Anda di halaman 1dari 13

BAB II

BIDANG TARIK

TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Dapat memahami konsep perencanaan perhitungan dimensi batang Tarik.
2. Dapat menganalisis ukuran penampang/dimensi batang.

POKOK PEMBAHASAN :
1. Pendahuluan
2. Tahanan nominal
3. Luas netto
4. Efek lubang pada luas netto
5. Kelangsingan
6. Geser balok
1.1 PENDAHULUAN

B atang tarik merupakan elemen struktur yang dihubungkan dengan gaya-gaya Tarik
aksial. Elemen struktur ini dapat kita jumpai seperti pada strukturrangka jembatan,
rangka atap, menara/tower transmisi dan lainnya. Batang ini dapat terdiri dari profil
tunggal ataupun profil-profil tersusun, dimana hal yang paling menentukan adalah kondisi dari
penampang atau cross-section dari batang tersebut. Contoh dari penampang (section) batang
Tarik adalah profil bulat, pelat, siku, siku ganda, siku bintang, kanal, WF, dan lain-lain. Gambar
profil berikut menunjukan beberapa penampang dari batang Tarik yang umum digunakan.

Gambar Elemen dari jembatan baja (Truss Bridge)


Gambar Gusset plate (plate sambung) pada batang Tarik dengan sambungan baut
Desain dan analisi dari elemen struktur umumnya adalah pemilihan dari ukuran
penampang yang mampu menahan beban.

2.2. TAHANAN NOMINAL (Kapasitas Tarik)


Dalam menentukan kapasitas tarik dari suatu elemen struktur, terdapat tiga kondisi yang
harus diperiksa, dimana hal ini dipengaruhi oleh kondisi batas atau kegagalan dari material
elemen tersebut.
Menurut SNI 03-1729-2002 pasal 10.1 dinyatakan bahwa semua komponen struktur yang
memikul gaya tarik aksial terfaktor sebesar T u, maka harus memenuhi :
T u ≤ ∅ .T n

T n adalah tahanan nominal dari penampang yang ditentukan berdasarkan tiga macam
kondisi keruntuhan batang tarik :
a. Kondisi leleh dari luas penampang kotor, di daerah yang jauh dari sambungan.
Bila kondisi leleh yang menentukan, maka tahanan nominal, T ndari batang tarik :
T n= A gx ƒ y

Dengan A g= Luas penampang kotor, mm2


f y = Tegangan leleh, Mpa

b. Kondisi fraktur dari luas penampang bersih (netto) pada daerah sambungan.
Pada batang tarik yang mempunyai lubang, misalnya untuk penempatan baut, maka luas
penampangnya tereduksi, yang dinamakan luas netto ( An ). Lubang pada batang menimbulkan
konsentrasi tegangan akibat beban kerja. Pada teori elastisitas menunjukan bahwa.

(a) Tegangan Elastis (b) Keadaan Batas


Tegangan tarik di sekitar lubang baut tersebut adalah sekitar 3 kali tegangan rerata pada
penampang netto. Ketika serat bagian dalam material mencapai regangan leleh E y= f y / Es,
tegangan menjadi konstan sebesar f y , dengan deformasi yang masih berlanjut sehingga senua
serat dalam material mencapai E yatau lebih. Tegangan yang terkonsentrasi disekitar lubang akan
menimbulkan fraktur pada sambungan.
Jika kondisi ini yang menentukan pada sambungan, maka tahanan nominal T ntersebut :
T n= Ac x ƒu

Dengan Ac = luas penampang kotor, mm2


An = luas netto penampang, mm2

U = koefisien reduksi (akan dijelaskan lebih lanjut)


ƒu = tegangan ultimit, Mpa

Dengan Ф adalah faktor tahanan, yang besarnya adalah :


Ф = 0,90 untuk kondisi leleh, dan
Ф = 0,75 untuk kondisi fraktur
Kondisi LRFD : pada Load and Resistance Factor Design, beban terfaktor akan dibandingkan
dengan kekuatan elemen struktur,
Kekuatan tahanan nominal batang tarik :
P u ≤ ∅t P n

Pu=¿ kombinasi dari beban terfaktor

∅ t Pn=¿ faktor reduksi kekuatan nominal elemen


Nilai faktor reduksi kekuatan nominal :
For yielding, ∅ t = 0.90

For yielding, ∅ t = 0.75


Dengan demikian, ada dua (2) kondisi batas yang harus terpenuhi :
Pu ≤0.90 f y . A g

Pu ≤0.75 f y . A e

“The smaller of these is the design strength of the member”.


Kondisi ASD : Pada Allowable Strength Design, total dari beban service/layan (tidak terfaktor)
akan dibandingkan dengan kekuatan ijin bahan elemen struktur
Pn
Pa ≤
Ωt
Pa=¿ beban service/ijin yang diaplikasi

Pn
=¿ kekuatan/tahunan ijin
Ωt

Untuk leleh/yielding dari gross section, the safety factor Ωt is 1.67, maka :
Pa P n /Ω i 0.6 F y A g
ƒt = dan F t = = = 0.6 F y
Ag Ag Ag

untuk kondisi fraktur. SF (Safety Factor) = 2, maka


Pa P n /Ωi 0.6 F u A e
ƒt = dan F t = = = 0.6 F u
Ae Ae Ae

2.3 LUAS NETTO


Lubang yang dibuat pada sambungan untuk menempatkan alat pengencang seperti baut
ataupun paku keling dapat mengurangi luas penampang, sehingga akan mengurangi tahanan
penampang tersebut. Menurut SNI 03-1729-2002 pasal 17.3.5 mengenai pelubangan untuk baut,
dinyatakan bahwa suatu lubang bulat untuk baut harus dipotong dengan mesin pemotong dengan
api, atau dibor ukuran penuh, atau dipons 3 mm lebih kecil dan kemudian diperbesar, atau dipons
penuh. Selain itu, dinyatakan pula bahwa suatu lubang yang dipons hanya diijinkan pada
material dengan tegangan leleh (fy) tidak lebih dari 360 MPa dan ketebalannya tidak melebihi
5600/fy mm. Selanjutnya pada pasal 17.3.6 diatur mengenai ukuran lubang suatu baut, yang
dinyatakan bahwa diameter nominal dari suatu lubang yang sudah jadi, harus 2 mm lebih besar
dari diameter nominal baut untuk suatu baut yang diameternya tidak lebih dari 24 mm. Untuk
baut yang diameternya lebih dari 24 mm, maka ukuran lubang harus diambil 3 mm lebih besar.
Luas netto penampang batang tarik tidak boleh diambil lebih besar daripada 85% luas bruttonva,
An ≤ 0,85 Ag .

CONTOH 2.1.

Hitunglah luas netto dari suatu batang tarik yang menggunakan baut dengan diameter 19
mm. lubang dibuat dengan metoda punching.

Jawab :
Luas kotor A g=6 x 100 = 600 mm2
Lebar lubang = 19 + 2 = 21 mm
An =A g −¿ (lebar lubang x tebal plat)

= 600 – 6 (21) = 474 mm2 < 85% A g (= 510 mm2 )


CONTOH 2.2
plat dengan ukuran 210 x 8 mm

For a 16-mm bolt,


hole diameter = 18 mm
Net area = (b – nd)t
= (210 – 4 18) 8
=1104 mm2
2.4 EFEK LUBANG PADA LUAS NETTO
Lubang baut dapat diletakkan berselang-seling seperti dalam Gambar berikut. Dalam SNI
03-1729-2002 pasal 10.2.1 diatur mengenai cara perhirungan luas netto penampang dengan
lubang yang diletakkan berselang-seling, dinyatakan bahwa luas netto harus dihitung
berdasarkan luas minimum antara potongan 1 dan potongan 2.

Keruntuhan potongan 1-1 dan potongan 1-2


Potongan 1-1 diperoleh An = A g – n.d.t

S2t
Potongan 1-2 : An =A g −n . d . t+ ¿ Ʃ 4u
Dengan : A g=luas penampang kotor
An =luas penampang netto

t = luas penampang
d = diameter lubang
n = banyak lubang dalam satu potongan
s,u = jarak antar sumbu luabng pada arah sejajar dan tegak lurus sumbu komponen
struktur
CONTOH 2.3
Tentukan A netto minimum dai batang tarik berikut ini, ϕ baut= 19 m, tebal plat 60 mm
Penyelesaian :
Luas kotor A g= 6 x (60 + 60 + 100 + 75 ) = 1770 mm2
Lebar lubang = 19 + 2 = 21 mm
Potongan AD : An = 1770 – 2 (21)(6) = 1518 mm2
Potongan ABD :

552 × 6 552 ×6 2
An = 1770 – 2 (21) (6) + + =1513 mm
4 × 60 4 ×100
Potongan ABC :

552 × 6 552 ×6
An = 1770 – 2(21)(6) + + = 1505, 125 mm2
4 × 60 4 ×100
Periksa terhadap syarat An ≤ 0,85. A g
0,85 . A g =¿ 0,85 (1770) = 1504, 5 mm2

Jadi An = 0,85 (1770) = 1504, 5 mm2

Jadi An minimum adalah 1504, 5 mm2


Sambungan diletakan berselang-seling (staggered) pada sebuah profil siku, kanal atau WF,
maka penentuan nilai U sebagai berikut :
2.5 KELANGSINGAN & GESER BALOK
1. KELANGSINGAN
Lk
Kelangsingan komponen struktur tarik, λ= dibatasi sebesar 240 untuk batang tarik
r
utama, dan 300 untuk batang tarik sekunder, dimana Lk adalah panjang tarik, r adalah jari-jari
inersia, SNI fs. 10.3.4. (1)..
2. GESER BLOK
Suatu keruntuhan dimana mekanisme keruntuhannya merupakan kombinasi geser dan
tarik dan terjadi melewati lubang-lubang baut pada komponen struktur tarik disebut keruntuhan
geser blok. Keruntuhan jenis ini sering terjadi pada sambungan dengan baut terhadap plat badan
yang tipis pada komponen struktur tarik. Keruntuhan tersebut juga umum di jumpai pada
sambungan pendek, yaitu sambungan yang menggunakan dua baut atau kurang pada garis searah
dengan bekerjanya gaya.

Gambar Geser blok, kombinasi keruntuhan antara geser dan tarik.


Keruntuhan geser blok adalah perjumlahan antara tarik leleh (atau tarik fraktur) dengan
geser fraktur (atau geser leleh), dengan tahanan nominal ditentukan oleh salah satu persamaan
berikut,
a) Geser leleh dengan tarik fraktur,
Bila fu . Ant0,6 fu . Anv, maka Nn = 0,6 fy . Agv + fu . Ant (15.a)
b) Geser fraktur dengan tarik leleh,
Bila fu . Ant < 0,6 fu . Anv, maka Nn = 0,6 fu . Anv + fy . Agt (15.a)
Dimana,
Agv = luas kotor/bruto akibat geser.
Anv = luas netto akibat geser.
Agt= luas kotor/bruto akibat tarik.
Ant = luas netto akibat tarik.
fy = tegangan leleh (sesuai mutu baja).
fu = tegangan fraktur/putus (sesuai mutu baja).
CONTOH 2.4
Data-data :
Mutu baja BJ-34, Fy = 210 Mpa, Fu = 340 Mpa
Baut ½ “, dn = 12,7 mm, lobang d = 12,7 mm + 2 mm = 14,7 mm

x=e=¿ 16,9 mm, luas profil bruto Ag = 6,91 cm 2 = 691 mm2, ix = iy = r = 1,82 cm

Panjang batang tarik, Lk = 2,50 m

Diminta : lakukan evaluasi terhadap sambungan tersebut dengan metode LRFD dan ASD.
Penyelesaian :
A. Metode LRFD.
Faktor tahanan komponen struktur yang memikul gaya tarik aksial (tabel 6.4.2 SNI 03-1729-
2002), • terhadap kuat tarik leleh = 0,90
• terhadap kuat tarik fraktur = 0,75
1) Kekuatan tarik nominal terfaktor (Nu).
Kekuatan tarik nominal terfaktor dihitung sebagai berikut :
a) Kondisi leleh,
Nu Nn = . Ag . fy = 0,90 . (691 mm2) . (210 Mpa) = 130599
N = 130,6 kN.
b) Kondisi fraktur/putus terletak pada sambungan.
Luas penampang netto (potongan melalui satu lobang paku),
Anet = (691 mm2) – (14,7 mm) . (6 mm) = 602,8 mm2.
Luas penampang netto efektif,
U = 1 – (x/L) ≤ 0,9
= 1 – (16,9/100) = 0,831 < 0,9

Maka, Ae = U . Anet = 0,831 . (602,8mm2 ) = 500,93 mm2 .


Nn = . Ae . fu = 0,75 . (500,93mm2) . (340 Mpa) = 126737

N = 127,7 kN.
c) Kondisi geser blok
Luas

Agt = (6 mm) . (30 mm) = 180 mm2

Agv = (6 mm) . (130 mm) = 780 mm2

Ant = (180 mm2 ) – 1/2. (14,7 mm). (6 mm)

= 135,9 mm2

Anv = (780mm2 ) – 2 ½ . (14,7 mm) . (6 mm)

= 559,5 mm2

fu . Ant = (340 Mpa) . (135,9 mm2 ) = 58701 N = 5,8 ton.

0,6 fu Anv = 0,6 . (340 Mpa) . (559,5 mm2 ) = 114138 N = 11,4 ton.

fu . Ant < 0,6 fu . Anv


Maka kekuatan tarik nominal,

Nn = 0,6 fu . Anv + fy . Agt = 114138 + (210 Mpa) . (180 mm2) = 151938 N.

Kekuatan tarik nominal terfaktor,


Nn = 0,75 . (151938 N) = 113953,5 N = 114 kN.
Yang menentukan adalah yang terkecil dari ketiga kondisi tersebut, yaitu Nu Nn = 114
kN atau Nu Nn = 11,4 ton.
2) Kelangsingan. Kelangsingan batang tarik dihitung sebagai berikut,
= Lk/r = 250/1,82 = 137 < 240 (memenuhi).
3) Luas penampang netto minimum.
Luas penampang minimum (SNI 03-1729-2002 fs.10.2.2.),
Anet > 85 % Ag = 0,85 . (691 mm2) = 587,35 mm2 < 602,8 mm2
(memenuhi).
Luas penampang netto yang terjadi masih diatas syarat luas penampang minimum.
B. Metode ASD.
Luas penampang netto (potongan melalui satu lobang paku),
Anet = (691mm2 ) – (14,7 mm) . (6 mm) = 602,8 mm2
Faktor tahanan 0,75 untuk penampang batang tarik berlobang.
Kekuatan batang tarik dihitung sebagai berikut,

a. Pembebanan Tetap
Fy
σ ≤ ( faktor tahanan ) . , atau
1,5
P Fy
≤ ( 0,75 ) ∙ , atau
Anet 1,5
( 210 Mpa )
P ≤ (0,75) ∙ (602,8 mm2)∙
1,5
= 63294 N = 63,3 KN = 6,3 ton
b. Pembebanan Sementara
Fy
σ ≤ ( faktor tahanan ) .(1,3)
1,5
P Fy
≤ ( 0,75 ) (1,3)∙ , atau
Anet 1,5
( 210 Mpa )
P ≤ (0,75) ∙ (602,8 mm2)(1,3)∙
1,5

= 82282,2 N = 82,3 kN = 8,2 ton


Maka, untuk pembebanan tetap, beban maksimum yang dapat dipikul kurang dari
6,3 ton, dan untuk pembebanan sementara kurang dari 8,2 ton.

Anda mungkin juga menyukai