokasi proyek.

Keputusan pembelian bahan setengah jadi, seperti: beton ready mix, aspal, hot mix,
komponen beton precast, dan lain-lain, harus ditetapkan lebih dahulu sebelum menyusun
cost budget.

III - 11
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

Apabila diputuskan untuk keperluan semua beton struktur dibeli dari perusahaan beton
ready mix, maka didalam penyusunan cost budge kebutuhan beton tidak diuraikan
menjadi semen, pasir, dan batu pecah, tetapi cukup diwakili dengan "bahan beton".
Kebutuhan kayu untuk pekerjaan form work, juga dapat disederhanakan dengan cara
penggunaan form work yang disewa dari perusahaan penyewaan form work.

Hal-hal yang menjadi pertimbangan pada kebijakan pembelian bahan setengah jadi,
antara lain sebagai berikut:
- Tidak perlu menyiapkan peralatan besar, seperti concrete batching plain asphalt
mixing plant, crushing plant, dan lain-lain, yang tentunya menyita waktu dan energi
untuk pengadaannya.
- Biaya produksinya menjadi fix (tetap), ini berarti mempermudah cost control
- Mengurangi kepadatan kegiatan di lapangan/ proyek
- Memanfaatkan potensi luar yang ada
- Dapat lebih menjamin kualitas produk, karena dilakukan oleh perusahaan spesialis
- Mempermudah kegiatan pengendalian waste bahan
- Menyederhanakan penyusunan cost budget
- Mengurangi tingkat kegiatan pengendalian.

3.2.3. Unsur / Pos Pembiayaan


Untuk keperluan penyusunan cost budget, tiap-tiap item pekerjaan, setelah dipilah-pilah
dalam kebijakan subkontrak (formulir A.I), diuraikan unsur-unsurnya, khususnya untuk
pekerjaan yang akan dilaksanakan sendiri, menjadi:
- Bahan, yaitu: seluruh penggunaan jenis bahan yang sesuai dengan jenis
- Upah, yaitu: seluruh penggunaan jenis tenaga kerja spesifik yang diperlukan untuk
melaksanakan perkerjaan yang bersangkutan.
- Alat, yaitu: seluruh penggunaan jenis alat yang diperlukan untuk menyelesaikan
pekerjaan yang bersangkutan.

3.2.3.1. Bahan
Bahan-bahan yang diperlukan untuk tiap item pekerjaan dirinci jenis jenisnya, baik yang
terpakai habis untuk menjadi produk maupun bahan yang digunakan untuk menunjang
(tidak ikut menjadi bagian dari produk yang dihasilkan, seperti kayu bekisting dan lain-
lain). Untuk dapat merinci jenis jenis bahan yang diperlukan oleh tiap pekerjaan,
diperlukan pengetahuan dan pengalaman tentang pelaksanaan konstruksi (struktur dan
metode pelaksanaan).

III - 12
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

Uraian ini harus mengikuti dan mengacu pada kebijakan pembelian bahan setengah jadi,
yang diuraikan di depan. Sebagai contoh, item pekerjaan beton tidak perlu dirinci menjadi
semen, pasir, dan batu pecah, bila telah diputuskan beton akan dibeli dari ready mix.

Kemudian tetapkan koefisien/ faktor tiap jenis bahan yang digunakan untuk tiap satuan
quantity dari item pekerjaan. Koefisien/ faktor tersebut hanya dapat ditetapkan oleh orang
yang sudah berpengalaman, atau berdasarkan pedoman dari perusahaan. Khusus untuk
material campuran seperti beton, hot mix, dan material campuran yang lain, koefisien
bahan bahannya ditentukan dari hasil mix design yang memenuhi syarat. Disini juga
diperlukan pengetahuan tentang besarnya waste material yang haru diperhitungkan
Didalam menetapkan koefisien bahan tersebut, harus sudah termasuk quantity waste
yang akan terjadi.

3.2.3.2. Upah
Untuk tiap item pekerjaan yang telah diuraikan kebutuhan bahannya selanjutnya juga
diuraikan upah kerja apa saja yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut.
Sebagai misal untuk pekerjaan beton disamping memerlukan bahan semen, pasir dan
batu pecah, juga memerlukan jasa tenaga, yaitu upah bekisting (pasang dan bongkar),
upah pemasangan besi beton, dan upah pengecoran beton. Untuk dapat merinci ini, juga
diperlukan orang yang berpengalaman untuk dapat menghitung berapa tukang dan
berapa pekerja yang diperlukan untuk tiap satuan pekerjaan.

Untuk saat ini, upah jasa pekerjaan konstruksi sudah menjadi profesi resmi sehingga tidak
perlu dirinci jenis dan jumlah tenaga yang diperlukan, tetapi cukup dengan menggunakan
harga pasar yang ada. Hanya kelemahan system yang berkembang saat ini adalah tidak
jelasnya kualitas dari tukang serta pekerjaannya. Oleh karena itu dalam Undang Undang
Nomor 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, telah mengharuskan tukang yang bekerja
pada pelaksanaan jasa konstruksi harus memiliki sertifikat ketrampilan, yang disahkan
oleh Lembaga Pengernbangan Jasa Konstruksi (LPJK). Di negara tetangga kita seperti di
Hongkong, ada lembaga pendidikan tukang untuk konstruksi, dimana tenaga-tenaga yang
lulus dari lembaga tersebut sudah diuji ketrampilannya untuk berbagai jenis pekerjaan
konstruksi. Tukang-tukang yang bersertifikat dari lembaga tersebut sudah dapat dijamin
kualitas kerjanya dan bahkan produktivitasnya, sehingga untuk para cost engineer sangat
mudah untuk menetapkan biaya upah pekerjaan, serta menyusun jadwal kerja.
Untuk dapat memperoleh data tentang cost budget untuk bahan dan upah, diperlukan
bantuan kertas kerja seperti contoh label 4.1 (dibuat untuk seluruh item pekerjaan).

III - 13
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

Contoh kertas kerja, untuk membantu pengisian Formulir A3 dan A4, Iihat table 1
Faktor tiap Harga
No. Satuan
Item Pekerjaan Kode satuan Quantity Pek. Satuan Jumlah harga
Item Pek.
pekerjaan (Rp)

3 Beton Fondasi - - M3 250,00 - -


Bahan : II.1. 209.520.000,00
Semen II.1.1.3 10,5 Zak 2.625 20.000,00 52.500.000,00
3
Pasir II.1.2.3 0,52 M 130 30.000,00 3.900.000,00
Batu pecah II.1.3.3 0,84 M3 210 80.000,00 16.800.000,00
Besi Beton II.1.4.3 128 Kg 32.000 3.000,00 96.000.000,00
Kayu bekisting II.1.5.3 0,16 M3 40 600.000,00 24.000.000,00
Plyw ood II.1.6.3 0,80 Lb 200 80.000,00 16.000.000,00
Kaw at beton II.1.7.3 0,24 Kg 60 3.000,00 180.000,00
Paku II.1.8.3 0,14 Kg 35 4.000,00 140.000,00

Upah : II.2 22.875.000,00


Bekisting II.2.1.3 4 M2 1.000 6.000,00 6.000.000,00
Pembesian II.2.2.3 125 Kg 31.250 300,00 9.375.000,00
Cor beton II.2.3.3 1 M3 250 30.000,00 7.500.000,00

9 Pasangan batu - - M3 400 - -


bata
Bahan : II.1 52.400.000,00
Semen II.1.1.9 4 Zak 1.600 20.000,00 32.000.000,00
3
Pasir II.1.2.9 0,20 M 80 30.000,00 2.400.000,00
Batu bata II.1.3.9 500 Bh 200.000 90,00 18.000.000,00
Upah : II.2 24.000.000,00
Pas. bata II.2.8.9 1 M3 400 60.000,00 24.000.000,00
Dan seterusnya

Tabel 1

3.2.3.3. Alat
Untuk menyelesaikan suatu pekerjaan, biasanya diperlukan peralatan yang memerlukan
biaya (biaya alat). Misal pekerjaan beton, memerluka alat concrete mixer dan concrete
vibrator. Dengan demikian setiap item pekerjaan yang memerlukan alat, juga harus dirinci
kebutuhan alatnya.

Dalam merinci kebutuhan alat, biasanya dikaitkan dengan durasi kegiatan dan durasi
proyek secara keseluruhan, sehingga akan diperoleh jumlah, jenis alat dan lama
pemakaian (temasuk idle time, yang tidak dapat dihindari).

III - 14
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

Rincian biaya alat.


Untuk membuat cost budget alat yang digunakan di proyek, setelal diperoleh jenis alat,
jumlah alat dan lama pemakaian (termasuk idle time) unsur-unsurnya tergantung
kepemilikan alat yang digunakan (lihat Formulir A 5), sebagai berikut:
• Untuk penggunaan alat yang disewa, biaya alat terdiri dari :
- Biaya sewa
- BBM (bila dalam sewa tidak termasuk BBM)
• Untuk alat milik sendiri, biaya alat terdiri dari :
- Depresiasi alat/ penyusutan alat
- BBM (bahan bakar minyak)
- Minyak pelumas (termasuk minyak hidrolis dan Grease)
- Operator (termasuk mekanik dan pembantu)
- Perbaikan (termasuk suku cadang)
Contoh perhitungan depresiasi dan perbaikan serta biaya operasi alat telah diuraikan di
bab cost estimate.

3.2.3.4. Pos Subkontraktor


Sesuai dengan kebijakan subkontrak yang dituangkan dalam Formulir Al, maka dibuat
cost budget untuk pos subkontrak tersebut (lihat Formulir A6).
Bila pada saat proses cost estimate telah menyertakan peran subkontraktor untuk item-
item pekerjaan tertentu, maka sebaiknya diikat dengan suatu kesepakatan awal (MOU),
dengan maksud dan tujuan kepastian bagi kedua belah pihak. Hal ini diperlukan agar ada
kepastian dalam perencanaan, karena harga penawaran subkontraktor dalam proses cost
estimate akan dimasukkan dalam cost budget.
Proses pemilihan subkontraktor untuk berperan serta, baik dalam cost estimate maupun
dalam pelaksanaan, harus melalui seleksi yang ketat dan transparan, berdasarkan daftar
rekanan yang terpilih.

Dalam pengisian Formulir A6, sebaiknya untuk tiap subkontraktor, item - item pekerjaan
yang dikerjakan tetap diberi kode, sesuai dengan sistem kode yang ada. Hal ini menjadi
penting, bila kuantitas pekerjaan yan disubkontrakkan hanya sebagian saja, sehingga sisa
kuantitas yang sebagian lagi dapat diketahui, apakah diserahkan kepada subkontraktor
lain atau dilaksanakan sendiri.

III - 15
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

3.2.3.5. Pos Persiapan/ Penyelesaian


Item-item yang masuk dalam pos persiapan/ penyelesaian ditetapkan oleh cost engineer,
yang umumnya terdiri dari :
- Item-item pada preliminaries
- Pekerjaan-pekerjaan penunjang yang ada, tetapi tidak dimasukan ke dalan item
pekerjaan pokok yang ada.

Contoh item-item yang masuk ke dalam pos persiapan/ penyelesaian antara lain adalah
sebagai berikut :
- Mobilisasi dan demobilisasi tenaga kerja dan alat
- Ganti rugi tanah
- Bongkaran bangunan lama (existing)
- Bangunan base camp, direksi keet, subkontraktor keet, barak kerja gudang, dan
lain-lain
- Perlengkapan keselamatan dan keamanan kerja
- Pengukuran dan penyelidikan tanah
- Test laboratorium
- Pembersihan lapangan pekerjaan
- Izin-izin yang diperlukan
- Pengamanan dan pemeliharaan hasil pekerjaan
- Upacara peresmian
- Dan lain-lain

Sebaiknya pos-pos ini dilakukan identifikasi berdasarkan pengalaman masa lalu,


sehingga dapat dibuat daftar pekerjaan preliminaries (misalnya untuk proyek gedung)
yang lengkap.

3.2.3.6. Pos Overhead Proyek


Item-item yang termasuk dalam pos overhead proyek adalah semua biaya yang meliputi
administrasi dan umum proyek, termasuk gaji pegawai proyek.
Contoh, item-item yang termasuk dalam pos ini adalah, antara lain sebagai berikut :
- Upah tenaga harian kantor proyek
- Gaji seluruh pegawai yang terlibat langsung dalam pelaksanaan proyek
- Honor pengawas dan satpam
- Administrasi kantor proyek
- Jamuan tamu dan konsumsi pegawai

III - 16
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

- Eksploitasi kendaraan bermotor


- Asuransi
- Biaya Bank
- Dokumentasi proyek
- Biaya perjalanan
- Biaya telepon/ listrik
- Pajak-pajak daerah
- Dan lain-lain.

Biaya-biaya tersebut pada umumnya sangat dipengaruhi oleh waktu pelaksanaan proyek.
Oleh karena itu, bila proyek melampaui batas waktu yang direncanakan, maka biaya pos
ini akan cenderung melampaui anggarannya.
Oleh karena itu pengendalian biaya juga berkaitan dengan pengendalian waktu
pelaksanaan.

Pos Duties dan Cadangan


Yang dimaksud dengan duties adalah kewajiban-kewajiban yang harus dibayar
sehubungan dengan kegiatan pelaksanaan proyek, yaitu pajak. Sedang cadangan adalah
sisa anggaran yang akan dikontribusikan untuk biaya tetap perusahaan dan laba usaha.

3.2.3.7. Duties
Duties ada dua macam, yaitu:
• PPN (Pajak Pertambahan Nilai)
Diisikan sebesar 10% dari nilai penawaran sebelum PPN, atau 100/110 x nilai
kontrak sesudah PPN.
Untuk proyek-proyek yang dibiayai dengan loan (pinjaman dari Luar Negeri),
biasanya dibebaskan dari PPN. Dalam hal seperti itu, maka PPN hanya dikenakan
pada porsi dana dalam negeri saja.
• PPh Badan (Pajak Penghasilan Badan)
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No.7 Tahun 1983, pajak
penghasilan dihitung atas laba yang dihasilkan oleh perusahaan (kalau rugi, tidak
dikenakan PPh). Namun, karena laba/rugi usaha perusahaan baru dapat ditentukan
pada setiap akhir tahun, maka untuk budgeting dicadangkan sementara uang muka
PPh sebesar 1,5% dari nilai pendapatan proyek.

III - 17
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

3.2.3.8. Cadangan
Cadangan ini direncanakan untuk menutup biaya tetap perusahaan, berupa overhead
kantor pusat/ cabang dan penyusutan aktiva tetap perusahaan Bila cadangan tersebut
masih sisa, berarti merupakan cadangan laba. Cadangan untuk biaya tetap perusahaan
biasanya ditetapkan berdasarkan nilai persentase dari total pendapatan proyek, yang
besarnya ditetapkan oleh manajemen. Cadangan laba yang tertera dalam cost budget
adalah cadangan laba sebelum PPh final, yaitu baru diperhitungkan sebesar uang muka
PPh saja.

3.2.4. Pengisian Formulir A1 s/d A8


Pengisian Formulir A1 sampai dengan A8, sebagai dokumen cost budgeting, dapat
diuraikan sebagai berikut:
• Pertama-tama Formulir A1 harus diisi sebagai ketetapan kebijakan pelaksanaan,
atas pertimbangan-pertirnbangan yang telah diuraikan didepan. Maka, setiap item
pekerjaan didaftar untuk dikelompokkan mana yang akan dilaksanakan sendiri dan
mana yang akan diserahkan pada subkontraktor.
• Untuk mengisi Formulir A3, Formulir A4, dan Formulir A5, item-item pekerjaan yang
akan dilaksanakan sendiri diuraikan biaya bahan, upah dan alat sesuai cara yang
dijelaskan di depan.
• Item-item pekerjaan yang akan diserahkan pada subkontraktor dimasukkan
berdasarkan atas harga dari subkontraktor yang ditunjuk Bila dalam hal
subkontraktor belum ditunjuk, maka diisi dengan harga perkiraan untuk subkontrak.
Selanjutnya diisi Formulir A6.
• Pos biaya persiapan/ penyelesaian dan pos administrasi proyek, sesuai Formulir A7
dan A8, diisi sesuai dengan uraian di depan.
• Sebagai rekapitulasi, isian dari Formulir A3 sampai dengan Formulir A diisikan ke
dalam Formulir A2. Formulir ini, disebut master anggara pelaksanaan proyek,
termasuk mengisi informasi tentang rencana pendapatan proyek dan PPN. Pada
prakteknya, jumlah PPN diterima dulu, baru dikeluarkan lagi (disetorkan). Cadangan
laba diperoleh dari jumlah nilai kontrak (pendapatan ditambah PPN) dikurangi
dengan biaya langsung, duties dan biaya tidak langsung.

Formulir cost budget dari Form A1 sampai dengan Form A8, dapat dilihat contohnya di
bawah ini. Tentunya ini hanya contoh saja sebagai bahan bahasan, dan dapat
dikembangkan sendiri, sesuai dengan kebutuhan.

III - 18
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

KEBIJAKAN SUBKONTRAK
Form.A1
NAMA PROYEK : OWNER :
NILAI KONTRAK : KONSULTAN :
WAKTU PELAKSANAAN :
LOKASI PROYEK :

QUANTITY KEBIJAKAN PELAKSANAAN


NO ITEM PEKERJAAN SATUAN SATUAN Sendiri Subkon KETERANGAN

Dibuat Oleh : Disetujui Oleh :

( ) ( )

III - 19
MASTER RENCANA ANGGARAN PELAKSANAAN PROYEK
(MRAP) Form.A2
NAMA PROYEK : OWNER :
NILAI KONTRAK : KONSULTAN :
WAKTU PELAKSANAAN : KEPALA PROYEK :

KODE PEMBEBANAN KODE PENDAPATAN & PPN


Pelatihan Cost Controller

KEL SUB KEL URAIAN RUPIAH KEL. SUB KEL. URAIAN RUPIAH
II BIAYA LANGSUNG PROYEK I I PENDAPATAN PROYEK
1 BAHAN 2 PPN 10%
2 UPAH
3 ALAT
4 SUBKONTRAK
5 PERSIAPAN/PENYELESAIAN
6 OVERHEAD PROYEK
SUB TOTAL 1
III DUTIES
1 PPN 10% DARI PENDAPATAN
2 U.M PPH 1,5% DARI PENDAPATAN
SUB TOTAL 2
IV CADANGAN/BIAYA TAK LANGSUNG
1 OVERHEAD PUSAT
2 OVERHEAD CABANG
3 PENYUSUTAN AKTIVA TETAP
SUB TOTAL 3
CADANGAN LABA
TOTAL x TOTAL x

DISETUJUI OLEH DIBUAT OLEH


Pengendalian Biaya

III - 20
RINCIAN BIAYA BAHAN
Form.A3
NAMA PROYEK : OWNER :
NILAI KONTRAK : KONSULTAN :
WAKTU PELAKSANAAN : KEPALA PROYEK :

QUANTITY RINCIAN KEBUTUHAN BAHAN BIAYA BAHAN


Pelatihan Cost Controller

NO ITEM PEKERJAAN PEKERJAAN SEMEN SPLIT PASIR KAYU BESI BETON DST. PER ITEM
(ZAK) (M3) (M2) (M2) (Kg)
1
2
3
4
5
6
7
8
Dst.
JUMLAH QUANTITY LEMBAR INI
JUMLAH QUANTITY LEMBAR SEBELUMNYA
JUMLAH QUANTITY S/D LEMBAR INI
HARGA SATUAN BAHAN (Rp)
JUMLAH BIAYA BAHAN (Rp)

Lembar Ke : ….. / …….


Pengendalian Biaya

III - 21
RINCIAN BIAYA UPAH
Form.A4
NAMA PROYEK : OWNER :
NILAI KONTRAK : KONSULTAN :
WAKTU PELAKSANAAN : KEPALA PROYEK :

QUANTITY RINCIAN BIAYA UPAH KERJA BIAYA UPAH


Pelatihan Cost Controller

NO ITEM PEKERJAAN PEKERJAAN GALIAN FONDASI DINDING PLESTER LANTAI DST. PER ITEM
(M3) (M3) (M2) (M2) (M2)
1
2
3
4
5
6
7
8
Dst.
JUMLAH QUANTITY LEMBAR INI
JUMLAH QUANTITY LEMBAR SEBELUMNYA
JUMLAH QUANTITY S/D LEMBAR INI
HARGA SATUAN UPAH (Rp)
JUMLAH BIAYA UPAH (Rp)

Lembar Ke : ….. / …….


Pengendalian Biaya

III - 22
RINCIAN BIAYA ALAT
Form.A5
NAMA PROYEK : OWNER :
NILAI KONTRAK : KONSULTAN :
WAKTU PELAKSANAAN : KEPALA PROYEK :
( Dalam ribuan rupiah)
RINCIAN KEBUTUHAN ALAT RINCIAN BIAYA ALAT (Rp) BIAYA ALAT
NO ITEM PEKERJAAN JENIS JUMLAH HARI SEWA DEPRE- BBM PELUMAS PERBAIKAN OPERATOR PER ITEM
Pelatihan Cost Controller

ALAT (M3) SIASI / MEKANIK


1
2
3
4
5
6
7
8
Dst.
JUMLAH BIAYA ALAT LEMBAR INI
JUMLAH BIAYA ALAT LEMBAR SEBELUMNYA
JUMLAH BIAYA ALAT S/D LEMBAR INI

Lembar Ke : ….. / …….


Pengendalian Biaya

III - 23
RINCIAN BIAYA SUBKONTRAKTOR
Form. A6
NAMA PROYEK : OWNER :
NILAI KONTRAK : KONSULTAN :
WAKTU PELAKSANAAN : KEPALA PROYEK :
(Dalam rinuan rupiah)
QUANTITY BIAYA SUBKONTRAKTOR NAMA
Pelatihan Cost Controller

NO ITEM PEKERJAAN PEKERJAAN QUANTITY HARGA JUMLAH SUBKONTRAKTOR


SATUAN HARGA
1
2
3
4
5
6
7
8
Dst.
JUMLAH BIAYA SUBKONTRAKTOR LEMBAR INI
JUMLAH BIAYA SUBKONTRAKTOR LEMBAR SEBELUMNYA
JUMLAH BIAYA SUBKONTRAKTOR S/D LEMBAR INI

Lembar Ke : ……. / ……..


Pengendalian Biaya

III - 24
RINCIAN BIAYA PERSIAPAN / PENYELESAIAN
Form. A7
NAMA PROYEK : OWNER :
NILAI KONTRAK : KONSULTAN :
WAKTU PELAKSANAAN : KEPALA PROYEK :
(Dalam rinuan rupiah)
Pelatihan Cost Controller

NO URAIAN QUANTITY HARGA JUMLAH KETERANGAN


SATUAN HARGA
1
2
3
4
5
6
7
8
Dst.
JUMLAH BIAYA PERSIAPAN / PENYELESAIAN LEMBAR INI
JUMLAH BIAYA PERSIAPAN / PENYELESAIAN LEMBAR SEBELUMNYA
JUMLAH BIAYA PERSIAPAN / PENYELESAIAN S/D LEMBAR INI

Lembar Ke : ……. / ……..


Pengendalian Biaya

III - 25
RINCIAN BIAYA OVERHEAD PROYEK
Form. A8
NAMA PROYEK : OWNER :
NILAI KONTRAK : KONSULTAN :
WAKTU PELAKSANAAN : KEPALA PROYEK :
(Dalam rinuan rupiah)
Pelatihan Cost Controller

NO URAIAN QUANTITY HARGA JUMLAH KETERANGAN


SATUAN HARGA
1
2
3
4
5
6
7
8
Dst.
JUMLAH BIAYA OVERHEAD PROYEK LEMBAR INI
JUMLAH BIAYA OVERHEAD PROYEK LEMBAR SEBELUMNYA
JUMLAH BIAYA OVERHEAD PROYEK S/D LEMBAR INI

Lembar Ke : ……. / ……..


Pengendalian Biaya

III - 26
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

BAB IV
CASH FLOW PROYEK

4.1. Umum
Yang dimaksudkan dengan rencana arus kas pelaksanaan proyek atau rencana Cash
Flow pelaksanaan proyek adalah data perkiraan (atau realisasi) penerimaan pembayaran
(pembayaran masuk / Cash In) dan pengeluaran pembayaran (pembayaran keluar / Cash
Out). Dengan demikian diperoleh data perkiraan, kapan (bulan-bulan apa saja) periode
pelaksanaan proyek yang bersangkutan memerlukan dana operasionalnya. Sebab proyek
tidak bisa menyediakan dana sendiri dari perkiraan penerimaannya.
Dalam hal ini perusahaan dan manajer proyek akan berupaya mendapatkan dana
operasional tersebut berdasarkan perkiraan imbangan (Balance) dari arus kas proyek
tersebut. Kebutuhan dana harus didapatkan (disediakan) karena perolehan dana masuk
atau penerimaan pembayaran di proyek lebih kecil dari pengeluaran
pembayarannya.dengan demikian terjadi imbangan / Balance Negative atau disebut
Defisit. Melihat pentingnya data tersebut sebagai informasi dan acuan dalam operasional
proyek, khususnya dalam pengelolaan keuangan proyek, maka Cash Flow proyek
merupakan satu kesatuan dengan RAP. Untuk membuat rencana arus kas proyek yang
baik harus dipertimbangkan beberapa hal berikut:
• Cash Flow harus mengunakan data informasi yang akurat, valid dan lazim
(dokumen kontrak, risalah rapat, kesepakatan atau referensi pengolahan
finansial proyek sejenis yang lalu).
• Cash Flow dibuat dengan mempertimbangkan kebijaksanaan finansial
perusahaan
• Cash flow dibuat oleh tenaga dengan pengalaman memadai. Dengan
berkoordinasi antara bagian keuangan proyek bersama dengan bagian
administrasi teknik proyek yang melibatkan pengendali biaya (cost controller)
disusunlah rencana cash flow proyek, sehingga hasilnya dapat lebih optimal.
Yang sangat mungkin terjadi adalah adanya ketidaksesuaian antara kenyataan kondisi
arus kas proyek dengan yang telah direncanakan dalam cash flow. maupun Manajer
Proyek sebagai penanggung jawab dan pelaksana langsung atas aktualisasi rencana
arus kas proyek, dituntut selalu cermat dan bijaksana dalam keputusan dan
tindakan,dengan demikian sasaran untuk selalu menjaga agar kondisi likuiditas proyek
“Surplus” tercapai.

IV - 1
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

4.2. Tujuan Penyusunan Cash Flow


• Sebagai sarana acuan / pedoman pengelolaan keuangan proyek bagi
manajer proyek dan staf terkait
• Sebagai sarana tolok ukur penilaian keberhasilan pengelolaan keuangan
proyek bagi manajer proyek dan staf yang bertanggungjawab dalam
pengelolaan likuiditas keuangan proyek
• Sebagai sarana untuk memonitor dan menggevaluasi pengelolaan proyek
dan hasil usaha proyek, khususnya likuiditas keuangan proyek

4.3. Prinsip pembuatan Cash Flow (Formulir Lampiran 1)


• Cash Flow hanya memperhitungkan:
▪ Penerimaan (rencana penerimaan pembayaran) yang diperhitungkan,
bukan pendapatan yang mungkin tidak langsung berupa pembayaran
(bisa berupa piutang)
▪ Pengeluaran (rencana pengeluaran pembayaran) yang diperhitungkan
bukan biaya, yang mungkin tidak langsung berupa pembayaran (bisa
berupa hutang)
• Cash Flow dibuat dengan berorientasi pada Balance yang positif atau kondisi
likuiditas yang Surplus, bukan Deficit
• Efektif dan efisien, maksudnya agar sasaran likuiditas tercapai dan menjadi
surplus, tidak menggangu / menyakitkan mitra bisnis dan hubungan bisnis
pun tetap memberi manfaat bersama.

4.3.1. Penerimaan uang pembayaran (cash in) meliputi :


• Pembayaran dari tagihan uang muka.biasanya diterima pada waktu awal
pelaksanaan proyek
• Pembayaran dari tagihan (termijn) progres phisik
• Sesuai dengan periode waktu tagihan yang diajukan
• Pembayaran dari tagihan eskalasi harga
• Sesuai dengan klausul dalam kontrak atau peraturan yang disepakati
• Pembayaran dari tagihan klaim
• Pembayaran dari pekerjaan lainnya dan aktivitas lainya, misalnya dari
pekerjaan tambah, dari pajak keluaran bagi PKP = Pengusaha kena pajak
sebagi WAPU = Wajib Pungut
• Pembayaran dari piutang usaha.

IV - 2
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

Misalnya pada proyek Multi Years Contract maka pendapatan yang telah
ditagihkan pada periode tahun lalu dan belum mendapatkan pembayaran akan
merupakan (menjadi) penerimaan (Cash In) pada periode tahun (bulan)
berikutnya.
Jadwal penerimaan harus dapat disusun secara tepat dan akurat, artinya jumlah
penerimaannya benar dan waktu cairnya tepat. Rencana jumlah penerimaan
umumnya berkaitan dengan besarnya prestasi pekerjaan, oleh karena itu prestasi
pekerjaan pada waktu tertentu, misalnya tiap akhir bulan , harus diperkirakan
secara cermat.
Pecairan rencana penerimaan akan melalui suatu proses yang memerlukan
waktu, yaitu sejak semua persyaratan fisik dan administratif sudah dipenuhi
sampai dengan masuknya uang ke dalam kas/rekening perusahaan.
Untuk pencairan pembayaran uang muka pekerjaan, biasanya memerlukan proses
sebagai berikut :
▪ Penyiapan jaminan bank dan persyaratan lain yang diperlukan
▪ Pembuatan dan penyampaian surat permohonan pembayaran uang muka
pekerjaan sesuai surat perjanjian.
▪ Proses penelitian terhadap surat permohonan. Bila pada proses ini
ternyata ada kekeliruan maka proses di atas harus diulang
▪ Proses penyelesaian berita acara pembayaran. Pada tahap ini sangat
tergantung dengan orang-orang yang terlibat dalam proses
▪ Proses pembayaran
Untuk proyek pemerintah yang sumber dananya dari APBN, maka proses
pembayarannnya melalui kas negara (KPN).
Untuk pencairan pembayaran bulanan prestasi pekerjaan, biasanya memerlukan
proses sebagai berikut :
▪ Berita acara prestasi pekerjaan ditandatangani/disahkan oleh petugas-
petugas yang berwenang
▪ Pembuatan dan penyampaian surat permohonan pembayaran prestasi
pekerjaan sesuai dengan surat perjanjian
▪ Proses penelitian terhadap surat permohonan, bila dapat disetujui maka
proses berlanjut
▪ Proses penyelesaian berita acara pembayaran prestasi pekerjaan. Pada
tahap ini sangat bergantung pada orang-orang yang terlibat dalam proses.
▪ Lokasi proyek
▪ Sistem administrasi yang ada

IV - 3
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

▪ Dan lain-lain
Dari kedua hal penting tersebut, perlu disadari bahwa pengendalian time schedule
proyek juga berarti pengendalian jadwal penerimaan. Namun demikian, itu saja
belum cukup sehingga pengendalian ”waktu untuk proses pencairan tagihan” juga
perlu diperhatikan.

Arus uang masuk yang berasal dari pinjaman (bank atau badan keuangan lain),
tidak dimasukkan dalam kelompok penerimaan, begitu juga pembayaran bunga
pinjaman dan pengembalian pinjaman, tidak dimasukkan dalam kelompok
pengeluaran, tetapi masuk dalam kelompok finansial.
▪ Proses Pembayaran
Untuk proyek pemerintah yang sumber dananya dari APBN, maka proses
pembayarannya melalui kas negara (KPN). Untuk proyek yang sumber
dananya dari swasta/dari loan, maka perlu diketahui prosedur yang berlaku
ditempat sumber dana tersebut.
Untuk pencarian pembayaran termin, biasanya memerlukan proses sebagai
berikut :
▪ Berita acara prestasi pekerjaan yang menyatakan pekerjaan telah
mencapai prestasi termin; sesuai dengan surat perjanjian dan
ditandatangani/disahkan oleh petugas-petugas yang berwenang.
▪ Proses berikutnya sampai dengan masuknya uang ke kas sama seperti
pada proses pencairan pembayaran prestasi bulanan.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa 2 (dua) hal penting yang perlu
diperhatikan dalam menyusun jadwal penerimaan (cash in), yaitu :
▪ Perkiraan prestasi pekerjaan
▪ Perkiraan waktu untuk proses pencairan
Butir pertama dapat mengacu pada time schedule proyek, sedang butir kedua,
perlu perkiraan sendiri berdasarkan pada pengalaman.
Perkiraan waktu untuk proses pencairan bisa berbeda-beda, tergantung atau
dipengaruhi oleh hal-hal sebagai berikut :
▪ Jenis proyek
▪ Kebiasaan orang-orang yang terlibat dalam proses pencairan

4.3.2. Pengeluaran uang pembayaran (Cash Out) meliputi :


• Pembayaran untuk upah tenaga kerja.

IV - 4
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

• Pembayaran untuk biaya material, peralatan, biaya umum proyek,


subkontraktor, supplies dan lain-lain
• Pembayaran untuk uang muka yang diberikan kepada sub kontraktor, biaya
investasi, biaya leasing dan lain-lain
• Pembayaran untuk bunga kredit, biaya bank / keuangan yang lainnya
• Pembayaran untuk pekerjaan lainya dan aktivitas lainnya, misalnya untuk
pekerjaan tambahan Sub Kontraktor, untuk pajak masukan bagi WAPU pada
waktu ada transaksi pembelian barang / jasa, dengan bukti penerimaan faktur
pajak kepada WAPU.
• Pembayaran utang
• Utang yang belum direalisasi pembayaran pada tahun lalu bisa dilakukan
pembayaran pada tahun berikutnya, dan hal ini akan menjadi pengeluaran
pembayaran pada arus kas periode tahun realisasi pembayaran dilaksanakan.
Pengelolaan keuangan proyek yang baik akan sangat membantu kondisi
likuiditas perusahaan karena sebenarnya proyek merupakan miniature dari
perusahaan yang secara langsung mengelola keuangan perusahaan sebagai
sentra usaha, guna memperoleh laba (Profit Centre), termasuk menentukan
realisasi arus kas keuangan (Cash Flow) proyek.
Upaya proyek, bersama manajer proyek dan staff keuangan terkait harus
mampu serta maksimal menjadikan kondisi likuiditas proyek selalu surplus.
Tindakan yang bisa dilaksanakan antara lain :
- Dilakukan skala prioritas penggunaan dana dan / atau pembayaran utang
yang tidak bisa ditunda lagi (sesuai kebutuhan) dan utang yang jatuh
tempo
- Dilakukan tindak lanjut yang aktif agar upaya progress billing (penagihan
progress) secepatnya terbayar atau terjadi cash in.
- Manajer Proyek bersama tim likuiditas perusahaan dan proyek sangat
peduli dan bertanggungjawab atas upaya pelaksanaannya, sehingga
arus penerimaan dan kondisi surplus bisa dipertahankan tanpa
mengorbankan kelancaran opersional, kelancaran marketing maupun
citra perusahaan
Sesuai dengan sistem akuntansi, maka pengeluaran uang perusahaan dapat
untuk menunjang berbagai tujuan, yaitu antara lain :
▪ Biaya langsung yang terdiri dari :
- Biaya upah
- Biaya Material

IV - 5
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

- Biaya Alat
- Biaya langsung lainnya
▪ Biaya tidak langsung yang terdiri dari :
- Biaya administrasi/overhead kantor cabang/pusat
▪ Pajak – pajak
▪ Investasi
▪ Deviden
Untuk perhitungan cash flow proyek, tidak termasuk pengeluaran biaya tidak
langsung, pajak, investasi, dan deviden, tetapi hanya pengeluaran untuk biaya
langsung saja. Sedang penerimaannya terkadang sudah termasuk dipotong
untuk kontribusi pada perusahaan.
Pengeluaran untuk pembiayaan proyek, pola atau sistemnya bergantung pada
kebijakan operasional proyek yang diterapkan.
Kebijakan operasional yang berkaitan dengan pengeluaran adalah :
▪ Pembayaran secara tunai (cash)
▪ Pembayaran dengan jangka waktu tertentu (kredit)
Ada dua masalah yang perlu dipertimbangkan dalam menetapkan kebijakan
pembayaran tersebut di atas, yaitu :
▪ Harga relatif murah melalui cara pembayaran tunai
▪ Harga relatif mahal melalui cara pembayaran berjangka. Semakin lama
jangka waktunya, harga semakin mahal karena beban bunga.
Cara pembayaran tunai memang memberikan kepercayaan yang tinggi pada
mandor, supplier maupun subkontraktor, tetapi memerlukan modal kerja yang
besar.
Modal kerja tunai pada dasarnya diperoleh dari jaminan bank (lembaga
keuangan), uang muka pekerjaan, dan modal sendiri yang umumnya kecil.
Hubungan dengan bank yang cukup besar volumenya dan lancar, juga dapat
mengangkat nama perusahaan.

Namun demikian, jarang sekali ada perusahaan yang struktur modalnya hanya
mengandalkan dari modal sendiri dan bank. Oleh karena itu di dalam praktek,
kebijakan pembayaran dilakukan kombinasi antara pembayaran tunai dan
pembayaran berjangka waktu (kredit).

Kedua cara pembayaran tersebut, yaitu tunai (cash) dan kredit, memberikan
dampak pada biaya. Untuk pembayaran tunai, yang umumnya didukung

IV - 6
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

dengan pinjaman bank, memiliki kelebihan yaitu harga beli relatif murah, tetapi
kelemahannya harus membayar bunga pinjaman. Sebaliknya untuk
pembayaran kredit, kelebihannya tidak memerlukan pinjaman yang
konsekuensinya bunga tetapi kelemahannya harga beli relatif lebih tinggi.
Porsi kedua cara pembayaran masing – masing diatur sedemikian rupa
sehingga menimbulkan dampak tambahan biaya yang terkecil.

4.3.2.1. Pembayaran Upah


Pada umumnya pembayaran upah dilakukan dengan cara tunai, biasanya sekali
seminggu. Ada memang, beberapa mandor borong yang cukup kuat keuangannya,
sehingga mampu untuk dibayar sekali dalam sebulan. Pada umumnya, pembayaran upah
akan membesar bila hasil kerja besar, sebaliknya bila hasil kerja kecil, pembayaran untuk
upah juga kecil.

Jadwal pembayaran untuk tenaga (upah borong) disesuaikan dengan rencana hasil kerja
sesuai program kerja yang ada. Secara kasar, jumlah pembayaran upah borong tiap
bulan sesuai dengan kemajuan prestasi pekerjaan per bulan. Bila proyek dilaksanakan
dengan sistem upah harian, maka jumlah pembayaran untuk tenaga, tiap bulan sesuai
dengan jumlah tenaga yang ada pada bulan yang bersangkutan berdasarkan hari orang
(HO) atau mandays.

4.3.2.2. Pembayaran Material


Untuk pembayaran material dapat dilakukan dengan cara tunai atau kredit, bergantung
pada situasi dan kondisi yang ada. Untuk harga material yang cenderung bergejolak naik
dan sulit diprediksi, biasanya memaksa kita untuk menerapkan cara pembayaran tunai.
Sedang pembayaran cara kredit, biasanya untuk kondisi harga yang stabil atau bergerak
naik tetapi dapat diprediksi, misalnya tiap tahun naik 10%. Situasi persaingan dari pembeli
karena terbatasnya persediaan material, biasanya juga mendorong cara pembayaran
tunai untuk dapat memperoleh material. Sistem pembayaran kredit jelas tidak dapat
bersaing dalam hal terbatasnya persediaan material.

Dengan demikian, kebijakan pembiayaan secara tunai dan kredit tidak dapat diterapkan
sepihak, tetapi juga dipengaruhi oleh situasi dan kondisi dari lingkungan.
Kebutuhan akan material selama proses konstruksi sangat bergantung pada program
kerja yang telah disusun. Artinya, semakin tinggi kegiatan proyek pada umumnya
membutuhkan material yang lebih banyak dibanding dengan kegiatan yang rendah.

IV - 7
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

Jadwal pengadaan material dilokasi proyek sangat dipengaruhi oleh kebijakan jumlah
stok. Bila jumlah stok besar, berarti pengadaan material dalam jumlah besar tetapi
intensitasnya rendah (misal tiga bulan sekali). Sedang bila jumlah stok kecil, berarti
pengadaan material dalam jumlah kecil, tetapi intensitasnya tinggi (sering), misalnya tiap
dua minggu harus mendatangkan material.
Kebijakan stok tersebut juga banyak dipengaruhi oleh beberapa hal seperti antara lain :
▪ Problem pengadaan material
▪ Lokasi pengumpulan material
▪ Urutan pekerjaan
Jadi jelas disini bahwa pengeluaran uang (cash out) untuk material, dipengaruhi oleh
beberapa hal antara lain :
▪ Program kerja (kegiatan proyek)
▪ Kebijakan stok
▪ Kebijakan pembiayaan (tunai/kredit)
Pembayaran untuk material yang diuraikan tersebut di atas termasuk di dalamnya
(meliputi) pembayaran untuk keperluan peralatan, yaitu:
▪ BBM
▪ Bahan pelumas
▪ Spare part (termasuk ban)

4.3.2.3. Pembayaran untuk Subkontraktor


Pembayaran untuk sub kontraktor dibedakan atas dua jenis yaitu :
▪ Pembayaran uang muka
▪ Pembayaran prestasi kerja
Jadwal dan besar kedua jenis pembayaran tersebut diatur dengan jelas pada surat
perjanjian subkontrak yang ada. Seperti kontrak pada umumnya, maka cara pembayaran
kepada subkontraktor dapat diatur sebagai berikut :
▪ Dengan atau tanpa uang muka
▪ Pembayaran berdasarkan termin atau bulanan
Bila subkontraktor yang digunakan lebih dari satu, maka langkah pertama adalah
membuat rencana jadwal pembayaran masing-masing subkontraktor. Langkah
berikutnya, rencana pembayaran untuk subkontraktor pada dasarnya sama dengan
jadwal penerimaan dari owner.
Ada dua hal yang mempengaruhinya, yaitu :
▪ Pembayaran untuk upah
▪ Pembayaran untuk material/alat

IV - 8
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

▪ Pembayaran untuk borongan


Jadi bila dalam pekerjaan persiapan dan penyelesaian ada pekerjaan yang dilakukan oleh
tenaga, maka menggunakan cara pembayaran untuk upah, bila perlu beli material,
menggunakan cara pembayaran material dan bila ada pekerjaan yang diborongkan, maka
cara pembayarannya menggunakan cara pembayaran subkontraktor.
Namun biasanya, pekerjaan persiapan dan penyelesaian berhubungan dengan golongan
ekonomi lemah, sehingga cara pembayaran umumnya adalah tunai (cash).

4.3.2.4. Pembayaran Untuk Overhead Lapangan dan Lain – lain


Pembayaran untuk overhead lapangan termasuk pembayaran rutin dan jumlahnya relatif
tetap. Dengan demikian jadwal pembayarannya dilakukan rutin (tiap minggu/bulan) dari
awal proyek sampai penyelesaian proyek. Untuk pembayaran ini, biasanya ditetapkan
jumlah yang sama tiap bulan dan cara pembayarannya tunai.

4.3.3. Kas Awal


Pada umumnya setiap proyek memerlukan kas awal untuk dapat memulai kegiatannya.
Walaupun proyek dengan fasilitas pembayaran uang muka, tetap memerlukan kas awal.
Hal ini disebabkan cairnya uang muka pekerjaan memerlukan waktu, sehingga tidak
mungkin cair sebelum pekerjaan dimulai. Dari data pengalaman proyek, cairnya uang
muka pekerjaan dapat diketahui waktunya (saatnya).

Kas awal yang disediakan untuk proyek biasanya tidak terlalu besar, misal untuk
pengeluaran pada bulan pertama (bulan-bulan awal).
Bulan – bulan berikutnya bila terjadi defisit, maka harus ditutup/diatasi dengan modal
pinjaman (dari bank, dari perusahaan induk atau lembaga keuangan yang lain). Mungkin
saja ada suatu proyek yang sama sekali tidak dibekali dengan kas awal. Untuk kasus ini,
berarti sejak bulan pertama proyek sudah perlu disediakan modal pinjaman yang harus
diadakan sebelum proyek dimulai.

Yang dimaksud dengan kas awal di atas adalah sejumlah uang yang harus disediakan
pada awal kegiatan proyek, yang nantinya uang ini harus dikembalikan dari penerimaan
proyek di akhir pekerjaan.
Di dalam cash Flow, kas awal adalah sejumlah uang yang harus tersedia pada setiap
awal bulan, tidak hanya pada bulan-bulan awal saja. Dengan demikian kas akhir pada
bulan n adalah kas awal pada bulan n + 1.

IV - 9
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

4.3.4. Finansial
Yang dimaksud dengan finansial disini adalah keputusan tentang keuangan untuk
mengatasi dan menyesuaikan kondisi kas sesudah kas awal. Bila kondisi kas sesudah
kas awal defisit, maka harus diatasi dengan memasukkan dana pinjaman, dan bila kondisi
kas sesudah kas awal surplus cukup besar dapat dipergunakan untuk
mengangsur/mengembalikan pinjaman (bila masih ada pinjaman), untuk tujuan menekan
bunga pinjaman.
Dengan demikian, pada kelompok finansial terdiri dari uang masuk dan uang keluar. Oleh
karena itu, total finansial dapat positif dan dapat juga negatif, bergantung pada
perimbangan antara uang masuk dan uang keluar pada tiap bulan.
Sesuai dengan penjelasan diatas bahwa finansial adalah keputusan keuangan, maka
selalu diupayakan suatu keputusan yang terbaik, dimana tolak ukurnya adalah jumlah
pinjaman yang harus dibayar. Keputusan finansial yang baik tentu akan menghasilkan
bunga pinjaman yang lebih kecil. Kebutuhan finansial dipengaruhi oleh kebijakan
operasional dan kebijakan keuangan (kebijakan pembiayaan).
Kebijakan operasional dan kebijakan pembiayaan menghasilkan jadwal penerimaan dan
pengeluaran. Semakin besar defisit maka kebutuhan dana finansial menjadi lebih besar.

4.3.5. Kas Akhir


Kas akhir adalah kondisi kas pada akhir bulan dimana merupakan penjumlahan dari kas
sesudah kas awal dan total finansial. Biasanya jumlah kas akhir ditetapkan nilai
minimalnya, yang dipakai sebagai pedoman dalam kebijakan finansial.

Unsur – unsur cash flow


Seperti uraian diatas, maka unsur-unsur utama dari cash flow adlah sebagai berikut :
▪ Penerimaan bersih, yaitu uang dari proyek yang masuk ke dalam kas (plus)
▪ Pengeluaran, yaitu uang yang dikeluarkan untuk keperluan pelaksanaan proyek
(minus)
▪ Selisih penerimaan dan pengeluaran
Bila positif tanpa diberi tanda dan bila negatif diberi tanda kurung sebagai
pengganti tanda minus.
▪ Kas awal, yaitu uang yang disediakan sebelum kegiatan proyek dimulai
▪ Kas sebelum finansial, yaitu kondisi kas sebelum ada kebijakan finansial atau
penjumlahan butir (3) dan (4) diatas.
▪ Finansial, terdiri dari pinjaman, pengembalian pinjaman dan bunga pinjaman serta
total finansial.

IV - 10
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

▪ Kas akhir, yaitu penggabungan kas sebelum finansial dan total finansial
▪ Jumlah pinjaman secara kumulatif, merupakan total pinjaman yang terjadi pada
tiap akhir bulan.
Jumlah kumulatif pinjaman yang paling tinggi dipergunakan untuk menetapkan
platfond pinjaman.

Penerimaan bersih adalah penerimaan yang betul-betul diterima yaitu setelah dikurangi
PPN dan terkadang juga PPh. Jadwal penerimaan dipengaruhi oleh cara-cara
pemabayaran yang telah diatur dalam kontrak, progres pekerjaan, dan lamanya proses
pencairan uang secara tunai. Dengan demikian jadwal penerimaan sangat bergantung
pada kondisi proyek yang bersangkutan (kondisional/tidak standar).
Sedang jadwal pengeluaran dipengaruhi oleh program kerja yang ada, menyangkut
pembayaran untuk :
▪ Bahan/material konstruksi
▪ Upah kerja
▪ Alat konstruksi yang digunakan
▪ Subkontraktor
▪ Persiapan dan penyelesaian
▪ Administrasi/overhead proyek

Pengeluaran untuk bunga pinjaman (bila ada), dipisahkan dalam kelompok finansial
seperti terlihat dalam formulir cash flow.
Selain itu juga dipengaruhi oleh kebijakan pembiayaan, apakah pembayaran dilakukan
secara tunai atau kredit berjangka. Biasanya untuk upah kerja dan overhead proyek
selalu dibayar secara tunai, sedang pembayaran yang lain bergantung kebijakan. Contoh
formulir cash flow tersebut dapat dilihat pada lampiran 1 (Rencana Arus Kas Proyek).

IV - 11
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

Lampiran 1
RENCANA ARUS KAS PROYEK/RAKP
(Contoh Form)
REKAPITULASI (dalam jutaan rupiah)
No Anggaran Per bulan tahun 1999
Uraian Total Rp.
1 2 3 4 5… 12
I PENERIMAAN/CASH IN
1. Uang Muka
2. Tagihan progress fisik
- Local currency
- Foreign currency
3. Eskalasi
4. Klaim
5. Pajak keluaran (PPN)
6. Lain - lain
Total I
II PENGELUARAN/CASH OUT
A. BIAYA PROYEK
1. Upah/Gaji
2. Material
3. Peralatan
4. Sub Kontraktor
5. Biaya Umum Proyek
6. Pajak Masukan (PPN)
7. Setoran Pajak (PPN)
8. Lainnya
Total IIA
B. PENGELUARAN LAIN-LAIN
1. Pembayaran utang (tahun lalu)
2. Investasi (baru)*
Total IIB
Total II
III PENGELUARAN VIA PERUSAHAAN
1. Pembayaran angsuran leasing
2. Investasi (baru) via perusahaan
3. Bunga kredit
4. Biaya bank (jaminan)
5. Pembayaran utang tahun lalu
6. Pembayaran overhaul
7. Pembayaran pajak (PPh)
8. Pembayaran (beban) B.U.
perusahaan
Total III
Total II + III
IV SURPLUS/DEFISIT
(TOTAL I) – (TOTAL II + III)
V KREDIT YANG DIPERLUKAN
VI KREDIT YANG DIPEROLEH (EST)
VII SURPLUS/DEFISIT (V – VI)
- Saldo aw al :
- Saldo akhir :
*Belum diperhitungkan pada pengeluaran

IV - 12
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

Lampiran 2
Tabel 2 Rincian Penerimaan dan Pengeluaran
Bulan
No Uraian Keterangan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
5 15 26 38 53 73 82 90 95 100 - -
1 Prestasi Pekerjaan (%)

2 Penerimaan : (juta rupiah)


- Uang Muka 20% - 200 - -

- Termin Pekerjaan - - - 160 - 200 - 200 - - 190 -

- Pencairan Retensi (5%) - - - - - - - - - - - 50

- 200 - 160 - 200 - 200 - - 190 50


- Total Penerimaan

3 Pengeluaran : (juta rupiah)


- Upah 10 20 25 25 30 30 25 20 20 5

- Material - 100 - 100 - - 100 - 100 -

- Alat 5 5 5 8 4 3 4 3 3 3

- Subkontraktor - - 40 - 60 - - - - -
12 10 10 10 10 10 10 10 10 10 5
- Overhead, dll.
27 135 80 143 104 43 139 33 133 18 5
- Total Pengeluaran

Lampiran 3
Tabel 3 Cash Flow Proyek
Bulan
No Uraian Keterangan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
11 12
- 200 - 160 - 200 - 200 - - 190 50
Penerimaan
27 135 80 143 104 43 139 33 133 18 5
Pengeluaran

Pen. – Peng. (27) 65 (80) 17 (104) 157 (139) 167 (133) (18) 185 50

50 23 88 58 174 67 171 30 195 60 40 123


Kas Awal
23 88 8 75 70 224 32 197 62 42 225 173
Kas Sebelum Finansial

Finansial
1. Pinjaman - - 50 100 - - - - - - - -

2. Pengembalian - - - - - (50) - - - - (100) -

3. Bunga Pinjaman (2%) - - - (1) (3) (3) (2) (2) (2) (2) 2 -

- - 50 (1) (3) (53) (2) (2) (2) (2) (102) -


Total Finansial
23 88 58 174 67 171 30 195 60 40 123 173
Kas Akhir
- - 50 150 150 100 100 100 100 100 - -
Kumulatif Pinjaman

IV - 13
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

Cara pengisian Formulir Cash Flow


Dalam pengisian formulir cash flow ada dua macam arah, yaitu : arah horizontal dan arah
vertical. Untuk baris 1,2 dan 3 diisi secara horizontal dari kiri ke kanan. Sedangkan untuk
baris 4,5,6,7 dan 8 diisi secara vertical (dari atas ke bawah) untuk tiap bulannya dan
berurutan dari bulan n ke bulan n + 1.
▪ Penerimaan bersih , diisi sesuai jadwal penerimaan seperti yang diuraikan diatas,
dari bulan pertama sampai bulan terakhir.
▪ Pengeluaran, diisi sesuai jadwal pengeluaran seperti yang diuraikan di atas, dari
bulanan pertama sampai bulan akhir.
▪ Selisih penerimaan dan pengeluaran, diisi tiap bulan dari bulan pertama sampai
bulan terakhir. Bila negatif, angka yang ada diletakkan dalam tanda kurung
(perjanjian)
▪ Kas awal pada bulan pertama diisi sesuai dengan kas awal yang disediakan, bila
tidak ada kas awal maka tidak diisi (nol)
▪ Kas sebelum finansial pada bulan pertama adalah penjumlahan baris no. 3 dan
baris no.4
▪ Finansial, pada bulan pertama diisi pinjaman pada baris 6.1 bila kas sebelum
finansial defisit atau terlalu kecil untuk digunakan sebagai cadangan. Baris 6.2 dan
6.3 belum diisi.
Besarnya pinjaman pada baris 6.1 ditetapkan dengan pertimbangan akan
menimbulkan kas akhir minimal yang diperlukan. Total finansial adalah jumlah dari
baris 6.1, 6.2 dan 6.3, dimana baris 6.1 sebagai uang masuk dengan tanda positif,
6.2 (pengendalian pinjaman) dan 6.3 (bunga pinjaman) sebagai uang keluar
dengan tanda negatif.
▪ Kas akhir, pada bulan pertama diisi sebagai penjumlahan dari baris ke- 5 dan
baris ke-6
▪ Kumulatif pinjaman, pada bulan pertama diisi jumlah pinjaman yang ada pada
bulan pertama tersebut.
▪ Kas awal bulan kedua, diisi sesuai dengan kas akhir bulan pertama (kas akhir
bulan n sama dengan kas awal bulan n + 1).
▪ Pengisian kolom bulan kedua selengkapnya sama seperti pada bulan pertama,
begitu seterusnya untuk bulan-bulan berikutnya sampai bulan terakhir.
▪ Khusus untuk pengisian baris 6.2 yaitu pengembalian pinjaman dilakukan bila :
- Kas sebelum finansial pada bulan yang bersangkutan terjadi surplus cukup
besar melebihi kebutuhan operasional
- Pada bulan yang bersangkutan masih memiliki pinjaman

IV - 14
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

▪ Khusus untuk pengisian baris 6.3 yaitu pengeluaran untuk bunga pinjaman,
dihitung berdasarkan :
- Besarnya bunga pinjaman per bulan yang ditetapkan (misal 1,5% per bulan)
- Besarnya posisi pinjaman yang dapat dilihat pada baris ke – 8 pada bulan
sebelumnya.
- Kumulatif pinjaman bertambah bila ada tambahan pinjaman di baris 6.1, dan
akan berkurang bila ada pengembalian pinjaman di baris 6.2.
Kas akhir pada bulan terakhir dari cash flow adalah laba ditambah dengan kas awal (bila
ada). Jadi laba proyek sebenarnya adalah kas akhir pada bulan terakhir dikurangi kas
awal pada bulan pertama.

IV - 15
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

BAB V
PENGENDALIAN BIAYA PEKERJAAN
(CONSTRUCTION COST CONTROL)

Construction cost control merupakan salah satu aspek dalam pengendalk proyek (project
control).
Ada tiga variabel penting yang harus dikendalikan selama pros* pelaksanaan suatu
proyek, yaitu:
• Kualitas proyek
• Waktu penyelesaian proyek
• Biaya pelaksanaan proyek

Yang diharapkan oleh manajemen adalah tercapainya kualitas pekerjaa sesuai persyaratan
yang ditetapkan, proyek dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditetapkan, dan masih
dalam batas anggaran yang disediakan (budget), bahkan kalau bisa di bawah budget yang
ada.

Ketiga aspek tersebut di atas, adalah saling terkait satu dengan yang laii dan terakhir
bermuara ke biaya. Artinya, kualitas dan waktu pelaksanaa berisiko terhadap
membengkaknya biaya, bila tidak dikendalikan dengan baik
Mekanisme dasar dari fungsi kontrol dapat dilihat dalam gambar 5.1:

Performance (8) Tindakan (7) Program (6) Analisis


yang Perbaikan perbaikan penyebab
diinginkan penyimpangan
(8)

(1)

Pelaksanaan (8)

(2) (3) (4)


Realisasi hasil Evaluasi hasil Bandingkan Identifikasi dari
pelaksanaan pelaksanaan dengan rencana penyimpangan

(4)

Tidak (5)
menyimpang Penyelesaian

Gambar 5.1 Mekanisme Kontrol

V -1
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

Dalam bagan gambar 5.1 cost budget merupakan desired performance (hasil yang
diinginkan), kemudian dalam proses pelaksanaan kegiatan diperoleh realisasi dari
pelaksanaan. Secara periodik hasil kegiatan tersebu dievaluasi dan dibandingkan dengan
rencananya (desired performance) Pada titik ini, ada dua kemungkinan yang akan terjadi,
yaitu bila tidak terjadi penyimpangan yang berarti, maka kegiatan dapat diteruskan
dengan rencana yang ada sampai selesai. Tetapi bila terjadi suatu penyimpangan yang
cukup berarti, maka perlu dilakukan penyelidikan terhadap penyimpangan yang terjadi
dan dicari penyebab yang sesungguhnya. Dari penyebab penyimpangan yang telah
ditemukan, dibuat suatu revisi cara pelaksanaan atau bila perlu revisi rencana yang ada,
sebagai program aksi, untuk tujuan agar sasaran awal tetap dapat terjaga. Kemudian
dilaksanakan progran aksi yang telah dibuat, dan hasilnya dievaluasi kembali. Begitu
seterusnya sampai kegiatan diselesaikan.

Philosophy secara luas untuk cost control adalah didasarkan atas tiga hal, yaitu:
• Adanya dorongan dan promosi dari " kesadaran atas biaya" pada semua tahapan
pelaksanaan proyek.
• Adanya persyaratan data tentang biaya yang akurat dan tepat waktu serta ramalan ke
depan, dengan memperhatikan keadaan atau trend dar realisasi biaya yang tidak
diinginkan.
• Adanya tindakan yang efektif dan cepat, untuk mengatasi persoalan dan memberikan
umpan balik (feed back) untuk evaluasi selanjutnya.

Bila philosophy tersebut di atas dilaksanakan dengan baik, maka sisten kontrol biaya
(cost control) dapat ditunjukkan dengan suatu indikasi sebaga berikut :
• Adanya sistem pengkodean biaya yang sederhana, tetapi cukup menyeluruh
• Adanya pemberian tanggung jawab khusus untuk mengontrol biaya pada organisasi
lapangan.
• Adanya penggunaan formulir dan format yang standar, yang sesuai denga pengkodean
yang dilakukan oleh akuntansi, baik untuk cost budgeting pelaksanaan, maupun cost
controlling.

5.1. Konsep Break Even Point


Dalam proses pengendalian biaya, pada pelaksanaan suatu proyek, sangat sulit
dipastikan kapan terjadinya break even point. Keadaan break even point suatu proyek
tidak satupun yang sama, hal ini disebabkan karena tidak standarnya grafik pendapatan
maupun biaya yang terjadi. Hal ini adalah merupakan salah satu ciri khusus dari kegiatan

V -2
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

jasa konstruksi dibanding dengan kegiatan lain, baik dalam bidang manufaktur, maupun
dalam bidan jasa.

Bidang manufaktur dan juga bidang jasa diluar konstruksi pada umumnya memiliki break
even point yang jelas. Hal ini karena baik grafik pendapatai penerimaan, maupun grafik
biaya berbentuk sebagai persamaan yang linier.

Yang dimaksud dengan break even point atau pulang pokok (impas adalah suatu titik
keadaan, dimana jumlah pengeluaran (biaya) dan jumlah penerimaan (pendapatan) sama
besarnya.

Pada umumnya, setelah break even point (BEP) dicapai, maka selanjutnya adalah
keuntungan, artinya pendapatan akan selalu lebih besar dari biaya.

Contoh break even point pada industri barang (manufaktur), maupu jasa yang lain dapat
dijelaskan dalam contoh sebagai berikut.

• Industri Barang (Manufaktur)


Misal suatu perusahaan yang memproduksi televisi, mempunyai data biaya dan
pendapatan sebagai berikut:
- Biaya tctap perusahaan (BT), per tahun Rp 5.000.000.000,00
- Biaya produksi (BP), untuk tiap 1 bh televisi Rp 500.000,00
- Harga jual (HJ), untuk tiap 1 bh televisi Rp 1.000.000,00
Break even point, dapat dicari dengan membuat grafik-grafik seperti pada gambar 5.2.

V -3
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

BEP adalah merupakan titik potong antara grafik penjualan dan grafik total biaya.
Pada contoh diatas, bila sejumlah x unit produk, terjual dengan nilai y, maka terjadi BEP,
jadi kalau produk yang terjual lebih besar dari x unit, maka akan dapat keuntungan,
sebaliknya bila produk yang terjual dibawah x unit, maka akan rugi

Rumus umum yang dipakai untuk menghitung jumlah unit terjual pada break even point
dalam contoh adalah sebagai berikut :

Nilai penjualan = x . Rp. 1.000.000,00

Nilai total biaya = Rp. 5.000.000.000,00 + x . Rp. 500.000,00

Ini berarti bahwa : 1.000.000,00 x = 5.000.000.000,00 + 500.000,00 x


500.000,00 x = 5.000.000.000,00 / 500.000,00
= 10.000 buah

Ini berarti, bila dalam perusahaan tersebut hanya dapat menjual sepuluh ribu buah televisi
per tahun, maka perusahaan baru mencapai break even point. Sehingga bila ingin
memperoleh laba, maka televisi yang terjual per tahun harus lebih dari sepuluh ribu buah.
Bila mejelang akhir tahun televisi yang terjual belum menvapai sepuluh ribu, maka harus
dilakukan upaya yang serius untuk meningkatkan jumlah penjualan, agar perusahaan
tidak mengalami kerugian.

• Jasa Konstruksi
Pada kegiatan usaha jasa konstruksi, break even point tidak dapat dihitung seperti pada
contoh diatas, dan bahkan tidak dapat dideteksi secara jelas. Hal tersebut disebabkan
kegiatan jasa konstruksi memiliki ciri tersendiri yaitu:
- Produknya tidak standar
- Hargajualnya tidak standar
- Waktu produksinya tidak standar
- Lokasi produksinya berpindah-pindah
- Risiko satu proyek dengan yang lain berbeda
- Biaya produksinya, sangat fluktuatif.

Dari ciri-ciri di atas, maka baik grafik pendapatan maupun grafik biaya tidak berbentuk
linier sehingga sulit dibuat rumus umumnya, tidak seperti pada industri lain yang

V -4
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

dijelaskan di atas. Untuk lebih jelasnya, hal tersebut dapat dilihat bahwa grafik
pendapatan dan biaya untuk setiap proyek pada umumnya seperti pada gambar 5.4.

Untuk setiap jenis proyek, titik impasnya tidak dapat dipastikan karena baik pendapatan
maupun biaya masih terus dapat berubah selama proses pelaksanaan. Untuk perusahaan
jasa konstruksi, juga sulit diperkirakan terjadinya break even point, karena hal-hal sebagai
berikut :
• Waktu dan nilai proyek berbeda-beda, bahkan tidak satupun yang persis
sama
• Waktu memulainya juga tidak sama

Jadi bila grafik-grafik setiap proyek yang sedang ditangani dijumlahkan maka semakin
tidak jelas dimana dan kapan akan terjadi break even ponit bagi perusahaan.

Dari hal-hal tersebut di atas, terutama butir terakhir, sasaran laba yan ditetapkan dalam
cost budget sangat dipengaruhi oleh kemampuan dalan pengendalian biaya (terutama
biaya langsung).

Disinilah perbedaan yang mendasar antara usaha jasa konstruksi dengan usaha bidang
lainnya. Di bidang lain, upaya terfokus pada usaha menjual produk dimana biaya produksi
dan harga pasar sudah diketahui secara pasti. Sedang di bidang jasa konstruksi ada dua
fokus, yaitu usaha penjualan (memenangkan tender) dan usaha pengendalian biaya
produksi, dimana keduanya bersifa kontradiktif satu dengan yang lain. Sementara harga
penawaran harus serendah mungkin agar dapat memenangkan tender, di lain pihak

V -5
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

harga penawaran ingin setinggi mungkin agar dapat memperoleh laba dan menghindari
risiko.

Untuk dapat melakukan pengendalian biaya yang baik, seperti dijelaskan di depan, pola
pikir kita tentang hubungan antar waktu harus menggunakar ) pola yang keempat, dimana
terjadi overlapping antara waktu lalu dengar waktu sekarang, dan waktu sekarang dengan
waktu mendatang. Dalam proses pengendalian sebuah proyek, penerapan konsep
hubungan antar waktu dapat dijelaskan dalam gambar 5.5.

Gambar 5.5 Konsep waktu dalam pengendalian

Biaya yang telah terjadi adalah masa lalu, yang harus diketahui data dan penyebab
penyimpangan yang terjadi, sedang masa depan adalah mencari peluang recovery yang
ada untuk menutup penyimpangan yang terjadi, pada sisa pekerjaan yang belum
dikerjakan. Atas dasar itulah rangkaian tindakan pengendalian dilakukan. Secara grafis,
pola tersebut dapat ditunjukan dalam gambar 5.3.

Pada dasarnya tindakan pengendalian biaya proyek adalah menerus, melibatkan banyak
orang dan meliputi aspek biaya, mutu dan waktu, serta keamanan.

V -6
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

5.2. Cost Control


Dalam kegiatan usaha jasa kontruksi, pengendalian biaya sangat penting artinya untuk
menjaga kelangsungan hidup perusahaan. Bila biaya konstruksi yang memang sangat
variable ini tidak dapat dikendalikan, maka resikonya adalah kerugian usaha, yang bila
berlangsung terus menerus dapat meyebabkan kebangkrutan usaha.

Hal ini disebabkan oleh sifat usaha jasa konstruksi yang selalu menghadapi dilema, yaitu :
- Harga jual (nilai kontrak), yang bersifat konservatif (relatif tetap nilainya).
- Biaya produksi (biaya pelaksanaan proyek), yang bersitat fluktuatif selama proses
pelaksanaan, dan cenderung membesar bila tidak dikendalikan.
Untuk menghadapi kondisi yang dilematis tersebut, diperlukan dua kemampuan yang
sangat mendasar, agar perusahaan dapat bertahan hidup dan dapat berkembang, yaitu:

- Kemampuan tentang construction cost, untuk memenangkan persaingan harga


secara aman yaitu menghasilkan cost estimate yang akurat dan cukup bersaing.
- Kemampuan untuk melakukan pengendalian terhadap biaya (cost control), yaitu
merealisir biaya pelaksanaan agar tidak terjadi penyimpangan terhadap budget yang
telah ditetapkan.

Akibat dari kurangnya kedua kemampuan tersebut, dapat menyebabkan kerugian proyek,
yang disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :

- Low bid (under bid) yaitu salah dalam cost estimating, baik karena harga yang terlalu
rendah, kuantitas yang kurang, ataupun item pekerjaan yang tidak ditampilkan.
- Informasi/ pengetahuan yang kurang tentang keadaan/ kondisi pekerjaai
- Naiknya harga dari sumber daya yang digunakan selama proses konstruks yang
tidak diamankan dalam kontrak konstruksi (respons terhadap risiko).
- Keadaan lapangan/ cuaca yang buruk, yang tidak dapat diperkirakan.
- Pemilihan metode konstruksi (construction method) yang keliru atau kurang tepat.
- Pengawasan dan manajemen yang tidak efektif.

Butir pertama sampai dengan keempat merupakan akibat dari kurangnya pengetahuan
tentang construction cost, sedang selebihnya merupakan akibat dari kurangnya
kemampuan dalam kontrol. Kegagalan akibat kelompok yang pertama, tidak dapat
diperbaiki setelah proyek dimulai, tetapi kelemahan kelompok yang kedua, masih ada
kesempatan untuk memperbaiki selain proses konstruksi.

V -7
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

5.2.1. Unsur-unsur Biaya


Dalam cost budget yang diuraikan di depan, biaya langsung proyek dirinci menjadi unsur-
unsur sebagai berikut :
- Biaya bahan/ material
- Biaya upah
- Biaya alat
- Biaya subkontrak

Keempat unsur tersebut merupakan kelompok yang domainan, dan unsur sisanya
merupakan kelompok minor, yaitu:
- Biaya persiapan/ penyelesaian
- Biaya Overhead proyek (lapangan)

Yang menjadi fokus pengendalian biasanya kelompok empat tersebut di atas, walaupun
tidak meninggalkan sama sekali kelompok minornya. Uraian unsur-unsur biaya tersebut
lebih dipegaruhi oleh sistem akuntansi, yaitu didasarkan atas bukti transaksi biaya yang
terjadi. Sedang dalam cost estimating, biaya dirinci atas item-item pekerjaan, seperti
format anggaran penawaran pada umumnya.

Oleh karena itu, cost control disamping berfungsi mengendalikan transaksi yang ada,
hasil akhirnya juga diharapkan dapat memberikan umpan balik kepada estimator, berapa
sebenarnya real cost yang terjadi untuk tiap item pekerjaan, terutama item pekerjaan
yang sifatnya dominan.

Dengan kata lain, pada saat melakukan tindakan pengendalian menggunakan unsur-
unsur biaya dalam cost budget, sedang dalam melakukan evaluasi biaya, dilengkapi
dengan tinjauan terhadap rincian biaya dalam cost estimating, yaitu item-item pekerjaan.

5.2.2. Pencatatan Biaya


Pengendalian biaya pelaksanaan di tingkat proyek harus dilakukan secara rinci sampai
pada item pembiayaan. Pengendalian ini didasarkan pada data dan informasi yang
diperoleh dari Kartu Pencatatan Beban (KPB) dan kartu Rekapitulasi Pencatatan Beban
(KRB). Formulir KPB dan KRB diambil dari pengalaman penulis bekerja di PT. Waskita
Karya.

V -8
KPB - 01
KARTU PENCATATAN BIAYA
PROYEK : …………………………. 1 SUB FUNGSI :
2 MACAM PEKERJAAN : Beton K-300
3 JANIS BAHAN : Besi beton
4 KODE FUNGSI/MP :
Pelatihan Cost Controller

VOLUME JUMLAH BEBAN (Rp)


JUMLAH SISA HARGA REALISASI JUMLAH SISA
NO TANGGAL PENERIMAAN TERUSAN THD SATUAN BEBAN TERUSAN THD
SESUAI APP RENCANA SESUAI APP SESUAI APP RENCANA
540,000 2,440 1,317,600
…………….. …………….. ……………..

1 Lokal 13/05/99 100,000 100,000 440,000 2,300 230,000,000 230,000,000 1,087,600


2 Lokal 20/05/99 50,000 150,000 390,000 2,300 115,000,000 345,000,000 972,600
3 Impor 30/05/99 200,000 350,000 190,000 1,700 340,000,000 685,000,000 632,600

Dibuat oleh :

……………………………………………
Pengendalian Biaya

V -9
KRB - 01
KARTU REKAPITULASI BIAYA
PROYEK : …………………………. 1 SUB FUNGSI :
2 MACAM PEKERJAAN : Beton K-300
3 JANIS BAHAN : Semua Bahan
4 KODE FUNGSI/MP :
Pelatihan Cost Controller

JUMLAH MASIH TERSEDIA SESUAI


S/D JENIS VOLUME BIAYA HARGA VOLUME ADA
NO TANGGAL BAHAN ATAU SATUAN SISA
( JADI BEBAN ) SAT QUANTITY BEBAN RATA-RATA SAT QUANTITY DANA
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 26/05/99 Semen Zak 13,000 196,500,000 15,115 Zak 18,500 307,500,000


2 30/05/99 Besi Beton
Besi Beton dlm Rp Kg 150,000 345,000,000 2,300 Kg
Besi Beton dlm Vls Kg 200,000 340,000,000 1,700 Kg
Jumlah Rp + Vls Eq. Rp Kg 350,000 685,000,000 1,957 Kg 190,000 632,600,000

TOTAL BAHAN 881,500,000 940,100,000


3 dst …………….

Dibuat oleh :

……………………………………………
Pengendalian Biaya

V - 10
KPB - 02
KARTU PENCATATAN BEBAN
PROYEK : …………………………. 1 SUB FUNGSI : LEVEL 1
2 MACAM PEKERJAAN : Beton K-300
3 JANIS UPAH : Pembesian
Pelatihan Cost Controller

4 KODE FUNGSI/MP : 3.1.1.0.0.01

VOLUME JUMLAH BEBAN (Rp)


JUMLAH SISA HARGA REALISASI JUMLAH SISA
NO TANGGAL PENERIMAAN TERUSAN THD SATUAN BEBAN TERUSAN THD
SESUAI APP RENCANA SESUAI APP SESUAI APP RENCANA
540,000 125 67,500,000
…………….. …………….. ……………..
1 2 3 4 5 6 7=6x3 8 9

1 14/05/99 70,000 70,000 470,000 120 8,400,000 8,400,000 59,100,000


2 22/05/99 30,000 100,000 440,000 130 3,900,000 12,300,000 55,200,000
3 30/05/99 80,000 180,000 360,000 120 9,600,000 21,900,000 45,600,000

4
5 dan seterusnya pada akhir bulan juni 1999

Dibuat oleh :

……………………………………………
Pengendalian Biaya

V - 11
KRB - 02
KARTU REKAPITULASI BIAYA
PROYEK : …………………………. 1 SUB FUNGSI : LEVEL 1
2 MACAM PEKERJAAN : Beton K-300
3 JANIS BAHAN : Semua Upah
4 KODE FUNGSI/MP : 3.1.1.0.0.01
Pelatihan Cost Controller

JUMLAH MASIH TERSEDIA SESUAI


S/D JENIS VOLUME BIAYA HARGA VOLUME APP
NO TANGGAL UPAH ATAU SATUAN SISA
( JADI BEBAN ) SAT QUANTITY BEBAN RATA-RATA SAT QUANTITY DANA
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 26/05/99 Pembesian Kg 180,000 21,900,000 122 Kg 360,000 45,600,000


2 dan seterusnya ……….

Dibuat oleh :

……………………………………………
Pengendalian Biaya

V - 12
KPB - 03
KARTU PENCATATAN BIAYA
PROYEK : …………………………. 1 SUB FUNGSI : ……………………
2 MACAM PEKERJAAN : ……………………
3 JANIS SUBPELKON : ……………………
4 KODE FUNGSI/MP : ……………………
Pelatihan Cost Controller

VOLUME JUMLAH BEBAN (Rp)


JUMLAH SISA HARGA REALISASI JUMLAH SISA
NO TANGGAL PENERIMAAN TERUSAN THD SATUAN BEBAN TERUSAN THD
SESUAI APP RENCANA SESUAI APP SESUAI APP RENCANA

…………….. …………….. ……………..


1 2 3 4 5 6 7 8 9

Dibuat oleh :

……………………………………………
Pengendalian Biaya

V - 13
KRB - 03
KARTU REKAPITULASI BIAYA
PROYEK : …………………………. 1 SUB FUNGSI : ………………………
2 MACAM PEKERJAAN : ………………………
3 JENIS SUBPELKON : Semua Subpelkon
Pelatihan Cost Controller

4 KODE FUNGSI/MP : ………………………

JUMLAH MASIH TERSEDIA SESUAI


S/D JENIS VOLUME BIAYA HARGA VOLUME APP
NO TANGGAL PELAKSANA ATAU SATUAN SISA
( JADI BEBAN ) KONSTRUKSI SAT QUANTITY BEBAN RATA-RATA SAT QUANTITY DANA
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Dibuat oleh :

……………………………………………
Pengendalian Biaya

V - 14
KPB - 04 01
KARTU PENCATATAN BIAYA ALAT
DIVISI : …………………………………..
PROYEK : …………………………………..
NO. AB : …………………………………..
Pelatihan Cost Controller

JUMLAH BEBAN (Rp)


URAIAN KODE HARGA JUMLAH SISA
NO TANGGAL 610.4 POS SATUAN DIMINTA TERUSAN THD
4100 s/d 4900 BEBAN VOLUME RENCANA
ALOKASI 610.4 SESUAI APP
SESUAI APP 4.100 sd 4.900 ……………..
1 2 3 4 5 6 7 8 9

Dibuat oleh :

……………………………………………
Pengendalian Biaya

V - 15
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

KPB - 04 02
KARTU PENCATATAN BIAYA ALAT
DIVISI : …………………………………..
PROYEK : …………………………………..
NO. AB : …………………………………..
BULAN : …………………………………..

NAMA ALAT : ………………………………………………..

JUMLAH JAM KERJA ALAT PADA MACAM PEKERJAAN

JUMLAH
NO TANGGAL

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Jumlah Bulan A
Koefisien B
Rp C
Distribusi Idle D
JUMLAH E

Dibuat oleh :

……………………………………………

V - 16
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

KPB - 04 03
KARTU PENCATATAN BIAYA ALAT
DIVISI : …………………………………..
PROYEK : …………………………………..
NO. AB : …………………………………..

AKUMULASI BEBAN ALAT PADA MACAM PEKERJAAN

JUMLAH
NO NAMA
ALAT
…………….

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Bulan
1
2
3
dst
Jumlah
Bulan
1
2
3
dst
Jumlah

1
2
3
dst
Jumlah

Dibuat oleh :

……………………………………………

V - 17
KRB - 04
KARTU REKAPITULASI BIAYA
DIVISI : ………………………. 1 SUB FUNGSI : ………………………
PROYEK : ………………………. 2 MACAM PEKERJAAN : ………………………
NO. AB : ………………………. 3 JENIS SUBPELKON : Semua Alat
4 KODE FUNGSI/MP : ………………………
Pelatihan Cost Controller

JUMLAH MASIH TERSEDIA SESUAI


KODE S/D VOLUME BIAYA HARGA VOLUME APP
BEBAN TANGGAL URAIAN ATAU SATUAN SISA
( JADI BEBAN ) SAT QUANTITY BEBAN RATA-RATA SAT QUANTITY DANA
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

4100 BELI
4200 SEWA
4300 SEWA BELI
4400 DEPRESIASI
4500 BAHAN BAKAR
4600 OLI / PELUMAS
4700 SUKU CADANG
4800 UPAH / OPERATOR
4900 BAHAN BANTU

Dibuat oleh :

……………………………………………
Pengendalian Biaya

V - 18
KPB - 05 s/d 08
KARTU PENCATATAN BIAYA
DIVISI : ………………………. 1 PERSIAPAN PENYELESAIAN
PROYEK : ………………………. 2 ADMINISTRASI PROYEK
NO. AB : ………………………. 3 PEMASARAN
4 BANK
Pelatihan Cost Controller

VOLUME JUMLAH BEBAN (Rp)


JUMLAH SISA HARGA REALISASI JUMLAH SISA
NO TANGGAL PENERIMAAN TERUSAN THD SATUAN BEBAN TERUSAN THD
SESUAI APP RENCANA SESUAI APP SESUAI APP RENCANA

…………….. …………….. ……………..


1 2 3 4 5 6 7 8 9

Dibuat oleh :

……………………………………………
Pengendalian Biaya

V - 19
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

5.2.3. Faktor Biaya


Pada dasarnya, setiap biaya item pekerjaan terdiri dari dua faktor yang dikalikan, yaitu:
- Kuantitas pekerjaan
- Harga satuan pekerjaan

Namun demikian, pada kenyataannya memang ada item pekerjaan yang tidak memiliki
kuantitas, karena sulit untuk dihitung secara persis, dalam hal ini, biasanya untuk item
tersebut diberi kuantitas sebagai 100%, dan harganya dinyatakan sebagai harga lump
sum. Item seperti ini banyak terdapat pada preliminaries.

Untuk keperluan evaluasi terhadap realisasi item ini, biasanya menggunaka pendekatan
persentase penyelesaian. Misal, bila item pekerjaan tersebut diperkirakan selesai
separuh, berarti nilainya adalah 50% dari harga lumpsum yang ada.

Dengan demikian, maka sasaran kontrol yang harus dipahami adalah:


- Tiap unsur dari biaya, yaitu biaya bahan, upah, alat, subkontrak, dan seterusnya.
- Faktor dari masing-masing unsur biaya, yaitu kuantitas dan harga satuan

Sering seorang pengendali biaya, terjebak hanya pada total biaya saja dan pengendalian
yang dilakukan hanya terhadap harga satuan saja, pada hal sering terjadi
membengkaknya biaya bisa saja terjadi karena faktor kuantitasnya yang tidak terkendali
dengan baik. Hal ini perlu dipahami bena karena kedua hal tersebut, berbeda sekali cara
pengendaliannya.

Oleh karena itu, setiap ada penyimpangan biaya, unsur biaya apapun harus dapat
dipastikan penyimpangan yang terjadi akibat faktor kuantitas atau harga satuan, atau
bahkan karena keduanya.

5.2.4. Sebab-sebab Penyimpangan


Sebab-sebab penyimpangan biaya terhadap budgetnya, untuk masing masing unsur
biaya dapat dirinci, baik dari faktor kuantitas maupun dari faktor harga satuan, antara lain
sebagai berikut :

• Biaya Bahan/ Material


Penyimpangan biaya bahan dari faktor kuantitas, dapat disebabkan oleh hal-hal di bawah
ini:

V - 20
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

- Kesalahan pengukuran pada saat penerimaan


- Kerusakan bahan yang telah diterima
- Bahan yang telah diterima ternyata tidak sesuai dengan persyaratan yang ada, atau
ditolak/ di-reject oleh konsultan pengawas
- Pemborosan dalam penggunaan di lapangan
- Kesalahan metode pelaksanaan (construction method)
- Kehilangan.

Penyimpangan biaya bahan dari faktor harga satuan dapat disebabkan oleh hal-hal di
bawah ini:
- Kelemahan atau kekalahan dalam negosiasi harga satuan, dengan pihak suplier
- Kelemahan dalam pasal-pasal dalam surat perjanjian pembelian bahan
- Kekurangan alternatif sumber bahan
- Mutu barang melebihi persyaratan yang diminta, karena keterpaksaan atau
kurangnya pengetahuan.

• Biaya Upah
Penyimpangan biaya upah dari faktor kuantitas dapat disebabkan oleh hal-hal di bawah
ini:
- Kesalahan dalam mengopname hasil pekerjaan
- Kesalahan dimensi/ ukuran pekerjaan dalam pelaksanaan (terlalu besar/ lebih besar
dari gambar desain)
- Adanya pekerjaan ulang (rework)

Penyimpangan biaya upah dari faktor harga satuan dapat disebabkan oleh hal-hal di
bawah ini:
- Kelemahan dalam negosiasi harga dengan mandor borong
- Kelemahan dalam pasal-pasal/ persyaratan yang ada dalam surat perjanjian
- Kekurangan alternatif sumber tenaga kerja
- Metode pelaksanaan yang tidak efisien
- Produktivitas kerja yang rendah.

• Biaya Alat
Penyimpangan biaya alat ditinjau dari faktor kuantitas dapat disebabkan oleh hal-hal di
bawah ini:
- Kelemahan pengelolaan bahan bakar dan pelumas

V - 21
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

- Kelemahan pengadaan dan pengelolaan suku cadang


- Kelebihan menghitung Hour meter (jam kerja alat) untuk alat yang disewa
berdasarkan jam kerja alat
- Kesalahan memilih metode pelaksanaan yang menyebabkan kelebihan atas
kebutuhan alat
- Kelemahan pengaturan alat di lapangan, sehingga menimbulkan idle cost.

Penyimpangan biaya alat ditinjau dari faktor harga satuan dapat disebabkan oleh hal-hal
di bawah ini :
- Kelemahan dalam negosiasi dengan pemilik alat yang disewa, dan suplai suku
cadang
- Kelemahan dalam pasal-pasal dalam surat perjanjian sewa alat dan pembelian suku
cadang
- Kesalahan dalam memilih jenis alat kesalahan dalam menetapkan kombinasi dan
jumlah komposisi alat yang bekerja dalam kelompok (grup)
- Kesalahan atau kelemahan dalam pengaturan alat di lapangan
- Kondisi alat yang produktivitasnya rendah.

• Unsur Biaya yang lain


Unsur biaya subkontraktor pada umumnya adalah kelemahan dalam negosiasi, menerima
hasil pekerjaan sub, surat perjanjian subkontrak, dan kekurangan alternatif pemilihan
subkontraktor. Sedang biaya persiapan penyelesaian dan biaya overhead, pada
umumnya cenderung membesar, bila penyelesaian proyek terlambat dan berlarut-larut,
melewati batas waktu yan telah ditetapkan.

Biaya subkontrak banyak yang mengganggap adalah sudah fix sejak ditetapkan dalam
subkontrak. Tetapi sebenarnya biaya itupun dapat membengkak bila subkontrak tidak
dikendalikan dengan baik. Misalkan menimbulkan biaya-biaya lain, klaim dan lain-lain.

5.2.5. Tindakan Pengendalian


Tindakan pengendalian pada dasarnya adalah mencegah terjadinya penyimpangan pada
semua unsur biaya seperti yang diuraikan di atas termasuk melakukan tindakan
perbaikan, apabila terjadi penyimpangan.

Tindakan tersebut dilakukan sepanjang proses waktu pelaksanaan proyek sampai dengan
proyek selesai, baik secara fisik maupun administratif. Yang dimaksud dengan selesai

V - 22
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

secara administratif adalah sampai dengan proyek tersebut diserahterimakan kepada


pemilik bangunan (serah terima terakhir Pada saat serah terima yang pertama, yang
biasanya persyaratannya adalah proyeK selesai secara fisik, pelaksana proyek masih ada
kewajiban sampai dengan masa pemeliharaan seiesai. Selama masa pemeliharaan
tersebut, biaya masih terjadi, khususnya untuk kegiatan pemeliharaan atau kegiatan
perbaikan, bila ada bagian-bagian dari proyek harus diperbaiki. Pada masa pemeliharaan
ini, perhatian manajemen (pelaksana bangunan) kepada proyek tidak boleh berkurang
(kendor), karena hal tersebut dapat menyebabkan, tidak lancarnya proses penyerahan
terakhir bangunan. Apabila kewajiban memelihara proyek berlarut-larut, akan menambah
biaya proyek. Dan tidak hanya itu, tetapi ada hal lagi yang sangat penting, yaitu harus
dapat menjaga performance (citra) perusahaan sebagai pelaksana bangunan. Hal
tersebut semata ditinjau dari biaya, sedang secara bisnis, yang dikatakan seiesai secara
administratif, harusnya adalah bila seluruh hak dan kewajiban telah dapat diselesaikan
sepenuhnya.

Semua tindakan dan keputusan yang diambil dalam proses pengendalian, harus
mempertimbangkan aspek-aspek biaya, mutu, waktu dan keamanan.

Sebenarnya tindakan dan keputusan pengendalian proyek konstruksi merupakan


rangkaian kegiatan yang panjang (dari penunjukan mitra kerja sampai dengan
pembayaran jasanya) melibatkan banyak personil bahkan dari tingkat bawah sampai ke
tingkat tinggi. Dengan demikian pengertian pengendali adalah suatu "Tim", bukan
perorangan. Oleh karena itu, kekompakan sangat penting peranannya dalam kegiatan
pengendalian. Ini berarti, pada saat membentuk organisasi di lapangan dan mengisi
orang-orangnya, harus dipertimbangkan secara masak. Sebaiknya, bila tidak karena
terpaksa, agar dihindari adanya perubahan personil atau organisasi selama dalam proses
konstruksi.

Dalam praktek, sering dilakukan suatu penggantian personil proyek dengan alasan yang
kurang kuat. Sedang dampak kelemahan dalam proses pengendalian biaya tidak
dipertimbangkan.

Hal ini disebabkan tidak disadari sepenuhnya bahwa kemampuan pengendalian proyek
adalah suatu kemampuan dari satu tim, yang melibatkan banyak orang, dan bahkan
dalam beberapa level manajemen yang ada.

V - 23
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

Kegiatan pengendalian secara lengkap dapat ditunjukkan dalam gambar 5.2, yang
meliputi proses, prosedur, dan personil yang berperan dalam pengendalian. Kegiatan
pengendalian merupakan proses yang panjang dan melibatkan banyak orang.
Mengukur/menerima jasa mitra kerja
Yang dimaksud dengan mitra kerja adalah: suplier/ pemasok, subkontraktor, penyewa alat
dan mandor borong.

Gambar 5.2 Proses pengendalian

5.2.6. Evaluasi Biaya


Biaya yang terjadi pada proses pelaksanaan perlu dievaluasi pada setiap periode tertentu,
misal tiap satu bulan atau satu minggu. Hal tersebut dilakukan untuk dapat mengetahui,
bagaimana hasil tindakan pengendalian pelaksanaan proyek pada periode tersebut, bila
dibandingkan dengan anggarannya.

V - 24
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

Bila terjadi penyimpangan, maka masih ada kesempatan untuk dapat melakukan tindakan
perbaikan agar sasaran yang telah ditetapkan dapat dicapai, setidak-tidaknya mendekati
anggarannya.

Sebagai contoh, dikaitkan dengan formulir cost budget yang diuraikan di depan, maka
evaluasi biaya dilakukan dengan menggunakan Formulir Bl sampai dengan B10.
Formulir-formulir tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
• Formulir B1 (lihat Form.B1)
Form ini adalah laporan proyek selesai, berarti merupakan laporan terakhir dari suatu
proyek, yang memberikan informasi tentang hasil pcngendalian biaya, mutu, dan
waktu pada akhir suatu proyek.

Hasil pengendalian waktu, dapat dibaca dengan membandingkan antara laporan


tanggal penyerahan pertama dan terakhir proyek dengan data waktu pelaksanaan
proyek yang ada. Dari informasi ini dapat diketahui proyek tersebut terlambat, on
schedule atau ahead schedule. Dalam data proyek, apabila ada perpanjangan waktu
pelaksanaan yang disetujui oleh pemilik bangunan, maka informasi tersebut perlu
dicantumkan sebagai batas waktu pelaksanaan yang berlaku.

Hasil pengendalian mutu pekerjaan, dapat dibaca tiga kotak informasi, yaitu kurang,
cukup, dan memuaskan. Disini pelapor harus bersikap karena yang direfleksikan
disini adalah pendapat dari pemilik bangunan atau yang mewakilinya. Tentunya
pendapat yang fair juga yang dilaporkan disini, karena bukan tidak mungkin pemilik
bangunan atau yang mewakilinya menilai secara kurang fair. Artinya untuk pengisian
ini harus benar-benar obyektif. Oleh karena itu, biasanya untuk memberikan laporan
ini tidaklah mudah.

Hasil pengendalian biaya, dapat dilihat dengan membandingkan anggaran (budget)


dengan realisasinya. Biaya Kelompok I, II, dan III adalah benar-benar realisasi yang
terjadi, dengan mengisi uang muka PPh sebesar 1,5% dari total penerimaan (tidak
termasuk PPN). Sedangkan kelompok IV adalah kontribusi yang dapat dihasilkan dari
realisasi kelompok I, II, dan III tersebut.

Untuk pengisian kolom realisasi butir IV.I, IV.2,dan IV.3, scbenarnya tidak mungkin
diisi di proyek, karena biasanya pengeluaran untuk biaya ini tidak diberi kode proyek
dan dikeluarkan di perusahaan (Pusat dan Cabang). Oleh karena itu, pada laporan ini

V - 25
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

diisikan sesuai persentase dalam anggarannya terhadap total pendapatan. Hal ini
tidak dapat diisikan realisasinya karena beban tersebut bukan merupakan
pengeluaran proyek (proyek hanya menyediakan kontribusi untuk keperluan
tersebut). Sedang pengisian realisasi cadangan laba adalah total realisasi kelompok I,
dikurangi dengan total kelompok II,III, dan IV. Bila hasilnya minus berarti proyek
tersebut mengalami kerugian atau tidak dapat memberikan kontribusi laba kepada
perusahaan.
Bila pada akhir laporan terdapat perbedaan angka antara pendapatan dalam
anggaran dan dalam realisasinya, hal tersebut dimungkinkan karena terjadinya
pekerjaan tambah (memperoleh klaim) atau pekerjaan kurang (atau membayar
klaim). Oleh karena itu, dalam laporan akhir jumlah pendapatan juga harus diubah
sesuai keadaan terakhir. Angka-angka untuk pengisian Form.Bl, khususnya untuk
realisasi biaya, dapat diperoleh dari Form.B2 tentang rekapitulasi biaya pada periode
akhir proyek yang bersangkutan. Sedang pengisian untuk realisasi kelompok I
(pendapatan proyek) diperoleh dari laporan keuangan proyek. Bila dianggap perlu,
laporan akhir proyek ini dapat ditambah dengan informasi tentang personil pelaksana
proyek tersebut. Hal ini biasanya diperlukan untuk membangkitkan kinerja personil
yang bersangkutan.

• Formulir B2 (lihat Form.B2)


Form ini digunakan untuk mengevaluasi realisasi tiap unsur biaya dibandingkan
dengan anggarannya. Disamping itu, juga untuk mengukur efisiensi biaya dengan
tolok ukur biaya dibagi pendapatan (BDP/ PDP). Evaluasi ini dilakukan secara
periodik (per bulan), dengan angka secara kumulatif.
Dari evaluasi ini diperoleh informasi sebagai berikut:
- Realisasi biaya sampai periode laporan, sebagai hasil dari pelaksanaan dan
pengendalian biaya.
- Sisa anggaran yang ada, sebagai dasar penyusunan pengendalian berikutnya.
- Estimasi sisa biaya, untuk menetapkan arah pengendalian, yaitu sisa biaya
untuk pekerjaan yang mana yang masih dapat ditekan/ dihemat
- Angka efisiensi yang diukur dari BDP/ PDP, baik sampai dengan laporan
maupun estimasinya pada akhir proyek.
- Cara pengisian formulir dapat dijelaskan sebagai berikut:
- Realisasi tiap unsur biaya sampai dengan periode laporan pada kolom 6,
diperoleh dari Formulir B3 (actual cost work performed/ ACWP).
- Anggaran tiap unsur biaya sampai dengan periode laporan pada kolom 5,

V - 26
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

dihitung realisasi fisik yang ada terhadap nilai anggarannya (budget cost work
performed/ BCWP).
- Sisa anggaran pada kolom 7 merupakan hasil pengurangan kolom 4 dikurangi
kolom 6, kemudian dihitung sisa biaya yang dihitung berdasarkan sisa fisik yang
belum dikerjakan dengan nilai estimasi.
Hal penting yang harus dilakukan agar hasil evaluasi relevan terhadap anggarannya
adalah melakukan revisi anggaran bila:
- Ada perubahan gambar atau spesifikasi proyek
- Ada perubahan kebijakan subkontrak yang ada dalam cost budget.
- Ada pekerjaan tambah/ kurang

• Formulir B3 (lihat Form.B3)


Dalam laporan ini diinformasikan realisasi biaya untuk tiap item pekerjaan yang
diperlukan. Informasi ini diperlukan sebagai umpan balik bagi cost estimator.
Biasanya berisi informasi untuk item-item yang dominan saja untuk
menyederhanakan administrasi pengendalian. Item pekerjaan yang tidak dominan
dapat digabung menjadi satu kode item saja. Item-iter pekerjaan tersebut dirinci
sesuai realisasinya menjadi biaya bahan, upah alat atau subkontraktor. Pos untuk
biaya persiapan/penyelesaian dan overhead proyek tidak dapat dirinci untuk tiap item
pekerjaan, tetapi dalam evaluasinya digabung menjadi satu untuk seluruh item yang
ada dengan menggunaka formulir B9. Laporan ini memberikan data tentang real cost
di lapangan sesuai dengan item pekerjaan, yang dapat juga memberikan umpan balik
kepada cost estimator.

Yang perlu disadari adalah data yang diperlukan oleh pengendali dan cara
memprosesnya harus memenuhi hal-hal sebagai berikut :
- Sederhana, artinya laporan tidak perlu banyak tetapi seperlunya sesuai dengan
kebutuhan saja.
- Mudah dibaca, artinya laporan tidak perlu terlalu detail sampai satuan nilai
rupiah (seperti pada akuntansi), tetapi mungkin cukup dengan satuan dalam
jutaan rupiah.
- Menganut asas prioritas/ dominan, artinya laporan ini perlu menggabungkan
item-item yang kecil nilainya menjadi satu kelompok. Sedang untuk item-item
yang besar harus berdiri sebagai item sendiri.

V - 27
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

Kuantitas tiap item pekerjaan harus diisi dengan kuantitas realisasi, hal ini dapat
dipergunakan sekaligus untuk mengevaluasi kuantitas dari estimasi.
Cara pengisian Formulir B3 ini sebenarnya merupakan rekapitulasi dari form -form
sebelumnya, yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
- Pengisian kolom bahan untuk tiap item pekerjaan, diperoleh dari rekapitulasi
Form.B4.
- Pengisian kolom upah untuk tiap item pekerjaan, diperoleh dari rekapitulasi
Form.B5.
- Pengisian kolom alat untuk tiap item pekerjaan, diperoleh dari rekapitulasi
Form.B6.
- Pengisian kolom subkon (subkontraktor) untuk tiap item pekerjaan yang
disubkontrakkan, diperoleh dari Form.B8 atau bila terlalu rumit, tidak dirinci tiap
item pekerjaan tetapi, cukup nilai rekapitulasinya saja, seperti pada kolom
persiapan/penyelesaian, dengan mengambil data dari Form B7.
- Pengisian kolom persiapan/ penyelesaian tidak dirinci per item pekerjaan tetapi
diisikan hasil rekapitulasi dari Form.B9.
- Pengisian kolom overhead proyek (administrasi proyek) tidak dirinci per item
pekerjaan, tetapi diisikan hasil rekapitulasi dari Form.B10.

• Formulir B4 sampai dengan B10 (lihat Form.B4 s/d B10)


Pengisian form ini, sebenarnya merupakan inti (detail) dari laporan untuk evaluasi
biaya. Dari isian formulir-formulir inilah, nantinya direkap secara bertingkat ke dalam
formulir B3, B2, dan B1.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengisian formulir B1 sampai
dengan B10, yaitu:
- Kegiatan utama dalam proses evaluasi biaya adalah catatan harian yang
diperlukan untuk membantu pengisian Form.B4 sampai dengan B10, yang
kemudian dijumlahkan untuk satu periode laporan.
- Catatan harian yang diperlukan dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan
pembuat laporan. Catatan ini tidak dilaporkan, tetapi perlu diarsipkan dan
dipelihara sampai proyek selesai secara tuntas.
- Untuk prinsip "sederhana", maka penyusunan kode item pekerjaan ditetapkan
lebih dulu. Item-item minor mana yang akan digabung menjadi satu. Kemudian
untuk mengurangi banyak angka yang ditulis, laporan juga ditetapkan dalam
ribuan atau dalam jutaan rupiah saja.
- Disamping jenis item pekerjaan, kadang-kadang untuk keperluan

V - 28
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

penyederhanaan, juga dilakukan penggabungan jenis bahan yang kecil-kecil,


menjadi satu jenis, disebut "bahan lain-lain".
- Langkah awal sebelum menyusun catatan harian adalah memberi kode
terhadap semua bukti transaksi yang ada, misal kuitansi, sesuai denga sistem
kode dan kesepakatan yang dibuat.
Contoh Formulir B1 sampai dengan B10, dapat dilihat di bawah ini:
Formulir B1 sampai dengan B10 diambil dari buku Construction Project Cost Management
Ir. Asiyanto, MBA, IPM hal 178 sampai 187.

V - 29
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

LAPORAN PROYEK SELESAI


Form. B1

Nama Proyek : Owner :


Nilai Kontrak : Konsultan :
Waktu Pelaksanaan : Kepala Proyek :

Penyelesaian :
Lebih cepat Sesuai schedule Terlambat ………. Bulan

Mutu Pekerjaan :
Memuaskan Cukup Baik Kurang

Biaya Pekerjaan :
(dalam ribuan rupiah)
No Uraian Anggaran Realisasi Penyimpangan

I 1. Pendapatan Proyek
2. PPN
3. Bonus/(Denda)

Total Pendapatan

II 1. Biaya Bahan
2. Biaya Upah
3. Biaya Alat
4. Biaya Subkontraktor
5. Biaya Persiapan/Penyelesaian
6. Biaya Overhead Proyek

Sub Total Biaya Langsung

III 1. PPN (10% x Pendapatan)


2. Uang Muka PPH (1,5 x Pendapatan)

Sub Total Pajak

IV 1. Overhead Pusat
2. Overhead Cabang
3. Penyusutan Aktiva Tetap

Sub Total Biaya Tak Langsung

Cadangan Laba

Total : I + II + III + IV + Cadangan Laba

Disetujui oleh : Dibuat oleh :

V - 30
REKAPITULASI EVALUASI BIAYA PROYEK
Laporan s/d Tanggal : ………………………… Form. B2

Nama Proyek : Owner :


Nilai Kontrak : Konsultan :
Waktu Pelaksanaan : Kepala Proyek :
(dalam ribuan rupiah)
Kode Uraian Total Biaya s/d tgl. Laporan Sisa Anggaran Estimasi
Pelatihan Cost Controller

Kel. Sub Kel. Anggaran Anggaran Realisasi Sisa Biaya Total Biaya
Bahan
Upah Kerja
Alat Kerja
Subkontrak
Persiapan / Penyelesaian
Overhead Proyek
TOTAL

Uraian Total Pendapatan s/d tgl. Laporan Sisa Estimasi


Pendapatan Rencana Realisasi Anggaran Tambah/Kurang Total PDP

Presentasi Pekerjaan (%)

Pendapatan Proyek (Rp.000)


Rencana
Biaya/Pendapatan (%)
Realisasi
Biaya/Pendapatan s/d laporan

Estimasi : Biaya/Pendapatan sampai dengan proyek selesai


Pengendalian Biaya

V - 31
EVALUASI BIAYA ITEM PEKERJAAN
Laporan s/d Tanggal : ………………………… Form. B3

Nama Proyek : Owner :


Nilai Kontrak : Konsultan :
Waktu Pelaksanaan
: Kepala Proyek :
(dalam ribuan rupiah)
Pelatihan Cost Controller

No Item Quantity Realisasi Biaya Proyek (biaya langsung proyek) Biaya tiap item
Pekerjaan Pekerjaan Bahan Upah Alat Subkontrak Pekerjaan
1
2
3
4
5

Persiapan / penyelesaian
Overhead Proyek
Total Biaya Langsung

Lembar : …….. / ………….


Pengendalian Biaya

V - 32
EVALUASI BIAYA BAHAN
Laporan s/d Tanggal : ………………………… Form. B4

Nama Proyek : Owner :


Nilai Kontrak : Konsultan :
Waktu Pelaksanaan : Kepala Proyek :
(dalam ribuan rupiah)
Pelatihan Cost Controller

No Item Realisasi Quantity Realisasi Biaya Bahan Biaya Bahan tiap


Pekerjaan Semen Split Pasir Kayu Besi Beton Item Pekerjaan
Pekerjaan (zak) (m3) (m3) (m3) (Kg) Dst.
1
2
3
4
5

Jumlah quantity lembar ini


Jumlah quantity lembar sebelumnya
Junlah quantity s/d lembar ini
Harga satuan bahan (Rp)
Jumlah biaya bahan

Lembar : …….. / ………….


Pengendalian Biaya

V - 33
EVALUASI BIAYA UPAH
Laporan s/d Tanggal : ………………………… Form. B5

Nama Proyek : Owner :


Nilai Kontrak : Konsultan :
Waktu Pelaksanaan : Kepala Proyek :
(dalam ribuan rupiah)
Pelatihan Cost Controller

No Item Realisasi Quantity Realisasi Biaya Upah Biaya Upah tiap


Pekerjaan Pekerjaan Galian Pas. Bata Plester Cor beton Bekisting Item Pekerjaan
2
(m3) (m2) (m ) (m3) (m2) Dst.
1
2
3
4
5

Jumlah quantity lembar ini


Jumlah quantity lembar sebelumnya
Junlah quantity s/d lembar ini
Harga satuan upah (Rp)
Jumlah biaya upah (Rp)

Lembar : …….. / ………….


Pengendalian Biaya

V - 34
EVALUASI BIAYA ALAT
Laporan s/d Tanggal : ………………………… Form. B6

Nama Proyek : Owner :


Nilai Kontrak : Konsultan :
Waktu Pelaksanaan : Kepala Proyek :
(dalam ribuan rupiah)
Pelatihan Cost Controller

No Item Realisasi Alat yang digunakan Realisasi Biaya Alat Biaya alat
Pekerjaan Quantity Jenis Jumlah Jam per Item Pekerjaan
Pemakaian Sewa Depresiasi BBM Pelumas Perbaikan Operator
1
2
3
4
5
Dst.

Total biaya alat (Rp)

Lembar : …….. / ………….


Pengendalian Biaya

V - 35
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

REKAPITULASI EVALUASI BIAYA SUBKONTRAKTOR


Laporan s/d Tanggal : ………………………… Form. B7

Nama Proyek : Owner :


Nilai Kontrak : Konsultan :
Waktu Pelaksanaan : Kepala Proyek :

No Nama Total Nilai Realisasi Biaya Subkontraktot Keterangan


Subkontraktor Subkontraktor Sisa nilai
s/d saat ini
kontrak

Jumlah

V - 36
EVALUASI BIAYA SUBKONTRAKTOR
Laporan s/d Tanggal : ………………………… Form. B8

Nama Proyek : Owner :


Nilai Kontrak : Konsultan :
Waktu Pelaksanaan : Kepala Proyek :
(dalam ribuan rupiah)
Pelatihan Cost Controller

No Item Nilai Subkontrak Realisasi Biaya SubKontraktor Sisa Kontrak Sub Keterangan
Pekerjaan Quantity Harga Jumlah Quantity Harga Jumlah Jumlah
Saruan Harga Saruan Harga Quantity Harga
Pengendalian Biaya

V - 37
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

EVALUASI BIAYA PERSIAPAN / PENYELESAIAN


Laporan s/d Tanggal : ………………………… Form. B9

Nama Proyek : Owner :


Nilai Kontrak : Konsultan :
Waktu Pelaksanaan : Kepala Proyek :
(dalam ribuan rupiah)

No Uraian Penjelasan / Jumlah Realisasi Biaya Pers./Peny Keterangan


Analisa Harga Anggaran
s/d laporan Sisa

Total Biaya Persiapan/Penyelesaian

V - 38
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

EVALUASI BIAYA OVERHEAD PROYEK


Laporan s/d Tanggal : ………………………… Form. B10

Nama Proyek : Owner :


Nilai Kontrak : Konsultan :
Waktu Pelaksanaan : Kepala Proyek :
(dalam ribuan rupiah)

No Uraian Penjelasan / Jumlah Realisasi Biaya Overhead Proyek Keterangan


Analisa Harga Anggaran
s/d laporan Sisa

Total Biaya Overhead Proyek

V - 39
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

BAB VI
PENGENDALIAN LIKUIDITAS

6.1. Umum
Pengendalian biaya proyek, pada umumnya terfokus pada kondisi rentabilitas, yaitu
mengupayakan agar perimbangan antara pendapatan dan biaya proyek tetap terjaga. Arti
rentabilitas adalah kemampuan menghasilkan laba. Jadi dapat diartikan bila proyek
dengan rentabilitas yang baik berarti proyek tersebut dapat menghasilkan laba yang baik
pula.

Didalam sistem akuntansi perusahaan, biasanya perhitungan laba / rugi proyek


didasarkan atas asas actual basis. Ada satu asas lain yang tidak kalah pentingnya, yaitu
cash basis. Sebagian perusahaan lebih memilih asas cash basis dibanding accrual basis,
karena pada asas cash basis ini benai benar uangnya ada secara tunai, sehingga lebih
bermanfaat secara langsung walaupun terkadang tidak menunjukkan keadaan
sebenarnya.
Asas cash basis memang tidak dipergunakan dalam perhitungan laba/rugi proyek, tetapi
bukan berarti asas cash basis tersebut tidak memiliki pengaruhi kepada pencapaian laba
proyek.

Sistem cash basis dipergunakan untuk penyusunan cash flow proyek dimana kaitannya
adalah uang yang masuk dan keluar secara cash (tunai) Tolok ukur yang digunakan untuk
melihat kemampuan cash disebut "likuiditas".

Arti likuiditas adalah kemampuan membayar pada saat jatuh tempo. Suatu proyek
dikatakan memiliki likuiditas yang baik bila setiap kewajiban yang telah jatuh tempo dapat
dibayar secara tepat. Sebaliknya bila kewajiban yang telah jatuh tempo, tetapi belum
dapat dibayar (ditunda), berarti kondis likuiditasnya jelek.
Keadaan likuiditas yang baik sangat diperlukan, agar proses pengendaliar dapat
berlangsung dengan baik pula.

Evaluasi biaya, sebagai bagian dari proses pengendalian biaya, biasanya menggunakan
data yang menganut sistem accrual basis yaitu yang berkaitan dengan data "pendapatan"
(termasuk piutang yang belum cair) dan data biaya (termasuk hutang yang belum
dibayar). Sedangkan data cash basis yaitu yang berkaitan dengan data "penerimaan"

VI - 1
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

(cash in) dan data "pengeluaran” (cash out) sering luput dari perhatian, padahal data
tersebut juga ada, dan penting sekali untuk mendukung suatu keputusan keuangan.

Data cash basis sebenarnya merupakan suatu hal yang sangat penting, bagaikan aliran
darah dalam proses kehidupan. Artinya kalau aliran uang masuk dan keluar tidak lancar,
maka akan sangat mempengaruhi kelancaran kegiatan proyek juga. Aliran uang masuk
dan keluar sangat penting untuk dikendalikan, agar sasaran proyek terutama laba dapat
dicapai.
Dengan demikian secara konseptual, pengendalian rentabilitas harus dibarengi dengan
pengendalian likuiditas, karena keduanya saling mempengaruhi satu dengan yang lain.

Para engineer banyak yang tidak menyadari bahwa mereka memiliki peran besar sekali
dalam pengendalian likuiditas. Mereka umumnya berpendapat bahwa kebutuhan akan
uang tunai adalah urusan bagian keuangan atau manager keuangan.

Yang dimaksud dengan pengendalian likuiditas proyek adalah suatu upaya untuk
mengatur jadwal penerimaan dan pengeluaran uang secara tunai (cash), selama proses
pelaksanaan suatu proyek, sehingga dana pinjaman dapat dikendalikan dengan
selayaknya.

Hampir semua usaha dapat dikatakan tidak dapat terbebas dari kebutuhan dana
pinjaman. Oleh karena itu, dana pinjaman yang diperlukan untuk menutup cashflow yang
defisit, harus dikendalikan agar bunga pinjaman yang harus dibayar cukup wajar.

Dari cashflow proyek dapat dilihat bahwa besarnya dana pinjaman yang diperlukan
adalah akibat dari strategi operasional yang dilakukan oleh para engineer (kepala proyek).
Dilihat dari sudut rentabilitas dan likuiditas maka kondisi proyek dapat dibagi dalam empat
kelompok, yaitu :
• Rentabilitas bagus dan likuiditas bagus
Proyek seperti ini yang selalu diharapkan, karena labanya cukup besar dan
pembayarannya lancar, sehingga labanya berwujud sebagai cash (tunai). Misal
proyek yang nilai kontraknya bagus (menguntungkan) dan pembayarannya juga
lancar.
• Rentabilitas bagus dan likuiditas jelek
Proyek seperti ini memerlukan perbaikan likuiditas yang mendesak . Bila kondisi
likuiditas jelek terus dan tidak dapat diperbaiki, dampaknya dapat mengurangi kondisi

VI - 2
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

rentabilitas. Misal, proyek yang semula nilai kontraknya bagus tetapi dalam proses
pembayarannya sering terhambat (tidak lancar).

• Rentabilitas jelek dan likuiditas bagus


Proyek seperti ini memerlukan strategi pengendalian biaya dengan memanfaatkan
likuiditas yang bagus sehingga dapat menolong kondisi rentabilitas menjadi lebih
baik. Misal proyek yang nilai kontraknya cukup berat, tetapi semua pembayarannya
sangat lancar.
• Rentabilitas jelek dan likuiditas jelek
Proyek seperti ini sedapat mungkin dihindari atau dicegah sejak awal agar tidak
terjadi. Misal proyek yang nilai kontraknya berat, ditambah lagi pembayarannya tidak
lancar.

Dari butir (2) dan (3) di atas, menunjukkan bahwa likuiditas berpengaruh terhadap
rentabilitas.
Oleh karena itu, pengendalian likuiditas proyek perlu menjadi perhatian terutama sekali
bagi para engineer (kepala proyek) dalam rangka pengendalian proyek.

6.2. Modal Kerja Proyek


Untuk melaksanakan suatu proyek sampai dengan selesai, pasti memerlukan modal
kerja. Memang ada kondisi-kondisi khusus yang tidak memerluka modal kerja bagi
pelaksanaan proyek, bila pemilik bangunan selalu memberi uang untuk tahapan yang
akan dikerjakan, tetapi kondisi tersebut tidak dibahas di sini, karena disamping sangat
jarang terjadi juga tidak relevan dengan topik bahasan.
Besar kecilnya modal kerja yang diperlukan dalam suatu proyek dipengaruh oleh
beberapa hal, antara lain:
1) Persyaratan pembayaran yang diatur dalam kontrak (surat perjanjian)
Semakin banyak frekuensi pembayaran maka modal kerja yang diperlukan semakin
kecil, begitu juga sebaliknya bila frekuensi pembayarai sedikit akan diperlukan
modal kerja yang lebih besar. Sistem pembayaran dalam kontrak turn key (dibayar
hanya sekali pada saat proyek sudah diserah terimakan) memerlukan modal
sebesar 100 % dari total biaya.
2) Kebijakan operasional (pelaksanaan kegiatan proyek)
Kebijakan operasional yang tidak berorientasi pada penyediaan modal kerja,
cenderung memerlukan modal kerja proyek yang lebih besar Kebijakan operasional
di sini menyangkut dua aspek, yaitu aspek penerimaan dan aspek pembiayaan.

VI - 3
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

Kebijakan pelaksanaan yang tidak memikirkan aspek penerimaan dan pembiayaan


yang terjadwal dengan baik (efisien) akan memerlukan modal kerja proyek yang
besar.
Dengan demikian pengendalian modal kerja proyek terjadi pada dua tahap, yaitu butir (1)
di atas pada tahap penyusunan kontrak dan butir (2) pada tahap pelaksanaan.

Kontrak (surat perjanjian) yang telah ditandatangani pada dasarnya sudah tertutup
kemungkinan untuk melakukan pengendalian modal kerja, kecuali bila terbuka peluang
baru untuk melakukan negosiasi dalam memperbaiki cara pembayaran yang ada.

Pada tahap pelaksanaan proyek, masih terbuka kesempatan untuk melakukan


pengendalian modal kerja proyek, melalui pengendalian pembiayaan yang akan terjadi.
Oleh karena itu, para pelaksana proyek (terutama kepala proyek) harus memperhatikan
hal ini untuk membantu tercapainya sasaran proyek mereka, khususnya dalam
melakukan pengendalian biaya dan waktu.
Dari hal-hal yang mempengaruhi besar kecilnya modal kerja proyek seperti diuraikan di
atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa upaya-upaya pengendalian modal kerja berkaitan
dengan dua hal pokok, yaitu:
a) Penerimaan
b) Biaya

Secara matematis, modal kerja yang diperlukan adalah sebesar biaya dikurangi
penerimaan, semakin kecil selisih dua hal pokok tersebut menunjukkan bahwa modal
kerjanya juga kecil, demikian juga sebaliknya. Secara grafis, selama masa pelaksanaan,
dua hal pokok tersebut akan diwakili oleh dua buah grafik yang dapat dipergunakan
sebagai bahan evaluasi tentang kebutuhan modal kerja proyek. Pendekatan bahasan
pada masalah ini adalah menggunakan pendekatan campuran antara accrual basis
(biaya) dengan cash basis (pengeluaran).

Grafik penerimaan
Grafik penerimaan berbentuk sebagai garis bertangga, yang bergerak dari nol (belum ada
penerimaan) sampai dengan total penerimaan. Grafik tangga di sini bentuknya sangat
dipengaruhi oleh syarat pembayaran dari kontrak dan proses pelaksanaan (progres
pekerjaan dan proses pencairan tagihan).

VI - 4
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

Grafik penerimaan dapat ditunjukkan pada gambar 6.1.


• Curva"S"di atas adalah grafik prestasi pekerjaan Rupiah

Gambar 6.1 Grafik penerimaan

• Bila syarat pembayaran sebagai berikut:


- Termin I sebesar 20%, setelah prestasi mencapai 25%
- Termin II sebesar 25%, setelah prestasi mencapai 50%
- Termin III sebesar 25%, setelah prestasi mencapai 75%
- Termin IV sebesar 25%, setelah prestasi mencapai 100%
- Termin V sebesar 5 %, setelah selesai masa pemeliharaan 1 bulan

• Proses pencairan penerimaan memerlukan waktu satu bulan setelal prestasi dicapai
(untuk menyelesaikan prosedur penagihan). Dari grafik tersebut di atas dapat
dijelaskan sebagai berikut:
- Prestasi 25 % dicapai pada bulan ke-4 1/2, waktu penyelesaian prosedur
penagihan selama satu bulan, maka penerimaan I cair pada bulan ke 5 1/2,
sebesar 20 %.
- Prestasi 50 % dicapai pada bulan ke-5 1/2 (pertengahan bulan enam). maka
penerimaan II cair pada bulan ke-6 1/2 (pertengahan bulan ketujuh), sebesar
25 %.
- Prestasi 75 % dicapai pada bulan ke-6 ½, maka penerimaan III cair pada bulan ke-
7 % (pertengahan bulan kedelapan) sebesar 25 %.

VI - 5
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

- Prestasi 100 % dicapai pada bulan ke-10 (sepuluh) maka penerimaan IV cair pada
bulan ke-11 (sebelas), sebesar 25 %.
- Waktu pemeliharaan satu bulan sehingga selesai pemeliharaan pada bulan ke-11
(sebelas), maka penerimaan V cair pada bulan ke-12 (dua belas) sebesar 5 %.
Dengan demikian, sesuai kondisi contoh tersebut maka grafik penerimaan
berupa garis bertangga seperti dapat dilihat pada gambar.
Tentunya grafik tersebut bentuknya dapat berubah-ubah, tergantung dari
tiga variabel yang mempengaruhinya, yaitu:
- Curva "S" (grafik prestasi)
- Cara pembayaran
- Proses pencairan tagihan

Grafik Biaya
Grafik biaya terjadi sebagai akibat kebijakan pelaksanaan proyek yang dilakukan di
lapangan.
Grafik ini berbentuk seperti huruf "C" sehingga dapat juga disebut curva "C". Grafik ini
diperoleh dengan cara menghubungkan titik-titik biaya yang telah terjadi pada tiap bulan
secara kumulatif. Oleh karena itu, bentuknya tergantung biaya yang terjadi pada tiap
bulan nelaksanaan

Grafik ini ada hubungannya dengan graiik prestasi, karena atas pembiayaan yang terjadi
akan menghasilkan prestasi pekerjaan. Tetapi hubungan kedua grafik ini tidak dapat
disimpulkan secara jelas. Hal tersebut disebabkan adanya beberapa kemungkinan yaitu:
- Pembiayaan yang seluruhnya dapat dijadikan prestasi pekerjaan, kondisi ini paling
ideal, sehingga seluruh biaya yang telah terjadi, dapat segera menimbulkan
penerimaan.
- Pembiayaan yang hanya sebagian dapat dijadikan prestasi pekerjaan, kondisi ini
adalah umum, tetapi terhadap pembiayaan yang belum dapat diprestasikan, perlu
dikendalikan agar tidak menghabiskan modal kerja yang ada.
- Pembiayaan yang sama sekali tidak dapat dijadikan prestasi pekerjaan, kondisi
seperti ini harus dihindari semaksimal mungkin. Contoh kasus ini adalah bila kita
melakukan pembiayaan untuk pekerjaan diluar kontrak, atau belum ada kontraknya.
Hal ini banyak terjadi, dan para engineer tidak menyadari bahwa kejadian ini jelas
dapat menyebabkan kesulitan likuiditas.
Tanpa melihat tiga macam kejadian pembiayaan tersebut di atas, secara umum grafik
biaya dapat ditunjukkan seperti pada gambar 6.2.

VI - 6
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

Bidang Modal Kerja


Keperluan modal kerja proyek selama proses pelaksanaan dapat ditunjukkan dengan
suatu luasan bidang. Semakin luas bidang tersebut berarti proyek memerlukan modal
kerja yang besar.

Bidang modal kerja proyek dapat dilihat pada gambar 6.3.

Gambar 6.3 Bidang modal kerja

VI - 7
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

Bidang modal kerja proyek seperti pada contoh di atas dapat dijelaskan sebagai berikut :
- Pada kedudukan bulan ke-4 telah terjadi biaya sebesar Rp 68.000.000,00 (tetapi
penerimaan belum ada. Ini berarti proyek tersebut memerluka modal kerja dari luar
sebesar Rp 68.000.000,00. Modal dari luar bisa dari lembaga keuangan (perbankan),
uang muka pekerjaan, kredit supplier/ subkontraktor.
- Pada kedudukan bulan ke-6, telah terjadi biaya sebesar Rp 80.000.000,00
(sementara itu penerimaan sudah cair sebesar Rp 20.000.000,00. Ini berarti proyek
tersebut pada bulan ke-6 masih memerlukan modal kerja dari luar sebesar
Rp 60.000.000,00 (Rp 80.000.000,00-Rp 20.000.000,00)
- Dengan meninjau kondisi proyek dari awal sampai dengan bulan ke-11 dengan cara
tersebut di atas, maka diperoleh bidang modal kerja proyek yang diperlukan (bidang
antara grafik biaya dan grafik penerimaan).
- Melihat contoh grafik di atas, berarti sampai dengan bulan ke-11, kondisi proyek
selalu defisit, setelah bulan kesebelas baru surplus.
- Dengan demikian, sepanjang proses konstruksi selalu diperlukan modal kerja. Oleh
karena itu bila penggunaan modal kerja tidak efisien, maka akan menambah biaya
konstruksi.
Kesimpulan dari dua grafik tersebut yaitu grafik biaya dan grafik penerimaan selalu
membentuk bidang modal kerja.
Suatu proyek bila digambarkan bidang modal kerjanya akan berbeda dengan proyek lain.
Yang membedakan proyek-proyek tersebut adalah kinerja dari pegendalian likuiditas
proyek yang bersangkutan.

Dari unsur-unsur , pengendalian likuiditas adalah :


- Mengendalikan jadwal dan besarnya penerimaan proyek
- Mengendalikan jadwal dan besarnya pembiayaan proyek.

Bentuk pengendalian dari keduanya adalah berupa keputusan dan tindakan, baik dalam
proses perencanaan maupun proses pelaksanaan.

Oleh karena itu para Engineer (terutama kepala proyek) memegang peranan yang besar
dalam pengendalian likuiditas proyek, bukan bagian keuangan. Sekali lagi bukan bagian
keuangan, karena bagian keuangan mungkin hanya berperan mempercepat cairnya
tagihan saja, dimana hal tersebut adalah bagian kecil dan hanya merupakan akibat dari
seluruh kegiatan pengendalian likuiditas proyek.

VI - 8
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

Upaya-upaya pengendalian likuiditas adalah intinya untuk menghasilkan bidang modal


kerja sekecil mungkin.
Secara grafis tindakan dapat dijawab sebagai berikut:
- Mendorong grafik penerimaan ke depan
- Menekan grafik biaya, menjadi agak datar tidak terlalu cembung (lengkung).

6.3. Pengendalian Penerimaan


Salah satu unsur pengendalian likuiditas proyek adalah pengendalian penerimaan. Yang
dimaksud pengendalian penerimaan adalah suatu upaya agar realisasi penerimaan dapat
sesuai dengan jadwal atau bahkan kalau mungkin lebih maju dari jadwal. Hal ini sangat
penting sekali perannya terhadap kelancaran pekerjaan. Memang, pekerjaan masih dapat
lancar sepanjang setiap defisit yang terjadi selalu segera diatasi. Tetapi yang menjadi
masalah adalah bahwa sumber daya selalu saja terbatas, sehingga harus selalu diatur
dengan sebaik-baiknya.
Dalam upaya pengendalian, maka ada dua tahap yang harus dilakukan yaitu:

6.3.1. Tahap Penyusunan Kontrak


Dalam tahap penyusunan kontrak, peranan negosiasi yang berkaitan dengan sasaran
likuiditas sangat penting untuk dilakukan.
Beberapa hal yang perlu diperjuangkan dalam negosiasi cara pembayaran untuk
memperingan kondisi likuiditas, adalah antara lain sebagai berikut:
- Mengupayakan uang muka pekerjaan sebesar mungkin (misal 20% dari nilai kontrak)
- Mengupayakan tidak ada retensi, misal diganti dengan jaminan lain.
- Mengupayakan frekuensi pembayaran sebanyak mungkin, misal bulanan (monthly
payment)
- Mengupayakan pembayaran material on site (persediaan material dapat
diprestasikan)
- Membuat harga satuan (unitprice) pekerjaan dengan sistem front loading (pekerjaan-
pekerjaan yang di awal/di depan unitpricenya diangkat).
Upaya-upaya tersebut di atas secara grafis akan mempersempit bidang moda kerja, yang
dipengaruhi oleh majunya grafik penerimaan ke depan.

6.3.2. Tahap Pelaksanaan Proyek


Tahap pelaksanaan proyek, yaitu setelah upaya-upaya tahap penyusunan kontrak telah
dilakukan sebagai hasil akhir dari negosiasi kontrak. Bila masih terbuka kemungkinan

VI - 9
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

untuk negosiasi kembali (renegosiasi), maka kontrak yang ada dapat diperbaiki cara
pembayarannya dengan langkah-langkah tersebut di atas.

Dalam tahap pelaksanaan proyek, satu-satunya pengendalian penerimaan adalah


mempercepat proses pencairan tagihan.

Upaya-upaya tersebut antara lain adalah sebagai berikut:


- Mempersiapkan dengan baik semua prosedur penagihan, termasuk menyiapkan
semua formulir yang diperlukan dari sejak awal.
- Menugaskan petugas khusus untuk proses penagihan sampai dengan cair. Bila
melibatkan petugas-petugas yang berlainan bagian (misal bagian teknik dan bagian
keuangan), maka harus ditunjuk koordinatornya.
- Mengenal dengan baik pihak-pihak (terutama pihak luar) yang berkaitan dengan
proses penagihan, untuk memperlancar komunikasi.
- Mengetahui secara baik jadwal keberadaan pihak-pihak yang terkait dengan proses
penagihan, agar tidak mengalami penundaan, karena tidak diketahui sebelumnya
bahwa yang bersangkutan tidak ada di tempat.

Dengan melakukan keempat upaya tersebut di atas, maka waktu yang diperlukan untuk
memproses pencairan tagihan dapat dikendalikan dengan baik.

Perlu diketahui bahwa petugas khusus ini memerlukan suatu watak khusus untuk
menunjang tugas-tugasnya. Oleh karena itu untuk menjamin kelancaran proses pencairan
tagihan tidak boleh menugaskan petugas yang asal-asalan saja.

Mungkin diperlukan kriteria yang jelas untuk petugas penagihan, yaitu yang antara lain
sebagai berikut :
• Berwatak ulet
• Pantang menyerah, tidak mudah putus asa
• Tidak kenal waktu senggang agar tidak kehilangan momentum yang penting
• Dan seterusnya yang merupakan cir-ciri khusus untuk petugas ini.

Secara grafis, dengan melakukan tindakan-tindakan tersebut dapat menambah grafik


penerimaan menjadi lebih baik.
Contoh ilustrasi dapat dilihat pada gambar 6.4.

VI - 10
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

Gambar 6.4 Perbaikan grafik penerimaan

Dengan upaya penerapan uang muka pekerjaan, monthly payment dan mengganti
retensi, maka dapat dilihat luasan pengurangan bidang modal kerja, yaitu dengan
bergesernya grafik penerimaan ke depan.

6.4. Pengendalian Pembiayaan


Unsur lain dalam pengendalian likuiditas sesudah pengendalian penerimaan adalah
pengendalian pembiayaan.

Yang dimaksud dengan pengendalian pembiayaan disini adalah bukan pengendalian


biaya (cost control) dalam rangka menekan biaya pelaksanaan, tetapi merupakan
kebijakan pembelanjaan melalui upaya-upaya agar realisasi biaya yang terjadi sesuai
dengan kebutuhan pelaksanaan dan tidak berlebihan (over stock) dan membatasi
seminimal mungkin kegiatan yang belum dapat ditagihkan pembayarannya. Pengendalian
pembiayaan di sini kaitannya adalah dengan pengendalian likuiditas.

Sedangkan pengendalian biaya sesuai anggaran pelaksanaan, tetap mempunyai korelasi


positif dengan pengendalian pembiayaan di sini, artinya bila realisasi biaya terkendali
pada anggarannya berarti ikut membantu pengendalian likuiditas, disamping unsur-unsur
pengendalian yang lain yang dibahas di sini.

VI - 11
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

Pengendalian pembiayaan hanya ada pada tahap pelaksanaan, karena ditahap ini
realisasi biaya baru berlangsung.
Bentuk tindakan nyata tentang pengendalian pembiayaan dalam rangka pengendalian
likuiditas, antara lain sebagai berikut:
- Stock material di tempat, sekecil mungkin tetapi tetap dapat menjami kelancaran
pelaksanaan. Strategi yang lebih luas dari ini ada pada manajemen logistik proyek.
- Batasi seminimal mungkin pembiayaan yang tidak terkait langsung denga kemajuan
prestasi pekerjaan.
- Batasi seminimal mungkin melaksanakan kegiatan-kegiatan pekerjaan diluar kontrak
atau belum ada kontraknya.
- Mengutamakan kegiatan-kegiatan yang secara langsung menambah prestasi
pekerjaan.
Dengan upaya-upaya tersebut di atas, grafik biaya akan menjadi lebih lurus, tidak terlalu
cembung, sehingga efeknya dapat mengurangi luasan bidang modal kerja.
Hal tersebut dapat ditunjukkan pada gambar 6.5.

Gambar 6.5 Perbaikan grafik biaya

Dari contoh di atas dapat dijelaskan sebagai berikut :


- Dengan upaya-upaya tertentu, biaya yang semula direncanakan Rp 30.000.000,00
dibulan ke-1, dikurangi (ditunda) menjadi sebesar Rp 15.000.000,00.
- Dengan upaya-upaya lain biaya yang semula direncanakan sebesar
Rp 52.000.000,00 dibulan ke-2, dikurangi (ditunda) menjadi sebesar
Rp 30.000.000,00.

VI - 12
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

- Begitu seterusnya.

Daerah yang terletak diantara grafik biaya sebelum dan sesudah upaya, merupakan
pengurangan bidang modal kerja proyek.
Dengan demikian, bila hasil pengendalian penerimaan dan pengendalian pembiayaan
digabung maka akan terlihat luasan bidang modal kerja akan lebih sempit. Ini berarti
dalam kondisi keuangan ynag sama, likuiditas proyek akan menjadi lebih ringan.

6.5. Pengendalian Pembiayaan dan Penerimaan


Pengendalian pembiayaan dan pengendalian penerimaan harus dilakukan secara
serentak, sebagai suatu strategi yang terpadu.
Oleh karena itu, penyusunan program pelaksanaan di lapangan harus disesuaikan
dengan strategi likuiditas tersebut di atas.
Penggabungan pengendalian grafik penerimaan dan grafik biaya dapat ditunjukkan dalam
dua gambar yaitu gambar 6.6 dan gambar 6.7.

Gambar 6.6 Sebelum ada upaya-upaya pengendalian likuiditas

VI - 13
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

Gambar 6.7 Sesudah ada upaya-upaya pengendalian likuiditas

Dari kedua gambar tersebut, antara gambar sebelum upaya pengendalian dan gambar
sesudah upaya pengendalian terlihat perbedaan yang jelas yaitu:
- Luasan bidang modal kerja proyek menjadi menyempit, ini berarti modal kerja yang
diperlukan proyek dapat banyak dikurangi dibanding bila tida ada upaya
pengendalian.
- Surplus dana terjadi lebih awal, yang tadinya terjadi di bulan kesebelas menjadi
bergeser pada bulan kesembilan. Bahkan pada akhir bulan pertama pernah surplus.
- Dengan kedua kejadian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa dengan melakukan
pengendalian likuiditas proyek, dapat diperoleh manfaat yang baik.
- Dengan demikian para engineer (terutama kepala proyek) patut menaruh perhatian
yang besar terhadap pengendalian likuiditas proyek, yang secara jelas dapat
diungkapkan di atas bahwa peran para engineer di lapangan khususnya para kepala
proyek, ternyata cukup besar.

Namun demikian, karena kondisi likuditas ini adalah suatu laporan keuangan maka
seorang engineer (kepala proyek) memang sebaiknya dapat memahami laporan
keuangan proyek. Dengan memahami laporan keuangan, maka seorang engineer akan
lebih mudah melakukan tindakan pengendalian likuiditas.

VI - 14
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

RANGKUMAN

Sesuai Keppres No. 80 tahun 2003 selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sejak
tanggal penanda tanganan kontrak, pengguna barang/jasa sudah harus menerbitkan
SPMK (Surat Perintah Mulai Kerja)

Penyedia jasa dapat sebelum penanda tanganan kontrak mempersiapkan penyusunan


rencana kerja, agar cukup waktu penyiapannya, sebelum pekerjaan pisik dimulai.
Khususnya dalam pengendalian biaya, perlu dibuat Rencana Anggaran Pelaksanaan
Proyek dan Rencana Cash Flow Proyek.

Dalam modul ini dijelaskan secara rinci bagaimana kerja itu dibuat, aplikasi dalam
pelaksanaan serta pengawasan/ evaluasi pengendalian biaya proyek yang tergambar
dalam bab-bab sebagai berikut

Bab I
Menjelaskan lingkup pekerjaan Cost Controller pada pekerjaan di bidang SDA, serta
maksud dan tujuan mempelajari modul ini membekali para peserta pelatihan dalam
mengendalikan biaya proyek.

Bab II
Kegiatan pengelolaan dan pengendalian dimulai dari pembuatan rencana pelaksanaan
proyek antara lain penyusunan Rencana Anggaran Pelaksanaan (RAP) dan cash flow.
Menyiapkan rencana tersebut secara formal dimulai setelah tanda tangan kontrak oleh
kedua belah pihak, yaitu pengguna jasa dan penyedia jasa, namun pada kenyataannya
kontraktor dapat mempersiapkan sebelumnya setelah penetapan organisasi dan
pengisian personil pelaksana ditetapkan.

Bab III
Menjelaskan maksud dan tujuan pembuatan rencana anggaran pelaksanaan pekerjaan.
Proses penyusunan menggunakan formulir A1 s/d A8 contoh formulir ini diambil dari
pengalaman kerja disalah satu kontraktor, perusahaan kontraktor lain dapat
mengembangkan sendiri, sesuai dengan kepentingan dan kondisi pekerjaan dari
perusahaan masing-masing, yang penting fungsi pengendalian secara berjenjang dapat
dilakukan diawali dari kebijakan pelaksanaan, pengendalian pos-pos bahan, upah, alat,
Pelatihan Cost Controller Pengendalian Biaya

sub kontraktor, pekerjaan persiapan/penyelesaian dan overhead, sampai pengendalian


jenis pekerjaan dan total biaya diproyek secara periodik dan akhir proyek. Dengan sistem
pengendalian demikian setiap penyimpangan biaya dapat terdeteksi secara dini, dan
dapat diambil langkah perbaikan.

Bab IV
Menjelaskan tujuan penyusunan cash flow dan prinsip pembuatan cash flow. Unsur-unsur
apa saja yang mempengaruhi cash flow.
Pada umumnya setiap proyek memerlukan kas awal untuk dapat memulai kegiatannya,
walaupun proyek dengan fasilitas pembayaran uang muka, tetap memerlukan modal
pinjaman yang tentunya dapat diangsur pengembaliannya sehingga setiap bulan likuiditas
tetap baik/lancar

Bab V
Dalam pelaksanaan pekerjaan perlu ada mekanisme yang mengatur sedemikian
sehingga pengendalian biaya setiap kegiatan dapat dimonitor. Ada formulir pencatatan
biaya yang akan mencatat, mengevaluasi setiap transaksi dilapangan. Demikian juga
formulir pengendalian atas pos-pos biaya, jenis pekerjaan dan total biaya pekerjaan,
formulir kartu pencatatan biaya (KPB) 1 s/d 08
Formulir evaluasi biaya B1 s/d B10
Sama dengan formulir Rencana Anggaran Pelaksanaan Proyek, formulir KPB 01 s/d 08
dan B1 s/d B10 adalah contoh formulir yang dapat dikembangkan oleh perusahaan
kontraktor masing-masing sesuai dengan kepentingan dan kondisi pekerjaan.

Bab VI
Pengendalian likuiditas dilakukan secara periodic agar likuiditas baik, artinya mampu
membayar setiap jatuh tempo pembayaran. Pengendalian likuiditas ini perlu dicermati
agar tidak mengganggu kelancaran jalannya pekerjaan. Biasanya dana pinjaman jangan
sampai terlalu memberati biaya bunga bank, maka pengaturan antara penerimaan uang
pembayaran dengan pengeluaran uang pembayaran serta dana pinjaman diatur
sedemikian rupa menjadi pilihan yang terbaik. Ada kelancaran pekerjaan dan kemampuan
memperoleh keuntungan dari proyek tersebut.
Daftar Pustaka

1. Istimawan Dipohusodo, Manajemen Proyek dan Konstruksi, Kamsin

Yogyakarta 1996

2. Mahendra Sultan Syah, Ir, Manajemen Proyek – Kiat Sukses Mengelola

Proyek, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Januari 2004

3. Waskita Karya PT, Manual Perencanaan dan Pengendalian Proyek 1994

4. Asiyanto, MBA, IPM, Ir, Cost Cobstruction Project Cost Management, PT.

Praduya Paramita, Jakarta 2005

Anda mungkin juga menyukai