Anda di halaman 1dari 30

MASALAH KEPENDUDUKAN DI DUNIA, MASALAH KEPENDUDUKAN

DI INDONESIA, KEMISKINAN, DAN BONUS DEMOGRAFI

DISUSUN OLEH :

1. ETTY WIDIA
2. DESTIANA ANJARSARI
3. GUSWINAWATI
4. HARINI ASTUTI
5. MELIA KARTIKA

KEBIDANAN D IV KONVERSI UNIVERSITAS MALAHAYATI


BANDAR LAMPUNG 2015/2016

MASALAH KEPENDUDUKAN DI DUNIA

1. Masalah – masalah penduduk yang di hadapi negara dunia


a. Masalah Pertumbuhan
Pertambahan penduduk yang meningkat sedemikian cepat merupakan
suatu ancaman bagi kehidupan umat manusia itu sendiri, walaupun
percepatanpertambahan penduduk di setiap negara di dunia satu sama
lain berbeda – beda. Sedemikian bertambah anak manusia, sedemikian
pula harus bertambah fasilitas hidup, termasuk di antaranya lahan
untuk pemukiman dan pertanian. Dengan demikian semakin padatlah
penduduk planet bumi, seiring dengan itu, semakin sempitlah lahan
buat pemukiman dan pertanian. Selain lahan, mereka juga akan
membutuhkan berbagai sumber daya alam, untuk menunjang
kebutuhan hidupnya.
Semakin banyak sumber – sumber alam yang dikomsumsikan oleh
umat manusia, semakin cepat pula terkurasnya cadangan sumber –
sumber daya alam di perut bumi.
Pada sisi lain apabilasecara terus – menerus umat manusia
mengkonsumsi sumber – sumber alam, semakin berkembang dan
semakin pekatlah unsur – unsur polutan di darat, di perairan bahkan di
udara. Tetapi tidak semua negara di dunia mengalami pertumbuhan
penduduk yg sedemikian cepat. Kekurangan penduduk juga masalah
buat negara tersebut.
Misalnya, Negara – negara di eropa barat pada abad 20 ini cenderung
mengalami kondisi stationer, bahkan jerman barat cenderung memiliki
lebih sedikit jumlah penduduk berumur muda, di bandingkan dengan
jumlah penduduk dewasa. Dengan begitu negara ini mempunyai
masalah penduduk bukan pertumbuhannya, tetapi,kekurangan
penduduk berusia muda sebagai generasi penerus. Kemungkinan
penambahan penduduk berusia muda bagi negara – negara eropa barat
khususnya, secara legal dilakukan melalui adopsi anak/bayi.
Kita sering mendengar praktek adopsi yg tidak wajar di negara –negara
asia, tidak terkecuali indonesia.
Contoh :
1. Kepadatan penduduk lahan semakin sempit
2. Kebutuhan bertambah perlu sandang, Pangan, perumahan
pekerjaan perlu biaya yang besar
3. Aneaman polutan bagi umat manusia.
b. Masalah Pendidikan
Kurang lebih 50% anak – anak usia sekolah di pedesaan – pedesaan
negara – negara Afrika, Asia, Amerika latin tidak dapat mengenyam
kesempatan pendidikan formal karena tekanan ekonomidan
kemiskinan yang melilit kehidupan mereka. Berkaitan dengan itu,
penduduk yang sudah tidak buta huruf masih sangat terbatas
jumlahnya. Misalnya di indiabaru 28% saja, dipakisatan antara 16 –
18% saja, di gautemala dan bolivia (amerika latin) masing – masing 38
da 32% saja dari seluruh jumlah penduduk negara – negara yang
bersangkutan.
➢ Contoh : Dinegara berkembang dari hasil survei UNICEF
Di Afrika,Asia dan Amerika latin sebagian besar tidak memperoleh
jenjang pendidikan
➢ Di Delhi India tidak mampu membayar biaya sekolah
1. 30 % terikat dalam kerja rumah tangga
2. 40 % penghuni kampung mikin tidak mampu membayar
sekolah
3. 20 % anak-anak menolong menyelesaikan pekerjaan di
rumah
➢ Di Honduras ( Amerika Latin )
50 dari anak-anak usia 7-14 dapat bersekolah di Karashi ( Pakistan
)
50 % anak usia sekolah 5-10 tahun terdapat pada sekolah dasar
menurun jadi 33 % bagi kampung miskin.

c. Masalah Kesehatan
UNICEF memberikan prioritas pelayanan kesehatan kepada anak –
anak balita, yang terbagi dalam 4 program, yaitu mengikuti
pertumbuhan anak, ASI, Imunitas, dan ORT. Dalam penelitian
dilapangan ternyata 25% anak – anak di negara – negara berkembang
menderita kurang gizi yang tidak ketahuan. Hanya 1% saja anak –
anak di dunia yang jelas – jelas ketahuan menderita penyakit kurang
gizi. Tingkat kematian akibat kurang gizi di indonesia mencapai
tingkat tertinggi, pada kelompok anak- anak umur 0 – 1 tahun adalah
100 orang di antara 1000 anak. Di negara – negara lain angka kematian
penderita kurang gizi diantara 1000 anak adalah sebagai berikut:
filipina 50, thailand 50, srilangka 43, malaysia 30, singapura 11, di
swedia, jepang dan finlandia masing – masing 7. Program bagi anak –
anak balita di harapkan dapat mengurangi angka kematian sebanyak
50%.
Program ASI mendapat tanggapan positif tidak sajak oleh kaum ibu di
negara – negara berkembang, tetapi juga ibu – ibu di negara – negara
maju. Dan program Imunisasi, setiap tahun dapat menyelamatkan 5
juta anak dari kematian, dan 5 juta anak lainnya terbebas dari cacat
tubuh yang di sebabkan oleh 6 macam penyakit yang dapat di kebalkan
setiap tahun. Serta program OTR dapat menekan angka kematian 2,5
juta anak, diantara 5 juta anak yang meninggal setiap tahun karena
menderita diare. Contoh :
• Angka kematian lebih tinggi
• Dinegara negara berkembang penduduk usia muda kedapatan
menderita kekurangan Vitamun A ( Kebutaan dan Anemia)
• Penyakit tuberkulosis di kalkuta ( India ) dan di Ibadan
dinegara bagian barat (Afrika Barat)
• Pernyakit lepra atau kusta di wilayah zimbabwe.Penyakit
pada usia Produtif antara 8-9 tahun.
• Konsumsi pemakaian Kalori rata-rata penduduk berada di
bawah tingkat yang dibutuhkan.

MASALAH KEPENDUDUKAN DI INDONESIA

Penduduk Indonesia ? ​Pasti anda sudah membayangkan tentang tingginya angka


kelahiran, banyak nya orang, dan pertumbuhan penduduk yang tak terkendali. Hal
ini terjadi di setiap daerah baik di kota maupun di tingkat desa. Hal
itulah yang menyebabkan Indonesia berada di urutan ke 4 untuk negara dengan
populasi penduduk terbanyak dibawah Amerika Serikat. Berikut adalah masalah
kependudukan yang terjadi di indonesia.

A. DEMOGRAFIS

1. Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk


Ya benar, jumlah penduduk dan pertumbuhanya memang sudah tidak
terkendali lagi di indonesia. Bayangkan saja telah disebutkan sebelumnya
di awal bahwa jumlah penduduk Indonesia berada di urutan ke empat
terbesar di dunia setelah berturut-turut China, India, Amerika Serikat dan
keempat adalah Indonesia. Jumlah penduduk Indonesia dari hasil Sensus
2010 mencapai angka 237.641.326 (​www.bps.go.id​).
Dari tahun ke tahun jumlah penduduk Indonesia semakin bertambah. Dari
sensus tahun 1971-2010, jumlah penduduk Indonesia semakin bertambah.
Sementara pertumbuhan penduduk di Indonesia berkisar antara 2,15%
pertahun hingga 2,49% pertahun. Tingkat pertumbuhan penduduk seperti
itu dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu: kelahiran (fertilitas), kematian
(mortalitas), dan perpindahan penduduk (migrasi).
Peristiwa kelahiran di suatu daerah menyebabkan perubahan jumlah dan
komposisi penduduk, sedangkan peristiwa kematian dapat menambah
maupun mengurangi jumlah penduduk di suatu daerah. Mengurangi bagi
yang ditinggalkan dan menambah bagi daerah yang didatangi. Selain
penyebab langsung seperti kelahiran, kematian dan migrasi terdapat
penyebab tidak langsung seperti keadaan social, ekonomi, budaya,
lingkungan, politik dsb.

Pertumbuhan penduduk seperti dikemukakan di atas dapat dikatakan


terlalu tinggi karena dapat menimbulkan berbagai persoalan. Jadi apabila
pertubuhan penduduk di Indonesia tahun 1990 sebesar 2,15% pertahun
diperlukan investasi sebesar 2,15 kali 4 sama dengan 8,6% pertahun.
Sedangkan tingkat pertumbuhan GNP diIndonesia pada tahun yang sama
hanya mencapai 4% pertahun. Defisit antara kemampuan dan kebutuhan
sebesar 8,6%-4%=4% ditutup pinjaman dari luar negeri. Hal tersebut pula
lah yang menyebabkan utangindonesia membengkak sampai sekarang ini.
2. Penyebaran Penduduk Yang Tidak Merata
Penyebaran penduduk yang tidak merata yang menyebabkan daerah
tertentu menjadi padat seperti Jakarta, Bekasi, Bandung dan kota lain
di Indonesia yang tidak meratanya penyebaran penduduk.
Hal ini juga didukung dengan warga yang berbondong-bondong datang ke
Ibukota pada musim mudik lebaran. Yang menambah kepadatan ibukota,
mungkin apabila mereka memiliki keahlian yang bisa digunakan untuk
bertahan hidup di ibukota. Tapi beberapa dari orang tersebut malah tidak
memiliki keahlian untuk bertahan hidup di ibukota, alhasil mereka menjadi
masalah baru di ibukota seperti menambah tingkat kemiskinan,
pengangguran, kejahatan dan lainya.

Faktor yang mempengaruhi penyebaran penduduk tidak merata yaitu :


a. Kesuburan tanah, daerah atau wilayah yang ditempati banyak penduduk,
karena dapat dijadikan sebagai lahan bercocok tanam dan sebaliknya.

b. Iklim, wilayah yang beriklim terlalu panas, terlalu dingin, dan terlalu
basah biasanya tidak disenangi sebagai tempat tinggal
c. Topografi atau bentuk permukaan tanah pada umumnya masyarakat
banyak bertempat tinggal di daerah datar
d. Sumber air
e. Perhubangan atau transportasi
f. Fasilitas dan juga pusat-pusat ekonomi, pemerintahan, dll.

B. NON DEMOGRAFIS

1. Tingkat Kesehatan Penduduk yang Rendah


Kesehatan penduduk masih menjadi momok di indonesia, dimana
segelintir orang yang memiliki kekayaan dapat dengan mudahnya
memperoleh akses kesehatan. Dan disisi lain rakyat miskin dilarang
sakit, karena susah untuk mendapatkan akss kesehatan.
Dalam hal ini kesehatan yang akan menjadi sorotan bagaimana gambaran
tingkat kesehatan adalah angka kematian bayi. Besarnya kematian yang
terjadi menunjukan bagaimana kondisi lingkungan dan juga kesehatan
pada masyarakat.

Dari data diatas dapat dilihat bagaimana penurunan yang terjadi pada
angka kamatian bayi di Indonesia yang dihitung berdasar jumlah
kematian di setiap 1000 kelahiran. Penurunan ini menujukkan usaha
untuk perbaikan dalam bidang kesehatan terus saja diupayakan guna
meningkatkan kualitas hidup manusia Indonsia. Berbagai layanan
kesehata yang dibuka seperti imunisasi dan juga posyandu tentunya
menjadi harapan guna memperbaiki kondisi kesehatan yang ada saat ini.

2. Pendidikan Yang Rendah


Pendidikan juga menjadi sorotan penting tentang penduduk, karena
pertumbuhan penduduk bila tidak diimbangi dengan peningkatan
pendidikan yang baik akan percuma. Karena bisa dijajah oleh bangsa
lain, penduduk tersebut bisa diexploitasi oleh bangsa lain. Dari UU yang
dikeluarkan pun terlihat bahwa wajib belajar penduduk Indonesia masih
terbatas 9 tahun sementara negara lain bahkan menetapkan angka lebih
dari 12 tahun dalam pendidikannya. Namun bagi Indonesia sendiri,
angka 9 tahun pun belum semuanya terlaksana dan tuntas mengingat
banyaknya pulau di Indonesia yang masih belum terjangkau oleh
berbagai fasilitas pendidikan. Dari HDI (Human Development Indeks)
tahun 2011 pun rata-rata pendidikan bangsaIndonesia masih pada angka
5.8 tahun. Dari sini pun sudah terlihat bagaimana tingkat pendidikan
diIndonesia.

Tapi pendidikan bukanlah satu-satunya indikator untuk mengukur


kualitas SDM penduduk suatu negara. Selain pendidikan yang penting,
kualitas SDM berhubungan dengan produktivitas kerja. Orang yang
tingkat pendidikanya tinggi diharapkan punya produktivitas yang tinggi.

Namun tidak di indonesia, banyak orang yang berpendidikan tinggi menjadi


pengangguran. Orang yang menganggur menjadi beban bagi orang lain. Seperti
yang telihat pada grafik di bawah ini, pengangguran yang di maksud di sini
merupakan pengangguran yang terjadi karena mereka sedang dalam proses
mencari pekerjaan, mempersiapkan usaha, merasa tidak mungkin mendapatkan
pekerjaan, dan atau sudah punya pekerjaan tetapi belum mulai bekerja. Terdapat
angka yang menujukkan bahwa tingkat pengangguran tertinggi berada pada
tamatan SMA/Umum. Ini menujukkan bahwa pendidikan setara SMA belum
cukup untuk mengentaskan jumlah pengangguran yang ada di Indonesia. Lulusan
ini masih menjadi pertanda bahwa tingkatan produktivitas tidak bertambah jika
pendidikan hanya sebatas ini. Perlunya peningkatan pendidikan serta pendidikan
non formal tentunya akan membantu agar pengangguran tidak menumpuk pada
lulusan SMA.
Bila diamati, kondisi diatas sangat memperhatinkan. Tingkat pendidikan
diharapkan berbanding lurus dengan tingkat kesejahteraannya. Sehingga terjadilah
pembangunan dalam bidang pendidikan yang dilakukan oleh pemerintah akan
membawa dampak positif yang signifikan terhadap kesejahteraan negara.

3. Banyaknya Jumlah Penduduk Miskin


Penduduk miskin, juga berhubungan dengan kesehatan dan pendidikan yang
layak. Kemiskinan juga menjadi salah satu masalah yang melanda Indonesia.
Walau Indonesia bukan termasuk negara miskin menurut PBB namun dalam
kenyataannya lebih dari 30 juta rakyat Indonesia hidup di bawah garis
kemiskinan. Yang lebih disayangkan lagi, Indonesia merupkan negara yang kaya
akan sumber daya alam yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Tapi sungguh
memprihatinkan ketika meihat bagaimana kemiskinan menjadi bagian
permasalahan di negeri yang kaya ini.
Secara garis besar penurunan jumlah warga miskin memang terlihat signifikan.
Hal ini juga dibenarkan oleh beberapa pakar yang mengamati penurunan ini.
namun, angka 30 juta masih menjadi permasalahan sendiri mengingat adanya
berbagai tujuan global yang akan di capai tahun 2015.
Selain kemiskinan, masalah lain adalah kesenjangan sosial menjadi terlihat jelas
di Indonesia. Kaum konglomerat menjadi penguasa namun pemerintah diam saja
dengan kemiskinan yang ada. tidak mengherankan apabila
negara Indonesia memiliki jumlah rakyat miskin yang cukup banyak.
Kemiskinan disebabkan juga karena pendidikan yang rendah yang menyebabkan
rakyat indonesia tidak bisa menikmati hasil kekayaan bumi pertiwi ini, banyak
pihak asing yang sengaja mengambil kekayaan negeri ini yang membuat
rakyatnya menderita alhasil kemiskinan pun ada.
MENUJU BONUS DEMOGRAFI INDONESIA TAHUN 2020-2030

1. Penduduk Usia Produktif yang Melimpah sebagai Keuntungan Demografi

Bonus Demografi atau sering juga disebut keuntungan demografi


merupakan fase dimana jumlah penduduk produktif (15-64 tahun) jauh lebih besar
dibandingkan jumlah penduduk tidak produktif (0-14 dan 65 tahun ke atas).
Menurut ​Dr Sukamdi, MSc, seorang peneliti di Pusat Studi Kependudukan dan
Kebijakan (PSKK) Universitas Gadjah Mada (UGM), menyatakan bahwa bonus
demografi yang akan diterima Indonesia tahun 2020 sangat menguntungkan. Pada
kondisi bonus demografi masyarakat akan memperoleh pendapatan yang lebih
tinggi dengan dana tabungan yang lebih banyak. Pada fase bonus demografi
tingkat ketergantungan (​dependency ratio​) penduduk tidak produktif kepada
penduduk produktif cenderung rendah (Kurniawan; dalam Detiknews [online],
2014).

Dependency Ratio Indonesia sejak tahun 1930 hingga tahun 2015


menunjukkan kecenderungan semakin kecil. Hal ini menunjukkan bahwa
dependency ratio yang kecil berarti beban ketergantungan penduduk usia
produktif kepada penduduk produktif semakin rendah. Data Badan Pusat Statistik
(BPS) indonesia tahun 2010 menunjukkan ​Dependency ratio ​Indonesia sebesar
50,5. Sementara pada tahun 2015​dependency ratio​ memiliki angka lebih kecil
yaitu 48,6. Kecenderungan dependency ratio yang semakin kecil ini akan
berlanjut hingga tahun 2030, dan menciptakan bonus demografi bagi indonesia.
Sementara itu diperkirakan setelah tahun 2030 kecenderungan dependency ratio
akan naik kembali karena jumlah lansia meningkat.

Sementara itu, melimpahnya jumlah penduduk muda di berbagai wilayah


provinsi Indonesia telah mnciptakan bonus demografi. Bonus demografi
dibeberapa provinsi di Indonesia tersebut dapat dilihat dengan
parameter ​Dependency Ratio​ yang cukup rendah, yaitu mencapai dibawah 45.
Yang berarti bahwa dalam setiap 100 penduduk usia produktif (15-64 tahun)
hanya menanggung sekitar 45 penduduk tidak produktif (0-14 dan 65 tahun ke
atas). Perhatikan data dependency ratio menurut Provinsi di Indonesia pada tabel
1 berikut.

Tabel.1 Dependency Ratio menurut Provinsi, 2010-2035

Tahun
Provinsi
2010 2015 2020 2025 2030 2035

54, 53, 50, 47, 45,


Aceh
56,3 8 6 8 9 8

56, 55, 53, 51, 50,


Sumatera Utara
58,0 3 3 6 7 8

55, 54, 53, 51, 50,


Sumatera Barat
57,7 8 8 6 7 6

51, 49, 48, 47, 46,


Riau
54,1 5 7 4 1 6

47, 44, 43, 42, 42,


Jambi
50,8 3 5 3 7 7

49, 48, 47, 45, 45,


Sumatera Selatan
51,3 7 4 3 8 3

47, 46, 44, 44, 44,


Bengkulu
51,3 9 2 9 3 5

49, 48, 47, 45, 45,


Lampung
51,1 5 6 3 6 3

Kepulauan 46, 44, 44, 43, 43,


Bangka Belitung 48,6 2 9 3 3 1
49, 46, 41, 38, 37,
Kepulauan Riau
46,8 7 4 8 1 9

39, 42, 42, 40, 39,


DKI Jakarta
37,4 9 0 2 1 5

47, 46, 46, 46, 46,


Jawa Barat
49,9 7 4 4 2 6

48, 47, 48, 49, 51,


Jawa Tengah
49,9 1 7 4 9 7

44, 45, 46, 47, 48,


DI Yogyakarta
45,8 9 6 8 7 4

44, 43, 44, 46, 48,


Jawa Timur
46,2 3 9 3 2 4

46, 45, 43, 41, 41,


Banten
48,6 4 3 9 8 0

45, 43, 42, 43, 45,


Bali
47,3 6 3 2 3 8

Nusa Tenggara 53, 52, 50, 48, 48,


Barat 55,8 8 2 2 6 1

Nusa Tenggara 66, 63, 62, 61, 61,


Timur 70,6 7 4 1 6 6

50, 49, 48, 47, 46,


Kalimantan Barat
52,7 8 7 8 3 6

Kalimantan 46, 43, 41, 40, 39,


Tengah 50,4 2 3 4 3 9
Kalimantan 48, 47, 46, 44, 44,
Selatan 49,3 6 7 2 7 7

46, 44, 43, 43, 43,


Kalimantan Timur
48,6 2 5 7 1 5

46, 46, 46, 47, 48,


Sulawesi Utara
47,9 6 4 8 3 4

50, 49, 49, 48, 48,


Sulawesi Tengah
52,7 6 7 5 6 6

52, 51, 50, 49, 49,


Sulawesi Selatan
56,0 9 3 4 5 7

Sulawesi 60, 58, 54, 52, 51,


Tenggara 63,4 5 0 6 7 5

48, 47, 47, 47, 47,


Gorontalo
51,7 6 5 7 7 9

56, 53, 52, 51, 51,


Sulawesi Barat
60,5 0 8 7 5 1

59, 58, 57, 55, 54,


Maluku
63,1 7 2 5 8 3

58, 56, 53, 51, 50,


Maluku Utara
61,3 5 0 4 5 8

49, 47, 45, 44, 43,


Papua Barat
53,6 9 1 3 3 7

47, 43, 42, 41, 42,


Papua
53,8 5 7 0 6 2
48, 47, 47, 46, 47,
INDONESIA
50,5 6 7 2 9 3

Sumber: BPS Indonesia

Bonus Demografi sebenarnya telah dialami oleh beberapa Provinsi di


Indonesia sejak tahun 2010. Beberapa provinsi itu seperti Jakarta, Yogyakarta,
Jawatimur dan Kepulaun Riau. Berdasarkan tabel 1, menunjukkan bahwa beban
ketergantungan di empat provinsi telah berada pada angka 46 dan 45. Beban
ketergantungan yang cukup rendah ini telah menciptakan jendela peluang untuk
peningkatan pertumbuhan ekonomi diwilayah yang bersangkutan.
Bonus demografi yang akan terjadi pada tahun 2020 hingga 2030 harus
benar-benar di manfaatkan oleh pemerintah. Kesiapan pemerintah dalam
menghadapi bonus demografi tentu akan mendatangkan keuntungan yang besar.
Dengan Bonus demografi berarti Indonesia akan mendapati kondisi dimana
jumlah angkatan kerja yang melimpah-ruah. Angkatan kerja dengan jumlah yang
besar tersebut jika dapat dikelola dengan baik tentu akan mendorong kemajuan
dan pertumbuhan ekonomi negara. Kuncinya terletak pada peningkatan kualitas
angkatan kerja yang berdaya saing pada pasar tenaga kerja global.

Saat ini Indonesia memiliki 67 juta anak muda berumur 10-24 tahun.
Mereka inilah yang akan menjadi pemimpin dan penggerak pembangunan
Indonesia pada fase bonus Demografi tahun 2020-2030. Jumlah anak muda yang
melimpah ini juga menjadi incaran tenaga produktif negara-negara maju yang
kekurangan anak muda. Sehingga bisa menjadi keuntungan yang besar jika
Indonesia mampu merespon permintaan pasar tenaga kerja global (Kompas 29
November 2014, hlm 13).

Jumlah anak muda yang besar telah menjadikan Indonesia sebagai salah
satu negara yang akan mendapatkan keuntungan demografi selain India dan
Thiongkok. Jumlah anak muda di dunia diperkirakan mencapai 1,8 miliar. Dan
dari angka tersebut Indonesia menempati posisi ketiga setelah India yang
memiliki jumlah anak muda 356 juta, dan Thiongkok yang memiliki jumlah anak
muda 269 juta. Jumlah anak muda ini akan sangat menguntungkan jika strategi
pembangunan yang memanfaatkan bonus demografi bisa dijalankan dengan
benar. Dengan investasi yang tepat dari pemerintah, maka jutaan anak muda akan
benar-benar menjadikan berkah demografi. Selain itu juataan anak muda ini jika
mampu dikelola dengan baik tentu akan bisa mengubah masa depan Indonesia
menjadi lebih baik.

2. Bonus Demografi sebagai Jendela Peluang Pertumbuhan Ekonomi

Bonus demografi yang akan datang pada tahun 2020 hingga 2030, menjadi
jendela peluang (windowsopportunity) untuk pertumbuhan ekonomi. Populasi
penduduk produktif yang besar akan bermanfaat sebagai pendorong pertumbuhan
ekonomi yang tinggi. Dengan tersedianya penduduk produktif yang siap kerja
dengan jumlah yang besar menjadi modal awal dalam pembangunan ekonomi.
Selanjutnya tinggal bagaimana pemerintah Indonesia mampu menyiapkan
angkatan kerja yang berkualitas dan lapangan kerja yang cukup untuk
menampung mereka.

Pemerintah perlu mempersiapkan angkatan kerja yang mampu merespon


permintanaan pasar tenaga kerja dalam kerangka bonus demografi. Dengan
angkatan kerja yang terdidik dan terampil maka berapapun jumlah angkatan kerja
yang tersedia akan bisa terserap dalam pasar tenaga kerja. Namun yang tak bisa
dilupakan adalah bagaimanan pemerintah manambah lapangan kerja untuk
menampung mereka. Dengan tersedianya lapangan kerja yang cukup dan sesuai
dengan keahlian pencari kerja, maka populasi anak muda yang besar akan
benar-benar produktif dan menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi negara.

Jaminan tersedianya lapangan kerja yang sesuai dengan kahlian pencari


kerja, akan memungkinkan anak-anak muda Indonesia mampu mengembangkan
segala potensi yang dimiliki. Dengan memperluas kesempatan kerja, akan
memperluas usaha dan produksi yang dihasilkan. Sehingga hal tersebut dapat
mengerakkan ekonomi negara dan meningkatkan ​Income.

Pengelolaan angkatan kerja yang tepat tentu juga akan menjawab


permasalahan pengangguran yang selama ini masing memiliki angka yang cukup
tinggi. Tingkat Pengangguran Terbuka di Indonesia bulan Agustus 2014 masih
cukup tinggi yaitu 5,94%. Angka tersebut lebih tinggi dari tingkat pengangguran
terbuka bulan Februari 2014 yang hanya 5,70%. Untuk itu, dalam kerangka bonus
demografi sangat diperlukan kesiapan dan strategi yang tepat, sehingga jumlah
anak muda yang melimpah mampu mendorong peningkatan ekonomi. Dengan
terserapnya jutaan anak muda dalam lapangan kerja selain mengurangi angka
penganguran juga akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara.

Bonus demografi menjadi kondisi yang sangat baik bagi suatu negara untuk
meningkatkan pendapatan dan standar hidup masyarakatnya pada posisi yang
sejahtera. Selain itu dengan peningkatan pendapatan dan kesejahteraan akan bisa
mengakhiri kemiskinan yang selama ini masih menjadi salah satu problem utama.

3. Faktor-Faktor Penentu Keberhasilan Pemanfaatan Bonus Demografi

Bonus demografi dapat mendatangkan keuntungan yang besar bagi


Indonesia. Dengan persiapan yang baik dan investasi yang tepat, bonus demografi
bisa mengubah masa depan Indonesia menjadi lebih sejahtera dan maju. Namun
keberhasilan dalam memanfaatkan bonus demografi sangat dipengaruhi oleh
empat faktor utama yaitu kualitas pendidikan, kualitas kesehatan, ketersediaan
lapangan kerja, dan konsistensi penurunan angka kelahiran melalui program KB.

Pada fase bonus demografi jumlah anak muda sangat besar sebagai
kelompok produktif yang telah memasuki usia kerja. Sehingga Pengelolaan
ketenagakerjaan yang baik, menjadi pekerjaan rumah yang harus dilakukan oleh
pemerintah. Pengelolaan ketenagakerjaan yang baik dengan mempersiapkan
angkatan kerja yang berkualitas, akan menentukan keberhasilan pemanfaatan
bonus demografi. Untuk itu dalam mempersiapkan angkatan kerja yang
berkualitas haruslah dilihat dari aspek kualitas pendidikan, kualitas kesehatan dan
kecukupan gizi.

1.​ ​Peningkatan KualitasPendidi kan

Salah satu aspek penting yang perlu diperhatikan dalam fase bonus
demografi yaitu meningkatnya kebutuhan terhadap pendidikan. Meningkatnya
jumlah anak muda pada tahun 2020 hingga 2030, akan berpengaruh pada
meningkatnya kebutuhan akan fasilitas pendidikan. Pendidikan telah menjadi
kebutuhan mendasar bagi penduduk yang harus dipenuhi selain kecukupan gizi
dan kesehatan. Dengan kesempatan yang mudah untuk mengenyam pendidikan,
tentu akan dapat menciptakan penduduk yang berkualitas dan terampil.

Dalam usaha untuk meningkatkan kualitas anak muda sebagai penduduk


produktif masa mendatang, salah satu usaha yang tepat adalah dengan
menyediakan kesempatan pendidikan seluas-luasnya. Kemudahan akses
pendidikan dan didukung oleh prasarana pendidikan yang lengkap, serta tenaga
pendidik yang berkualitas, akan menciptakan masyarakat yang berkualitas pula.
Dengan kesempatan mengenyam pendidikan sampai ke jenjang yang tinggi, tentu
menjadi modal penting untuk menciptakan angkatan kerja yang berkualitas dan
terampil.

Peningkatan kualitas pendidikan menjadi faktor utama keberhasilan


perencanaan ketenagakerjaan. Perencanaan tenaga kerja akan menjamin
kebutuhan tenaga kerja, terutama tenagakerja terdidik yang diperlukan dalam
pembangunan (Sumarsono ,2003:25). Dalam kerangka bonus demografi
perencanaan ketenagakerjaan berhubungan eret dengan pembangunan sumberdaya
manusia yang berkualitas.

Pendidikan menjadi aspek penting dalam upaya meningkatkan kualitas


sumber daya manusia (SDM). Data tentang Human Development Index (HDI)
yang disajikan United Nations for Development Program (UNDP) menunjukkan
bahwa peringkat kualitas SDM Indonesia cenderung mengalami penurunan dari
tahun-ketahun. Pada tahun 1998 HDI indonesia berada pada posisi 99, dan
merosot pada tahun 1999 ke posisi 105. Sementara itu Pada tahun 2000 HDI
Indonesia kembali merosot ke posisi 109 (Irianto, 2001:1). Saat ini kualitas
sumberdaya manusia di Indonesia masih terbilang rendah, dengan angka Human
Development Index (HDI) Indonesia masih menempati urutan ke-111 dari 182
negara. Untuk itu peningkatan kualitas sumber daya manusia menjadi upaya yang
harus di prioritaskan untuk menghadapi bonus demografi beberapa tahun
mendatang.

Jika melihat Angka Partisipasi Sekolah (APS) di Indonesia, menunjukkan


bahwa terdapat peningkatan APS di masing-masing kelompok umur, sepanjang
tahun 2003 hingga 2013 ​(Perhatikan Tabel.2).​ Kenaikan APS dimasing-masing
kelompok umur ini bisa dipengaruhi oleh peningkatan kebutuhan akan pendidikan
ketika jumlah penduduk semakin besar. Peningkatan angka APS ini menunjukkan
sesuatu yang baik jika dilihat secara terpisah dimasing-masing kelompok umur.

Tabel.2 Angka Partisipasi Sekolah ( A P S ) Tahun 2003-2013

Tahun series
Kelomp
ok 200 200 200 200 200 200 200 201 201 201 201
Umur 3 4 5 6 7 8 9 0 1 2 3

7-12 96,4 96,7 97,1 97,3 97,6 97,8 97,9 98,0 97,6 98,0 98,4
2 7 4 9 4 8 5 2 2 2 2

13-15 81,0 83,4 84,0 84,0 84,6 84,8 85,4 86,2 87,9 89,7 90,8
1 9 2 8 5 9 7 4 9 6 1
16-18 50,9 53,4 53,8 53,9 55,4 55,5 55,1 56,0 57,9 61,4 63,8
7 8 6 2 9 0 6 1 5 9 4

19-24 11,7 12,0 12,2 11,3 13,0 13,2 12,7 13,7 14,8 16,0 20,1
1 7 3 8 8 9 2 7 2 5 4

Sumber: BPS Indonesia

Namun jika dilihat perbandingan Angka Pertisipasi Sekolah diantara


kelompok umur memperlihatkan kecenderungan yang menurun. Dimana terlihat
bahwa Angka Partisipasi Sekolah cenderung semakin kecil pada kelompok umur
yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun Angka Partisipasi Sekolah
dimasing-masing kelompok umur meningkat dari tahun ketahun, namun jika
Angka Partisipasi Sekolah tersebut di bandingkan dinatara kelmpok umur masih
menunjukkan angka yang sangat timpang.

Kecenderungan Angka Partisipasi Sekolah yang semakin kecil pada


kelompok umur yang tinggi menjadi permasalahan yang cukup mengkhawatirkan.
Semakin kecilnya Angka Partisipasi Sekolah pada kelompok umur yang tinggi,
berarti penduduk yang berhasil menempuh pendidikan tinggi masih relatif kecil.
Angka partisipasi sekolah yang relatif kecil pada kelompok umur 19-24 tahun
dipengaruhi beberapa faktor seperti: kemiskinan, biaya pendidikan yang mahal,
rendahnya motivasi sekolah di jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan lain
sebagainya.

Pada fase bonus demografi angka partisipasi sekolah harus ditingkatkan,


khususnya Angka Partisipasi Sekolah pada kelompok umur 16-18 dan 19-24
tahun. Langkah yang bisa dilakukan yaitu dengan memberikan kesempatan yang
seluas-luasnya untuk menempuh pendidikan. Dengan pendidikan murah dan
bantuan biaya pendidikan bagi golongan miskin dapat memacu naiknya angka
partisipasi sekolah. Angka partisipasi sekolah yang tinggi pada kelompok umur
19-24 akan menciptakan angkatan kerja yang berkualitas dan terampil. Jenjang
pendidikan yang tinggi sebagai bekal utama menghadapai persaingan tenaga
kerja.

Faktor utama untuk meningkatkan kualitas pendidikan terletak pada


tersedianya sarana dan prasarana pendidikan yang lengkap dan memadai. Selain
itu dengan jumlah tenaga pendidik yang memadai dan berkualitas menjadi salah
satu aspek penting yang tidak bisa dilupakan. Pemerintah juga harus
memperhatikan pengembangan dibidang sains dan teknologi penunjang
pendidikan. Hanya dengan peningkatan dan perbaikan diberbagi unsur penting
dalam pendidikan, akan menjadi kunci utama peningkatan kualitas pendidikan.

Namun tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan formal tidaklah menjadi


satu-satunya penentu keberhasilan untuk menciptakan angkatan kerja yang
berkulaitas. Oleh karena itu, pemerintah juga harus mengupayakan dan
mengembangkan pendidikan non-ijazah yang menekankan pada pengembangan
ketrampilan. Dengan pengembangan ketrampilan melalui pendidikan non-formal
bisa menjadi salah satu alternatif untuk menciptakan tenaga kerja yang
berkualitas. Pendidikan non-ijazah bisa menjadi solusi dari keterbatasan
pendidikan formal, dan tepat untuk mewadahi anak-anak muda yang tidak cocok
dengan pendidikan formal.

2.​ ​Peningkatan Kualitas Kesehatan

Kealitas kesehatan menjadi aspek penting yang perlu ditingkatkan untuk


menyambut bonus demografi. Peningkatan kualitaas kesehatan akan menjadikan
angkatan kerja berkualitas selain berkualitas dalam segi pendidikan. Dengan
menyediakan layanan kesehatan yang baik dan bermutu menjadi kunci utama
peningkatan kualitas kesehatan tersebut.

Penyediaan layanan kesehatan dalam kerangka bonus demografi


diprioritaskan kepada penduduk usia 0-18 tahun. Prioritas ini di pilih karena
penduduk usia 0-18 tahun berada pada usia perkembangan. Dengan peningkatan
kesehatan yang diprioritaskan pada penduduk usia emas tersebut, maka nantinya
diharapkan akan menciptakan anak-anak muda yang berkualitas.

3.​ ​Konsistensi dalam Penurunan angka fertilitas

Konsistensi penurunan angka fertilitas yang baik akan membuat investasi


pendidikan dan kesehatan menjadi semakin optimal. Penurunan fertilitas akan
menurunkan proporsi anak-anak, dan akan menjaga populasi anak-anak tetap pada
angka yang kecil. Dengan begitu beban ketergantungan dalam fase demografi
akan tetap bisa ditekan. Konsistensi penurunan fertilitas ini perlu dipertahankan
hingga tahun 2030. Sehingga kesempatan emas pada fase demografi akan
benar-benar bisa dimanfaatkan dengan baik.

Konsisitensi penurunan angka fertilitas berarti akan semakin memudahkan


pemerintah untuk fokus dalam program peningkatan kualitas anak muda.
Penurunan angka kelahiran akan mengurangi anggaran untuk kesehatan dan
kebutuhan gizi bayi-bayi yang lahir. Sehingga anggaran yang dimiliki pemerintah
sebagian besar bisa digunakan untuk investasi dalam peningkatan kualitas anak
muda.

Penuruanan angka fertilitas dalam kerangka bonus demografi memang tidak


bisa dilepaskan dari keberhasilan program keluarga berencana (KB).
Meningkatnya partisipasi KB telah berhasil menurunkan angka fertilitas secara
signifikan. Data BPS nasional menunjukan bahwa presentase perempuan usia
15-49 tahun yang telah menikah dan ikut KB memiliki proporsi yang cukup besar.
Data tahun 2000 hingga 2013 memperlihatkan partisipasi KB menjacapi 50%
lebih dimasisng masing tahun. Data tersebut juga menunjukkan kecenderungan
meningkat dari taun ketahun.

Tabel.4 Persentase Wanita Berumur 15-49 Tahun dan Berstatus Kawin yang
Sedang Menggunakan/Memakai Alat KB Menurut & Angka Fertilitas Total 1971,
1980, 1985, 1990, 1991, 1994, 1997, 1998, 1999, 2000, 2002, 2007, 2010 dan
2012
Partisipasi
Angka Fertilitas Total
KB Tahun
(AFT) Tahun 1971-2012
2000-2013

Tahun % Tahun %

2000 54,35 1971 5,61

2001 52,54 1980 4,68

2002 54,19 1985 4,06

2003 54,54 1990 3,33

2004 56,71 1991 3,02

2005 57,89 1994 2,85

2006 57,91 1997 2,34

2007 57,43 1998 2,65

2008 56,62 1999 2,59

2009 60,63 2000 2,27

2010 60,94 2002

2011 61,34 2007 2,60

2012 62,43 2010 2,41

2013 62,50 2012 2,60


Sumber:BPS Nasional Indonesia

Meningkatnya Partisipasi KB hingga mencapai 62,43% pada tahun 2013


secara langsung berdampak pada menurnnya angka fertilitas. Sejak tahun 1971
hingga 2012 Angka fertilitas total/TFR (Total Fertility Rate) menunjukkan
kecenderungan semakin menurun. Sampai tahun 2012 angka fertilitas total berada
pada angka yang cukup kecil, yaitu 2.60. Bahkan pada tahun 2000 angka fertilitas
total berada pada angka terkecil yang pernah dicapai Indonesia yaitu 2.27.

Keberhasilan program keluarga berencana dalam menekan angka kelahiran


perlu dipertahankan. Dengan konsisitensi menurunkan angka kelahiran melalui
program KB, akan menjadi salah satu faktor penting penentu keberhasilan
pemanfaatan bonus demografi.

4.​ ​Ketersediaan Lapangan Kerja

Ketersediaan lapangan kerja yang cukup pada fase bonus demografi menjadi
aspek penting yang tak bisa diabaikan. Jaminan ketersediaan lapangan kerja yang
sesuai dengan keahlian angkatan kerja akan membuat anak-anak muda bisa
mengembangkan potensinya, dan menjadi sumbangangan tanaga yang produktif
bagi pengembangan ekonomi negara. Dengan tersedianya lapangan kerja yang
besar akan mampu menampung jumlah angkatan kerja yang besar, dan tidak akan
menjadikan jutaan anak muda menganggur.

Tabel.3 Jumlah Angkatan Kerja, Penduduk Bekerja, Pengangguran, TPAK dan


TPT, 1986–2013

Tingkat
Partisip Tingkat
Angkat
Bekerj Penganggur asi Penganggur
an
Tahun a an Angkata an Terbuka
Kerja
n Kerja - TPT
- TPAK
(Juta (Juta (Juta
(%) (%)
Orang) Orang) Orang)

Februar
105,80 94,95 10,85 68,02 10,26
i
2005
Novemb
105,86 93,96 11,90 66,79 11,24
er

Februar
106,28 95,18 11,10 66,74 10,45
2006 i

Agustus 106,39 95,46 10,93 66,16 10,28

Februar
108,13 97,58 10,55 66,60 9,75
2007 i

Agustus 109,94 99,93 10,01 66,99 9,11

Februar
111,48 102,05 9,43 67,33 8,46
2008 i

Agustus 111,95 102,55 9,39 67,18 8,39

Februar
113,74 104,49 9,26 67,60 8,14
2009 i

Agustus 113,83 104,87 8,96 67,23 7,87

Februar
116,00 107,41 8,59 67,83 7,41
2010 i

Agustus 116,53 108,21 8,32 67,72 7,14

Februar
119,40 111,28 8,12 69,96 6,80
2011 i

Agustus 117,37 109,67 7,70 68,34 6,56


Februar
120,41 112,80 7,61 69,66 6,32
2012 i

Agustus 118,05 110,81 7,24 67,88 6,14

Februar
121,19 114,02 7,17 69,21 5,92
2013 i

Agustus 118,19 110,80 7,39 66,90 6,25

1967- max 94,85 88,82 6,03 67,22 6,36

1999 min 67,20 65,38 1,82 65,60 2,55

1999- max 103,97 93,72 10,25 68,60 9,86

2004 min 94,85 88,82 5,81 67,22 6,08

2004- max 121,19 114,02 11,90 69,96 11,24

2013 min 103,97 93,72 7,17 66,16 5,92

Sumber: Sakernas, BPS

Jumlah angkatan kerja yang terus meningkat membutuhkan peningkatan


lapangan kerja. Peningkatan lapangan kerja akan memperluaas kesempatan kerja
dan akan mengurangi pengangguran. Perluasan kesempatan kerja harus dilihat
berdasarkan keseimbangan distribusi penyerapan kerja antar sektor perekonomian.
Sehingga investasi yang dipilih untuk memperluas kesempatan kerja
diprioritaskan pada sektor yang belum berkembang. Dengan penambahan
lapangan kerja pada sektor tersebut akan meningkatkan produktifitas
perekonomian.

Penciptaan kesempatan kerja atau lapangan kerja menjadi aspek penting


dalam perencanaan tanaga kerja. Ketika perencanaan tenaga kerja telah
diupayakan dengan baik melalui peningkatan kualitas angkatan kerja, maka
penciptaan kesempatan kerja juga harus dilakukan untuk mendukungnya. Menurut
Suroto (1992) perencanaan penciptaan kesempatan kerja dan perencanaan
persedian tenaga kerja merupakan dua aspek yang saling berkaitan satu sama lain,
dan menjadi satu pasang komponen yang harus cocok (Suroto, 1992:399). Dalam
kerangka bonus demografi, dua aspek perencanaan tenaga kerja tersebut sangat
penting dalam keberhasilan pembangunan bangsa.

Strategi pengelolaan bonus demografi

Berdasarkan dari paparan data dan analisis yang telah disajikan sebelumnya,
maka dapat disusun beberapa strategi untuk menghadapi bonus demografi tahun
2020-2030. Rancangan strategi ini berupa suatu intervensi sosial melalui berbegai
kebijakan pemerintah. Intervensi sosial dalam bentuk kebijakan pemerintah ini
bertujuan untuk memperbaiki dan mengembangkan berbagai potensi yang
dimiliki, baik individu, kelompok maupun negara. Intervensi yang dapat
dilakukan setidaknya meliputi empat aspek penting yaitu disektor pendidikan,
sektor kesehatan, ketenagakerjaan dan program Keluarga Berencana.

Empat aspek penting yang terdiri dari kualitas pendidikan, kualitas


kesehatan, ketenagakerjaan dan program keluarga berencana tersebut menjadi
kunci utama keberhasilan pembangunan pada fase bonus demografi. Untuk itu,
berbagai intervensi yang tepat pada empat sektor ini menjadi prioritas utama
dalam menghadapi dan menyambut bonus demografi tahun 2020 hingga 2030.
Berikut ini beberapa strategi dalam bentuk kebijakan yang bisa dijalankan
pemerintah untuk menghadapi bonus demografi:

1. ​Strategi dibidang Pendidikan:

a. ​Peningkatan kualitas pendidikan melalui wajib belajar 12 tahun (sampai tingkat


SMA/SMK).
b. ​Tidak hanya sampai tingkat SMA, dalam jangka panjang bisa ditingakatkan
secara konsisten kesempatan sekolah sampai jenjang perguruan tinggi.

c. ​Untuk mendukung keberhasilan wajib belajar 12 tahun, dan sampai jenjang


perguruan tinggi, maka diperlukan berbagai program bantuan biaya pendidikan
(Beasiswa). Dengan beasiswa prestasi dan beasiswa keluarga miskin dapat
meningkatkan Angka Partisipasi Sekolah sampai tingkat SMA/SMK, dan juga
sampai jenjang perguruan tinggi.

d. ​Meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan seperti fasilitas laboratorium


yang lengkap, fasilitas multimedia, gedung sekolah dan lain sebaginya. Dengan
fasilitas yang lengkap tentu akan mendukung kegiatan belajar siswa dan mamacu
peningkatan prestasi.

e. ​Meningkatkan kualitas tenaga pengajar/Guru/Dosen.

f. ​Menambah alokasi dana untuk anggaran pendidikan

2. ​Strategi dibidang Kesehatan

a. ​Meningkatkan anggaran untuk Kesehatan

b. ​Meningkatkan kualitas tenaga medis seperti Dokter, Bidan, Perawat dsb.

c. ​Meningkatkan saranan dan prasaranan kesehatan seperti: pembangunan fasilitas


kesehatan di daerah yang belum memiliki, manambah kelengkapan fasilitas
kesehatan, fasilitas Rawat inap, penambahan Rumah sakit milik pemerintah
sebagai pemberi layanan kesehatan gratis, dan lain sebaginya.

d. ​Penyediaan layanan kesehatan dalam kerangka bonus demografi diperioritaskan


kepada penduduk usia 0-18 tahun (usia emas). Program riil bagi penduduk usia
emas ini (usia perkembangan) meliputi penggalakan program “asi eksklusif”,
pemberian makanan bergizi, imunisasi, dan lain sebagainya.

e. ​Selain ditujukan untuk penduduk usia 0-18, layanan kesehatan juga ditujukan
kepada penduduk usi 19-21 tahun, karena sebagi penduduk yang akan memasuki
dunia kerja. Sehingga kualitas keseatan penduduk usia ini perlu diperhatikan
sebagi syarat kesiapan dalam memasuki dunia kerja.

3. ​Strategi dibidang Ketenagakerjaan

a. ​Menekan angka pengangguran dengan memberikan kesempatan kerja yang luas


melaui penyediaan lapangan kerja yang banyak

b. ​Penyediaan dan penambahan lapangan kerja disesuaikan dengan kemampuan


para pencari kerja.

c. ​Pengembangan UMKM sebagai sektor informal yang lebih fleksibel dalam


penyerapan lapangan kerja

d. ​Menciptakan angkatan kerja yang berkualitas melalui pendidikan dan


pelatihan-pelatihan, untuk bisa bersaing di dunia internasional.

4. ​Strategi dibidang Keluarga Berencana untuk menekan angka fertilitas

a. ​Meningkatkan aseptor KB

b. ​Mendorong dan meningkatkan Aseptor KB laki-laki.

c. ​Penyuluhan untuk kesehatan reproduksi dan pernikahan dini

d. ​Disusun UU mengenai batas usia minimum pernikahan

Anda mungkin juga menyukai