Anda di halaman 1dari 8

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLTEKKES KEMENKES RIAU JURUSAN KEBIDANAN


PROGRAM STUDI D III KEBIDANAN
Jl. Melur No.103 Pekanbaru, Telepon (0761) 36581 Fax : (0761) 20656

HAND OUT

Mata Kuliah : Asuhan kebidanan Nifas


Kode Mata Kuliah : Bd.6.302
Topik : ADAPTASI PSIKOLOGIS IBU NIFAS
Pertemuan : 2

Objektif Perilaku Siswa (OPS)


Mahasiswa mampu menjelaskan proses adaptasi psikologis ibu dalam masa nifas
secara tepat dan benar sesuai dengan penjelasan yang diberikan.

Referensi :
Irene, Bobak M et all. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC.
Juraida, Mardiah, 2010. Asuhan Kebidanan Ibu Nifas. Jakarta: EGC.
Juraida, Mardiah, 2013. Asuhan Kebidanan Ibu Nifas dan Deteksi Dini
Komplikasi. Jakarta: EGC

A. Kebutuhan Psikologis Ibu Masa Nifas


1. Adaptasi Psikologis Ibu Masa Nifas
Pendahuluan
Wanita mengalami banyak perubahan emosi selama masa nifas sementara
ia menyesuaikan diri menjadi seorang ibu. Penting sekali bagi bidan untuk
mengetahui tentang penyesuaian psikologis yang normal sehingga ia dapat
menilai apakah seorang ibu memerlukan asuhan khusus dalam masa ini. Kelahiran
seorang anak menyebabkan timbulnya suatu tantangan mendasar terhadap struktur
interaksi keluarga yang sudah terbentuk.

Program Studi D III Kebidanan Page 1


Menjadi orang tua menciptakan periode ketidakstabilan yang menurut
perilaku yang meningkatkan transisi untuk menjadi orang tua. Orang tua harus
menggali hubungan diantara mereka. Apabila ada anak lain dan anak-anak yang
lebih tua harus menyesuaikan diri terhadap tuntutan bayi akan kasih dan waktu
orang tua. Kehamilan dan persalinan merupakan suatu peristiwa psikologis yang
sangat mempengaruhi kehidupan wanita dan keluarganya baik secara langsung,
yang selanjutnya turut menentukan kualitas kehidupan keluarga. Respon dan
kemampuan adaptasi psikologis dalam masa kehamilan dan nifas ditentuan oleh
tingkat pencapaian tugas perkembangan keluarga, mekanisme koping yang
digunakan, usia kehamilan dan faktor pendukung lainnya.
Tugas Perkembangan Keluarga menurut May dan Mahlmeister (1990):
a. Peningkatan pengetahuan dan merencanakan
kebutuhan spesifik untuk kehamilan, melahirkan dan peran sebagai
orang tua.
b. Persiapan untuk memberikan perawatan fisik
kepada bayi
c. Adaptasi pada pola financial untuk memenuhi
kebutuhan yang makin banyak
d. Penyesuaian pola ekspresi seksual pada masa
kehamilan
e. Perluasan komunikasi untuk memenuhi
kebutuhan emosi
f. Reorientasi hubungan dengan keluarga
g. Menjalin hubungan dengan teman dan
masyarakat
h. Mempertahankan palsafah hidup dan moral
yang sehat.
Adaptasi Psikologi pada masa kehamilan:
(1). Trimester I
a). Resolusi terhadap perasaan ambivalen
b).Mengatasi perubahan & perasaan tak nyaman
c). Persiapan menjadi ayah

Program Studi D III Kebidanan Page 2


d). Pengkajian mimpi
(2). Trimester II
a). Perkembangan citra ibu
b). Perkembangan citra ayah
c). Perubahan seksual dan citra diri
d). Perubahan keterikatan prenatal
e). Pengkajian mimpi dan perasaan takut
(3). Trimester III
a). Adaptasi terhadap perubahan kegiatan
b). Persiapan sebagai orang tua
c). Dukungan suami / istri
d). Penerimaan thp perubahan seks dan citra tubuh
e). Persiapan menghadapi persalinan
f). Penyusunan rencana melahirkan
g). Penelaahan mimpi dan rasa takut

a. Adaptasi Maternal
Perubahan yang mendadak dan dramatis pada status hormonal
menyebabkan ibu yang berada dalam masa nifas menjadi sensitive terhadap
faktor-faktor yang dalam keadaan normal mampu diatasi. Sebagian ibu merasa
tidak berdaya dalam waktu yang singkat namun, perasaan ini umumnya akan
hilang setelah kepercayaan pada diri mereka tumbuh. Apabila depresi atau
insomnia bertahan lebih dari 1 atau 2 minggu pasien ahrus dirujuk kebagian
psikistri untuk menyingkirkan kemungkinan psikosis nifas.(Helen Farrer,
2001:226). Reva Rubin (1963), mengidentifikasi 3 tahap perilku wanita ketika
beradaptasi dengan perannya sebagai orang tua, yaitu:
1) Taking in (Periode tingkah laku ketergantungan)
Merupakan fase ketergantungan ibu segera setelah melahirkan yang
menyerahkan sepenuhnya kepada orang lain untuk memenuhi
kebutuhannya. Ibu lebih memusatkan perhatian pada kebutuhan sendiri
sehingga ia tidak mengawali kontak dengan bayinya. Ibu bersemangat

Program Studi D III Kebidanan Page 3


membicarakan pengalaman persalinanyang baru dialaminya. Berlangsung
1 sampai 2 hari setelah melahirkan.
2) Taking Hold (Periode peralihan dari ketergantungan ke mandiri)
Ibu berada antara mencari kasih sayang untuk dirinya sendiri, juga mulai
mengalihkan perhatian dan kasih sayangnya kepada bayi berlangsung lebih
kurang sepuluh hari setelah persalinan.
3) Letting go (Periode kemandirian dalam peran baru)
Ibu menerima peran barunya secara penuh dengan meningkatkan
keterampilan dalam merawat bayi. (M.Bobak, 2000:743)

b. Adaptasi Paternal
Ayah beradaptasi terhadap kehadiran bayinya dengan mengikuti proses
yang sama seperti ibu sang bayi. Biasanya ayah cenderung lebih banyak berbicara
pada bayinya ketika memberikan respon terhadap perilaku bayi. 6 minggu setelah
kelahiran, ayah yang menjalin kontak lebih dalam dengan bayinya. Ternyata lebih
positif penyesuaian perannya sebagai orang tua.
Faktor yang mempengaruhi adaptasi Psikososial:
a). Dukungan suami, ortu, teman & orang dekat lainnya
b). Usia
c). Kehamilan yang direncanakan atau tidak
d). Status sosial ekonomi
e). Masalah seksualitas
f). Penglaman orang tua sebelumnya
g). Riwayat melahirkan anggota keluarga / teman dekat
h). Pengalaman lalu yang terkait dengan fasilitas
i). Pemberi pelayanan kesehatan
Menurut May dan Mahlmeister (1990) kesiapan Psikososial individu yang
bersangkutan, ikut menentukan keberhasilan melalui masa transisi. Karekteristik
kesiapan psikososial:
1. Kapasitas untuk menjalin dan mempertahankan hubungan yang intim
2. Kemampuan untuk memberi dan memperhatikan kebutuhan orang lain

Program Studi D III Kebidanan Page 4


3. Kemampuan untuk belajar dan menyesuaikan pola kehidupan sehari-
hari
4. Kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif
5. Identifikasi social yang jelas

Apabila ibu gagal beradaptasi terhadap perubahan yang dialaminya akan


terjadi gangguan kesehatan jiwa yaitu:
1) Postpartum Blues
Postpartum blues biasanya bersifat sementara dan bisa
mempengaruhi 75% sampai 80% wanita melahirkan. Reaksi ini dapat
terjadi setiap waktu setelah wanita melahirkan, tetapi seringkali terjadi
pada hari ketiga atau keempat pascapartum dan memuncak antara hari
kelima dan keempatbelas pascapartum. Penetapan diagnosis dan katergori
bues cukup sulit karena tidak instrument pengkajian standar. Namun
kennerley dan gath (1989) menjelaskan sebuah instrument yang dapat
dipercaya dan sahih, yang mengukur tujuh gejala postpartum blues:
perubahan mood, merasa “rendah”. Cemas, merasa terlalu emosional,
mudah menangis, letih, bingung atau pikiran kacau. Faktor predisposisi
postpartum blues meliputi perubahan biologis, stress, respons normal, atau
penyebab social atau lingkungan. Para ahli biologis telah melakukan
penelitian tentang fluktuasi hormone dan tanda beberapa reaksi afeksi
terhadap perubahan progresteron, estradiol, kortisol dan kadar prolaktin.
Pendukung teori stress berpendapat bahwa setiap peristiwa yang
menimbulkan stress (mis:Pembedahan) dapat merangsang reaksi seperti
blues. Beberapa orang memandang blues sebagai peristiwa fisiologis
normal berdasarkan respons yang meningkatkan naluri ibu dan sifat
protektif terhadap bayinya. Maalah sosial dan lingkungan seperti tekanan
dlam hubungan pernikahan dan hubungan keluarga, riwayat sindrom pra
menstruasi, rasa cemas, rasa takut tentang persalinan dan depresi selama
masa hamil dan penyesuaian soaial yang buruk dapat merupakan factor
predisposisi (Kennerley, Gath, 1989).

Program Studi D III Kebidanan Page 5


Kadang-kadang kegembiraan setelah melahirkan berlanjut sampai
2 atau 3 hari, tetapi hamper semua selesai setelah hari ke empat
pascapersalinan. Ibu mungkin menjadi depresi, mudah menangis dan
kurang istirahat. Penurunan kadar estrogen dan progresteron yang tiba-tiba
dapat menjadi bagian penting pada postpartum “Blues” karenanya disebut
depresi. Terdapat alasan lain mengapa ibu merasakan depresi dan tidak
bersemangat. Ketegangan telah berakhir, bayi telah lahir dan masa masa
menegangkan telah berlalu. Ibu mengalami nyeri perineum, payudara yang
membesar bila ia menyusui, dan nyeri. Ia mungkin tidak benar-benar
mengerti mengapa, tetapi ia mengerti bahwa dunia indahnya seminggu
yang lalu telah hilang.
Keterbatasan diri dan perubahan perasaan ringan yang bersifat
sementara, terjadi 30% s/d 80% pada ibu yang baru melahirkan. Gejala
postpartum blues pada umumnya dirasakan setiap saat setelah melahirkan,
tetapi lebih sering dimanifestasikan pada hari ke tiga atau ke empat dan
meningkat pada hari ke lima sampai empat belas postpartum. Gejalanya:
menangis, merasa sangat lelah, insomnia, mudah tersinggung dan sulit
konsentrasi.
2) Depresi pasca Melahirkan
Dialami ± 20% dari ibu yang baru melahirkan (Menurut Daw, 1988
& Steiner 1990). Biasanya tejadi pada 3 bulan pertama setelah melahirkan
sampai bayi berusia 1 tahun. Gejala yang timbul sama seperti gejala
depresi yang dialami dalam kehidupan pada waktu yang lain.
Penyebabnya: Faktor biologis karena perubahan hormonal, faktor
psikologi karena sikap negative dalam mengasuh anak pada persalinan
yang lalu, faktor sosial yaitu hubungan yang tidak harmonis dalam
keluarga dan dengan suami.
Dalam merawat wanita yang mengalami depresi pascapartum,
seorng bidan harus menyadari pengaruhnya terhadap keluarga. Jika
seorang ibu merasa tidak mampu, tidak dapat mengalami masalah dirinya
dan bayinya, menarik diri atau sangat letih, keluarga akan terpengaruh.
Stressor menjadi lebih besar dan dapat menyebabkan isolasi ibu dan

Program Studi D III Kebidanan Page 6


keluarganya, menyebabkan perubahan hubungan dengan pasangan atau
suami, atau memberi dampak negative pada pola asuh. Bidan harus
waspada terhadap tanda disfungsi ini dan menyiapkan diri untuk
membantu meningkatkan ikatan ibu dan bayinya, merujuk ibu dan
keluarganya untuk mendukung pelayanan dan konseling dan membantu
keluarga tersebut dalam membuat prioritas dan menjalankan funfsi
keluarga yang penting (Martell, 1990).
Kebanyakan program pengobatan terhadap depresi pascapartum
cenderung mengarah pada tindakan reaktif daripada tiandakan prediktif.
Nicolson (1990) melaporkan bahwa suatu pendekatan yang lebih efektif
adalah mengkaji depresi pascanatal bukan sebagai penyakit atau
kerentanan individual, tetapi sebagai suatu reaksi berduka yang normal
dan sebagai bagian dari setiap gambaran pascanatal. Interpretasi ibu
tentang pengalamannya menjadi kunci pengobatan atau penanganan yang
lebih tepat. Bidan dapat membantu ibu untuk menyadari bahwa
pengalamannya tidak selalu menyenangkan dan positif. Banyak ibu yang
berduka karena kehidupan dirinya (gambaran diri, gaya hidup, daya tarik
seksual) dan mengalami bencana stress yang berlebihan. Bidan dapat
membantu ibu untuk mengakui dirinya yang baru serta menerima
pengetahuan bahwa depresi dan reaksi berduka adalah normal dan tidak
permanent.
3) Psikosa pasca melahirkan
Jarang terjadi, di amerika frekuensinya 1000 ibu yang melahirkan.
Gejala biasanya terlihat dalam 3 s/d 4 mg setelah melahirkan berupa
delusi, halusinasi dan perilaku yang tidak wajar. Penyebabnya karena
perubahan tingkat hormonal, stress psikologis dan fisik dan system yang
tidak memadai. Sering dialami oleh ibu yang mengalami abortus dan
kematian bayi.
Krisis psikiatri yang paling parah ialah Psikosis pascapartum.
Gejala ini sering kali bermula dengan postpartum blues atau depresi
pascapartum. Gejalanya meneyerupai Skizofrenia atau kerusakan
Psikoafektif. Perawatan dirumah sakit selama beberapa bulan mungkin

Program Studi D III Kebidanan Page 7


diperlukan. Bunuh diri atau bahaya pada bayi atau keduanya merupakan
bahaya psikosis terbesar. Skizofrenia atau reaksi skizofrenia bisa
merupakan suatu kerusakan pada metabolisme serebral dan atau perubahan
structural. Skizoprenia lebih sering terjadi pada remaja dan orang dewasa
muda daripada lansia. Gambaran proses berfikir yang abnormal, seperti
berfikir kongkret, keras kepala yang nyata dan kecurigaan yang terus
menerus merupakan hal yang umum terjadi. Pemindahan wanita
kelingkungan rumah sakit merupakan hal yang penting. Prognosis baik
terutama jika merupakan episode psikosis pertama khususnya jika tanpa
gejala selama masa nifas.

Berikut ini tips menghindari stress:


1. Diet makan yang baik
2. Olahraga yang teratur
3. Hindari kebiasaan yang tidak baik
4. Komunikasi
5. Binalah hubungan emosional yang baik dengan pasangan, keluarga
dan teman teman anda mencari akar masalah
6. Mengikuti aktifitas, meditasi, yoga dan pijatan akan membantu
mengurangi ketegangan pada otot otot
7. Istirahat, Berbarunglah pada satu sisi dan diiringi musik yang lembut
dan bayangkan anda berada di suatu tempat yang nyaman (Mis:
Pantai/gunung)
8. Bicarakan dengan dokter keluhan yang anda rasakan

Program Studi D III Kebidanan Page 8

Anda mungkin juga menyukai