MAKALAH AGAMA
TATA CARA PENGURUSAN JENAZAH
Disusun oleh :
1. Eni Kurniawati (05)
2. M. Zulfikar (14)
3. M. Adeona lavenda(22)
SMAN 3 BOJONEGORO
Jl. Monginsidi No. 09 Telp. (0353) 882180 Fax. (0353) 880075E-mail:
sman3bojonegoro@yahoo.co.id
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur saya panjatkan ke Hadirat Allah SWT, karena hanya
dengan berkat-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini. Tak lupa shalawat serta salam
semoga dilimpahkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW yang telah
membawa kita dari alam gelap ke alam yang terang benderang, dari alam jahiliyah ke
alam yang penuh berkah ini. Saya mengucapkan terima kasih kepada Pak Sariwandi selaku
guru Agama Islam . Dan saya juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang
telah memberikan bantuannya berupa materiil maupun non materiil, karena tanpa
bantuan pihak-pihak tersebut saya tidak mungkin dapat menyelesaikan makalah ini.
Selain itu, saya pun mengucapkan terima kasih kepada para penulis yang saya kutip
tulisannya sebagai bahan rujukan.
Saya menyusun makalah ini dengan sungguh-sungguh dan semampu saya. Saya
berharap dengan adanya makalah ini dapat memberikan pengalaman maupun pelajaran
yang berarti bagi siapa saja yang membacanya.
Makalah ini dibuat sebagai salah satu tugas Agama Islam Makalah ini saya buat satu jilid
yang berisi tentang “TATA CARA PENGURUSAN JENAZAH”.
Dalam tiap subbab yang dibahas merupakan informasi yang sesuai dengan materi
yang sedang dibahas.
Akhir kata, manusia tidak ada yang sempurna, begitu pula dengan makalah ini.
Jauh dari sempurna. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat saya
nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .………………………………………………………………….……….. 1
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………………………. 1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Jenazah………………………………..………………………………2
2.2. Memandikan Jenazah …….…………….………………………………………………..2
2.3. Mengkafani Jenazah ……………….…………………….................................................4
2.4. Menshalatkan Jenazah ………….…………………………….…………………….....5
2.5. Menguburkan Jenazah ………………………………………………………………...8
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan ………………………………………………….……………………….…. 12
3.2. Saran ……………………………………………………………………………………..12
DAFTAR PUSTAKA
A. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Syariat Islam mengajarkan bahwa setiap manusia pasti akan mengalami kematian yang
tidak pernah diketahui kapan waktunya. Sebagai makhluk sebaik-baik ciptaan Allah SWT dan
ditempatkan pada derajat yang tinggi, maka Islam sangat menghormati orang muslim yang telah
meninggal dunia. Oleh sebab itu, menjelang menghadapi kehariban Allah SWT orang yang telah
meninggal dunia mendapatkan perhatian khusus dari muslim lainnya yang masih hidup.
Dalam ketentuan hukum Islam jika seorang muslim meninggal dunia maka hukumnya
fardhu kifayah atas orang-orang muslim yang masih hidup untuk menyelenggarakan 4 perkara,
yaitu memandikan, mengkafani, menshalatkan dan menguburkan orang yang telah meninggal
tersebut. Untuk lebih jelasnya 4 persoalan tersebut, pemakalah akan mencoba
menguraikan dalam penjelasan berikut ini.
B. PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Jenazah
Kata jenazah diambil dari bahasa Arab ( )جن ذحyang berarti tubuh mayat dan kata جن
ذ yang berarti menutupi. Jadi, secara umum kata jenazah memiliki arti tubuh mayat yang
tertutup
2.2. Memandikan Jenazah
Setiap orang muslim yang meninggal dunia harus dimandikan, dikafani dan dishalatkan
terlebih dahulu sebelum dikuburkan terkecuali bagi orang-orang yang mati syahid. Hukum
memandikan jenazah orang muslim menurut jumhur ulama adalah fardhu kifayah. Artinya,
kewajiban ini dibebankan kepada seluruh mukallaf di tempat itu, tetapi jika telah dilakukan oleh
sebagian orang maka gugurlah kewajiban seluruh mukallaf. Adapun dalil yang menjelaskan
kewajiban memandikan jenazah ini terdapat dalam sebuah hadist Rasulullah SAW, yakninya:
د ر (رواه اJJا ء و سJJلو ه بمJJا ت ا غسJJه فمJJقط عن ر ا حلتJJذ ي سJJ فى ا ل:عن ا بن عبا س ا ن ا لنبي صلى ا هلل عليه و سلم قا ل
)لبخرو مسلم
Artinya: “Dari Ibnu Abbas, bahwasanya Nabi SAW telah bersabda tentang orang yang jatuh dari
kendaraannya lalu mati, “mandikanlah ia dengan air dan daun bidara.” (H.R Bukhari dan
Muslim)
Adapun beberapa hal penting yang berkaitan dengan memandikan jenazah yang perlu
diperhatikan yaitu:
1. Orang yang utama memandikan jenazah
a. Untuk mayat laki-laki
Orang yang utama memandikan dan mengkafani mayat laki-laki adalah orang yang
diwasiatkannya, kemudian bapak, kakek, keluarga terdekat, muhrimnya dan istrinya.
b. Untuk mayat perempuan
Orang yang utama memandikan mayat perempuan adalah ibunya, neneknya, keluarga terdekat
dari pihak wanita serta suaminya.
c. Untuk mayat anak laki-laki dan anak perempuan
Untuk mayat anak laki-laki boleh perempuan yang memandikannya dan sebaliknya untuk mayat
anak perempuan boleh laki-laki yang memandikannya.
d. Jika seorang perempuan meninggal sedangkan yang masih hidup semuanya hanya laki-laki dan
dia tidak mempunyai suami, atau sebaliknya seorang laki-laki meninggal sementara yang masih
hidup hanya perempuan saja dan dia tidak mempunyai istri, maka mayat tersebut tidak
dimandikan tetapi cukup ditayamumkan oleh salah seorang dari mereka dengan memakai lapis
tangan.[3] Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW, yakninya:
دJJان و يJJا ييممJJاذ ما تت ا لمر أ ة مع ا لر جا ل ليس معحم ا مر أ ة غير ها و ا لر جل مع النسا ء ليس معهن ر جل غيره فأ نهم
)فنا ن و هما بمنز لة من لم يجد ا لما ء (رواه ه بو داود و ا لبيحقى
Artinya: “Jika seorang perempuan meninggal di tempat laki-laki dan tidak ada perempuan lain atau laki-
laki meninggal di tempat perempuan-perempuan dan tidak ada laki-laki selainnya maka kedua
mayat itu ditayamumkan, lalu dikuburkan, karena kedudukannya sama seperti tidak mendapat
air.” (H.R Abu Daud dan Baihaqi)
2. Syarat bagi orang yang memandikan jenazah
a. Muslim, berakal, dan baligh
b. Berniat memandikan jenazah
c. Jujur dan sholeh
d. Terpercaya, amanah, mengetahui hukum memandikan mayat dan memandikannya sebagaimana
yang diajarkan sunnah serta mampu menutupi aib si mayat.
Mengkafani jenazah adalah menutupi atau membungkus jenazah dengan sesuatu yang
dapat menutupi tubuhnya walau hanya sehelai kain. Hukum mengkafani jenazah muslim dan
bukan mati syahid adalah fardhu kifayah. Dalam sebuah hadist diriwayatkan sebagai berikut:
أJJر ه شJJها جر نا سع ر سو ل ا هلل صلى ا هلل عليه و سلم كلتمس و جه ا هلل فو قع ا جرنا على هللا فمنا من ما ت لم يأ كل من ا ج
ا رJJ و ا ذا غطينا به, ا ذا غطينا بها ر أ سه خر جت ر جال ه,منهم مصعب ا بن عمير قتل يو م ا حد فلم نجد ما لكفنه ا ال بر د ة
اJJجليه حر ج ر أ سه فأ مر نا ا لنبي صلى ا هلل عليه و سلم ا ن نغطي ر أ سه و ا ن نجعل على ر جليه من ا ال ذ خر (رواه ا لبخ
)ر ى
Artinya: “Kami hijrah bersama Rasulullah SAW dengan mengharapkan keridhaan Allah SWT, maka
tentulah akan kami terima pahalanya dari Allah, karena diantara kami ada yang meninggal
sebelum memperoleh hasil duniawi sedikit pun juga. Misalnya, Mash’ab bin Umair dia tewas
terbunuh diperang Uhud dan tidak ada buat kain kafannya kecuali selembar kain burdah. Jika
kepalanya ditutup, akan terbukalah kakinya dan jika kakinya tertutup, maka tersembul
kepalanya. Maka Nabi SAW menyuruh kami untuk menutupi kepalanya dan menaruh rumput
izhir pada kedua kakinya.” (H.R Bukhari)
Hal-hal yang disunnahkan dalam mengkafani jenazah adalah:
1. Kain kafan yang digunakan hendaknya kain kafan yang bagus, bersih dan menutupi seluruh
tubuh mayat.
2. Kain kafan hendaknya berwarna putih.
3. Jumlah kain kafan untuk mayat laki-laki hendaknya 3 lapis, sedangkan bagi mayat perempuan 5
lapis.
4. Sebelum kain kafan digunakan untuk membungkus atau mengkafani jenazah, kain kafan
hendaknya diberi wangi-wangian terlebih dahulu.
5. Tidak berlebih-lebihan dalam mengkafani jenazah.
Adapun tata cara mengkafani jenazah adalah sebagai berikut:
1. Untuk mayat laki-laki
a. Bentangkan kain kafan sehelai demi sehelai, yang paling bawah lebih lebar dan luas serta setiap
lapisan diberi kapur barus.
b. Angkatlah jenazah dalam keadaan tertutup dengan kain dan letakkan diatas kain kafan
memanjang lalu ditaburi wangi-wangian.
c. Tutuplah lubang-lubang (hidung, telinga, mulut, kubul dan dubur) yang mungkin masih
mengeluarkan kotoran dengan kapas.
d. Selimutkan kain kafan sebelah kanan yang paling atas, kemudian ujung lembar sebelah kiri.
Selanjutnya, lakukan seperti ini selembar demi selembar dengan cara yang lembut.
e. Ikatlah dengan tali yang sudah disiapkan sebelumnya di bawah kain kafan tiga atau lima ikatan.
f. Jika kain kafan tidak cukup untuk menutupi seluruh badan mayat maka tutuplah bagian
kepalanya dan bagian kakinya yang terbuka boleh ditutup dengan daun kayu, rumput atau kertas.
Jika seandainya tidak ada kain kafan kecuali sekedar menutup auratnya saja, maka tutuplah
dengan apa saja yang ada.
Menurut ijma ulama hukum penyelenggaraan shalat jenazah adalah fardhu kifayah. Hal
ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW, yang berbunyi:
)صلو ا على مو تا كم (رواه ابن ما جه
Artinya: “Shalatilah orang yang meninggal dunia diantara kamu”
Orang paling utana untuk melaksanakan shalat jenazah yaitu:
a. Orang yang diwasiatkan si mayat dengan syarat tidak fasik atau tidak ahli bid’ah.
b. Ulama atau pemimpin terkemuka ditempat itu.
c. Orang tua si mayat dan seterusnya ke atas.
d. Anak-anak si mayat dan seterusnya ke bawah.
e. Keluarga terdekat.
f. Kaum muslimim seluruhnya.
Rukun shalat jenazah ialah:
a. Berniat menshalatkan jenazah.
b. Takbir empat kali.
c. Berdiri bagi yang kuasa.
Adapun tata cara melakukan shalat jenazah adalah sebagai berikut:
1. Niat shalat jenazah
Niat shalat jenazah dilakukan dalam hati serta ikhlas karena Allah SWT. Sebelum shalat
jenazah dilakukan maka kepada imam dan seluruh makmum hendaknya berwudhu dan menutup
aurat. Untuk menyalatkan mayat laki-laki imam berdiri sejajar dengan kepala si mayat,
sedangkan untuk mayat perempuan, imam berdiri di tengah-tengah sejajar pusat si mayat.
2. 5. Menguburkan Jenazah
Disunnahkan membawa jenazah dengan usungan jenazah yang di panggul di atas pundak
dari keempat sudut usungan.
Para pengiring tidak dibenarkan untuk duduk sebelum jenazah diletakkan, sebab Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wassalam telah melarangnya.
Disunnahkan mendalamkan lubang kubur, agar jasad si mayit terjaga dari jangkauan binatang
buas, dan agar baunya tidak merebak keluar.
Lubang kubur yang dilengkapi liang lahad lebih baik daripada syaq. Dalam masalah ini
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
“Liang lahad itu adalah bagi kita (kaum muslimin), sedangkan syaq bagi selain kita (non
muslim).” (HR. Abu Dawud dan dinyatakan shahih oleh Syaikh Al-Albani dalam “Ahkamul
Janaaiz” hal. 145)
Lahad adalah liang (membentuk huruf U memanjang) yang dibuat khusus di dasar kubur pada
bagian arah kiblat untuk meletakkan jenazah di dalamnya.
Syaq adalah liang yang dibuat khusus di dasar kubur pada bagian tengahnya (membentuk huruf
U memanjang).
Disunnahkan membaringkan jenazah dengan bertumpu pada sisi kanan jasadnya (dalam posisi
miring) dan menghadap kiblat sambil dilepas tali-talinya selain tali kepala dan kedua kaki.
- Tidak perlu meletakkan bantalan dari tanah ataupun batu di bawah kepalanya, sebab tidak ada
dalil shahih yang menyebutkannya. Dan tidak perlu menyingkap wajahnya, kecuali bila si mayit
meninggal dunia saat mengenakan kain ihram sebagaimana yang telah dijelaskan.
- Setelah jenazah diletakkan di dalam rongga liang lahad dan tali-tali selain kepala dan kaki
dilepas, maka rongga liang lahad tersebut ditutup dengan batu bata atau papan kayu/bambu dari
atasnya (agak samping).
- Lalu sela-sela batu bata-batu bata itu ditutup dengan tanah liat agar menghalangi sesuatu yang
masuk sekaligus untuk menguatkannya.
- Disunnahkan bagi para pengiring untuk menabur tiga genggaman tanah ke dalam liang kubur
setelah jenazah diletakkan di dalamnya. Demikianlah yang dilakukan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wassalam. Setelah itu ditumpahkan (diuruk) tanah ke atas jenazah tersebut.
- Hendaklah meninggikan makam kira-kira sejengkal sebagai tanda agar tidak dilanggar
kehormatannya, dibuat gundukan seperti punuk unta, demikianlah bentuk makam Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wassalam (HR. Bukhari).
- Kemudian ditaburi dengan batu kerikil sebagai tanda sebuah makam dan diperciki air,
berdasarkan tuntunan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam (dalam masalah ini terdapat
riwayat-riwayat mursal yang shahih, silakan lihat “Irwa’ul Ghalil” II/206). Lalu diletakkan batu
pada makam bagian kepalanya agar mudah dikenali.
- Haram hukumnya menyemen dan membangun kuburan. Demikian pula menulisi batu nisan.
Dan diharamkan juga duduk di atas kuburan, menginjaknya serta bersandar padanya. Karena
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam telah melarang dari hal tersebut. (HR. Muslim)
- Kemudian pengiring jenazah mendoakan keteguhan bagi si mayit (dalam menjawab pertanyaan
dua malaikat yang disebut dengan fitnah kubur). Karena ketika itu ruhnya dikembalikan dan ia
ditanya di dalam kuburnya. Maka disunnahkan agar setelah selesai menguburkannya orang-
orang itu berhenti sebentar untuk mendoakan kebaikan bagi si mayit (dan doa ini tidak dilakukan
secara berjamaah, tetapi sendiri-sendiri!). Sesungguhnya mayit bisa mendapatkan manfaat dari
doa mereka.
Berdasarkan uraian mengenai tata cara pengurusan jenazah dapat diambil beberapa
hikmah, antara lain:
a. Memperoleh pahala yang besar.
b. Menunjukkan rasa solidaritas yang tinggi diantara sesame muslim.
c. Membantu meringankan beban kelurga jenazah dan sebagai ungkapan belasungkawa atas
musibah yang dideritanya.
d. Mengingatkan dan menyadarkan manusia bahwa setiap manusia akan mati dan masing-masing
supaya mempersiapkan bekal untuk hidup setelah mati.
e. Sebagai bukti bahwa manusia adalah makhluk yang paling mulia, sehingga apabila salah
seorang manusia meninggal dihormati dan diurus dengan sebaik-baiknya menurut aturan Allah
SWT dan RasulNya.
C. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sepanjang uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwasanya manusia sebagi
makhluk yang mulia di sisi Allah SWT dan untuk menghormati kemuliannya itu perlu
mendapat perhatian khusus dalam hal penyelenggaraan jenazahnya. Dimana, penyelengaraan
jenazah seorang muslim itu hukumnya adalah fardhu kifayah. Artinya, kewajiban ini
dibebankan kepada seluruh mukallaf di tempat itu, tetapi jika telah dilakukan oleh sebagian
orang maka gugurlah kewajiban seluruh mukallaf.
Adapun 4 perkara yang menjadi kewajiban itu ialah:
a. Memandikan
b. Mengkafani
c. Menshalatkan
d. Menguburkan
Adapun hikmah yang dapat diambil dari tata cara pengurusan jenazah, antara lain:
a. Memperoleh pahala yang besar.
b. Menunjukkan rasa solidaritas yang tinggi diantara sesame muslim.
c. Membantu meringankan beban kelurga jenazah dan sebagai ungkapan belasungkawa atas
musibah yang dideritanya.
d. Mengingatkan dan menyadarkan manusia bahwa setiap manusia akan mati dan masing-
masing supaya mempersiapkan bekal untuk hidup setelah mati.
e. Sebagai bukti bahwa manusia adalah makhluk yang paling mulia, sehingga apabila salah
seorang manusia meninggal dihormati dan diurus dengan sebaik-baiknya menurut aturan
Allah SWT dan RasulNya.
3.2 SARAN
Dengan adanya pembahasan tentang tata cara pengurusan jenazah ini, pemakalah
berharap kepada kita semua agar selalu ingat akan kematian dan mempersiapkan diri untuk
menyambut kematian itu. Selain itu, pemakalah juga berharap agar pembahasan ini dapat
menambah wawasan dan pengetahuan kita semua serta dapat mengajarkannya dengan baik
ketika telah menjadi seorang guru di masa yang akan datang.
D. DAFTAR PUSTAKA
http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=5070080328265217955#_ftn2
Abdul Karim. 2004. Petunjuk Merawat Jenazah Dan Shalat Jenazah.Jakarta: Amzah
Abd. Ghoni Asyukur. 1989. Shalat Dan Merawat Jenazah. Bandung: Sayyidah
M. Rizal Qasim. 2000. Pengamalan Fikih I. Jakarta: Tiga Serangkai