Anda di halaman 1dari 3

SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER

PASCA SARJANA UNIVERSITAS KADER BANGSA


PRODI S2 ILMU HUKUM
TAHUN AJARAN 2020/2021

NAMA : M. Dani, S.H


NIM : 20440-007
MATA KULIAH : FILSAFAT ILMU (HUKUM)
DOSEN PENGAMPU : Dr.Ir.Hj. Herlina, M.E

1. Ditinjau dari kedudukan manusia dalam hukum dan nilai sosial budaya, manakah yang
terbaik dan paling sesuai dari 8 (delapan) fragmentasi Aliran Filsafat Hukum ? Jelaskan
secara rinci.

Jawab:
Menjawab pertanyaan Aliran hukum yang terbaik dan paling sesuai bagi manusia (secara
umum) tentu akan sangat sulit menjawabnya. Banyak faktor yang harus kita
pertimbangkan, baik dalam hal wilayah dimana dia tinggal, kondisi, nilai-nilai moral dan
kultural dimana dia berinteraksi dan fakta-fakta dan fenomena sosial yang ada
dilingkungannya, dan tentu sejarah peradaban yang melatarbelakanginya.

Tapi kalau kita membatasi preferensi kita pada lingkup Bangsa Indonesia, tentu saat ini
yang paling sesuai adalah aliran Positivisme, dengan pertimbangan sebagai berikut:
1. Indonesia adalah sebuah bangsa dengan keberagaman nilai-nilai moral dan kultural.
Sehingga aliran positivisme dengan mekanisme pembuatan hukum melalui badan
yang berwenang, dimana badan tersebut dipilih langsung oleh rakyat, dan diharapkan
mampu mengejawantahkan harapan dan aspirasi masyarakat yang diwakilinya.
2. Indonesia dengan sejarah yang panjang dibawah okupansi Belanda, tentu sistem
hukum dari negara penjajah tersebut mewarnai pergulatan dunia hukum Indonesia,
yang akhirnya para ahli hukum masa itu berkeyakinan sistem hukum yang beraliran
positivisme adalah yang paling baik dan paling sesuai dengan kondisi pluralistik yang
menjadi ciri khas Bangsa Indonesia.

Namun kalau dipaksa untuk memilih aliran hukum yang paling baik dan paling sesuai,
tentu setiap orang pasti akan mempunya pilihan dan argumentasinya sendiri, dan ini akan
berujung pada selesa, sementara ada maksim yang berbunyi, "De Gustibus Non Est
Disputandum" dalam bahasa Inggris maknanya, "In matters of taste, there can be no
disputes" kalau kita terjemahkan secara sederhana bahwa, "Selera tak bisa
diperdebatkan."

2. Lakukan analisa tentang aliran sekuler dan liberalism yang berkembang di Indonesia,
jelaskan berikut contoh-contohnya.
Jawab:
Sekulerisme dan liberalism kalau kita analisa secara umum maknanya adalah sebuah
ideologi yang membuat garis damarkasi yang jelas antara badan/institusi negara dan
agama. Melalui aliran ini setiap orang diberikan kebebasan yang seluas-luasnya untuk
menjalankan agama dan kepercayaannya tanpa diusik oleh siapapun.

Kalau kita tinjau sejarahnya sekularisme referensinya pada presumsi bahwa aktivitas dan
penentuan manusia, khususnya dalam persepsi politis, harus berdasarkan pada bukti
konkrit dan fakta, dan bukan atas pertimbangan keagamaan. Di dunia sekularisme
memperoleh akar intelektualnya dari banyak filsuf dengan latar belakang beragam:

1. Para filsuf Yunani dan Romawi seperti Marcus Aurelius dan Epikuros,
2. Polimatik Islam abad pertengahan seperti Ibnu Rusyd,
3. Para pemikir abad Pencerahan (aufklarung) seperti Baron d'Holbach, Denis Diderot,
Voltaire, John Locke, James Madison, Thomas Jefferson dan Thomas Paine dan
4. Pemikir independen, agnostik dan ateis seperti Bertrand Russell dan Robert Ingersoll.

Di Indonesia tentu ini berkembang sejak lama, dan tokohnya tak kurang dari nama-nama
besar sebut saja Nurcholish Madjid dan Ulil Abshar.

3. Jelaskan korelasi alat rekayasa sosial terhadap konsepsi hukum Aliran Sociological
Jurisprudence.

Jawab:
Pada prinsipnya aliran sociological jurisprudence memandatkan hukum sebagai sarana
atau alat rekayasa dan kontrol sosial (Law as a tool of social engineering and social
control). Diharapkan dengan fungsi kendali dan rekonstruksi/rekayasa sosial ini akan
terwujud kondisi sosial yang selaras/harmoni di tengah-tengah masyarakat, sehingga
terjadi keseimbangan kepentingan-kepentingan yang ada di entitas masyarakat tersebut,
baik kepentingan pribadi maupun umum (balancing of private and public interests).

4. Uraikan tentang permasalahan sengketa waris yang sering terjadi di adat/budaya


masyarakat Indonesia dalam persfektif Aliran Mazhab Sejarah.

Jawab:

Perspektif aliran Mazhab Sejarah bertolak pada pemahaman bahwa Hukum itu tidak
dibuat, tetapi tumbuh dan berkembang bersama masyarakat. Dan setiap masyarakat itu
memiliki apa yang disebut volkgeist/jiwa rakyat, yang berakibat perbedaan hukum
disesuaikan dengan tempat dan waktu.
Kalaupun kemudian terjadi sengketa waris pada lingkungan masyarakat adat tertentu,
tentu hal ini disebatbkan oleh beberapa faktor, seperti faktor internal, artinya sikap mental
individu dalam hal ini ahli warisnya yang memang greedy (serakah) dan tak pernah puas
dengan seberapa pun harta yang diwarisi oleh orang tuanya dan faktor eksternal, yaitu
menyangkut hukum yang diberlakukan yang mengatur pembagian harta waris ini
mungkin bagi salah satu atau beberapa ahli waris tidak mencerminan hukum yang
tumbuh dan berkembang disana sehingga menimbulkan sengketa (dispute), yang
ditimbulkan karena para ahli waris tak merasakan adanya keadilan pada pembagian
tersebut.
5. Bagaimana pendapat anda tentang teori Imperatif dan indikatif dari hakikat hukum yang
berlaku realitas dalam masyarakat Indonesia ? Berikan implementasi yang terjadi di
lingkungan anda.

Jawab:
Teori Imperatif artinya mencari hakikat hukum. Keberadaan hukum di alam semesta
adalah sebagai perintah Tuhan dan perintah penguasa yang berdaulat.

Sementara Indikatif, artinya hukum harus melihat fenomena dan fakta sosial yang ada
dan hidup di tengah-tengah masyarakat.

Implementasinya adalah perbedaan legal treatment terhadap hukum negara dan hukum
adat. Untuk kasus yang sama tergantung para pihak untuk memilih hukum mana yang
lebih cocok untuk diperlakukan mengingat kultur dan nilai-nilai hidup yang ada di
lingkungan tersebut. Ada hal-hal yang tidak bisa dicampur adukkan, terdapat juga unsur
kompromistis dalam penyelesaian kasus tertentu. Ada hak privilese dari subjek hukum
untuk memilih aturan mana yang lebih bermanfaat, efektif dan menjamin sense of justice
dalam penyelesaian masalahnya.

Contoh perkawinan melalui proses melarikan anak gadis orang, pada suku Sansak, proses
ini dianggap sebagai perkawinan yang lebih terhormat ketimbang, kawin dengan cara
mohon ijin kepada calon mertua dari pihak perempuan, sama halnya yang terjadi pada
cara perkawinan di suku Komering Ilir (OKI)

-Thank you-

Anda mungkin juga menyukai