Dosen Pengampu:
Puspita Palupi, S.Kep.,Ns, M.Kep..Sp.Kep.Mat
Disusun Oleh:
Dhanny Pratiwi
9204100018
Infeksi post partum adalah semua peradangan yang disebabkan oleh masuknya
kuman-kuman ke dalam alat-alat genitalia pada waktu persalinan dan perawatan masa
post partum. Infeksi puerperalis adalah keadaan yang mencakup semua peradangan
alat-alat genitalia dalam masa post partum. Infeksi post partum adalah infeksi bakteri
pada traktus genitalia yang terjadi setelah melahirkan, ditandai dengan kenaikan suhu
tubuh. Infeksi post partum/puerperalis ialah infeksi klinis pada saluran genital yang
terjadi dalam 28 hari setelah persalinan (Bobak, 2010).
Masuknya secara eksogen dan menyebabkan infeksi berat yang ditularkan dari
penderita lain, alat-alat yang tidak steril, tangan penolong dan sebagainya.
b) Staphylococcus aurelis
c) Escherichia coli
Sering berasal dari kandung kemih dan rektum menyebabkan infeksi terbatas pada
perineum, vulva dan endometrium.
d) Clostridium welchii
3. Faktor Risiko
Tanda dan gejala yang timbul pada infeksi post partum antara lain demam, nyeri di
daerah infeksi, terdapat tanda kemerahan pada daerah yang terinfeksi, fungsi organ
terganggu. Gambaran klinis infeksi post partum adalah sebagai berikut:
a. Infeksi lokal
Warna kulit berubah, timbul nanah, bengkak pada luka, lokea bercampur nanah,
mobilitas terbatas, suhu tubuh meningkat.
b. Infeksi umum
Sakit dan lemah, suhu badan meningkat, tekanan darah menurun, nadi meningkat,
pernafasan meningkat dan sesak, penurunan kesadaran hingga koma, gangguan
involusi uteri, lokea berbau, bernanah dan kotor (Ambarwati dkk, 2010)
5. Patofisiologi
Setelah kala III, daerah bekas insersio plasenta merupakan sebuah luka dengan
diameter kira-kira 4 cm. Permukaannya tidak rata, terdapat benjolan-benjolan karena
banyak vena yang ditutupi trombus. Daerah ini merupakan tempat yang baik untuk
tumbuhnya kuman- kuman dan masuknya jenis-jenis yang patogen dalam tubuh
wanita. Serviks sering mengalami perlukaan pada persalinan, demikian juga vulva,
vagina dan perineum yang semuanya merupakan tempat masuknya kumankuman
patogen. Proses radang dapat terbatas pada luka-luka tersebut atau menyebar di luar
luka asalnya. Adapun infeksi dapat terjadi sebagai berikut :
a. Tangan pemeriksa atau penolong yang tertutup sarung tangan pada pemeriksaan
dalam atau operasi membawa bakteri yang sudah ada dalam vagina ke dalam
uterus. Kemungkinan lain ialah bahwa sarung tangan atau alat-alat yang
dimasukkan ke dalam jalan lahir tidak sepenuhnya bebas dari kuman-kuman.
b. Droplet infeksi. Sarung tangan atau alat-alat terkena kontaminasi bakteri yang
berasal dari hidung atau tenggorokan dokter atau petugas kesehatan lainnya yang
berada di ruang tersebut. Oleh karena itu, hidung dan mulut petugas yang bekerja
di kamar bersalin harus ditutup dengan masker dan penderita infeksi saluran
pernapasan dilarang memasuki kamar bersalin. Dalam rumah sakit terlalu banyak
kuman-kuman patogen, berasal dari penderita-penderita dengan berbagai jenis
infeksi. Kuman-kuman ini bisa dibawa oleh aliran udara kemana-mana, antara
lain ke handuk, kain-kain yang tidak steril, dan alat-alat yang digunakan untuk
merawat wanita dalam persalinan atau pada waktu post partum.
c. Koitus pada akhir kehamilan tidak merupakan sebab infeksi penting, apabila
mengakibatkan pecahnya ketuban.
d. Infeksi intrapartum sudah dapat memperlihatkan gejala-gejala pada waktu
berlangsungnya persalinan. Infeksi intra partum biasanya berlangsung pada waktu
partus lama, apalagi jika ketuban sudah lama pecah dan beberapa kali dilakukan
pemeriksaan dalam. Gejala-gejalanya antara lain, kenaikan suhu tubuh biasanya
disertai dengan leukositosis dan takikardi, denyut jantung janin dapat meningkat
pula. Air ketuban biasanya menjadi keruh dan berbau. Pada infeksi intra partum
kuman-kuman memasuki dinding uterus pada waktu persalinan, dan dengan
melewati amnion dapat menimbulkan infeksi pula pada janin.
Reaksi tubuh dapat berupa reaksi lokal dan dapat pula terjadi reaksi umum.
Pada infeksi dengan reaksi umum akan melibatkan syaraf dan metabolik pada saat itu
terjadi reaksi ringan limporetikularis di seluruh tubuh, berupa proliferasi sel fagosit
dan sel pembuat antibodi (limfosit B).
Kemudian reaksi lokal yang disebut inflamasi akut, reaksi ini terus
berlangsung selama menjadi proses pengrusakan jaringan oleh trauma. Bila penyebab
pengrusakan jaringan bisa diberantas, maka sisa jaringan yang rusak disebut debris
akan difagositosis dan dibuang oleh tubuh sampai terjadi resolusi dan kesembuhan.
Bila trauma berlebihan, reksi sel fagosit kadang berlebihan sehingga debris yang
berlebihan terkumpul dalam suatu rongga membentuk abses atau bekumpul dijaringan
tubuh yang lain membentuk flegman (peradangan yang luas di jaringan ikat) (Fadlun
& Feryanto, 2011).
Trauma persalinan,infeksi nosokomial
Infeksi Postpartum
Merangsang
Peningkatan suhu
pegeluaran
tubuh
mediator kimia
Demam tinggi
Merangsang sel-
sel disekitar luka
Takikardi anoreksia
Nutrisi kurang
dari kebutuhan
6. Klasifikasi
Jenis-jenis infeksi postpartum
a. Infeksi Uterus
1) Endometritis (Lapisan dalam rahim)
Endometritis adalah infeksi pada endometrium (lapisan dalam dari
rahim). Infeksi ini dapat terjadi sebagai kelanjutan infeksi pada serviks atau
infeksi tersendiri dan terdapat benda asing dalam rahim
Endometritis adalah infeksi yang berhubungan dengan kelahiran anak,
jarang terjadi pada wanita yang mendapatkan perawatan medis yang baik dan
telah mengalami persalinan melalui vagina yang tidak berkomplikasi. Infeksi
pasca lahir yang paling sering terjadi adalah endometritis yaitu infeksi pada
endometrium atau pelapis rahim yang menjadi peka setelah lepasnya plasenta,
lebih sering terjadi pada proses kelahiran caesar, setelah proses persalinan
yang terlalu lama atau pecahnya membran yang terlalu dini. Juga sering terjadi
bila ada plasenta yang tertinggal di dalam rahim, mungkin pula terjadi infeksi
dari luka pada leher rahim, vagina atau vulva.
Tanda dan gejalanya akan berbeda bergantung dari asal infeksi, sedikit
demam, nyeri yang samar-samar pada perut bagian bawah dan kadang-kadang
keluar dari vagina berbau tidak enak yang khas menunjukkan adanya infeksi
pada endometrium. Pada infeksi karena luka biasanya terdapat nyeri dan nyeri
tekan pada daerah luka, kadang berbau busuk, pengeluaran kental, nyeri pada
perut atau sisi tubuh, gangguan buang air kecil. Kadang-kadang tidak terdapat
tanda yang jelas kecuali suhu tubuh yang meninggi. Maka dari itu setiap
perubahan suhu tubuh pasca lahir harus segera dilakukan pemeriksaan.
Terjadinya infeksi endometrium pada saat persalinan, dimana bekas
implantasi plasenta masih terbuka, terutama pada persalinan terlantar dan
persalinan dengan tindakan pada saat terjadi keguguran, saat pemasangan alat
rahim yang kurang legeartis
Kadang-kadang lokia tertahan oleh darah, sisa-sisa plasenta dan
selaput ketuban. Keadaan ini dinamakan lokiametra dan dapat menyebabkan
kenaikan suhu. Uterus pada endometritis agak membesar, serta nyeri pada
perabaan dan lembek.
Pada endometritis yang tidak meluas, penderita merasa kurang sehat
dan nyeri perut pada hari-hari pertama. Mulai hari ke-3 suhu meningkat, nadi
menjadi cepat, akan tetapi dalam beberapa hari suhu dan nadi menurun dan
dalam kurang lebih satu minggu keadaan sudah normal kembali.
Lokia pada endometritis, biasanya bertambah dan kadang-kadang
berbau .Hal ini tidak boleh dianggap infeksinya berat. Malahan infeksi berat
kadang-kadang disertai oleh lokia yang sedikit dan tidak berbau.
Untuk mengatasinya biasanya dilakukan pemberian antibiotik, tetapi
harus segera diberikan sesegera mungkin agar hasilnya efektif. Dapat pula
dilakukan biakkan untuk menentukan jenis bakteri, sehingga dapat diberikan
antibiotik yang tepat. (Eny, 2010)
2) Miometritis (infeksi otot rahim)
Miometritis adalah radang miometrium. Sedangkan miometrium
adalah tunika muskularis uterus. Gejalanya berupa demam, uterus nyeri tekan,
perdarahan vaginal dan nyeri perut bawah, lokhea berbau, purulen.
Metritis akut biasanya terdapat pada abortus septik atau infeksi
postpartum. Penyakit ini tidak berdiri sendiri akan tetapi merupakan bagian
dari infeksi yang lebih luas yaitu merupakan lanjutan dari endometritis.
Kerokan pada wanita dengan endometrium yang meradang dapat
menimbulkan metritis akut. Pada penyakit ini miometrium menunjukkan
reaksi radang berupa pembengkakan dan infiltarsi sel-sel radang. Perluasan
dapat terjadi lewat jalan limfe atau lewat tromboflebitis dan kadang-kadang
dapat terjadi abses.
Terapi dapat berupa antibiotik spektrum luas seperti amfisilin 2gr IV
per 6 jam, gentamisin 5 mg kg/BB, metronidasol mg IV per 8 jam, profilaksi
anti tetanus, efakuasi hasil konsepsi. (Eny, 2010)
3) Parametritis (infeksi daerah di sekitar rahim).
Parametritis adalah radang dari jaringan longgar di dalam lig latum.
Radang ini biasanya unilatelar. Tanda dan gejala suhu tinggi dengan demam
tinggi, Nyeri unilateral tanpa gejala rangsangan peritoneum, seperti muntah.
Penyebab Parametritis yaitu :
a) Endometritis dengan 3 cara yaitu :
1) Per continuitatum : endometritis → metritis → parametitis
2) Lymphogen
3) Haematogen : phlebitis → periphlebitis → parametritis
b) Dari robekan serviks
c) Perforasi uterus oleh alat-alat ( sonde, kuret, IUD )
b. Infeksi Saluran Kemih
Peningkatan risiko terjadinya ISK postpartum antara lain dapat disebabkan
oleh karena trauma jalan lahir, inkontinensia urin, pemasangan instrumen katater
urin, dan anestesi yang menyebabkan ibu postpartum tidak dapat berkemih secara
normal. Pada ibu postpartum normal penyebab yang paling sering terjadi adalah
akibat trauma jalan lahir, namun hal itu biasanya tidak berlangsung lama, pada
keesokan harinya pasien sudah dapat berkemih secara normal kembali. Pada ibu
postpartum caesar, pasien tidak dapat langsung berkemih secara normal. Kesulitan
berkemih normal pada pasien dapat disebabkan oleh karena trauma dinding perut,
inkontinensia urin, ataupun efek anestesi spinal. Selama masa perawatan pasien
harus dipasang kateter urin menetap minimal selama tiga hari. Pemasangan kateter
ditujukan agar pasien dapat mengosongkan kandung kemih, namun pemasangan
kateter menetap kerap menjadi salah satu sumber infeksi saluran kemih.
Kemungkinan sumber infeksi saluran kemih yang berasal dari pemsangan keteter
urin menetap.
ISK ditandai dengan adanya disuria, leukosistosis, perubahan warna urin,
kram daerah suprapubis, nyeri punggung kebawah, demam dan anoreksia. Untuk
menegakkan diagnose ISK dapat dilakukan pemeriksaan diagnostic berupa
Urinalisis (leukositosis dan hematuria), bakteriologis dan kultur urine. Dapat juga
dilakukan pemeriksaan adanya PMS sebagai bandingan ISK yang disebabkan oleh
PMS. (Eny, 2010)
c. Peritonitis
Peritonitis nifas bisa terjadi karena meluasnya endometritis, tetapi dapat
juga ditemukan bersama-sama dengan salpingo-ooforitis dan sellulitis pelvika.
Selanjutnya, ada kemungkinan bahwa abses pada sellulitis pelvika mengeluarkan
nanahnya ke rongga peritoneum dan menyebabkan peritonitis.
Peritonitis, yang tidak menjadi peritonitis umum, terbatas pada daerah
pelvis. Gejala-gejalanya tidak seberapa berat seperti pada peritonitis umum.
Penderita demam, perut bawah nyeri, tetapi keadaan umum tetap baik. Pada
pelvioperitonitis bisa terdapat pertumbuhan abses. Nanah yang biasanya
terkumpul dalam kavum douglas harus dikeluarkan dengan kolpotomia posterior
untuk mencegah keluarnya melalui rektum atau kandung kencing.
Peritonitis umum disebabkan oleh kuman yang sangat patogen dan
merupakan penyakit berat. Suhu meningkat menjadi tinggi, nadi cepat dan kecil,
perut kembung dan nyeri, ada defense musculaire. Muka penderita, yang mula-
mula kemerah-merahan, menjadi pucat, mata cekung, kulit muka dingin; terdapat
apa yang dinamakan facies hippocratica. Mortalitas peritonitis umum tinggi.
(Eny, 2010)
7. Komplikasi
a. Tromboflebitis
1) Definisi
Perluasan infeksi nifas yang paling sering ialah perluasan atau invasi
mikroorganisme pathogen yang mengikuti aliran darah disepanjang vena dan
cabang – cabangnya sehingga terjadi tromboflebitis.
Tromboflebitis merupakan inflamasi permukaan pembuluh darah
disertai pembentukan pembekuan darah.Tomboflebitis cenderung terjadi
pada periode pasca partum pada saat kemampuan penggumpalan darah
meningkat akibat peningkatan fibrinogen; dilatasi vena ekstremitas bagian
bawah disebabkan oleh tekanan kepala janin gelana kehamilan dan
persalinan; dan aktifitas pada periode tersebut yang menyebabkan
penimbunan, statis dan membekukan darah pada ekstremitas bagian bawah
(Eny, 2010)
2) Klasifikasi
a) Pelviotromboflebitis
1. Definisi
Yaitu infeksi nifas yang mengenai vena – vena dinding uterus
dan ligamentum latum, yaitu vena ovarika dekstra karena infeksi pada
tempat implantasi plasenta terletak di bagian atas uterus ; proses
biasanya unilateral. Disebabkan oleh kurangnya gizi atau mal nutrisi,
anemia, kurang personal hygiene, trauma jalan lahir.Seperti partus lama
atau macet dan periksa dalam yang berlebihan.
2. Gejala
1) Nyeri, yang terdapat pada perut bagian bawah dan / atau perut
bagian samping, timbul pada hari ke 2 – 3 masa nifas dengan atau
tanpa panas.
2) Penderita tampak sakit berat dengan gambaran karakteristik sebagai
berikut :
a. Menggigil berulang kali. Menggigil inisial terjadi sangat berat
( 30 – 40 menit ) dengan interval hanya beberapa jam saja dan
kadang – kadang 3 hari\
b. Suhu badan naik turun secara tajam ( 36 0C menjadi 400C ) yang
diikuti dengan penurunan suhu dalam waktu 1 jam ( biasanya
subfebris seperti pada endometritis ).
c. Penyakit dapat berlangsung selama 1 – 3 bulan.
d. Cenderung berbentuk pus, yang menjalar ke mana – mana,
terutama ke paru – paru.
3) Gambaran darah
a. Terdapat leukositosis ( meskipun setelah endotoksin menyebar
ke sirkulasi, dapat segera terjadi leukopenia ).
b. Untuk membuat kultur darah, darah diambil pada saat sebelum
mulainya menggigil. Meskipun bakteri ditemukan di dalam
darah selama menggigil, kultur darah sangat sukar dibuat karena
bakterinya adalah anaerob.
4) Pada periksa dalam hampir tidak ditemukan apa – apa karena yang
paling banyak terkena ialah vena ovarika yang sukar dicapai dalam
pemeriksaan.
3. Komplikasi
a) Komplikasi pada paru – paru : infark, abses, pneumonia.
b) Komplikasi pada ginjal sinistra, nyeri mendadak, yang diikuti
dengan proteinuria dan hematuria.
c) Komplikasi pada persendian, mara dan jaringan subkutan.
4. Penanganan
a) Rawat Inap
Penderita tirah baring untuk pemantauan gejala penyakit
yang dan mencegah terjadinya emboli pulmonum.
b) Terapi Medik
Pemberian antibiotika dan heparin jika terdapat tanda – tanda
atau dugaan adanya emboli pulmonum.
c) Terapi Operatif
Pengikatan vena kava inferior dan vena ovarika jika emboli
septic terus berlangsung sampai mencapai paru – paru, meskipun
sedang dilakukan heparinisasi.
b) Tromboflebitis Femoralis
1. Definisi
Yaitu infeksi nifas yang mengenai vena – vena pada tungkai,
misalnya vena femoralis, vena poplitea dan vena safvena.
2. Penilaian Klinik
a) Keadaan umum tetap baik, suhu badan subfebris selama 7 -10 hari,
kemudian suhu mendadak naik kira – kira pada hari ke 10 – 20,
yang disertai dengan menggigil dan nyeri sekali.
b) Pada salah satu kaki yang terkena biasanya kaki kiri, akan
meberikan tanda – tanda sebagai berikut :
1) Kaki sedikit dalam keadaan fleksi dan rotasi ke luar serta
sukar bergerak, lebih panas dibanding dengan kaki lainnya.
2) Seluruh bagian dari salah satu vena pada kaki terasa tegang
dank eras pada paha bagian atas.
3) Nyeri hebat pada lipat paha dan daerah paha.
4) Reflektorik akan terjadi spasus arteria sehingga kaki menjadi
bengkak, tegang, putih, nyeri dan dingin, pulsasi menurun.
5) Edema kadang – kadang terjadi sebelum atau setelah atau
setelah nyeri dan pada uumnya terdapat pada paha bagian atas,
tetapi lebih sering dimulai dari jari – jari kaki dan
pergelangan kaki, kemudian meluas dari bawah ke atas.
6) Nyeri pada betis, yang akan terjadi spontan atau dengan
memijit betis atau dengan meregangkan tendo akhiles ( tanda
Homan ).
3. Penanganan
a) Perawatan.
Kaki ditinggikan untuk mengurangi edema, lakukan kompres pada
kaki. Setelah mobilisasi kaki hendaknya tetap dibalut elastik atau
memakai kaos kaki panjang yang elastic selama mungkin.
b) Mengingat kondisi ibu yang sangat jelek, sebaiknya jangan
menyusui.
c) Terapi medik : pemberian antibiotika dan analgetik.
a. Pencegahan
1. Masa Persalinan
a) Hindari pemeriksaan dalam berulang, lakukan bila ada indikasi dengan
sterilitas yang baik, apalagi bila ketuban telah pecah.
b) Hindari partus terlalu lama dan ketuban pecah lama.
c) Jagalah sterilitas kamar bersalin dan pakailah masker, alat-alat harus suci
hama.
d) Perlukaan-perlukaan jalan lahir karena tindakan baik pervaginam maupun
perabdominal dibersihkan, dijahit sebaik-baiknya dan menjaga sterilitas.
e) Pakaian dan barang-barang atau alat-alat yang berhubungan dengan
penderita harus terjaga kesuci-hamaannya.
f) Perdarahan yang banyak harus dicegah, bila terjadi darah yang hilang
harus segera diganti dengan transfusi darah.
2. Masa Nifas
a) Luka-luka dirawat dengan baik jangan sampai kena infeksi, begitu pula
alat-alat dan pakaian serta kain yang berhubungan dengan alat kandung
kencing harus steril.
b) Penderita dengan infeksi nifas sebaiknya diisolasi dalam ruang khusus
tidak tercampur dengan ibu sehat.
c) Tamu yang berkunjung harus diatasi
3. Masa Kehamilan
Mengurangi atau mencegah faktor-faktor predisposisi seperti anemia,
malnutrisi dan kelemahan serta mengobati penyakit-penyakit yang diderita
ibu.Pemeriksaan dalam jangan dilakukan kalau tidak ada indikasi yang perlu.
Begitu pula koitus pada hamil tua hendaknya dihindari atau dikurangi dan
dilakukan hati-hati karena dapat menyebabkan pecah ketuban dan kalau ini
terjadi maka infeksi akan mudah masuk kedalam jalan lahir.
4. Pencegahan Infeksi Post Partum
a) Anemia diperbaiki selama kehamilan. Berikan diet yang baik. Koitus pada
kehamilan tua sebaiknya dihindari.
b) Membatasi masuknya kuman dijalan lahir selama persalinan. Jaga
persalinan agar tidak berlarut-larut, selesaikan persalinan dengan trauma
sesedikit mungkin. Cegah perdaraha banyak dan penularan penyakit dari
petugas dalam kamar bedah. Alat alat harus steril dan lakukan
pemeriksaan hanya bila dan atas indikasi yang tepat.
5. Penanganan Umum
a) Antisipasi setiap kondisi seperti faktor predisposisi dan masalah dalam
proses persalinan yang dapat berlanjut menjadi komplikasi dalam masa
nifas.
b) Berikan pengobatan yang rasional dan efektif bagi ibu yang mengalami
infeksi nifas.
c) Lanjutkan pengamatan dan pengobatan terhadap masalah atau infeksi yang
dikenali pada saat kehamilan ataupun persalinan.
d) Jangan pulangkan pasien jika masa kritis belum terlewati.
e) Beri catatan atau instruksi tertulis untuk asuhan mandiri dirumah dan
gejala-gejala yang harus di waspadai dan harus mendapat pertolongan
dengan segera.
f) Lakukan tindakan dan perawatan yang sesuai bagi bayi baru lahir, dari ibu
yang mengalami infeksi pada saat persalinan. Dan berikan hidrasi oral/IV
secukupnya.
6. Pengobatan Umum
a) Sebaiknya segera dilakukan kultur dan sekret vagina, luka operasi dan
darah serta diuji kepekaan untuk mendapatkan antibiotika yang tepat dala
mpengobatan.
b) Berikan dalam dosis yang cukup dan adekuat.
c) Karena hasil pemeriksaan memerlukan waktu, maka berikan antibiotika
spektrum luas (broad spektrum) menunggu hasil laboratorium.
d) Pengobatan mempetinggi daya tahan tubuh penderita , infus atau transfusi
darah diberikan, perawatan lainnya sesuai dengan komplikasi yang
dijumpai.
7. Penanganan infeksi postpartum
1) Pemberian Sulfonamide – Trisulfa merupakan kombinasi dari Sulfadizin
185 gr, Sulfamerazin 130 gr, dan Sulfatiozol 185 gr. Dosis 2 gr diikuti 1
gr 4-6 jam kemudian peroral.
2) Pemberian Penisilin – Penisilin-prokain 1,2 sampai 2,4 juta satuan IM,
penisilin G 500.000 satuan setiap 6 jam atau metsilin 1 gr setiap 6 jam IM
ditambah ampisilin kapsul 4X250 gr peroral
3) Tetrasiklin, eritrimisin dan kloramfenikol
4) Hindari pemberian politerapi antibiotika berlebihan
5) Lakukan evaluasi penyakit dan pemeriksaan laboratorium . (Ambarwati,.
2010)
9. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
1) Review riwayat prenatal dan interpartum
Pengkajian awal mulai dengan review riwayat prenatal dan intranatal meliputi :
1) Komplikasi antepartum
2) Lamanya proses persalinan dan jenis persalinan
3) Lamanya ketuban pecah dini
4) Adanya episiotomi dan laserasi perinium
5) Respons janin pada saaat persalinan dan kondisi bayi baru lahir (nilai
APGAR)
6) Pemberian anestesi/analgesia selama proses persalinan dan kelahiran
7) Medikasi lain yang diterima selama persalinan atau periode immediate
postpartum
8) Komplikasi yang terjadi pada periode immediate postpartum (seperti atonia
uter, retensi plasenta)
2) Pengkajian Payudara
Mengakaji payudara untuk tanda-tanda pembengkakan, termasuk payudara
teraba penuh sekitar postpartum hari 3 dan 4, yaitu: panas, kemerahan, nyeri,
dan pembengkakan daerah payudara, yang bisa mengindikasikan mastitis.
Perawat mengkaji tonus uterus, posisi dan tinggi fundus uteri dengan melakukan
palpasi. Pasien diminta untuk mengosongkan kandung kemih sebelum
pengkajian utnuk akurasi data dan posisi kepala datar dengan posisi
supine.Selain itu, perlu dikaji juga afterpains (uterine cramping) dan melakukan
intervensi menurunkan nyeri sesuai kebutuhan.
3) Fungsi gastrointestinal
Pengkajian meliputi:
1) Inspeksi abdomen: adanya distensi
2) Auskultasi bising usus
3) Palpasi abdomen: adanya distensi, nyeri tekan, regiditas dan diastasis rektus
abdominis
4) Perkusi untuk menentukan ada dan lokasi gas
5) Kaji adanya flatus dan
6) Warna konsistensi tinja
7) Diatanyakan adanya mual dan muntah
4) Fungsi kandung kemih
Pengkajian meliputi:
1) Kembalinya buang air kecil, yang harus terjadi dalam waktu 6-8 jam
setelah melahirkan
2) Jumlah urin selama kurang lebih 8 jam setelah melahirkan.
3) Klien harus mengeluarkan minimal 150 mL setiap kali berkemih, kurang
dari 150 mL setiap kali berkemih dapat mengidikasiakn adanya retensi urin
karena penurunan tonus otot kanndung kemih pasca bersalin (tanpa adanya
preeeklampsia atau masalah kesehatan yang signifikan)
4) Tanda dan gejela ISK
5) Kandung kemih harus nonpalpable di atas simfisis pubis
5) Kondisi perineum dan anus
Pengkajian perineum dan anus harus dilakukan setiap 4 jam untuk 24 jam
pertama pasca melhirkan dan setiap 812 jam sampai pasien pulang. Perawat
harus menginspeksi perineum dengan posisi ibu miring dan menekuk kaki ke
arah dada.
6) Episiotomi/perineum
REEDA adalah singkatan yang sering digunakan untuk menilai kondisi
episiotomi atau laserasi perineum. REEDA singaktan (Redness/kemerahan,
Edema, Ecchymosis/ekimosis, Discharge/keluaran dan Approximate
/perlekatan).Kemerehan dianggap normal pada episiotomi dan luka, namun
jika ada rasa sakit yang signifikan, perlu dilakukan pengkajian lebih
lanjut.Edema berlebihan dapat menyebabkan perlambatan penyembuhan luka.
Discharge harus tidak ada pada episiotomi atau laserasi, dan tepi luka jahitan
harus rapat/
7) Ektermitas bawah
Ekstemitas bawah harus dikaji sensai, kekuatan, edema, nyeri, dan tanda-tanda
trombembolis pada periode immediate postpartum.Untuk mengkaji Deep Vein
Thromosis (DVT), ekstremitas bawah diperikasa adanya panas, merah,
menyakitkan dan atau pembengkakan.
8) Mengkaji status nutrisi
Pengkajian awal status nutrisi pada periode postpartumdidasarkan pada data
ibu saat seblum hamil dan berat saat hamil, bukti simpanan besi yang emadai
dan riwayat diet yang adekuat atau penampilan.Perawat juga perlu mengkaji
beberpa faktor komplikasi yang memperburuh status nutrisi, seperti kehilangan
darah yang berlebih saat persalinan.
9) Pengkajian tingkat energi dan kualitas istirahat
Pengkajian tingkat energy dan identifikasi faktor-faktor yang berkontribusi
kelelhan kronik harus dikaji sebelum pasein pulang. Perawat harus menhkaji
jumlah istirahat dan tidur, dan menanyakan apa yang dapat dialkukan ibu
utnuk membantunya meningkatkan istirahta sela ibu ada di rumah sakit.
10) Pengkajian emosi
Emosi merupakan elemen penting dari penilaian postpaprtum. Klien
postpartum biasanya menunjukkan gejala dari baby blues atau potspartum
lues, ditunjukkan oleh gejala menangis, lekas arah dan kadang-kadang
insomnia.
11) Pengkajian vital sign
12) Integritas neurologi : perawat mengevaluasi tingkat kesadaran dan fungsi
sensoorik-motorik selama periode postpartum
13) Pengkajian nyeri ( Irma dkk, 2013)
DAFTAR PUSTAKA
1. Ambarwati, dkk. 2010. Asuhan kebidanan nifas. Jogjakarta: mitra cendikia offset
2. Bobak, Lowdermilk. 2010. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4. Jakarta : EGC
3. Eny R, Ambarwati, Wulandari D. 2010. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Nuha
Medika
4. Fadlun dan Feryanto. 2011. Asuhan Kebidanan Patologis. Jakarta: Salemba Medika.
5. Nurbaeti, Irma. 2013. Asuhan keperawatan pada ibu postpartum dan bayi baru lahir.
Jakarta: penerbit mitra wacana media
6. Sulistyawati, A. 2010. Buku Ajar Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas. Yogyakarta :
ANDI
7. Tim Pokja SDKI PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan indonesia. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat PPNI
8. Tim Pokja SIKI PPNI. (2017). Standar Intervensi Keperawatan indonesia. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat PPNI
9. Tim Pokja SLKI PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan indonesia. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat PPNI